STRATEGI PENGEMBANGAN KOMODITAS SAYURAN (DATARAN TINGGI) UNGGULAN DI KAWASAN AGROPOLITAN WAY TENONG KABUPATEN LAMPUNG BARAT

(1)

STRATEGI PENGEMBANGAN KOMODITAS SAYURAN (DATARAN TINGGI) UNGGULAN DI KAWASAN AGROPOLITAN

WAY TENONG KABUPATEN LAMPUNG BARAT

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk untuk merumuskan strategi pengembangan komoditas sayuran dataran tinggi unggulan di kawasan agropolitan Way Tenong Kabupaten Lampung Barat maka tujuan spesifik dari penelitian ini adalah : (1) menganalisis pendapatan usaha tani beberapa komoditas sayuran dataran tinggi unggulan di kawasan agropolitan Way Tenong Kabupaten Lampung Barat, (2) menganalisis sistem kelembagaan pemasaran yang mendukung pengembangan komoditas sayuran dataran tinggi unggulan di kawasan agropolitan Way Tenong Kabupaten Lampung Barat, dan (3) merumuskan strategi pengembangan komoditas sayuran dataran tinggi unggulan di kawasan agropolitan Way Tenong Kabupaten Lampung Barat. Analisis dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari analisis pendapatan usaha tani pada tiga jenis komoditas sayuran dataran tinggi unggulan yaitu kubis, tomat dan wortel menunjukkan bahwa ketiga komoditas sayuran dataran tinggi tersebut layak secara ekonomi untuk dikembangkan. Hal ini ditunjukkan dengan hasil bahwa nilai R/C rasio dari ketiga komoditas tersebut lebih dari satu. Analisis deskriptif kelembagaan pemasaran sayuran dataran tinggi unggulan di kawasan agropolitan Way Tenong Lampung Barat masih menunjukkan bahwa petani ditempatkan pada posisi price taker. Strategi yang diperoleh dari hasil analisis SWOT dan dilanjutkan dengan Analytical Hierarchy Process (AHP) menghasilkan keputusan bahwa lahan merupakan kriteria utama yang harus diperhatikan untuk tujuan pengembangan komoditas sayuran dataran tinggi di Kawasan Agropolitan Way Tenong. Selanjutnya prioritas pertama dari alternatif strategi yang dipilih adalah penguatan kelembagaan petani dan kelompok tani melalui kerjasama kemitraan dan pelatihan.

Kata kunci : Pendapatan usaha tani, R/C rasio, Kelembagaan pemasaran, SWOT, AHP


(2)

THE STRATEGY OF DEVELOPMENT

MAIN HIGHLAND VEGETABLE COMMODITIES

AT AGROPOLITAN WAY TENONG OF WEST LAMPUNG REGENCY

ABSTRACT

This study aim to formulate strategy for develop main highland vegetable commodities at Agropolitan Way Tenong of West Lmapung Regency. Specific purpossed on this study were : (1) analyzing farm income some higland vegetables at Way Tenong agropolitan of West Lampung Regency, (2) analyzing the institutional system of marketing that supports the development of highland vegetables. Formulation of development strategy of highland vegetables commodities using the SWOT method. Strategy derived from the SWOT analysis resulted in eight priority development strategy of main higland vegetable commodities featured in Way Tenong agropolitan area.Decision making is done by using analytical hierarchy (AHP) analysis.

The result showed that from the analysis of farm income in three types of main highland vegetable commodities i.e cabbage, tommatoes and carrots showed that the value of R/C ratio of three commodities have more than one value. Descriptive analysis of institutional marketing of higland vegetable commodities still showed that farmers are placed in the position of price taker. Strategies derived from the SWOT analysis and continued with AHP analysis produced some strategic priorities.

The result of the analysis hierarchy process (AHP) resulted in the decision that land is main criteria to be considered for the purpossed of development of highland vegetable commodities at Way Tenong agropolitan area. The first priority of selected alternative strategy is the institutional strenghtening of farmers and farmers group trough partnership and training.

Keywords : Development strategy, farm income, R/C., institutional marketing, SWOT. AHP


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

Penulis dilahirkan di Tanjungkarang (Bandar Lampung) pada tanggal 24 Januari 1979, merupakan anak pertama dari empat bersaudara pasangan Bapak Pairin Aidin (alm.) dan Ibu Hayuna (almh.).

Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) Xaverius diselesaikan pada tahun 1984, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Sejahtera IV pada tahun 1990, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 10 Tanjungkarang pada tahun 1993, Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMAN 9 Tanjungkarang pada tahun 1996. Pada tahun 2000 penulis menyelesaikan pendidikan di Fakultas Pertanian Program Studi Pemuliaan Tanaman Institut Pertanian Bogor. Pada tahun 2012 penulis mengikuti pendidikan Pasca Sarjana pada Program Magister Agribisnis Universitas Lampung.

Pada tahun 2002 penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil pada Dinas

Pertanian Kabupaten Lampung Barat. Pada Januari 2008, penulis diangkat sebagai Kepala Seksi Kelembagaan Tani dan Saprodi Dinas Pertanian Kabupaten


(8)

SANWACANA

Puji syukur Penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas rahmat dan hidayah-Nya tesis ini dapat diselesaikan.

Tesis dengan judul “Strategi Pengembangan Komoditas Sayuran (Dataran Tinggi) Unggulan di Kawasan Agropolitan Way Tenong Kabupaten Lampung Barat” merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Pascasarjana Magister Agribisnis Program Pascasarjana Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Dr. Ir. M. Irfan Affandi, M.Si., selaku Pembimbing Utama atas

kesediaannya untuk memberikan bimbingan dan waktu serta pengetahuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini;

2. Ibu Dr. Ir. Wuryaningsih Dwi Sayekti, MS., selaku Pembimbing Kedua atas Kesediaannya untuk memberikan bimbingan, curahan pengetahuan dan waktu sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini;

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Ibrahim Hasyim, M.S., selaku Penguji Utama atas masukan, kritik, dan saran-saran yang disampaikan serta selaku Ketua Program

Pascasarjana Magister Agribisnis Universitas Lampung;

4. Bapak Dr. Ir. Zainal Abidin, M.Si. selaku pembimbing akademik atas bantuan dan pengarahannya selama penulis menempuh pendidikan Pascasarjana Magister Agribisnis Universitas Lampung;


(9)

Universitas Lampung yang telah memberikan kelancaran administrasi; 6. Bapak Prof. Dr Sudjarwo, M.S selaku Direktur Program Pascasarjana

Universitas Lampung;

7. Bapak/Ibu dosen program Magister Agribisnis Pascasarjana Universitas Lampung yang telah memberikan bimbingan selama penulis menempuh pendidikan di Universitas Lampung;

8. Mbak Ayie, mbak Iin, mas Boim, mas Boy atas bantuan dan perhatiannya selama penulis mengikuti pendidikan di Universitas Lampung;

9. Bapak Ir. Noviardi Kuswan., selaku Asisten Bidang Perekonomian

Pembangunan Sekretariat Kabupaten Lampung Barat yang telah memberikan kesempatan dan dukungan bagi penulis untuk menempuh pendidikan

Pascasarjana di Universitas Lampung pada tahun 2012.

10. Bapak Ir. Amirian, M.P. selaku Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Lampung Barat dan Ir. Onni Violeta, M.P. selaku Kepala Bidang Bina Usaha Tani Dinas Pertanian Kabupaten Lampung Barat, atasan langsung tempat penulis bekerja yang telah memberikan kesempatan dan dukungan waktu kepada penulis dalam menyelesaikan tahapan penyusunan tesis; 11. Sahabat-sahabatku Pasca Agribisnis 2012, Bapak Ir. Suarno Sadar, Ibu

Hilmiyati, SP., Ibu Lidyasari Mas Indah, SP., Inne Indriastuti, SP., Siska Yunita, SP., Maryanti, SP., Ibu Sri Ermalia, SP., Ibu Tri Ariyanti, SP., Bapak Ir. Desmon, Ibu Murti Rahayu, SP., Dessi Megasari,SP., Diah Rianita SP., Erfanno Agustian, SP., Sundari Ekawanti, SP., Rio Valentino SP., dan Fadlinna Sosiawati, SP, terimakasih atas kebersamaan, bantuan dan dukungan moril


(10)

12. Teman-teman di Pemda Kabupaten Lampung Barat yang telah memberikan bantuan dan dukungan semangat selama penulis menempuh pendidikan dan penyelesaian tesis;

13. Kedua orangtuaku, Bapak Pairin Aidin (almarhum) dan Ibu Hayuna (almarhumah), kedua mertuaku Bapak Ahmad Roihan dan Ibu Maryati,

adik-adikku atas dukungan, do’a dan semangat yang diberikan;

14. Para narasumber dan seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah memberikan waktu, informasi/data sehingga selesainya penyusunan tesis ini;

15. Secara khusus untuk suamiku (Ahmad Rifki Ardianto, ST., M.P. dan anak-anakku tercinta (Rakha dan Raditya) atas do’a, kesabaran, pengertian, dukungan, perhatian dan bantuan yang diberikan secara tulus ikhlas selama penulis menempuh pendidikan.

Penulis menyadari bahwa tesis ini tidak luput dari kelemahan dan kekurangan, sehingga saran perbaikan akan kami terima dengan tulus, semoga karya tulis ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan

pembangunan daerah.

Bandar Lampung, Januari 2015 Penulis


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Data produksi dan produktivitas sayuran dataran tinggi Kabupaten

Lampung Barat ... 5

2. Data produktivitas kubis, tomat dan wortel Kabupaten Lampung Barat dibanding produktivitas nasional tahun 2013 ... 6

3. Distribusi Responden ... 42

4. Jenis dan Sumber Data ... 43

5. Kerangka matriks evaluasi faktor internal ... 48

6. Kerangka matriks evaluasi faktor eksternal ... 52

7. Matriks SWOT (Strengths-Weaknesses-Opportunities-Threats) ... 53

8. Nilai Random Indeks ... 55

9. Jumlah dan Tingkat Kepadatan Penduduk di Kawasan Agropolitan Way Tenong ... 60

10.Jumlah Angkatan Kerja dan Jenis Pekerjaan pada Kawasan Agropolitan Way Tenong Kabupaten Lampung Barat ... 61

11.Luas Lahan Berdasarkan Penggunaannya di Kecamatan Way Tenong Tahun 2012... 62

12.Kelembagaan Penunjang yang berada pada Kawasan Agropolitan Way Tenong ... 66

13.Distribusi Umur Responden Petani Sayuran Dataran Tinggi di Kawasan Agropolitan Way Tenong menurut Jenis Usaha Tani ... 68

14.Pengalaman Usaha Tani Responden Petani Sayuran Dataran Tinggi di Kawasan Agropolitan Way Tenong menurut Jenis Usaha Tani ... 71

15.Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kawasan Agropolitan Way Tenong Kabupaten Lampung Barat ... 73

16.Pendapatan Usahatani Kubis di Kawasan Agropolitan Way Tenong ... 76


(12)

Way Tenong Lampung Barat ... 82 20.Matriks Evaluasi Faktor Internal Pengembangan Komoditas Sayuran

Dataran Tinggi Unggulan di Kawasan Agropolitan Way Tenong

Kabupaten Lampung Barat ... 118 21.Matriks Evaluasi Faktor Eksternal Pengembangan Komoditas Sayuran

Dataran Tinggi Unggulan di Kawasan Agropolitan Way Tenong

Kabupaten Lampung Barat ... 118 22.Pembobotan untuk Diagram SWOT Faktor Internal dan Eksternal untuk

Pengembangan Komoditas Sayuran Dataran Tinggi Unggulan di Kawasan Agropolitan Way Tenong Kabupaten Lampung Barat ... 124 23.Hasil Analisis Matriks SWOT dalam Perumusan Alternatif Strategi

Pengembangan Komoditas Hortikultura (Sayuran Dataran Tinggi)

di Kawasan Agropolitan Way Tenong Kabupaten Lampung Barat ... 128 24.Strategi Prioritas Delapan Besar untuk Pengembangan Sayuran Dataran

Tinggi Unggulan di Kawasan Agropolitan Way Tenong Kabupaten

Lampung Barat ... 134 25.Matrik Perbandingan Berpasangan antar Kriteria yang Berpengaruhi

Terhadap Pengembangan Komoditas (Sayuran) Dataran

Tinggi) Unggulan di Kawasan Agropolitan Way Tenong Kabupaten


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... xv

DAFTAR GAMBAR ... xviii

I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1

B.Perumusan Masalah ... 8

C.Tujuan Penelitian ... 11

D.Kegunaan Penelitian ... 12

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A.Tinjauan Pustaka ... 13

1. Konsep Kawasan Agropolitan ... 13

2. Strategi Pengembangan Komoditas Unggulan dan Pembangunan Kawasan Berbasis Komoditas Unggulan ... 17

3. Agribisnis Hortikultura (Sayuran Dataran Tinggi) ... 20

4. Pengembangan Kelembagaan ... 23

5. Kelembagaan Pemasaran Sayuran ... 24

6. Perencanaan Stratejik ... 26

B.Kajian Penelitian Terdahulu ... 29

1. Penelitian Terdahulu mengenai Kinerja dan Keberlanjutan Agropolitan ... 29

2. Penelitian Terdahulu mengenai Prospek Pengembangan Komoditas Hortikultura dan Strategi Pengembangan ... 33

C.Kerangka Pemikiran ... 35

III.METODE PENELITIAN A.Konsep Dasar dan Batasan Operasional Penelitian... 38

B.Lokasi Penelitian, Responden, dan Waktu Penelitian... 42

C.Jenis dan Sumber Data... .. 45

D.Metode Analisis Data... 46

1. Analisis Pendapatan Usaha Tani Komoditas Sayuran Dataran Tinggi ... 47

2. Analisis Kelembagaan Pemasaran Komoditas Sayuran Dataran Tinggi Unggulan ... 48

3. Metode Perumusan Strategi dan Perancangan Program ... 49


(14)

C. Letak Geografis Daerah Penelitian... 65

D.Potensi Agribisnis Hortikultura (Sayuran Dataran Tinggi) ... 66

E.Sarana dan Prasarana dan Kelembagaan Pendukung ... 68

V.HASIL DAN PEMBAHASAN A.Keadaan Umum Petani Komoditas Sayuran Dataran Tinggi Unggulan di Kawasan Agropolitan Way Tenong ... 71

1. Umur dan Pengalaman Petani Responden ... 71

2. Pengalaman Usaha Tani ... 74

3. Tingkat Pendidikan Responden... 76

B.Analisis Pendapatan Usaha Tani Komoditas Sayuran Dataran Tinggi Unggulan Kawasan Agropolitan Way Tenong ... 78

1. Usaha Tani Kubis ... 78

2. Usaha Tani Tomat ... 80

3. Usaha Tani Wortel ... 82

C.Analisis Kelembagaan Pemasaran Komoditas Sayuran Dataran Tinggi Unggulan ... 87

D.Analisis Faktor Lingkungan Strategis ... 95

1. Faktor Internal ... 95

2. Faktor Eksternal ... 111

E.Hasil Evaluasi Faktor Lingkungan Strategis ... 122

F.Alternatif Strategi Pengembangan Komoditas Sayuran Dataran Tinggi Unggulan di Kawasan Agropolitan Way Tenong ... 130

G.Analytical Hierarcy Process (AHP)... 139

VI.KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan ... 145

B.Saran ... 147

DAFTAR PUSTAKA... 149


(15)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang

sekaligus tantangan baru yang harus dihadapi dalam pembangunan pertanian di masa depan. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan akan memberikan peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan

dihapuskannya berbagai hambatan perdagangan antarnegara. Namun liberalisasi perdagangan juga dapat menimbulkan masalah jika komoditas yang diproduksi secara lokal tidak mampu bersaing dengan negara lain sehingga pasar domestik semakin dibanjiri oleh komoditas impor, yang pada gilirannya akan merugikan petani. Oleh karena itu peningkatan daya saing merupakan tuntutan yang tidak dapat dihindari dalam pelaksanaan

pembangunan pertanian di masa yang akan datang (Asti, 2010).

Pengembangan sistem dan usaha agribisnis serta ketahanan pangan merupakan tujuan dan sekaligus menjadi sasaran pembangunan pertanian. Agar pengembangan agribisnis memberikan manfaat dan dampak yang maksimal bagi pengembangan ekonomi dan peningkatan pendapatan masyarakat setempat maka perlu pendekatan baru dalam pengembangan agribisnis di lapangan. Pendekatan yang dinilai efektif adalah model agropolitan yang pada hakekatnya adalah mensinergikan pengembangan


(16)

agribisnis dalam konteks pengembangan ekonomi wilayah, sehingga total nilai tambah pengembangan agribisnis dapat dinikmati oleh masyarakat setempat.

Keberhasilan pelaksanaan program pengembangan agropolitan akan memberikan dampak teknis dan ekonomis secara nyata terhadap

pembangunan wilayah, dalam bentuk: (a) harmonisasi dan keterkaitan hubungan yang saling menguntungkan antara daerah pedesaan dan perkotaan; (b) peningkatan produksi, diversifikasi, dan nilai tambah pengembangan agribisnis yang dinikmati secara bersama-sama oleh masyarakat dalam kawasan pengembangan agropolitan; (c) peningkatan pendapatan, pemerataan kesejahteraan, perbaikan penanganan lingkungan, dan keberlanjutan pembangunan pertanian dan pedesaan; dan (d) dalam konteks regional dan nasional akan terjadi efisiensi pemanfaatan

sumberdaya, peningkatan keunggulan komparatif wilayah, perdagangan antardaerah, dan pemantapan pelaksanaan desentralisasi pembangunan. (Rusastra I.W, Hendiarto, K. M. Noekman, A. Supriatna, W.K. Sejati, dan D. Hidayat, 2004).

Kabupaten Lampung Barat yang terletak di ujung barat Provinsi Lampung merupakan salah satu kabupaten tertinggal di Provinsi Lampung. Kondisi geografis Kabupaten Lampung Barat sebagian besar terdiri dari daerah dataran tinggi dengan kondisi produktivitas lahan yang subur, namun dengan luas areal yang bisa dibudidayakan terbatas. Sektor pertanian

merupakan sektor penunjang perekonomian utama dengan komoditas berbasis lahan dan bernilai ekonomi tinggi diantaranya adalah kopi dan


(17)

hortikultura yang didominasi komoditas sayur mayur dataran tinggi. Sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Lampung Barat yaitu sebesar 58 persen (BPS Lampung Barat, 2012).

Dalam Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lampung Barat Tahun 2010 – 2030 maka

Pemerintah Kabupaten Lampung Barat menetapkan Kecamatan Way Tenong sebagai kawasan agropolitan. Penetapan kawasan agropolitan ini tidak terlepas dari adanya keinginan untuk meningkatkan pembangunan

perekonomian berbasis pertanian di Kabupaten Lampung Barat. Pemerintah Kabupaten Lampung Barat menetapkan kawasan agropolitan Way Tenong ini dengan basis komoditas unggulan kopi dan hortikultura. Penentuan komoditas unggulan berdasarkan produksi, produktifitas, luas panen, dan merupakan komoditas yang paling banyak dibudidayakan pada kawasan tersebut.

Hortikultura sebagai salah satu subsektor andalan yang akan dikembangkan di kawasan agropolitan Way Tenong sudah sejalan dengan potensi wilayah dan permintaan pasar akan produk hortikultura yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang potensial untuk dikembangkan pada era globalisasi saat ini. Pangsa pasar produk hortikultura telah dan akan selalu berkembang sejalan dengan peningkatan konsumsi masyarakat seiring laju pertumbuhan penduduk. Tuntutan masyarakat (konsumen) pada produk pangan termasuk hortikultura akibat adanya peningkatan penghasilan


(18)

masyarakat dan peningkatan kesadaran akan konsumsi pangan dan menu yang bergizi serta beragam menjadikan tantangan dan peluang dalam pengembangan produk hortikultura.

Peningkatan tuntutan dan kebutuhan akan produk hortikultura (terutama sayur dan buah) ternyata tidak diimbangi dengan jumlah produksi yang memadai. Berdasarkan data Ditjen Hortikultura (2009), produksi sayuran dalam negeri masih rendah. Pada tahun 2008 produksi sayuran baru mencapai 8,72 juta ton. Nilai produksi tersebut belum mampu mencukupi kebutuhan konsumsi sayuran per kapita sebesar 54,75 kilogram per tahun. Menurut Bahar (2009) dalam Asti (2010) pengembangan komoditas hortikultura memiliki beberapa kelemahan utama yaitu harga yang berfluktuasi, kuantitas dan kualitas yang rendah, kontinuitas yang belum tercapai, serta kemasan dan promosi yang belum baik (Bahar, 2009 dalam Asti, 2010).

Rancang Bangun Pengembangan Komoditas Hortikultura Provinsi Lampung tahun 2010, menetapkan Kabupaten Lampung Barat sebagai produsen potensial terbesar sayur mayur dataran tinggi untuk Provinsi Lampung (Dinas Pertanian Provinsi Lampung, 2010). Keunggulan

komoditas sayuran dataran tinggi di Kabupaten Lampung Barat dapat dilihat pada kontribusi produksi dan produktifitasnya. Data produksi dan

produktifitas beberapa jenis sayuran dataran tinggi unggulan di Kabupaten Lampung Barat dalam kurun waktu tahun 2009 - 2011 dapat dilihat pada Tabel 1.


(19)

Tabel 1. Data produksi dan produktivitas sayuran dataran tinggi Kabupaten Lampung Barat Tahun 2009 – 2011.

2009 2010 2011

No Komoditas Produksi Produkti-

vitas Produksi

Produkti-

vitas Produksi

Produkti- vitas

ton kg/ha ton kg/ha ton kg/ha

1. Cabai

Besar 2.704,3 6.516,4 1.8951,6 6.229,8 3.262,9 8.036,7 2. Labu Siam 11.058,4 61.435,6 17.774,8 93.551,6 17.869,5 93.664,5 3. Kubis 9.038,4 17.862,5 10.301,5 20.002,9 11.620,5 21.374,6 4. Tomat 5.034,8 16.782,7 6,065,6 19.629,8 12.067,4 22.774,8 5. Wortel 4.456 13.067,4 6.684,3 18.017,0 5.850,4 17.253,0 6. Bawang

Daun 2.345,6 8.060,5 3.184,1 10.439,7 2.911,4 8.864,5 7. Buncis 2.304,1 7.604,3 2.772,3 8.942,9 2.985,0 9.034,6

Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Lampung Barat, 2012

Tabel 1 menginformasikan bahwa secara umum selama tahun 2009 – 2011, beberapa komoditas sayuran dataran tinggi utama di Kabupaten Lampung Barat mengalami peningkatan produksi dan produktifitas. Berdasarkan data diatas, komoditas utama sayuran dataran tinggi di Kabupaten Lampung Barat secara berturut-turut memberikan kontribusi produksi dan produktifitas yang tinggi adalah labu siam, tomat, kubis, wortel, cabai besar, buncis dan bawang daun. Empat komoditas sayuran dataran tinggi unggulan di Kabupaten Lampung Barat yang memberikan kontribusi produksi dan produktifitas tertinggi berdasarkan data pada Tabel 1, yaitu labu siam, kubis, tomat dan wortel. Secara agronomis komoditas kubis, tomat, dan wortel memiliki beberapa persamaan terutama terkait umur tanaman yaitu dapat dipanen dalam kurun waktu 3-6 bulan dan habis dalam satu kurun waktu penanaman. Komoditas labu siam memiliki karakteristik agronomi yang sedikit berbeda jika dibandingkan dengan


(20)

komoditas kubis, tomat dan wortel yaitu umur tanaman dan masa produksi (panen) mencapai selama 3 – 5 tahun dengan interval masa panen 2-3 minggu sekali tiap kali panen.

Produktivitas sayuran dataran tinggi terutama komoditas kubis, tomat dan wortel di Kabupaten Lampung Barat cukup tinggi namun masih di bawah potensi produktivitas optimal. Perbandingan produktivitas komoditas kubis, tomat dan wortel dibandingkan dengan potensi produktivitas optimal pada Tahun 2013 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Data produktivitas kubis, tomat dan wortel Kabupaten Lampung Barat dibandingkan potensi produktivitas nasional tahun 2013

No Komoditas Produktivitas

(kg/ha)

Potensi Produktivitas

(kg/ha)

1. Kubis 25.762 40.000

2. Tomat 28.850 34.020

3. Wortel 17.439 18.471

Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Lampung Barat, 2013

Tabel 2 menunjukkan bahwa produktivitas komoditas sayuran dataran tinggi unggulan yaitu kubis, tomat dan wortel di Kabupaten Lampung Barat masih di bawah potensi produktivitas optimalnya.

Pengembangan komoditas sayuran dataran tinggi unggulan juga menghadapi permasalahan dalam hal kualitas dan standar mutu hasil panen. Peningkatan kualitas dan standar mutu ini mutlak diperlukan untuk menghadapi

persaingan komoditas sejenis pada era pasar bebas saat ini. Kualitas dan standar mutu sayuran dataran tinggi terkait dengan isu keamanan pangan yang meliputi beberapa hal yaitu tingkat cemaran logam berat, tingkat residu


(21)

pestisida dan kontaminasi mikroba patogen pada sayuran (http://www.bsn.go.id).

Melihat pada kesesuaian agroekosistem maka komoditas sayuran dataran tinggi merupakan komoditas unggulan Kabupaten Lampung Barat yang unggul secara komparatif. Namun keunggulan komparatif tersebut tidak cukup jika tidak didukung dengan keunggulan kompetitif.

Pengembangan komoditas unggulan akan memberikan nilai tambah dan peluang usaha di pedesaan. Dukungan menyeluruh terhadap komoditas unggulan tidak dapat hanya pada upaya peningkatan luas tanam, luas panen, dan produktifitas saja namun harus secara menyeluruh mulai dari subsistem budidaya, panen, pasca panen, pengolahan, pemasaran, distribusi dan faktor – faktor pendukung seperti kelembagaan tani dan permodalan.

Kawasan agropolitan Way Tenong, Kabupaten Lampung Barat merupakan produsen terbesar hortikultura (sayuran dataran tinggi) di Kabupaten Lampung Barat dan Propinsi Lampung dengan kualitas dan produktifitas cukup tinggi, meliputi komoditas antara lain : cabai merah, terung, kubis/kol, tomat, sawi, kembang kol, wortel, timun, seledri, daun bawang, brokoli. Pengembangan komoditas sayuran dataran tinggi unggulan di kawasan agropolitan Way Tenong membutuhkan suatu kajian yang menyeluruh dan strategis agar dapat menyesuaikan dengan ancaman, tantangan dan peluang terhadap komoditas unggulan tersebut agar dapat memberikan kontribusi terhadap pembangunan ekonomi berbasis pertanian di Kabupaten Lampung Barat. Berdasarkan uraian di atas maka diperlukan kajian untuk menentukan “Bagaimana strategi pengembangan komoditas


(22)

sayuran (dataran tinggi) di Kawasan Agropolitan Way Tenong Kabupaten Lampung Barat ?”

B. Perumusan Masalah

Komoditas sayuran merupakan produk pertanian penting di Indonesia, mengingat komoditas tersebut memiliki potensi produksi yang tinggi. Selain itu sayuran juga mempunyai potensi penting sebagai sumber pertumbuhan baru dalam memenuhi gizi, perolehan devisa, peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan perbaikan pendapatan petani. Di sisi lain tingkat

permintaan terhadap komoditas sayuran juga cenderung mengalami

peningkatan setiap tahunnya, yang dicerminkan oleh peningkatan konsumsi sayuran di Indonesia, seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan mulai tumbuhnya kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi sayuran bagi kesehatan tubuh (Darwis dan Muslim, 2013).

Melihat pada aspek permintaan pasar dan potensi produksi sayuran maka usaha tani komoditas sayuran dapat memberikan keuntungan bagi petani. Pengembangan potensi komoditas unggulan sayuran dataran tinggi di kawasan agropolitan Way Tenong disamping memperhatikan aspek-aspek kelayakan secara teknis, dan permintaan pasar, selayaknya mempertimbangkan dampak ekonomi yang diberikan terhadap kesejahteraan petani setempat sebagai pelaku usaha. Untuk itu perlu diketahui bagaimana pendapatan dari usaha tani beberapa komoditas unggulan sayuran dataran tinggi di Kawasan agropolitan Way Tenong.


(23)

Permasalahan pokok pengembangan agribisnis sayuran adalah belum terwujudnya ragam, kualitas, kesinambungan pasokan, dan kuantitas yang sesuai dengan dinamika permintaan pasar dan preferensi konsumen,

permasalahan tersebut nampak nyata pada produk hortikultura untuk tujuan pasar konsumen institusi dan ekspor. Permasalahan lain adalah

ketimpangan dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, aset utama lahan, modal,dan akses pasar antar pelaku agribisnis menyebabkan struktur kelembagaan kemitraan usaha pada komoditas sayuran yang rapuh (Saptana

et al, 2009).

Berdasarkan permasalahan di atas maka kelembagaan usaha sangat penting untuk meningkatkan daya saing rantai pasokan. Untuk itu perlu dibangun kelembagaan yang mampu memperkuat kohesi horizontal dari pelaku-pelaku usaha dari suatu segmen rantai pasokan dan integrasi vertikal dari pelaku usaha dari segmen yang berbeda dalam rantai pasokan. Kohesi horizontal mencakup kerjasama antara kelompok tani/gapoktan ataupun kerjasama antar pedagang dalam rantai pasokan. Integrasi vertikal

merupakan kerjasama antara pelaku usaha dan segmen yang berbeda, yaitu antara kelompok tani dengan pedagang, termasuk di dalamnya kerjasama tripartied antara kelompok tani, pedagang dan asosiasi (Ditjen Hortikultura, 2008).

Upaya pengembangan komoditas unggulan sayuran dataran tinggi sebagai produk yang perishable dan harus dikonsumsi dalam waktu cepat memerlukan dukungan penguatan kelembagaan terutama kelembagaan pemasaran yang kuat untuk menjamin keberlanjutan keunggulan komoditas


(24)

tersebut dengan harapan dapat meningkatkan taraf hidup petani. Saat ini terdapat beberapa pola kelembagaan pemasaran komoditas sayuran dataran tinggi di kawasan agropolitan Way Tenong.

Konsep pengembangan kawasan agropolitan merupakan salah satu upaya untuk meminimalkan ketimpangan proses pembangunan yang muncul akibat interaksi pembangunan wilayah kota sebagai pusat kegiatan dan pertumbuhan ekonomi dengan wilayah pedesaan sebagai pusat kegiatan pertanian. Kawasan agropolitan dikembangkan sebagai salah satu upaya dalam rangka merealisasikan pembangunan ekonomi berbasis pertanian dengan pendekatan pengembangan dan sistem usaha agribisnis.

Pengembangan kawasan agropolitan diharapkan dapat membangun ekonomi wilayah secara lebih kuat, dan mempercepat pembangunan ekonomi secara keseluruhan. Kawasan agropolitan membutuhkan

komitmen yang berkelanjutan dari pemerintah daerah, kalangan bisnis, dan dunia pendidikan. Keberlanjutan pembangunan kawasan agropolitan Way Tenong dengan dukungan komoditas sayuran dataran tinggi unggulan akan selalu dipengaruhi oleh kondisi, situasi dan peristiwa baik dari lingkungan internal maupun eksternal dari waktu ke waktu. Terkait pengembangan komoditas sayuran dataran tinggi unggulan yang diharapkan akan

memberikan peningkatan kesejahteraan masyarakat di kawasan agropolitan serta memberikan kontribusi terhadap pembangunan ekonomi di Kabupaten Lampung Barat akan selalu menghadapi tantangan dan peluang dari waktu ke waktu.


(25)

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka dapat ditentukan beberapa masalah penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana pendapatan usaha tani beberapa komoditas sayuran dataran tinggi unggulan?

2. Bagaimana bentuk dan pola kelembagaan pemasaran yang mendukung pengembangan komoditas sayuran dataran tinggi unggulan?

3. Bagaimana rumusan strategi pengembangan komoditas unggulan sayuran dataran tinggi di kawasan agropolitan Way Tenong Kabupaten Lampung Barat?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk merumuskan strategi pengembangan komoditas sayuran dataran tinggi unggulan di kawasan agropolitan Way Tenong Kabupaten Lampung Barat maka tujuan spesifik dari penelitian ini adalah :

1. Menganalisis pendapatan usaha tani beberapa komoditas sayuran dataran tinggi unggulan di kawasan agropolitan Way Tenong Kabupaten

Lampung Barat.

2. Menganalisis sistem kelembagaan pemasaran yang mendukung

pengembangan komoditas sayuran dataran tinggi unggulan di kawasan agropolitan Way Tenong Kabupaten Lampung Barat.


(26)

3. Merumuskan strategi pengembangan komoditas sayuran dataran tinggi unggulan di kawasan agropolitan Way Tenong Kabupaten Lampung Barat.

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai :

1. Pertimbangan bagi para pengambil keputusan dan instansi terkait dalam perancangan program pengembangan komoditas sayuran dataran tinggi unggulan di Kawasan agropolitan Way Tenong.

2. Pertimbangan bagi stakeholders yang berkepentingan terhadap

pengembangan komoditas sayuran dataran tinggi unggulan di Kawasan agropolitan Way Tenong.


(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

A.Tinjauan Pustaka

1. Konsep Kawasan Agropolitan

Pendekatan pembangunan ekonomi wilayah yang mendasarkan pada kebijakan ekonomi lokal dengan salah satu pendekatannya melalui

pengembangan rintisan kawasan agropolitan. Menurut Friedman dan Douglas (1975) dalam Iqbal dan Anugrah (2009), Agropolitan berasal kata ‘agro’ (pertanian) dan ‘politan’ (kota) diartikan sebagai kota pertanian atau kota di wilayah pertanian atau pertanian di kawasan kota. Lengkapnya agropolitan adalah kota pertanian di kawasan kota pertanian yang tumbuh dan berkembang seiring berjalannya sistem dan usaha agribisnis yang mampu melayani, mendorong, menarik dan menghela kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) wilayah sekitarnya.

Tujuan pengembangan kawasan agropolitan adalah untuk

meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat melalui percepatan pembangunan wilayah dengan meningkatkan keterkaitan desa dengan kota. Wujudnya yaitu dengan mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berbasis kerakyatan, berkelanjutan (tidak


(28)

merusak lingkungan) dan terdesentralisasi (wewenang berada pada pemerintah daerah dan masyarakat) (Deptan, 2002).

Kawasan agropolitan yang dikembangkan merupakan bagian dari potensi wilayah kabupaten. Pengembangan kawasan melalui penguatan sentra-sentra produksi pertanian berbasis potensi lokal. Dengan demikian, kawasan agropolitan mampu memainkan peran sebagai kawasan

pertumbuhan ekonomi yang berdaya kompetensi interregional maupun intraregional. Pengembangan juga berorientasi pada kekuatan pasar yang dilaksanakan melalui pemberdayaan usaha budidaya dan kegiatan agribisnis hulu sampai dengan hilir. Pengembangan kawasan ini diharapkan dapat memberikan kemudahan sistem agribisnis yang utuh dan terintegrasi dengan penyediaan infrastruktur (sarana dan prasarana) seperti peningkatan jalan usaha tani, Stasiun Terminal Agribisnis (STA), dan pembangunan lainnya yang memadai serta mendukung pengembangan Agribisnis (Direktorat Jenderal Cipta Karya, 2012). Berikut skema Tata Ruang Kawasan Agropolitan dapat dilihat pada Gambar 1.


(29)

Karakteristik agropolitan menurut (Nasution, 1998) terdiri atas lima kriteria sebagai berikut

1. Agropolitan meliputi kota-kota berukuran kecil sampai sedang berpenduduk paling banyak 600 ribu jiwa dengan luas wilayah maksimum 30 hektar.

2. Agropolitan memiliki wilayah belakang (hinterland) pedesaan penghasil komoditas utama atau unggulan dan beberapa komoditas penunjang sesuai kebutuhan yang selanjutnya dikembangkan berdasarkan konsep pewilayahan komoditas.

3. Agropolitan memiliki wilayah inti (central land) tempat dibangunnya agroindustri pengolahan komoditas yang dihasilkan wilayah pedesaan yang pengembangannya disesuaikan dengan kondisi alamiah

produksi komoditas utama (unggulan).

4. Agropolitan memiliki pusat pertumbuhan yang harus dapat memperoleh manfaat ekonomi internal bagi perusahaan serta sekaligus memberikan manfaat eksternal bagi pengembangan agroindustri secara keseluruhan.

5. Agropolitan mendorong wilayah pedesaan untuk membentuk satuan-satuan usaha secara optimal melalui kebijakan sistem insentif ekonomi yang rasional.

Pada kawasan agropolitan, masyarakat diharapkan berperan aktif, sementara fungsi pemerintah adalah sebagai penyedia fasilitas (fasilitator) dengan fokus pemberdayaan. Pemberdayaan dimaksud mengandung empat prinsip yaitu :


(30)

1. Prinsip kerakyatan – pembangunan diutamakan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat banyak.

2. Prinsip swadaya – bimbingan dan dukungan kemudahan fasilitas yang diberikan harus mampu menumbuhkan sikap keswadayaan dan kemandirian (bukan menciptakan ketergantungan).

3. Prinsip kemitraan – para pelaku agribisnis diperlakukan sebagai mitra kerja pembangunan yang berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan, sehingga dapat menjadikan mereka sebagai pelaku dan mitra kerja yang aktif dalam kegiatan pembangunan.

4. Prinsip bertahap dan berkelanjutan – pembangunan dilaksanakan sesuai dengan potensi dan kemampuan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan.

Sistem kawasan agropolitan sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 2 berikut (Deptan, 2003).

Gambar 2. Sistem Kawasan Agropolitan

Sumberdaya dan Komoditas

Unggulan

Sarana dan Prasarana Agribisnis

Kelestarian Lingkungan

Sarana dan Prasarana

Umum

Sarana dan Prasarana


(31)

2. Strategi Pengembangan Komoditas Unggulan dan Pembangunan Kawasan Berbasis Komoditas Unggulan

Adanya nilai kepentingan terhadap tuntutan memacu optimalisasi pendanaan secara mandiri terkait era otonomi daerah dan pengembangan basis ekonomi lokal yang membantu penyerapan tenaga kerja, maka daerah dituntut bisa memetakan komoditas unggulan yang dimiliki daerahnya. Identifikasi terhadap produk unggulan tentu sangat beragam serta bisa merujuk pada aspek pendekatan yang berbeda. Artinya, suatu komoditas bisa disebut unggulan kalau sifatnya padat karya, nilai ekspornya tertinggi, investasinya yang terbesar, dan atau mungkin penggunaan basis sumber daya ekonomi lokalnya adalah terbesar. Oleh karena itu perlu ada kejelasan batasan yang dimaksud dengan komoditas unggulan agar pemahamannya tidak justru bias.

Produk unggulan adalah produk yang potensial untuk dikembangkan di suatu daerah dengan memanfaatkan sumberdaya setempat, serta

mendatangkan pendapatan bagi masyarakat dan pemerintah. Produk unggulan juga merupakan produk yang memiliki daya saing, berorientasi pasar dan ramah lingkungan, sehingga tercipta keunggulan kompetitif yang siap menghadapi persaingan global. Identifikasi atas produk-produk

unggulan di daerah pada dasarnya tidak bisa terlepas dari kepedulian para elite di daerah. Artinya, elite daerah perlu bersungguh-sungguh menentukan arah kebijakan ekonomi regional di daerah. Pemilihan aplikasi strategi pengembangan ekonomi lokal menjadi begitu krusial dalam konteks


(32)

desentralisasi ekonomi dan otonomi daerah seperti sekarang (Chuzaimah dan Mabruroh, 2008).

Penentuan komoditas unggulan daerah dapat dilakukan melalui pemetaan potensi investasi berdasarkan sektor-sektor ekonomi unggulan (competitivescale). Tujuan pemetaan sektor unggulan daerah diperlukan untuk antara lain : pertama, basis data sebagai bahan promosi untuk menarik investor luar daerah serta untuk melakukan negosiasi dengan pemerintah pusat dalam alokasi pembiayaan program-program pembangunan yang diprioritaskan daerah, kedua, pemerintah dapat mempertajam skala prioritas program pembangunan dan investasi yang lebih prospektif, ketiga, pemerintah juga dapat menyusun kebijakan-kebijakan yang lebih pragmatis untuk mengeliminir kendala-kendala struktural, institusional, dan legal di bidang bisnis dan investasi (Prawoto, 2010).

Beberapa konsep pembangunan kawasan dengan didasarkan pada pengembangan komoditas unggulan semakin mengemuka terutama dalam pembangunan pertanian di Indonesia. Fokus pada strategi pembangunan kawasan berbasis pada komoditas unggulan diharapkan dapat memberikan nilai tambah dan kontribusi yang besar pada peningkatan perekonomian daerah.

Strategi pengembangan kawasan berbasis pengembangan komoditas unggulan dalam konsep agropolitan sebagaimana dalam penelitian (Rusastra

et al, 2002) di Kabupaten Cianjur, Kabupaten Agam dan Kabupaten Barru bahwa kinerja komoditas unggulan pada rintisan kawasan agropolitan


(33)

menunjukkan beberapa perspektif sebagai berikut : (a) dalam keterbatasan penguasaan sumberdaya (lahan dan ternak), pengembangan agropolitan memberikan sumbangan peningkatan pendapatan yang memadai (30 – 55%), kecuali pada usahatani hortikultura karena faktor penurunan harga output; (b) pengembangan agropolitan memberikan dukungan dan dampak positif terhadap pengembangan produk hortikultura dalam bentuk keripik, jus, dan instant wortel; (c) masih dibutuhkan pemantapan eksistensi dan kinerja pengembangan tata-ruang agribisnis di ketiga lokasi pengembangan agropolitan; (d) perlu pemantapan kebijakan pendukung yang terkait dengan kebijakan perdagangan/pemasaran dan penguatan kelembagaan kelompok dan pemasaran bersama.

Keberlanjutan pembangunan pertanian dipengaruhi oleh jenis komoditas yang diusahakan. Komoditas unggulan merupakan jenis pilihan komoditas yang diusahakan pada daerah setempat yang memiliki sifat-sifat unggul bagi daerah tersebut bila diandingkan dengan daerah lainnya. Sifat unggul dapat dilihat antara lain dengan : (1) dari segi ekologi pengusahaan komoditas pada suatu lahan dapat memenuhi kebutuhan hidup masyarakat di masa sekarang tanpa merugikan generasi yang akan datang, (2) dari segi ekonomis komoditas yang diusahakan menguntungkan secara finansial dengan jangkauan pasar yang luas dan permintaan yang tinggi, (3) dari segi sosial pengusahaan komoditas didukung dengan adanya partisipasi

masyarakat maupun pemerintah dan (4) dari segi kelembagaan komoditas yang diusahakan didukung pula oleh kebijakan maupun sumberdaya pendukung lainnya. Pembangunan pedesaan melalui sistem pertanian


(34)

berkelanjutan yang didukung oleh komoditas unggulan dalam pendekatan agropolitan diharapkan dapat memberikan solusi yang tepat untuk

mengatasi dan menjawab berbagai permasalahan kesenjangan antara desa dan kota (Hariani, 2007).

3. Agribisnis Hortikultura (Sayuran Dataran Tinggi)

Data total produksi buah dan sayur Indonesia pada tahun 2011 masing-masing mencapai 18,82 juta ton dan 10,10 juta ton. Produksi buah Indonesia merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara. Sementara produksi sayuran tertinggi di Asia Tenggara dipegang Vietnam dengan 10,3 juta ton. Pada tahun 2012, ekspor buah Indonesia 232 ribu ton, sayur 200 ribu ton, tanaman obat 4.600 ton, dan florikultura 10 ribu ton. Sementara itu impor buah Indonesia 914 ribu ton, sayur 1,26 juta ton, tanaman obat 30 ribu ton dan florikultura 16 ribu ton (Ditjen Hortikultura, 2013). Jika dibandingkan maka volume ekspor hortikultura terhadap volume impor hortikultura menunjukkan selisih dimana produk hortikultura lokal belum dapat memenuhi kebutuhan total konsumsi nasional.

Baik dari aspek potensi permintaan pasar maupun aspek potensi produksi mestinya sektor usaha komoditas sayuran dapat dijadikan sumber akselerasi sektor pertanian dan sekaligus memecahkan dua masalah

mendasar yang dihadapi bangsa Indonesia dewasa ini yaitu masalah

pengangguran dan kemiskinan. Dari sisi permintaan, jumlah penduduk yang besar, kenaikan pendapatan, dan berkembangnya pusat kota-industri-wisata,


(35)

serta liberalisasi perdagangan merupakan faktor utama yang mempengaruhi permintaan.

Permasalahan pokok pengembangan agribisnis sayuran adalah belum terwujudnya ragam, kualitas, kesinambungan pasokan, dan kuantitas yang sesuai dengan dinamika permintaan pasar dan preferensi konsumen,

permasalahan tersebut nampak nyata pada produk hortikultura untuk tujuan pasar konsumen institusi dan ekspor. Permasalahan lain adalah ketimpangan dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, aset utama lahan, modal, dan akses pasar antar pelaku agribisnis menyebabkan struktur

kelembagaan kemitraan usaha pada komoditas sayuran yang rapuh (Saptana,

et al, 2009).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Saptana, et al. (2001) di beberapa wilayah sentra produsen sayuran di Indonesia didapatkan beberapa gambaran sebagai berikut : (1) pada periode sebelum krisis ekonomi (1986-1997), semua komoditas sayuran unggulan, yaitu bawang merah, kentang, kubis, tomat dan cabe merah, mengalami pertumbuhan produksi positif yang cukup tinggi, yaitu masing-masing tumbuh 7,82 persen, 0,82 persen, 7,98 persen, 17,69 persen dan 34,11 persen per tahun; (2) pada periode setelah krisis ekonomi (1997-1999), semua komoditas sayuran unggulan, yaitu bawang merah, kentang, kubis, tomat dan cabe merah, juga masih tetap tumbuh cukup cepat yaitu masing-masing 22,75 persen, 7,65 persen, 4,34 persen, 10,8 persen dan 12,29 persen per tahun; dan (3) pada periode 2000- 2002, semua komoditas sayuran unggulan, yaitu bawang merah, kentang, kubis, tomat dan cabe merah menunjukkan kinerja yang berbeda antar


(36)

komoditas. Komoditas yang tetap tumbuh positif cukup tinggi adalah kubis yaitu 6,23 persen per tahun. Komoditas yang mengalami stagnasi adalah bawang merah, tomat dan cabe merah yang tumbuh sekitar 0 – 0,56 persen per tahun, sedangkan komoditas yang mengalami penurunan produksi adalah wortel (-5,56%/tahun).

Penurunan produksi pada periode terakhir ini lebih disebabkan oleh faktor eksternal (di luar petani), seperti ketidakstabilan sosial politik dan keamanan dalam negeri, yang menyebabkan tersumbatnya ekspor ke Singapura dan Malaysia sebagai akibat dari kehilangan kepercayaan

pembeli di negara-negara tersebut. Hal tersebut terkait erat dengan daya beli masyarakat dan cakupan tujuan pasarnya. Komoditas kubis tetap tumbuh positif karena harganya yang relatif terjangkau pembeli dan memiliki tujuan pasar yang luas, sedangkan harga cabe merah dan tomat sangat mahal dan jangkauan pasarnya terbatas pada pasar lokal dan regional.

Penurunan produktivitas pada cabe merah dan tomat disebabkan pada sentra produksi di Jawa Tengah disebabkan antara lain oleh: (1) menurunnya penggunaan bibit berkualitas, khususnya kentang; (2) perluasan areal lahan dengan merambah areal hutan sejak terjadinya krisis ekonomi; (3) terjadinya penurunan kesuburan tanah karena erosi berat pada lapisan top soil yang disebabkan oleh banjir, sebagai akibat

perambahan hutan di Pegunungan Dieng; dan (4) degradasi tingkat kesuburan lahan, karena tidak diterapkannya sistem usahatani konservasi, dimana baris tanaman tidak mengikuti garis kontur tetapi mengikuti garis lereng.


(37)

4. Pengembangan Kelembagaan

Konsepsi kelembagaan menurut beberapa ahli, Bardan (1989), North (1991) dalam Yustika (2008) kelembagaan (institutions) memiliki dua pengertian, yaitu: kelembagaan sebagai aturan main (rule of the games), dan kelembagaan sebagai suatu organisasi yang berjenjang. Sebagai aturan main, kelembagaan diartikan sebagai sekumpulan aturan, baik formal maupun informal, tertulis maupun tidak tertulis, mengenai tata hubungan manusia dengan lingkungannya yang menyangkut hak-hak dan

perlindungan hak-haknya serta tanggung jawabnya. Kelembagaan sebagai organisasi yang berjenjang, dalam pengertian ekonomi menggambarkan aktivitas ekonomi yang dikoordinasikan bukan oleh sistem harga tetapi oleh mekanisme administratif atau kewenangan.

Kondisi usaha hortikultura saat ini dicirikan antara lain oleh

lemahnya posisi tawar petani, perdagangan yang tidak transparan yang lebih menguntungkan pedagang dan merugikan petani. Untuk itu dalam

membangun hortikultura yang sinergis antara petani dan pelaku usaha diperlukan adanya pemberdayaan kelembagaan usaha baik di tingkat petani dan pedagang yang keduanya mengarah pada posisi kesetaraan, sehingga kedua belah pihak sama-sama merasakan manfaat keuntungan dalam melaksanakan usaha hortikultura. Perlu dibangun hubungan yang harmonis antar kelompok tani dan hubungan yang saling percaya antara kelompok tani dan pedagang, sehingga terjalin kerjasama dagang yang beretika (Good Trading Practices), dan pada akhirnya akan memperkuat daya saing rantai pasokan. Peran pemerintah adalah sebagai fasilitator, regulator dan


(38)

motivator dalam terwujudnya iklim usaha yang kondusif dengan mendorong berkembangnya keharmonisan hubungan kelembagan usaha tersebut. Untuk meningkatkan posisi tawar petani dan meningkatkan efektivitas dan

efisiensi usaha diperlukan pembentukan dan pengaktifan kelompok-kelompok tani dan gabungan kelompok-kelompok tani (gapoktan). Keberadaan kelompok tani juga akan memudahkan dalam mensosialisasikan dan menerapkan teknologi, dengan demikian sebagai skala usaha menjadi lebih ekonomis.

Di dalam pengembangan kelembagaan beberapa hal yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut; 1) mengidentifikasi para pelaku kunci agribisnis hortikultura, 2) melakukan dialog dengan para pelaku kunci agribisnis hortikultura tentang format kelembagaan yang diperlukan, 3) mendorong para pelaku kunci agribisnis hortikultura untuk membentuk kelembagaan sesuai dengan format yang disepakati, 4) melakukan

peningkatan kapasitas para pengurus kelembagaan tersebut untuk menyusun dan mengeksekusi rencana kerja (Kementrian Pertanian, 2010).

5. Kelembagaan Pemasaran Sayuran

Dalam pengembangan agribisnis hortikultura (termasuk sayuran), permasalahan klasik yang masih saja muncul adalah pemasaran. Masalah ini timbul karena banyaknya pihak yang terlibat dalam rantai pemasaran serta struktur pasar yang tidak sempurna. Pemahaman terhadap permasalahan komoditas hortikultura (sayuran dan buah) merupakan bagian penting dari perbaikan daya saing komoditas hortikultura di pasar ekspor dan pasar


(39)

domestik. Pemahaman ini juga akan meningkatkan efisiensi usaha tani hortikultura di Indonesia sehingga alokasi sumberdaya pada usaha hortikultura ini akan lebih efisien. Pemahaman sistem pemasaran harus dilihat dari sisi petani sebagai penghasil komoditas hortikultura, pedagang dan lembaga pemasaran sebagai penyalur hasil produksi dan konsumen sebagai pembeli hasil komoditas itu (Agustian et.al, 2005).

Dalam pengembangan kelembagaan pemasaran komoditas

hortikultura terutama sayuran, pembangunan kaitan yang harmonis secara lintas daerah sangat dibutuhkan. Hal ini karena harga komoditas sayuran pada umumnya sangat fluktuatif akibat penawaran bulanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan konsumen. Sedangkan ketidaksesuaian

penawaran-permintaan tersebut secara umum disebabkan oleh disinkronisasi pola produksi bulanan antar daerah produsen sayuran, bukan antar petani. Pada skala mikro pengaturan volume penawaran yang sesuai dengan kebutuhan permintaan dapat ditempuh dengan pengembangan sarana penyimpanan (Hastuti, 2004).

Masalah utamadalam pengembangan pasar sayuran adalah : kurang berkembangnya agroindustri, menyebabkan terlalu banyaknya produk yang dipasarkan dalam bentuk segar melalui pasar tradisional (spot market) sehingga peranan jaringan pasar tradisional sangat dominan. Di samping itu sebagian besar pelaku agribisnis bertumpuk pada subsistem produksi primer (on-farm) dengan berbagai permasalahan: lemah modal, teknologi rendah, dan sedikitnya informasi (Ditjen PPHP Kementan, 2010).


(40)

6. Perencanaan Stratejik

Pengembangan komoditas hortikultura (sayuran dataran tinggi) unggulan tidak dapat hanya terfokus pada upaya peningkatan produksi komoditas saja, melainkan terkait juga dengan isu-isu strategis yang lebih luas dalam pembangunan pertanian. Untuk itu diperlukan proses

identifikasi, analisis, perumusan dan evaluasi strategi untuk mengatasi faktor internal dan eksternal serta memanfaatkan kekuatan serta peluang dengan meminimalkan kelemahan dan tantangan. Proses perencanaan strategi ini disebut dengan perencanaan stratejik.

Perencanaan stratejik di sektor publik menurut Djunaedi (2001) dalam Mintarti (2008) memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut : (1) dipisahkan antara rencana strategis dengan rencana operasional. Rencana strategis memuat antara lain: visi, misi, dan strategi (arahan kebijakan); sedangkan rencana operasional memuat program dan rencana tindakan (aksi); (2) penyusunan rencana strategis melibatkan secara aktif semua

stakeholders di masyarakat (dengan kata lain, pemerintah bukan satu-satunya pemeran dalam proses perencanaan strategis); (3) tidak semua isu atau masalah dipilih untuk ditangani. Dalam proses perencanaan strategis, ditetapkan isu-isu yang dianggap paling strategis atau fokus-fokus yang paling diprioritaskan untuk ditangani; (4) kajian lingkungan internal dan eksternal secara kontinyu dilakukan agar pemilihan strategi selalu up to date

berkaitan dengan peluang dan ancaman di lingkungan luar dan mempertimbangkan kekuatan dan kelemahan yang ada di lingkungan internal.


(41)

Proses perencanaan stratejik menurut David (2004) dilakukan melalui tiga tahap analisis, yaitu tahap masukan, tahap analisis, dan tahap keputusan. Tahap masukan merupakan tahapan pengumpulan data, tetapi juga merupakan suatu kegiatan pengklasifikasian dan pra-analisis. Pada tahap ini data dapat dibedakan menjadi dua, yaitu data eksternal dan data internal. Data eksternal dapat diperoleh dari lingkungan di luar organisasi, sedangkan data internal dapat diperoleh di dalam organisasi itu sendiri. Tahap analisis yaitu tahapan pengumpulan semua informasi yang

berpengaruh terhadap kelangsungan organisasi, tahap selanjutnya adalah memanfaatkan semua informasi tersebut dalam model-model kuantitatif perumusan strategi. Dalam hal ini digunakan model matrik SWOT.

Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematika untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang

(Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan

(Weaknesses) dan ancaman (Threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan organisasi. Dengan demikian perencana strategi (strategic planner) harus menganalisis faktor-faktor strategis organisasi (kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman) dalam kondisi saat ini. Hal ini disebut dengan Analisis Situasi. Model yang paling populer untuk analisis situasi adalah Analisis SWOT.

Matriks Strengths- Weaknesses- Opportunities-Threats (SWOT)


(42)

strategi. Keempat tipe strategi yang dimaksud adalah : Strategi SO

(Strength-Opportunity), Strategi WO (Weakness-Opportunity), Strategi ST (Strength-Threat), dan Strategi WT (Weakness-Threat). Strategi SO menggunakan kekuatan internal organisasi untuk meraih peluang-peluang yang ada di luar organisasi. Strategi WO bertujuan memperkecil kelemahan-kelemahan internal organisasi dengan memanfaatkan peluang-peluang eksternal. Strategi ST bertujuan menghindari atau mengurangi dampak dari ancaman-ancaman eksternal. Strategi WT merupakan taktik bertahan dengan cara mengurangi kelemahan internal serta menghindari ancaman. Setelah tahapan-tahapan terdahulu dibuat dan dianalisa, maka tahap selanjutnya adalah menetapkan strategi atau Decision Stage yang merupakan tahap pengambilan keputusan.

Menurut Whelen dan Hunger (2004) dalam Solihin (2012) proses manajemen strategik terdiri dari empat tahap proses yaitu : environmental scanning, strategy formulation, strategy implementation, dan evaluation and control. Tahapan manajemen strategik tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.

B.Kajian Penelitian Terdahulu

1. Penelitian Terdahulu mengenai Kinerja dan Keberlanjutan Agropolitan

Menurut (Rusastra, et.al. 2002), dalam penelitian terkait kinerja dan keberlanjutan agropolitan pada tiga wilayah pengembangan agropolitan yaitu Kabupaten Cianjur, Kabupaten Agam dan Kabupaten Barru


(43)

Strategy Formulation Strategy Implementation

Mission

Objectives

Reason Strategies

for exsistence

Policies What result

to accomplish Programs

by when

Budgets

Plan to Activities

Achieve the Needed to Procedures

Mission and accomplish

objectives

Cost of the

Broad programs

Guidelenes Sequence of

For decision Steps needed to

making do the job

Environmental Scanning Societal Environment : General Forces Task Environment: Industry Analysis Structure: Chain of command Culture: Beliefs, expectation, values Resources: Assets, skills, competencies, knowledge Evaluation and Control Actual Results Performance

Gambar 3. Model Manajemen Strategik menurut Whelen dan Hunger (2004) dalam Solihin (2012)


(44)

dengan kebijakan strategis berikut: (a) kebijakan perdagangan yang mampu menjamin stabilitas harga domestik sebagi bagian dari sistem insentif peningkatan produksi dan pendapatan; (b) mendekatkan pelayanan investasi dasar pedesaan (pasar input dan pengolahan) sehingga mampu mendorong peningkatan kesempatan kerja dan pendapatan; (c) fungsi perkotaan perlu diarahkan pada penyediaan kesempatan kerja non-pertanian, perluasan pasar produksi, dan informasi agribisnis; dan (d) intervensi kebijakan perlu

diarahkan pada akselerasi arus timbal balik desa-kota (SDM, produksi, komoditas, kapital/modal, dan informasi) yang memberi manfaat/dampak positif pada pedesaan.

Menurut Yusuf (2004), dalam penelitiannya mengenai kinerja pengembangan kawasan agropolitan di Kabupaten Indragiri Hilir

berdasarkan sumberdaya lahan pada Kecamatan Tempuling dikembangkan komoditas kelapa, jeruk, dan jagung. Pada Kecamatan Tembilahan Hulu dikembangkan kelapa, padi dan jeruk. Kinerja finansial usaha tani kelapa, padi, jagung dan jeruk di kawasan pengembangan agropolitan Kabupaten Indragiri Hilir secara finansial layak untuk dikembangkan karena diperoleh nilai B/C ratio yang lebih besar dari satu, NPV yang positif, dan IRR yang jauh lebih besar dari suku bunga bank yang berlaku di lokasi penelitian. Pemasaran padi (gabah) memiliki efisiensi pemasaran yang paling baik, dimana harga yang diterima petani mencapai 69 persen, disusul jeruk 67 persen, jagung 50 persen, dan kopra 49,23 persen.

Menurut Supriatna, Sejati, Hidayat dan Rusastra (2005) dalam penelitiannya bahwa kinerja pendekatan model agropolitan berbasis


(45)

agribisnis di Kabupaten Cianjur menunjukkan untuk usaha tani sayuran belum menunjukkan perubahan berarti sebelum dan sesudah agropolitan. Sementara industri pengolah hasil berupa keripik, jus instant dan jus wortel telah diadopsi oleh sembilan rumah tangga petani dengan kebutuhan bahan baku sebanyak 200 – 300 kg wortel segar/bulan/industri. Kinerja Sub

Terminal Agribisnis (STA) untuk melakukan pembelian sayuran di kawasan agropolitan masih harus disempurnakan karena belum memberikan hasil yang optimal, selama ini permasalahan fluktuasi harga jual sayuran masih tinggi.

Menurut Hariani (2007), dalam penelitiannya mengenai pengembangan komoditas unggulan dan strategi untuk mendukung keberlanjutan agropolitan di Kecamatan Penyangkiran, Kabupaten

Majalengka bahwa hasil penyeleksian komoditas dari segi ekonomi ditinjau dari komoditas basis berdasarkan luas areal pertanian adalah komoditas mangga dengan sebaran yang hampir merata dalam satu kecamatan. Kelayakan tiga komoditas secara ekologi dan ekonomi dengan nilai B/C ratio lebih dari 1 adalah mangga, jagung manis, dan padi sawah sehingga komoditi mangga merupakan komoditi paling unggul yang memungkinkan usaha berkelanjutan, karena dukungan ekologi, sosial ekonomi di

Kecamatan Penyangkiran. Diperlukan struktur pengembangan kelembagaan dalam sistem kemitraan dan keberlanjutan usaha agribisnis mangga dengan menerapkan beberapa strategi kebijakan.


(46)

2. Penelitian Terdahulu mengenai Prospek Pengembangan Komoditas Hortikultura dan Strategi Pengembangan

Menurut Maulana dan Sayaka (2007) dalam penelitiannya mengenai prospek pengembangan komoditas sayuran di Indonesia menunjukkan bahwa selama periode tahun 1998 – 2005, perkembangan luas panen sayuran di Indonesia cenderung menurun sementara produksi mengalami stagnasi, di sisi lain konsumsi sayuran masih sangat minim. Alokasi

pengeluaran terhadap total pengeluaran untuk makanan meningkat dari 8,96 persen di tahun 1996 menjadi 9,91 persen tahun 2002. Dalam periode yang sama, nilai impor sayuran mengalami fluktuasi. Namun demikian nilai ekspor sayuran justru menunjukkan keadaan yang stagnan, terutama selama periode tahun 1999 – 2003. Pangsa nilai ekspor terhadap total ekspor mengalami stagnasi pada kisaran 0,09 – 0,11 persen. Untuk memasuki pasaran dunia, strategi yang telah dijalankan oleh pemerintah untuk membangun produk-produk hortikultura untuk meningkatkan produksi, produktivitas, dan kualitas melalui efisiensi usahatani untuk menghasilkan produk yang kompetitif.

Menurut Antony (2010), dalam penelitiannya mengenai strategi pengembangan komoditas duku di Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi bahwa hasil analisis finansial duku menunjukkan duku layak diusahakan pada tingkat suku bunga 15% dalam jangka waktu 15 tahun. Nilai IRR yaitu 18,92% atau lebih besar 3,92% dibanding dengan suku bunga bank yang berlaku. Nilai B/C ratio pada tahun ke-15 yang menunjukkan nilai 1,36 (>1). Hasil analisis kelembagaan menunjukkan belum berkembangnya


(47)

sistem kelembagaan petani, penyuluh, kemitraan, pengolahan dan pemasaran pada komoditas duku. Analisis SWOT menghasilkan strategi prioritas pengembangan komoditas duku di Kabupaten Muaro Jambi. Strategi terdiri dari tiga klaster yaitu pengembangan pada aspek biofisik, aspek sosial, dan aspek ekonomi. Dalam hal ini tidak semua strategi akan diterapkan secara seragam di semua wilayah. Penerapan strategi akan berbeda tiap wilayah tergantung pada kondisi kelembagaan, kondisi biofisik dan prasarana penunjang yang dimiliki.

Menurut Asti (2010), dalam penelitiannya mengenai strategi pengembangan komoditas hortikultura di kawasan agropolitan Ciwidey, Kabupaten Bandung menunjukkan bahwa stroberi menjadi komoditas unggulan karena pada saat ini stroberi masih banyak dibudidayakan oleh petani yang ada di Ciwidey serta dinilai masih memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan. Masyarakat Ciwidey memiliki kecenderungan untuk membudidayakan stroberi disebabkan beberapa faktor antara lain (1) nilai jual yang tinggi (2) salah satu alternatif wisata (3) stroberi memberikan hasil yang rutin bagi petani (4) stroberi dapat menyerap tenaga kerja yang besar (5) stroberi memberikan produk turunan yang banyak jenisnya. Berdasarkan pendekatan matriks TOWS diperoleh sembilan alternatif strategi sebagai berikut (1) pengembangan produk turunan stroberi untuk memberikan nilai tambah stroberi (2) perluasan pasar produk segar dan turunan stroberi (3) penerapan teknologi naungan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produk stroberi (4) penerapan peraturan dan penerapan pengawasan pelaku usaha (5) pengembangan bibit stroberi (6) penguatan kelembagaan stroberi


(48)

(7) bantuan langsung kepada petani (8) pembentukan kelompok tani dalam meningkatkan kemampuan dan peran serta petani (9) pelaksanaan

penyediaan informasi pertanian.

C.Kerangka Pemikiran

Menghadapi peluang dan tantangan era globalisasi serta perdagangan bebas saat ini maka upaya pengembangan komoditas unggulan daerah menjadi salah satu alternatif yang diharapkan dapat meningkatkan pendapatan daerah. Kontribusi sayuran dataran tinggi dalam perekonomian Kabupaten Lampung Barat cukup besar, ditunjukkan dari kontribusi PDRB subsektor hortikultura (sayuran dataran tinggi) terhadap PDRB Kabupaten Lampung Barat sebesar 8 persen terhadap total PDRB (BPS Lampung Barat, 2012).

Peluang dan potensi sayuran dataran tinggi di Kabupaten Lampung Barat banyak menghadapi kendala antara lain faktor komoditas yang mudah rusak (perishable), serta masih lemah dan kurang berkembangnya

kelembagaan pemasaran sayuran dataran tinggi untuk menghadapi tantangan fluktuasi harga. Penetapan kawasan agropolitan Way Tenong oleh Pemerintah Kabupaten Lampung Barat dengan penetapan komoditas unggulan kopi dan sayuran dataran tinggi sebagai upaya untuk meningkatkan pendapatan daerah dan peningkatan kesejahteraan petani. Pengembangan sayuran dataran tinggi sebagai komoditas unggulan dalam skala agribisnis harus menyeluruh meliputi seluruh aspek yaitu teknis produksi, panen, pasca panen dan aspek ekonomi meliputi pendapatan usaha tani dan pemasaran komoditas. Perlu dikaji apakah usaha tani sayuran dataran tinggi ini menguntungkan bagi petani setempat.


(49)

Selain itu diperlukan analisa terhadap kelembagaan pemasaran sayuran dataran tinggi dalam menunjang kemampuan daerah untuk memenuhi kebutuhan pasar terhadap kualitas dan kontinuitas produksi.

Pengembangan potensi komoditas unggulan sayuran dataran tinggi di kawasan agropolitan Way Tenong akan selalu menghadapi tantangan dan peluang akibat pengaruh faktor lingkungan eksternal dan internal. Kinerja pengembangan komoditas sayuran dataran tinggi memerlukan analisa terhadap faktor lingkungan eksternal dan internal yang mempengaruhi keberlanjutan keunggulan komoditas sayuran dataran tinggi dalam memenuhi tuntutan permintaan pasar akan kontinuitas produksi dan kualitas mutu produk yang dihasilkan. Identifikasi terhadap faktor internal dan eksternal sangat penting untuk menyusun strategi dan program untuk pengembangan komoditas sayuran dataran tinggi unggulan di kawasan agropolitan Way Tenong.

Analisis lingkungan internal meliputi produksi, kelembagaan pemasaran, pendapatan usaha tani sayuran dataran tinggi, kebijakan

Pemerintah Daerah dalam mendukung pengembangan komoditas unggulan sayuran dataran tinggi di kawasan agropolitan Way Tenong, dukungan

stakeholders dalam pengembangan komoditas sayuran dataran tinggi unggulan. Analisa lingkungan eksternal meliputi aspek ekonomi, sosial budaya,

teknologi, pesaing, perubahan iklim, tuntutan konsumen akan mutu dan

keamanan produk serta tantangan globalisasi (pasar bebas). Berdasarkan uraian tersebut maka kerangka pemikiran strategi pengembangan komoditas sayuran dataran tinggi unggulan di kawasan agropolitan Way Tenong Kabupaten Lampung Barat dapat dilihat pada Gambar 4.


(50)

Gambar 4. Kerangka Pemikiran - Peluang dan tantangan perdagangan bebas

- Pengembangan komoditas unggulan daerah untuk menghadapi era pasar bebas dan peningkatan pendapatan daerah

- Kontribusi sayuran dataran tinggi dalam perekonomian Kabupaten Lampung Barat - Kelembagaan pemasaran sayuran dataran tinggi yang kurang berkembang

Kawasan agropolitan Way Tenong dengan komoditas unggulan kopi dan sayuran

dataran tinggi

Perda No 1 Tahun 2012 tentang RTRW Kabupaten Lampung Barat Tahun 2010 –

2030

Rancang Bangun Pengembangan Hortikultura Propinsi

Lampung Pengembangan sayuran dataran tinggi

sebagai komoditas unggulan

Apakah usaha tani sayuran dataran tinggi

menguntungkan bagi petani setempat ?

Kemampuan daerah untuk memenuhi kebutuhan pasar terhadap sayuran dataran tinggi dengan kualitas mutu yang baik

dan kontinuitas produksi

Analisis Pendapatan

Usaha Tani Analisis Kelembagaan

Analisis Strategi Pengembangan Komoditas Sayuran Dataran Tinggi Unggulan

Pemilihan Strategi

Strategi Pengembangan Komoditas Sayuran Dataran Tinggi Unggulan di Kawasan Agropolitan Way Tenong Kabupaten Lampung Barat

Kelembagaan pemasaran komoditas sayuran

dataran tinggi di Kawasan agropolitan Way Tenong Kabupaten Lampung Barat


(51)

III. METODE PENELITIAN

A.Konsep Dasar dan Batasan Operasional Penelitian

Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian.

Agropolitan adalah konsep pengembangan suatu kawasan tertentu yang berbasis pada pertanian. Pengembangan Kawasan Agropolitan, adalah pembangunan ekonomi berbasis pertanian di kawasan agribisnis, yang dirancang dan dilaksanakan dengan jalan mensinergikan berbagai potensi yang ada untuk mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berbasis kerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi, yang digerakan oleh masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah.

Komoditas unggulan merupakan komoditas yang dipilih untuk dikembangkan di suatu wilayah/daerah untuk meraih keunggulan kompetitif dan komparatif berdasarkan pertimbangan akan kesesuaian ekonomi, agroekologi, sosial budaya, infrastruktur dan sumber daya manusia.

Komoditas unggulan sayuran dataran tinggi di kawasan agropolitan Way Tenong yang dipilih dalam penelitian ini adalah kubis, tomat dan


(52)

wortel. Pemilihan ini berdasarkan kontribusi produksi dan produktivitas ketiga komoditas unggulan tersebut pada kawasan agropolitan Way Tenong. Komoditas yang dipilih untuk diteliti adalah komoditas kubis, tomat dan wortel yang ditanam secara monokultur.

Penerimaan usaha tani (revenue) adalah penerimaan dari hasil penjualan output usaha tani yang didapatkan dari banyaknya produksi total dikalikan harga atau biaya produksi (banyaknya input dikalikan harga). Penerimaan adalah seluruh pendapatan yang diperoleh dari usahatani selama satu periode diperhitungkan dari hasil penjualan (Rp/ha).

Biaya usaha tani adalah semua biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh faktor - faktor produksi dalam usaha tani selama satu periode.

Pendapatan usaha tani merupakan penerimaan usaha tani dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan selama satu periode produksi diukur dalam satuan rupiah (Rp/ha).

Pendapatan usaha tani merupakan penerimaan usaha tani dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan selama satu periode produksi diukur dalam satuan rupiah (Rp/ha). Penerimaan, biaya dan pendapatan usaha tani dalam penelitian ini dihitung masing-masing untuk usaha tani komoditas sayuran dataran tinggi unggulan yaitu kubis, tomat dan wortel.

Kelembagaan pemasaran adalah berbagai bentuk lembaga

pemasaran yang menghubungkan petani di sentra produksi dan konsumen di sentra konsumsi untuk memberikan nilai guna produk dalam suatu sistem pemasaran. Dalam penelitian ini analisis dan penilaian


(53)

kelembagaan pemasaran dilakukan terhadap bentuk, jenis dan pola saluran pemasaran sayuran dataran tinggi yang umum terdapat di lokasi penelitian.

Bentuk kelembagaan pemasaran yang berperan dalam pemasaran komoditas pertanian adalah berupa pasar tradisional, pasar modern dan pasar industri. Jenis kelembagaan pemasaran dalam penelitian ini yaitu terkait pemasaran dengan bentuk kemitraan dan non kemitraan. Pola kelembagaan pemasaran dalam penelitian ini diamati dengan cara menelusuri jalur pemasaran yang dilakukan oleh petani dan pedagang.

Strategi pengembangan komoditas unggulan merupakan suatu rencana untuk menentukan tindakan – tindakan di masa yang akan datang, dilakukan oleh pengambil kebijakan dan stakeholder terkait untuk

mendukung peningkatan produktivitas, kualitas, kinerja dan kemampuan bersaing secara kompetitif dan komparatif komoditas unggulan yang dihasilkan.

Proses hierarki analisis (Analytical Hierarchy Process) adalah suatu metode pengambilan keputusan/strategi terbaik dari beberapa alternatif strategi.

Lingkungan internal dalam penelitian ini merupakan sumber daya, dan sarana pada Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Barat dan sumber daya manusia serta sumber daya alam pada kawasan agropolitan Way Tenong yang dapat secara langsung mempengaruhi perkembangan dan kemajuan komoditas sayuran dataran tinggi unggulan. Lingkungan internal ini meliputi (1) sumber daya manusia (petani, kelompok tani, penyuluh pertanian, aparat teknis dinas pertanian dan dinas/badan terkait)


(54)

serta potensi sumber daya alam yang dimiliki Kabupaten Lampung Barat sebagai produsen sayuran dataran tinggi, (2) sarana prasarana pada Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Barat yaitu peraturan (Perda, Surat Keputusan terkait pengembangan komoditas unggulan dan pengembangan kawasan agropolitan) serta dukungan anggaran.

Lingkungan eksternal dalam penelitian ini merupakan sumber daya, sarana dan institusi/lembaga di luar Pemerintah Daerah Kabupaten

Lampung Barat dimana mempengaruhi secara tidak langsung terhadap perkembangan dan kemajuan komoditas sayuran dataran tinggi unggulan di kawasan agropolitan Way Tenong Kabupaten Lampung Barat.

Lingkungan eksternal meliputi sumberdaya, sarana dan institusi/lembaga di luar Pemerintah Kabupaten Lampung Barat yaitu terkait kebijakan, peraturan dan dukungan anggaran dari Pemerintah Pusat dan Propinsi, tuntutan konsumen dan pasar komoditas sayuran dataran tinggi, kondisi sosial politik, daerah lain produsen sayuran dataran tinggi sebagai pesaing dan isu-isu globalisasi perdagangan serta keamanan pangan.

Kekuatan adalah sumber daya, kualitas, kontinuitas produksi atau keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh komoditas sayuran dataran tinggi di kawasan agropolitan Way Tenong relatif terhadap komoditas serupa dari daerah lain dan kebutuhan pasar serta konsumen yang akan dilayani.

Kelemahan adalah keterbatasan dalam sumber daya, kualitas, kuantitas produksi dan kinerja komoditas sayuran dataran tinggi unggulan di kawasan agropolitan Way Tenong.


(55)

Peluang adalah situasi yang menguntungkan dalam pengembangan komoditas sayuran dataran tinggi unggulan di kawasan agropolitan Way Tenong.

Ancaman adalah situasi yang merugikan atau mengancam pengembangan komoditas unggulan sayuran dataran tinggi di kawasan agropolitan Way Tenong.

B.Lokasi Penelitian, Responden dan Waktu Penelitian

Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) di Kecamatan Way Tenong Kabupaten Lampung Barat dengan

pertimbangan bahwa wilayah ini merupakan salah satu wilayah potensial dan produsen terbesar komoditas sayuran dataran tinggi di Propinsi Lampung. Selain itu dalam Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lampung Barat Tahun 2010 – 2030, Kecamatan Way Tenong ditetapkan sebagai salah satu kawasan strategis tingkat kabupaten yaitu sebagai kawasan agropolitan. Pengumpulan data usaha tani komoditas sayuran dataran tinggi unggulan di kawasan agropolitan dilaksanakan pada pusat kawasan agropolitan Way Tenong yaitu di Kecamatan Way Tenong Kabupaten Lampung Barat tepatnya pada dua desa (pekon) sentra produksi sayuran dataran tinggi unggulan di kawasan ini yaitu desa Tambak Jaya dan Padang Tambak. Desa Tambak Jaya dan Padang Tambak ditetapkan sebagai daerah

hinterland kawasan agropolitan Way Tenong yang berfungsi sebagai daerah produsen sayuran dataran tinggi pada pusat kawasan agropolitan


(56)

Way Tenong, disamping desa-desa lain sebagai produsen sayuran dataran tinggi di luar pusat kawasan (Bappeda Lampung Barat, 2010).

Responden dalam penelitian ini mencakup petani sayuran dataran tinggi, pedagang dan stakeholder (pihak-pihak) yang terkait dalam

pengembangan komoditas sayuran dataran tinggi di Kawasan Agropolitan Way Tenong Kabupaten Lampung Barat. Dari responden tersebut dapat dipilah ke dalam 3 (tiga) kriteria. Pemilihan responden menggunakan teknik sampling yang disesuaikan dengan kriteria responden. Responden untuk penelitian usaha tani sayuran dataran tinggi adalah petani yang mengusahakan sayuran dataran tinggi unggulan yang dipilih yaitu : komoditas kubis, tomat dan wortel secara monokultur di lokasi penelitian yaitu desa Tambak Jaya dan Padang Tambak dan masing-masing

responden hanya mengusahakan satu komoditas.

Responden untuk penelitian kelembagaan pemasaran adalah

pedagang sayuran dataran tinggi dalam berbagai tingkatan. Hasil informasi prasurvey diketahui bahwa pedagang sayuran dataran tinggi yang ada di kawasan agropolitan terutama pada desa Tambak Jaya dan Padang Tambak terdiri dari pedagang desa dan pedagang kecamatan yang

berjumlah masing-masing 10 orang pedagang desa dan 5 orang pedagang kecamatan. Untuk agen/pedagang besar/pedagang pengumpul sayuran dataran tinggi di kawasan agropolitan Way Tenong dipilih dan ditentukan berdasarkan informasi yang diperoleh antar pedagang terutama pedagang tingkat kecamatan. Dalam pelaksanaannya dilakukan wawancara terhadap pedagang kecamatan untuk menyebutkan calon responden agen/pedagang


(57)

besar. Mengingat keterbatasan peneliti maka agen/pedagang besar yang dipilih adalah pedagang besar untuk wilayah dalam Propinsi Lampung sedangkan pedagang besar dari luar wilayah propinsi tidak diambil sebagai responden.

Responden untuk perancangan strategi pengembangan komoditas sayuran dataran tinggi unggulan di kawasan agropolitan Way Tenong adalah Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Barat dan stakeholder

terkait. Distribusi responden dan teknik sampling yang digunakan dalam pemilihan responden tersebut dapat dilihat secara rinci pada Tabel 3.

Tabel 3. Distribusi responden dan teknik sampling No Kriteria

Responden

Jenis Responden Jumlah Metode Sampling 1 Produsen Petani sayuran dataran

tinggi yang mengusahakan komoditas kubis, wortel dan tomat

45 orang (masing-masing komoditas 15 orang petani) Purpossed Random Sampling

2 Pemasaran Pedagang Desa 5 orang Snowball

Pedagang Kecamatan 3 orang Sampling

Agen/Pedagang Besar 3 orang 3 Pemerintah

Daerah dan

Stakeholder

terkait

- Dinas Pertanian - Dinas Koperindag - Badan Perencanaan

Daerah

- Dinas Pekerjaan Umum

- Gapoktan

- BP3K Way Tenong - Pakar Perguruan

Tinggi 1 orang 1 orang 1 orang 1 orang 1 orang 1 orang 1 orang Purpossive Sampling

Pengumpulan data dilaksanakan selama satu setengah bulan yaitu pada awal Bulan Mei sampai dengan pertengahan Bulan Juni 2014.


(58)

C.Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan melalui pengamatan dan

wawancara langsung dengan seluruh stakeholder yang berkepentingan terhadap pengembangan komoditas sayuran dataran tinggi unggulan di kawasan agropolitan Way Tenong Kabupaten Lampung Barat. Jenis, sumber, cara perolehan dan tujuan penggunaan data dalam penelitian ini dapat dilihat secara rinci pada Tabel 4.

Tabel 4. Jenis dan sumber data

No Jenis Data Sumber Data Tujuan Penggunaan Data

1 Data Primer - Wawancara dengan

Responden menggunakan kuesioner

- Pengamatan langsung di

lokasi Penelitian

- Mendapatkan gambaran

pendapatan usahatani sayuran dataran tinggi unggulan

- Deskripsi dan kinerja

kelembagaan pemasaran sayuran dataran tinggi unggulan di kawasan agropolitan Way Tenong

- Faktor - faktor internal dan

eksternal terkait perumusan strategi pengembangan komoditas sayuran dataran tinggi unggulan di kawasan agropolitan Way Tenong

2 Data Sekunder - Catatan, laporan dan

data – data dari Dinas dan Instansi terkait yaitu : Dinas Pertanian,

Bappeda, BPS Kabupaten Lampung Barat dan Propinsi Lampung

- Studi Pustaka dari

referensi yang relevan dengan topik penelitian

- Mendukung data primer

yang diperoleh dari lokasi penelitian dan mendukung relevansi terhadap perumusan strategi pengembangan komoditas sayuran dataran tinggi unggulan


(1)

ditempatkan pada posisi tawar yang lemah. Untuk meningkatkan posisi tawar petani maka petani produsen diharapkan dapat berusaha

meningkatkan kemampuan SDM, kemandirian, sikap proaktif dalam penguasaan teknologi, informasi, penguasaan manajemen usaha tani dan keterampilan teknis budidaya melalui fasilitasi dan dukungan program – program pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan peningkatan keunggulan komoditas sayuran dataran tinggi di Kawasan Agropolitan Way Tenong.

3. Proses transaksi dalam pemasaran sayuran dataran tinggi antara petani dan pedagang didasarkan atas kepercayaan kedua belah pihak. Proses

kesepakatan tertulis dan tertuang dalam bentuk kemitraan belum pernah ada. Untuk itu diharapkan peran dan keaktifan Kelembagaan Tani, Gabungan Kelompok Tani dan Asosiasi Petani Sayuran meningkatkan kemampuan peran serta membangun dan menjembatani kemitraan yang sehat dengan pihak pemerintah daerah dan pengusaha dalam

pengembangan komoditas sayuran dataran tinggi sebagai komoditas unggulan.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Agustian, A., A. Zulham, Syahyuti, H. Tarigan, A. Supriatna, Y. Supriyatna, T. Nurasa. 2005. Analisis Kelembagaan Kemitraan dalam Rantai Pasok Komoditas Hortikultura. Makalah Seminar Hasil Penelitian. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.

Antony. 2010. Strategi Pengembangan Komoditas Duku (Lansium Domesticum Corr) di Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Asti. 2010. Strategi Pengembangan Komoditas Hortikultura Unggulan di Kawasan Agropolitan Ciwidey. Tesis. Program Pascasarjana Magister Manajemen dan Bisnis Institut Pertanian Bogor. Bogor.

A T M - R O C . 2 0 0 4 . (Agricultural Technical Mission To Indonesia). Budidaya Sayuran. J a k a r t a .

Bappeda Kabupaten Lampung Barat. 2010. Rencana Dasar Tata Ruang (RDTR) Kawasan Agropolitan Way Tenong Kabupaten Lampung Barat. Bappeda Lampung Barat. Liwa.

Bappeda Kabupaten Lampung Barat. 2012. Profil Kecamatan Way Tenong (Pusat Kawasan Agropolitan) Kabupaten Lampung Barat. Bappeda Lampung Barat. Liwa.

Badan Penyelenggara Penyuluhan Pertanian, Kehutanan dan Perikanan (BP2KP) Kabupaten Lampung Barat. 2011. Data Kelompok Tani dan Gabungan Kelompok Tani Kabupaten Lampung Barat Tahun 2011. BP2KP Lampung Barat. Liwa.

BPS Lampung Barat. 2012. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Lampung Barat Tahun 2012. Badan Pusat Statistik Kabupaten Lampung Barat.

Chuzaimah dan Mabruroh. 2008. Identifikasi Produk Unggulan Berbasis Ekonomi Lokal Untuk Meningkatkan PAD Di Era Otda. Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Solo.


(3)

Darwis, V. dan Muslim. 2013. Keragaman Dan Titik Impas Usaha Tani Aneka Sayuran Pada Lahan Sawah Di Kabupaten Karawang, Jawa Barat. SEPA : Vol. 9 No. 2 Februari 2013 : 155 – 162.

David, F.R. 2004. Manajemen Strategis : Konsep-konsep (Terjemahan). INDEKS GRAMEDIA. Jakarta.

David, F.R. 2007. Strategic Management : Concept and Cases Ed 11. Pearson Education Inc. Upper Saddle River. New Jersey.

Deptan. 2002. Pedoman Umum Pengembangan Kawasan Agropolitan dan Pedoman Progam Rintisan Kawasan Agropolitan. Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.

Deptan. 2003. Gerakan Pengembangan Kawasan Agropolitan : Menuju Kesejahteraan Melalui Sinergi Kegiatan yang Terkoordinasi. Sekretariat Kelompok Kerja Pengembangan Kawasan Agropolitan. Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian. Jakarta. Dinas Pertanian Propinsi Lampung. 2010. Rancang Bangun Pengembangan

Komoditas Hortikultura Propinsi Lampung. Dinas Pertanian Propinsi Lampung. Lampung.

Dinas Pertanian Kabupaten Lampung Barat. 2012. Data Penggunaan Lahan (SP Lahan) Kecamatan Way Tenong. Liwa.

Dinas Pertanian Kabupaten Lampung Barat. 2013. Realisasi Tanam, Panen, Produksi dan Produktivitas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Lampung Barat Tahun 2013. Dinas Pertanian Kabupaten Lampung Barat. Liwa.

Direktorat Jenderal Cipta Karya. 2012. Agropolitan dan Minapolitan, Konsep Kawasan Menuju Keharmonian. Kementrian Pekerjaan Umum. Jakarta.

Direktorat Jenderal Hortikultura. 2008. Manajemen Rantai Pasok Komoditas Hortikultura. Makalah Seminar. Kementrian Pertanian. Jakarta.

Direktorat Jenderal Hortikultura. 2009. Data Produksi Hortikultura Tahun 2009. Kementrian Pertanian. Jakarta.

Direktorat Jenderal Hortikultura. 2013. Data Volume Ekspor – Impor Hortikultura Tahun 2011 – 2012. Kementrian Pertanian. Jakarta.

Direktorat Jenderal PPHP. 2010. Pengolahan dan Pemasaran Produk Hortikultura. Makalah Seminar. Kementrian Pertanian. Jakarta.


(4)

Falatehan, R. 2008. Modul Teknik Pengambilan Keputusan. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor

Hariani, I. 2007. Kajian Keberlanjutan Sistem Agribisnis dengan Pendekatan Agropolitan (Studi Kasus : Kecamatan Penyangkiran Kabupaten Majalengka). Tesis. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Hastuti, E. L. 2004. Kelembagaan Kemitraan dan Pemasaran Komoditi Sayuran (Kasus di Desa – desa Jawa Tengah dan Sumatera Utara). Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

Hasyim, A. I. 2012. Tataniaga Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Iqbal, M. dan Anugrah. 2009. Rancang Bangun Sinergi Kebijakan Agropolitan dan Pengembangan Ekonomi Lokal Menunjang Percepatan Pembangunan Wilayah. Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 7 Nomor 2, Juni 2009 : 169 – 188.

Irawan, B. 2007 Fluktuasi Harga, Transmisi Harga dan Marjin Pemasaran Sayuran dan Buah. Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 5 No. 4, Desember 2007 : 358-373.

Kementrian Pertanian. 2010. Membangun Hortikultura dengan Enam Pilar Pengembangan. Kementrian Pertanian. Jakarta.

Marimin dan Maghfiroh. 2010. Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan dalam Manajemen Rantai Pasok. IPB Press. Bogor.

Maulana dan Sayaka. 2007. The Features of Vegetables in Indonesia and The Current Policy in The Framework of Agricultural Development. Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 5 Nomor 3, September 2007 : 267 – 284.

Mintarti, N. 2007. Strategi Pengembangan Ekonomi Lokal Berbasis Komoditas Kelapa Di Kabupaten Pacitan. Tesis. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Nasution, L.I. 1998. Pendekatan Agropolitan Dalam Rangka Penerapan Pembangunan Wilayah Pedesaan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Pemerintah Kabupaten Lampung Barat. 2012. Peraturan Daerah Nomor I Tahun

2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lampung Barat Tahun 2010 – 2030. Liwa.


(5)

Pemerintah Kabupaten Lampung Barat. 2013. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahun 2012 – 2017. Liwa.

Pusdatin Kementrian Pertanian. 2013. Data Konsumsi Sayur Periode Tahun 2010 – 2012. Kementrian Pertanian. Jakarta

Prawoto, N. 2010. Pengembangan Potensi Unggulan Sektor Pertanian. Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan Volume 11, Nomor 1, April 2010, hlm.1-19. Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Yogyakarta.

Rusastra, I. W., P. Simatupang dan B. Rachman. 2002. Pembangunan Ekonomi Pedesaan Berbasis Agribisnis. Analisis Kebijakan: Pembangunan Pertanian Andalan Berwawasan Agribisnis (Editor : T. Sudaryanto, et. al., 2002). Monograph Series No. 23. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

Rusastra, I.W, Hendiarto, K. M. Noekman, A. Supriatna, W.K. Sejati, dan D. Hidayat. 2004. Kinerja Dan Perspektif Pengembangan Model Agropolitan Dalam Mendukung Pengembangan Ekonomi Wilayah Berbasis Agribisnis. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

S a i d . E G . 2 0 1 2 . Peningkatan Nilai Tambah Untuk Mendukung Daya Saing Produk Hortikultura Indonesia Di Pasar Global. M a k a l a h S e m i n a r . M a g i s t e r M a n a j e m e n d a n B i s n i s I n s t i t u t P e r t a n i a n B o g o r . B o g o r .

Saptana, Sumaryanto, M. Siregar, H. Mayrowani, I. Sadikin, dan S. Friyatno. 2001. Analisis Keunggulan Kompetitif Komoditas Unggulan Hortikultura. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

Saptana, M. Siregar, S. Wahyuni, S.K. Dermoredjo, E. Ariningsih, dan V. Darwis. 2005. Pemantapan Model Pengembangan Kawasan Agribisnis Sayuran Sumatera (KASS). Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.

Saptana, K. S. Indraningsih Dan E. L. Hastuti. 2009. Analisis Kelembagaan Kemitraan Usaha Di Sentra Sentra Produksi Sayuran (Suatu Kajian Atas Kasus Kelembagaan Kemitraan Usaha di Bali, Sumatera Utara, dan Jawa

Barat). Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.

Bogor.

Sari, E. 2012. Pola Aliran Rantai Pasok, Pengendalian Persediaan Bahan Baku, Dan Strategi Peningkatan Kinerja Agroindustri Tahu Tempe Di


(6)

Kelurahan Gunung Sulah Kecamatan Sukarame Bandar Lampung. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Soekartawi. 1995. Analisis Usaha Tani. Penerbit Universitas Indonesia (UI Press).

Jakarta.

Solihin. 2012. Manajemen Strategik. Penerbit Erlangga. Jakarta. Suratiyah. 2009. Ilmu Usaha Tani. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta. Undang – undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura.

Yustika, A.E. 2008. Ekonomi Kelembagaan, Definisi, Teori dan Strategi. Bayumedia Publishing. Jawa Timur.

Yusuf, M. 2004. Strategi Pengembangan Komoditas di Kawasan Agropolitan di Kabupaten Indragiri Hilir. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.