Uji Daya Hasil Dan Ketahanan Terhadap Penyakit Hawar Daun Bakteri Tanaman Padi Hibrida

PENGUJIAN DAYA HASIL DAN
KETAHANAN TERHADAP PENYAKIT HAWAR DAUN
BAKTERI TANAMAN PADI HIBRIDA

ERMELINDA MARIA LOPES HORNAI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Pengujian Daya Hasil dan
Ketahanan Terhadap Penyakit Hawar Daun Bakteri Tanaman Padi Hibrida adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2015
Ermelinda Maria Lopes Hornai
NIM A253128251

RINGKASAN
ERMELINDA MARIA LOPES HORNAI. Uji Daya Hasil dan Ketahanan
Terhadap Penyakit Hawar Daun Bakteri Tanaman Padi Hibrida. Dibimbing oleh
BAMBANG SAPTA PURWOKO, WILLY BAYUARDI SUWARNO, ISWARI
SARASWATI DEWI.
Tanaman padi hibrida sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan
produktivitas lahan sawah. Dari hasil penelitian telah ditemukan sejumlah hibrida
berheterosis tinggi dari galur mandul jantan tipe Wild Abortive dan tipe Kalinga
yang tahan terhadap penyakit hawar daun bakteri patotipe III, IV dan VIII. Padi
hibrida dan galur mandul jantan dengan dua sumber sitoplasma perlu diuji lebih
lanjut pada skala yang lebih besar untuk mengidentifikasi genotipe yang resisten
terhadap penyakit hawar daun bakteri.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mendapatkan informasi penampilan karakter agronomi, ragam genetik, tipe daun
bendera, eksersi malai dan nilai repeatabilitas. Percobaan pertama adalah uji daya
hasil genotipe-genotipe harapan padi hibrida di Indramayu dan KP Muara pada

bulan November 2013 hingga bulan Maret 2014. Rancangan yang digunakan
adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan genotipe sebagai
faktor tunggal dan terdiri atas 3 ulangan di tiap lokasi. Perlakuan terdiri atas 17
genotipe padi hibrida dan tiga varietas pembanding. Karakter yang diamati adalah
tinggi tanaman, jumlah anakan vegetatif, jumlah anakan produktif, panjang malai,
umur berbunga, umur panen, jumlah gabah total per malai, persen gabah isi per
malai, persen gabah hampa per malai, bobot 1000 biji dan produktivitas.
Percobaan kedua bertujuan untuk menguji ketahanan terhadap penyakit hawar
daun bakteri di rumah kaca. Bahan tanam yang digunakan adalah 20 genotipe
yang sama seperti percobaan pertama. Rancangan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dua faktor,
yaitu genotipe dan hawar daun bakteri patotipe (IV dan VIII) dengan tiga
ulangan.
Berdasarkan hasil analisis, terdapat pengaruh genotipe yang nyata diantara
beberapa karakter agronomi yang diamati. BI485A/BP1(IR53942) memiliki
potensi hasil rata-rata 5.8 ton/ha. Jumlah anakan produktif pada genotipe
BI485A/BP1(IR53942) termasuk kategori sedang (8-15 batang), persen gabah isi
90.36%, bobot 1000 butir 27.98 g, dan memiliki eksersi malai yang keluar
sempurna. Karakter agronomi dari genotipe yang diuji pada umumnya
mempunyai koefisien keragaman genetik, koefisien keragaman fenotip, dan

repeatabilitas yang rendah. Repeatabilitas yang tinggi terdapat pada karakter umur
berbunga. Terdapat sembilan genotipe yang terindikasi tahan terhadap penyakit
hawar daun bakteri yang ditanam pada lokasi Indramayu. Dari hasil penelitan
kedua, genotipe yang menunjukkan reaksi agak rentan terhadap penyakit hawar
daun bakteri di rumah kaca adalah 29A/H12 pada patotipe IV dan Hipa 6 Jete
pada patotipe VIII.
Kata kunci : daya hasil, hawar daun bakteri, padi hibrida

SUMMARY
ERMELINDA MARIA LOPES HORNAI. Evaluation of Yield and Resistance to
Bacterial Leaf Blight Disease of Hybrid Rice Plants. Supervised by BAMBANG
SAPTA PURWOKO,WILLY BAYUARDI SUWARNO, ISWARI SARASWATI
DEWI.
Hybrid rice genotypes are an alternative to improve the productivity of
paddy fields. Previous research results showed that several hybrids with high
heterosis and resistant to bacterial leaf blight disease pathotype III, IV and VIII
were identified. Several hybrid rice genotypes from two sources of cytoplasm
(Kalinga and Wild Abortive) need to be tested further on a larger scale to identify
genotypes resistant to bacterial leaf blight disease. The objectives of the research
were to obtain information on agronomic characters, genetic parameters, and

repeatability estimates. The first experiments was yield evaluation of hybrid rice
at two locations, i.e. Indramayu and Muara. Evaluation was conducted in
November 2013- Maret 2014. The experimental design used was a Randomized
Complete Block Design, consisted of three replicates at each site. Factor
consisted of 17 genotypes of hybrid rice and three check varieties. Observation
was conducted on agronomic characters such as plant height, number of
vegetative tiller, number of productive tiller, panicle length, days to flowering,
and days to harvesting, total grain number per panicle, percentage of filled grains
per panicle, percentage of empty grains per panicle, grain yield per plot, 1000
weight of seeds and productivity. The second experiments was to test resistance to
bacterial leaf blight in a greenhouse. The planting material used were the same as
the first experiment. The design used in this study is a Randomized Complete
Block Design with two factors (genotype and patotipees IV and VIII) and three
replications.
Based on the results of the analysis, genotype has significant effect on
several variables. Genotype BI485A/BP1 (IR53942) has the potential average
yield of 5.8 tons per hectare. The number of productive tillers of genotype
BI485A/BP1 (IR53942) was 8-15, percentage of filled grains per panicle was
90.36% and 1000 grain weight was 27.98 g, perfect panicle exertion. Agronomic
characters of the tested genotypes have a low coefficient of genetic and

phenotypic variability and repeatability estimates for several agronomic traits.
There are nine genotypes resistant to bacterial leaf blight disease planted on
Indramayu location. Genotypes 29A/H12 and Hipa 6 Jete were susceptible to
bacterial leaf blight disease of patotipee IV and VIII, respectively in the
greenhouse study.
Keywords: yield evaluation, bacterial leaf blight, hybrids rice

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGUJIAN DAYA HASIL DAN
KETAHANAN TERHADAP PENYAKIT HAWAR DAUN
BAKTERI TANAMAN PADI HIBRIDA


ERMELINDA MARIA LOPES HORNAI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis :

Dr Desta Wirnas, SP, M.Si

PRAKATA
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat-NYA

penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengujian Daya Hasil dan
Ketahanan Terhadap Penyakit Hawar Daun Bakteri Tanaman Padi Hibrida”
dengan baik.
Terima kasih penulis ucapkan kepada
1. Prof. Dr. Ir. Bambang Sapta Purwoko, M.Sc, Dr. Willy Bayuardi Suwarno
SP, M.Si dan Dr. Ir. Iswari Saraswati Dewi, sebagai komisi pembimbing
yang memberikan arahan dan motivasi, Dr Desta Wirnas SP, M.Si sebagai
penguji luar komisi, Dr Ir Yudiwanti Wahyu E.K, MS sebagai ketua
program studi.
2. Kepala Balai Besar Penelitian Padi (BB Padi) yang telah mengizinkan dan
memfasilitasi dalam melakukan penelitian serta menugaskan bapak
Mansyur dan bapak Adeng untuk membantu penelitian lapangan dan Dra.
Anggi Nasution, bapak Rizal yang telah membantu kelancaran pengujian
ketahanan genotipe terhadap HDB patotipe IV dan VIII di rumah kaca
3. Kepala BB Biogen yang telah mengizinkan dan memfasilitasi serta
menugaskan bapak Iman dan bapak Deny untuk membantu dalam
penyiapan tanam dan membuat persemaian.
4. Bapak Warlim serta keluarga yang telah membantu percobaan lapang
hingga panen di Indramayu
5. Kementerian Pertanian Timor Leste (MAP) program penelitian yang

didukung oleh program Seeds of Life yang telah memberikan kesempatan
untuk belajar, beasiswa, dan dana penelitian
6. Teman-teman seperjuangan program PBT 2012 yang saling melengkapi
melalui belajar kelompok, kekompakan, dan persahabatan.
7. Ayahanda tercinta Victor Lopes Hornai dan ibunda tersayang Flavia
Goveia Lopes, Kakak terkasih Asica Hornai dan Julio Bau Loco, Adik
Ajo Lopes, Ikun Hornai serta keponakan Netu, Ayu, Ajas, Ersi dan Tanya
atas doa, dorongan dan kasih sayang yang telah menguatkan penulis.
8. Suami tercinta Rogerio da Silva dan buah hati yang dinanti kelahirannya
serta keluarga besar Lo’os Locar, Sirigatal, Lonai, Manehitu dan Lo’os
cu’u, Leohes, Lokogatal, Lo’os, Mabelis dan Leomalis
Penulis berharap tesis ini dapat bermanfaat dimasa yang akan datang

Bogor, Januari 2015
Ermelinda Maria Lopes Hornai

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xi


DAFTAR GAMBAR

xi

DAFTAR LAMPIRAN

xii

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Hipotesis

1
1
Error! Bookmark not defined.
3


2

TINJAUAN PUSTAKA
Pemuliaan Padi Hibrida
Karakterisasi Tanaman Padi Hibrida
Heterosis Pada Tanaman Padi Hibrida
Sistim Mandul Jantan Padi Hibrida
Penyakit Hawar Daun Bakteri

3

METODE
Percobaan I Uji Daya Hasil Genotipe-Genotipe Padi Hibrida
Tempat dan Waktu Penelitian
Bahan dan Alat
Metode Penelitian
Pelaksanaan Penelitian
Pengamatan
Analisis Data

Percobaan II Uji Ketahanan Terhadap Penyakit Hawar Daun Bakteri
Tempat dan Waktu Penelitian
Bahan dan Alat
Metode Penelitian
Pelaksanaan Penelitian

4

HASIL DAN PEMBAHASAN
I Uji Daya Hasil Genotipe-Genotipe Padi Hibrida
II Uji Ketahanan Terhadap Hawar Daun Bakteri
defined.4

5

SIMPULAN

Error! Bookmark not defined.7

DAFTAR PUSTAKA

Error! Bookmark not defined.7

5
5
5
6
6
7
9
9
9
9
10
10
11
12
14
14
14
15
15

16
16
Error! Bookmark not

LAMPIRAN

42

RIWAYAT HIDUP

50

DAFTAR TABEL
1
2
3

Daftar genotipe-genotipe padi hibrida (AxR)
Sidik ragam analisis per lokasi
Sidik ragam analisis gabungan antar lokasi

9
12
13

4
5

6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23

Kriteria penilaian Ketahanan terhadap HDB Xanthomonas Oryzae
Pv.Oryze
Hasil analisis ragam gabungan pengaruh genotipe (G), dan interaksi
genotipe x lokasi (G x E) terhadap karakter agronomi genotipe padi
hibrida
Rata-rata tinggi tanaman (cm) dari 20 genotipe padi hibrida pada dua
lokasi
Rata-rata jumlah anakan fase vegetatif (rumpun) dari 20 genotipe padi
pada dua lokasi
Rata-rata jumlah anakan produktif (rumpun) dari 20 genotipe padi pada
dua lokasi
Rata-rata panjang malai (cm) dari 20 genotipe padi hibrida pada dua
lokasi
Rata-rata umur berbunga (hari) dari 20 genotipe padi pada dua lokasi
Rata-rata umur panen (hari) dari 20 genotipe padi hibrida pada dua
lokasi
Rata-rata gabah total (butir) per malai dari 20 genotipe padi pada dua
lokasi
Rata-rata persen gabah isi per malai (%) dari 20 genotipe padi pada dua
lokasi
Rata-rata persen gabah hampa per malai (%) dari 20 genotipe padi pada
dua lokasi
Rata-rata bobot 1000 butir dari 20 genotipe padi pada dua lokasi
Rata-rata produktivitas (t/ha) dari 20 genotipe padi hibrida pada dua
lokasi
Tipe daun bendera dari 20 genotipe padi hibrida
Eksersi malai dari 20 genotipe padi hibrida
Skoring intensitas serangan hawar daun bakteri di lapangan
Komponen ragam genetik, ragam lingkungan, ragam interaksi genotipe
x ligkungan, dan ragam fenotipe untuk karakter yang diamati
Nilai koefisien keragaman genetik, koefisien keragaman fenotipe, dan
nilai repeatabilitas untuk karakter yang diamati
Hasil uji ketahanan 20 genotipe terhadap pathogen hawar daun bakteri
pada pengamatan I (7 HSI)
Hasil uji ketahanan 20 genotipe terhadap pathogen hawar daun bakteri
pada pengamatan II (14 HSI)

15

17
18
19
20
22
23
24
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
35
36

DAFTAR GAMBAR
1 Bagan Alir Penelitian
2 Skema Produksi Benih Padi Hibrida

3
4

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Deskripsi varietas pembanding
Lay out pelaksanaan percobaan di lapangan lokasi Indramayu
Lay out lokasi Kebun Percobaan Muara (Bogor)
Analisis ragam gabungan

42
45
46
47

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Padi merupakan tanaman yang memiliki kandungan karbohidrat tinggi
seperti gandum dan jagung. Permintaan akan beras dari tahun ke tahun semakin
meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk. Berdasarkan data sensus
penduduk 2005-2010 penduduk Indonesia berjumlah 233.48 juta jiwa (BPS
2012). Kebutuhan konsumsi beras per kapita adalah 139.5 kg per kapita, maka
kebutuhan beras mencapai 32.49 juta ton. Pada tahun 2025-2030 laju
pertumbuhan penduduk Indonesia diperkirakan 286.02 juta jiwa kebutuhan beras
39.8 juta ton. (Ditjen PSP 2013). Hal tersebut menjadikan padi sebagai tanaman
budidaya yang selalu harus diusahakan. Penanaman varietas unggul baru tidak
selalu memberikan hasil yang memadai sehingga untuk memenuhi kebutuhan
pangan metode-metode baru dikembangkan untuk perbaikan tanaman antara lain
dengan cara persilangan, bioteknologi dan rekayasa genetika. Dengan teknik
tersebut telah diperoleh antara lain varietas padi unggul baru, padi tipe baru, dan
padi transgenik. Sejak penghujung abad ke-20 dikembangkan pula tanaman padi
hibrida sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan produktivitas lahan
sawah.
Negara Cina telah sukses menerapkan teknologi padi hibrida dalam
meningkatkan produksi padi total dari 128 juta ton menjadi 189 juta ton walaupun
terjadi penurunan luas lahan padi dari 36.5 juta ha pada tahun 1975 menjadi 29.2
juta ha pada tahun 2007. Peningkatan produktivitas padi sejak digunakanya padi
hibrida tersebut sangat besar yaitu dari 3.5 t/ha menjadi 6.35 t/ha (FAO 2008).
Negara di Asia seperti India dan Vietnam juga sedang mengembangkan budidaya
tanaman padi hibrida dalam skala yang besar (You et al. 2006).
Padi hibrida berpotensi dikembangkan di Indonesia untuk meningkatkan
produktivitas padi. Padi hibrida dihasilkan melalui pemanfaatan fenomena
heterosis pada turunan pertama (F1) dari hasil persilangan antara dua tetua yang
berbeda. Fenomena heterosis menyebabkan tanaman F1 lebih vigor, tumbuh lebih
cepat, anakan lebih banyak, malai lebih lebat dan dapat menghasilkan sekitar 1
t/ha lebih tinggi dibandingkan varietas unggul padi sawah inbrida (Virmani 1999).
Keunggulan akibat heterosis tersebut tidak diperoleh pada populasi generasi
kedua (F2) dan berikutnya.
Pengembangan padi hibrida di Indonesia menghadapi masalah karena
varietas hibrida yang telah dilepas umumnya tidak mempunyai gen ketahanan
terhadap hama dan penyakit utama padi yaitu penyakit hawar daun bakteri (HDB)
dan wereng batang coklat. Penyakit hawar daun bakteri disebabkan oleh bakteri
Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) (Kadir et al. 2009). Kisaran suhu dan
kelembaban yang tinggi mendukung perkembangan penyakit hawar daun bakteri
pada saat tanaman memasuki stadia vegetatif akhir 40-50 hari setelah tanam
(Lestari et al. 2007a). Pengendalian hawar daun bakteri yang paling efektif dan
ekonomis adalah menggunakan varietas tahan. Penyakit hawar daun bakteri
mempunyai patotipe yang banyak dan spesifik pada kultivar tertentu, sehingga
saat ini lebih dari 30 ras Xoo serta lebih dari 25 gen ketahanan (gen R) terhadap
penyakit hawar daun bakteri yang telah diidentifikasi (Lee et al. 2003). Hawar

2
daun bakteri dapat menyebabkan kehilangan hasil padi 50%. Serangan hawar
daun bakteri di Indonesia pada tahun 2012 mencapai 81.199 hektar (Direktorat
Perlindungan Tanaman 2012).
Pengembangan galur mandul jantan dengan tiga sumber sitoplasma dalam
perakitan padi hibrida telah dilaporkan oleh Rumanti (2012) dari penelitian
tersebut telah diperoleh tujuh belas genotipe padi hibrida berheterosis tinggi dan
galur mandul jantan (GMJ) tipe Wild Abortive yang tahan terhadap penyakit
hawar daun bakteri patotipe III (GMJ BI703A), dan patotipe VIII (GMJ BI543A
dan I571A), galur mandul jantan tipe Gambiaca tahan patotipe III, IV dan VIII
(GMJ BI855A), serta galur mandul jantan tipe Kalinga yang tahan terhadap
patotipe III (GMJ BI703A). Patotipe hawar daun bakteri yang paling virulen di
Indonesia yaitu patotipe VIII.
Galur mandul jantan tipe Wild Abortive (WA) merupakan galur yang
banyak digunakan dalam pengembangan varietas padi hibrida sebagai tetua
betina. Galur mandul jantan WA ini dikembangkan pada padi indica dengan
sitoplasma yang berasal dari padi liar Oryza rufipogon (Jing et al. 2001). Di
Indonesia GMJ tipe WA yang telah digunakan untuk merakit hibrida unggul
berasal dari IRRI dan telah diseleksi sehingga memiliki ketahanan terhadap
penyakit hawar daun bakteri, dan wereng batang coklat yaitu GMJ3, GMJ4 dan
GMJ5 (Satoto et al. 2008)
Padi hibrida yang dirakit menggunakan galur mandul jantan dengan tiga
sumber sitoplasma (Rumanti 2012) telah diuji oleh Afa et al. (2012) di Sukabumi
dan Indramayu. Berdasarkan permasalahan di atas maka padi hibrida galur
mandul jantan dengan dua sumber sitoplasma perlu diuji lebih lanjut pada skala
yang lebih besar untuk memperoleh padi hibrida yang resisten terhadap penyakit
hawar daun bakteri. Serangkaian penelitian dan pengujian dilakukan sebagaimana
tercantum pada Gambar 1
17 genotipe padi hibrida baru berdaya heterosis tinggi

Percobaan I Uji daya hasil dan
ketahanan terhadap penyakit hawar
daun bakteri genotipe-genotipe harapan
padi hibrida di lapangan (Muara dan
Indramayu)
1. Informasi
keragaan karakter
agronomi padi hibrida
2. Informasi ragam genetik dan
repeatabilitas

Percobaan II Uji ketahanan
terhadap penyakit hawar daun
bakteri
1. Informasi ketahanan
genotipe-genotipe
harapan padi hibrida
tahan terhadap
penyakit hawar daun
bakteri

Genotipe padi hibrida berdaya hasil tinggi dan tahan
terhadap penyakit hawar daun bakteri
Gambar 1 Bagan Alir Penelitian

3

Tujuan
Penelitian ini bertujuan
1. Untuk mendapatkan informasi penampilan karakter agronomi dan daya
hasil dari genotipe-genotipe harapan padi hibrida
2. Untuk mendapatkan informasi ragam genetik dan repeatabilitas pada
karakter agronomi dan daya hasil
3. Untuk mengetahui tingkat ketahanan genotipe harapan padi hibrida
terhadap penyakit hawar daun bakteri
Hipotesis
1. Terdapat perbedaan keragaan karakter agronomi dan daya hasil di antara
genotipe-genotipe harapan padi hibrida yang dievaluasi
2. Terdapat perbedaan nilai repeatabilitas antara karakter agronomi dan daya
hasil yang diamati
3. Terdapat genotipe harapan padi hibrida yang berdaya hasil tinggi dan
tahan terhadap penyakit hawar daun bakteri

2 TINJAUAN PUSTAKA

Pemuliaan Padi Hibrida
Pemuliaan tanaman yang memanfaatkan fenomena heterosis telah
memberikan hasil lebih tinggi dari varietas inbrida pada berbagai jenis tanaman.
Pengaruh heterosis inilah yang dimanfaatkan oleh pemulia tanaman dalam
teknologi hibrida yang telah berhasil pada berbagai komoditas seperti jagung,
sorgum, kapas, kedelai dan padi. Pada saat ini, sistem CMS (cytoplasmic genetic
male sterile) atau galur mandul jantan dan pemulihan kesuburan (restorer)
merupakan alat genetik yang efektif digunakan untuk pemuliaan padi hibrida.
Menurut Virmani et al. (1999), teknik tiga galur memerlukan dukungan
komponen- komponen sebagai berikut: 1) Galur mandul jantan (CMS = galur A)
yang 100% mandul dan stabil kemandulannya. 2) Galur pemulih kesuburan
(restorer = galur R) dengan daya pemulihan kesuburan yang tinggi serta daya
gabung khususnya, sehingga nilai heterosisnya tinggi. 3) Galur pelestari
kemandulan tepung sari (galur B) yang murni. Galur pelestari digunakan untuk
melestarikan galur mandul jantan karena galur mandul jantan menghasilkan benih
steril. Benih padi hibrida dihasilkan dari persilangan antara galur CMS dan galur
pemulih kesuburan (Gambar 2).

4

Gambar 2 Skema Produksi Benih Hibrida Sistim Tiga Galur (BB-Biogen 2006).
Varietas padi hibrida diharapkan memiliki daya hasil lebih tinggi
dibandingkan varietas yang umum ditanam petani saat ini. Selain keunggulan
potensi hasil, padi hibrida juga harus mempunyai berbagai sifat unggul yang
terdapat pada varietas yang saat ini banyak ditanam petani. Virmani (1994)
melaporkan bahwa berdasarkan penelitian pada musim kemarau 1986 hingga
musim hujan 1992, padi hibrida dapat meningkatkan hasil 15-20% di atas
varietas inbrida. Padi hibrida yang dihasilkan banyak memiliki latar belakang
genetik galur-galur yang berasal dari IRRI. Namun demikian, pemanfaatan galurgalur yang beradaptasi baik di Indonesia mulai dilaksanakan, sehingga pada masa
mendatang diharapkan hibrida yang dihasilkan sudah beradaptasi terhadap kondisi
agroekosistem di Indonesia. Peluang untuk memperoleh padi hibrida yang
demikian cukup besar, karenaVirmani et al.(1997) melaporkan bahwa persilangan
indica/japonica tropika prospektif menghasilkan hibrida yang unggul. Perakitan
dan pengujian padi hibrida di Indonesia telah menghasilkan tiga kombinasi
hibrida harapan dan telah diuji multilokasi pada tahun 2002, dua varietas hibrida
telah dilepas, yaitu Maro dan Rokan (BBPTP 2010a).
Deptan (2007) melaporkan bahwa saat ini telah dilepas 31 varietas unggul
padi hibrida, 6 varietas dirakit oleh BB Padi, 25 varietas padi hibrida lainnya
dimiliki oleh perusahaan berupa 2 padi hibrida rakitan Indonesia, 14 padi hibrida
introduksi dari China, 5 dari Jepang, dan 4 dari India. Keunggulan padi hibrida
rakitan BB Padi adalah relatif lebih tahan terhadap hama wereng coklat, penyakit
tungro dan penyakit hawar daun bakteri. Varietas-varietas padi hibrida yang telah
dilepas yaitu: Intani 1, Intani 2, Miki1, Miki 2, Miki 3, Maro, Rokan, Longping
Pusaka1, Longping Pusaka 2, Hibrindo R1, Hibrindo R2, Batang Kampar, Batang
Samo, Hipa 3, Hipa 4, Manis 4, Manis 5, Segara Anak, Brang Biji, Adirasa-1,
Adirasa-64, PP-1, PP-2, Mapan-P.02, Bernas Super, SL-8-SHS, SL-11-SHS, Hipa
5 Ceva, Hipa 6 Jete.
Dari pengujian dan evaluasi galur tetua dan hibrida introduksi dan
IR58025NIR53942 diperoleh varietas hibrida harapan. Pada awal tahun 2002,
galur IR58025N BR827 dilepas menjadi varietas Maro. Padi hibrida Maro telah
diuji dalam kegiatan program penelitian dan pengkajian (Litkaji) dan mampu
menghasilkan 8.6 ton/ha, rentan terhadap wereng batang coklat biotipe II dan III
dan rentan terhadap hawar daun bakteri patotipe III dan IV. Varietas Hipa 6
dilepas pada tahun 2006, rentan terhadap wereng batang coklat biotipe II, agak

5
rentan terhadap hawar daun bakteri patotipe III dan VIII serta rentan terhadap
penyakit tungro, rata-rata produksi 10.6 ton/ha (Suprihatno 1994). Varietas
inbrida Ciherang merupakan padi sawah yang dilepas pada tahun 2000 dengan
rata-rata produksi 6.0 ton/ha, tahan terhadap hawar daun bakteri patotipe III dan
IV (Deptan 2007).
Dewi et al. (2005) melaporkan bahwa pengembangan padi hibrida
menghadapi beberapa kendala antara lain: 1) standar heterosis tidak stabil pada
lingkungan yang berbeda, 2) produksi benih hibrida masih rendah, karena tidak
sinkronnya pembungaan galur CMS dengan restorer (R) dan maintainer (B), 3)
galur-galur CMS sangat peka terhadap hama dan penyakit daerah tropis. Namun,
dengan pemanfaatan restorer yang tahan, kelemahan tersebut diharapkan dapat
tertutupi. BBPTP (2010b) melaporkan bahwa sinkronisasi pembungaan antara
galur CMS dan restorer cukup baik dan tidak ada interaksi yang nyata antara
galur dan lingkungan. Berbagai penelitian dan percobaan terus dilakukan dengan
melibatkan para peneliti dari berbagai disiplin ilmu, sehingga diharapkan kendalakendala tersebut dapat teratasi. Rumanti (2012) mengembangkan galur mandul
jantan yang lebih stabil fertilitasnya dimana tipe Wild Abortive Gambiaca dan
Kalinga bereaksi tahan terhadap penyakit hawar daun bakteri patotipe III dan IV.
Penyakit hawar daun bakteri yang paling virulen di Indonesia adalah patotipe
VIII.

Karakteristik Tanaman Padi Hibrida
Padi hibrida merupakan generasi F1 hasil persilangan antara galur mandul
jantan sebagai tetua betina dengan galur pemulih kesuburan sebagai tetua jantan,
sehingga ekspresi heterosisnya ditentukan oleh-sifat-sifat dari kedua tetuanya.
Tetua-tetua yang superior dapat meningkatkan penampilan agronomis dan bobot
hasil hibrida turunan dari berbagai kombinasi persilangan antara galur mandul
jantan dan galur pemulih kesuburan (You et al. 2006). Oleh karena itu, penelitian
padi hibrida diutamakan pada proses perakitan dan perbaikan galur-galur tetua
padi serta proses pembentukan kombinasi persilangan yang menghasilkan
produksi dan heterosis tinggi.
Penggunaan sistem tiga galur dalam pengembangan padi hibrida harus
menggunakan galur mandul jantan yang dikendalikan oleh gen resesif cms.
Sebagian besar varietas hibrida yang berkembang masih menggunakan galur
mandul jantan tipe Wild Abortive (WA), seperti di Cina (Jing et al. 2001) dan di
Indonesia (Suwarno et al. 2002). Galur mandul jantan tipe WA merupakan galur
mandul jantan yang dikembangkan pada padi indica dengan sitoplasma yang
berasal dari populasi padi liar Oryza rufipogon Griff (Eckardt 2006).
Padi hibrida yang dirakit dengan sistem tiga galur merupakan generasi F1
dari persilangan antara galur mandul jantan sebagai tetua betina dengan galur
pemulih kesuburan yang mempunyai gen fertility -restoring (gen Rf) dominan
sebagai tetua jantan sehingga varietas padi hibrida selalu bersifat heterozigot
namun berpenampilan homogen sama seperti varietas padi inbrida. Tingkat
heterosis dari varietas padi hibrida sangat ditentukan oleh karakter dan latar
belakang genetik kedua tetuanya (You et al. 2006).

6
Heterosis Pada Tanaman Padi Hibrida
Heterosis adalah salah satu fenomena biologis yang mengacu pada
keunggulan fenotipe hibrida yang berasal dari persilangan tetua dengan banyak
sifat (Birchler et al. 2003). Nilai heterosis standar dapat digunakan untuk
mendapatkan genotipe hibrida yang mempunyai produktivitas lebih tinggi
dibandingkan pembanding varietas komersial. Penyebab heterosis adalah (1)
akumulasi gen dominan, (2) heterosigositas dalam arti overdominan (3) interaksi
antara alel berbeda lokus. Ekspresi heterosis bisa terwujud bila kedua tetua
dengan karakter genetik yang berbeda secara komplementer dapat mewariskanya
kedalam hibrida turunan (Syukur et al. 2012)

Sistem Mandul Jantan Padi
Mandul jantan sitoplasmik merupakan kondisi tanaman tidak mampu
menghasilkan polen atau tepung sari secara fungsional. Karakter mandul jantan
diwariskan secara maternal karena adanya gangguan pada Open Reading Frame
(ORF) pada genom mitokonria (Hanson dan Bentotila 2004). Pistil galur mandul
jantan tumbuh normal akan memproduksi biji bila diserbuki oleh polen normal
(male fertili) jika tanaman normal memiliki faktor kemandulan pada sitoplasma
dengan gen inti yang memulihkan kesuburan bersifat resesif, maka tanaman akan
mempertahankan sifat mandul jantan. Menurut Virmani et al. (1999) galur
pelestari (maintainer line) adalah galur yang mempunyai sitoplasma normal
dimana gen inti berkaitan dengan pemulih kesuburan resesif yang berfungsi untuk
melestarikan keberadaan mandul jantan pasangannya. Adanya gen restorer
dominan di nukleus pada suatu galur mampu memulihkan kesuburan pada hibrida
hasil persilangan antara galur tersebut dengan galur CMS sehingga galur ini
disebut sebagai galur pemulih kesuburan atau restorer.
Perakitan tetua tanaman hibrida untuk mendapatkan galur mandul jantan
(GMJ atau galur A) dapat dilakukan secara konvensional dengan cara melakukan
silang balik sehingga sifat mandul jantan dapat ditransfer pada galur-galur elit
yang merupakan galur pelestari (galur B) yang efektif serta beradaptasi dengan
lingkungan. Virmani et al. (1997) melaporkan bahwa galur perbaikan kesuburan
(galur R) perlu penyeleksian hasil persilangan R x R’ atau A x R dengan seleksi
berulang. Dewi et al. (2005) menunjukkan bahwa galur mandul jantan 100% steril
yang dirakit dari tetua tahan hawar daun bakteri dapat dihasilkan melalui
kombinasi kultur antera dan silang balik. Galur pelestari dan GMJ yang dihasilkan
ada yang tahan hawar daun bakteri.
Padi hibrida yang memiliki heterosis tinggi memiliki ketahanan terhadap
hama dan penyakit, bila gen diturunkan dari tetua-tetua yang memiliki gen
ketahanan, jika ketahanan tersebut dikendalikan oleh gen dominan, maka untuk
membentuk padi hibrida yang tahan cukup diperlukan satu tetua tahan. Oleh
karena itu untuk mendapat hibrida yang tahan, ketahanan ketiga galur pembentuk
padi hibrida (CMS, maintainer dan restorer) harus diseleksi secara ketat. Wanggen
dan Zongtan (1988) dalam Satoto et al. (2008) melaporkan bahwa ketahanan
hawar daun bakteri pada galur pemulih kesuburan IR 29 dan IR2061
dikendalikan oleh gen-gen homozigot.

7
Dua faktor utama yang menentukan daya komersial varietas padi hibrida
adalah keunggulan daya hasil varietas hibrida yang bersangkutan dan kemudahan
produksi benihnya. Teknik produksi padi hibrida lebih rumit dibandingkan teknik
produksi jagung hibrida. Kondisi tersebut disebabkan oleh bunga tanaman padi
yang bersifat menyerbuk sendiri. Produksi benih padi yang efisien adalah dengan
menggunakan persilangan alami antara tanaman CMS dengan tanaman restorer
sehingga memerlukan kondisi sinkronisasi pembungaan yang baik. Dengan
demikian jumlah benih padi hibrida yang dihasilkan bersifat fluktuatif dan sangat
bergantung pada fenotip kedua tetuanya (BBPTP 2010a). Permasalahan produksi
akan teratasi bila genotipe dari galur mandul jantan memiliki karakter agronomis,
morfologi dan perilaku bunga yang mendukung terjadinya penyerbukan silang.
Oleh karena itu selain memiliki sterilitas polen yang baik (100%) dan stabil, maka
galur mandul jantan juga harus didukung sejumlah karakter di atas.
Lahan potensial untuk pengembangan padi hibrida di Indonesia luas dan
sangat beragam, serangkaian pengujian perlu dilakukan sehingga padi hibrida
tidak hanya mempunyai potensi hasil yang lebih tinggi tetapi juga tahan terhadap
penyakit hawar daun bakteri, tungro, dan wereng batang coklat. Selain itu mutu
beras harus diperhatikan agar dapat diterima konsumen (BBPTP 2010b). Rumanti
(2012) mengembangkan padi hibrida dengan tiga sumber sitoplasma, secara
bertahap yaitu mengevaluasi galur-galur haploid sebagai calon galur pelestari,
kemudian menguji ketahanan calon galur pelestari terhadap penyakit hawar daun
bakteri dan dilanjutkan perakitan galur mandul jantan yang dilakukan dengan
mentransfer sifat mandul jantan ke galur pelestari melalui persilangan antara tiga
sumber sitoplasma (WA, Gambiaca dan Kalinga) dengan dihaploid calon galur
pelestari.
Galur mandul jantan diperoleh Rumanti (2012) dengan melakukan silang
balik berulang dengan galur dihaploid pelestari sebagai recurrent parent,
sedangkan padi hibrida diperoleh dengan menyilangkan GMJ yang diperoleh
dengan restorer dari Balai Besar Padi. Galur pelestari merupakan polinator
spesifik bagi galur mandul jantan sehingga benih yang dihasilkan ketika
menyilangkan galur pelestari dengan mandul jantan sebagai tetua betina akan
menghasilkan tanaman galur mandul jantan. Galur pelestari mempunyai
sitoplasma normal dengan gen rf didalam nukleusnya, sedangkan galur mandul
jantan yang juga mempunyai gen pemulih kesuburan resesif (gen rf) mempunyai
sitoplasma tidak normal sehingga menyebabkan terjadinya gangguan pada
pembentukan polen yang tidak fungsional dengan demikian karakteristik utama
galur mandul jantan sangat ditentukan oleh karakter agronomi galur pelestari
pasangannya (Virmani et al. 1997).
Penyakit Hawar Daun Bakteri
Salah satu penyakit yang sering menyerang tanaman padi adalah penyakit
Hawar Daun Bakteri (HDB) atau disebut penyakit Kresek. Penyakit ini termasuk
salah satu penyakit utama padi. Secara ekonomis penyakit ini dapat menyebabkan
kehilangan hasil yang cukup tinggi, terutama pada musim hujan mencapai 20.635.6%, sedangkan pada musim kemarau dapat mencapai 7.5-23.8% (Suparyono et
al. 2004 dalam BBPOPT 2007). Penyebab penyakit hawar daun bakteri adalah
bakteri pathogen Xoo, serangan penyakit ini pada kondisi pertanian di daerah

8
tropis yang panas dan lembab, sehingga perkembangan penyakit lebih optimal
(Ismail et al. 2011).
Datta (1981) mengemukakan bahwa gejala serangan Xoo di daerah tropik
dapat dibedakan atas tiga tipe, yaitu gejala kresek, gejala leaf – blight dan gejala
kuning muda. Gejala kresek dan leaf blight adalah gejala utama dari infeksi Xoo,
sedangkan gejala kuning sebagai gejala sekunder. Infeksi pada pembibitan
menyebabkan bibit menjadi kering. Manik (2011) melaporkan pemicu serangan
hawar daun bakteri dapat disebabkan oleh faktor iklim seperti peralihan musim
kemarau ke musim penghujan atau sebaliknya. Adanya kelembaban pada struktur
tanah yang memudahkan bakteri untuk berkembang. Pemakaian pupuk N yang
berlebihan juga dapat menyebabkan munculnya serangan HDB karena kelebihan
N dapat mematahkan sistem ketahanan pada tanaman. Pada permukaan bawah
daun bercak yang masih muda, terdapat tetesan cairan (bakteriooze) berwarna
kekuning-kuningan mudah diamati pada pagi hari. Apabila diamati di bawah
mikroskop, koloni bakteri akan keluar dari tepi irisan daun yang bergejala. Pada
varietas peka gejala dapat berkembang sampai ke arah pelepah tanaman
(BBPOPT 2007).
Banjarnahor (2010) mengemukakan bahwa bakteri Xoo menginfeksi daun
padi melalui hidatoda atau luka, pada pembibitan, gejala pertama tampak berupa
bercak-bercak kecil kebasahan pada pinggir daun. Bercak kemudian membesar,
daun menguning dan kering dengan cepat. Infeksi juga dapat terjadi mulai pada
fase persemaian sampai fase pembentukan anakan. Pada sumber infeksi dapat
berasal dari jerami yang telah terinfeksi, tunggul jerami, sisa tanaman yang
terinfeksi, benih dan gulma inang. Sel-sel bakteri membentuk butir-butir embun
pada pagi hari yang mengeras dan melekat pada permukaan, ada dua macam
gejala penyakit hawar daun bakteri yaitu gejala yang terjadi pada tanaman muda
kurang dari 30 hari setelah tanam disebut gejala kresek sedangkan gejala yang
timbul setelah tanaman mencapai stadia anakan sampai pemasakan disebut hawar
(blight). Kresek merupakan gejala yang paling merusak, sedangkan gejala yang
paling umum dijumpai adalah hawar. Bakteri ini terdapat dalam berkas-berkas
pembuluh, jika daun yang sakit dipotong dan diletakkan di dalam ruangan yang
lembab, dari berkas pembuluhnya akan mengalir lendir (Kadir et al. 2011).
Berdasarkan karakteristik fenotipik maupun genotipiknya, Xoo
dikelompokkan ke dalam strain (pathotype) maupun haplotype yang berbeda antar
geografi yang berbeda (Leach et al. 1990; George et al. 1996). Di Indonesia telah
dijumpai 11 kelompok strain Xoo dengan tingkat virulensi yang berbeda (Hifni et
al. 1996). Kadir et al. (2011) melaporkan terdapat 12 kelompok strain Xoo.
Sampai saat ini perbedaan antar strain Xoo belum dapat diketahui dengan jelas.
Munculnya strain baru memerlukan teknik diagnosis yang erat kaitannya dengan
deteksi dan identifikasi. Diagnosis penyakit bakteri biasanya dilakukan
berdasarkan kemunculan suatu gejala dan eksudat bakteri dari jaringan tanaman.
Identifikasi diperlukan terhadap patotipe bakteri, sehingga validitas patotipe dapat
dilanjutkan kepada uji kelompok strain yang telah diketahui.
Pengendalian hawar daun bakteri dapat dijadikan salah satu cara untuk
meningkatkan produktivitas padi. Pada saat ini upaya pengendalian terhadap hama
dan penyakit tanaman masih mengandalkan penggunaan pestisida sebagai upaya
pengendalian utama. Kenyataan menunjukkan bahwa upaya pengendalian secara
kimiawi bukan merupakan alternatif yang terbaik, karena sifat racun yang terdapat

9
dalam senyawa tersebut dapat meracuni manusia, ternak piaraan, serangga
penyerbuk, musuh alami, tanaman, serta lingkungan sehingga dapat menimbulkan
pengaruh negatif disamping itu penggunaan senyawa kimia yang berlebihan dan
terus menerus membuat hama dan penyakit menjadi resisten (Ismail et al. 2011)

3 METODE

Percobaan I Uji Daya Hasil Genotipe-Genotipe Harapan Padi Hibrida
Tempat dan Waktu Penelitian
Percobaan ini dilakukan pada bulan November 2013 sampai dengan bulan
Maret 2014. Penanaman bahan percobaan dilakukan di Kebun Percobaan (KP)
Muara dan sawah petani di Indramayu dengan luas lahan percobaan masingmasing 376 m2.
Bahan dan Alat
Bahan tanam yang digunakan dalam percoban ini adalah 17 genotipe hibrida
dan tiga varietas pembanding yang terdiri atas dua varietas padi unggul hibrida
nasional dan satu varietas padi inbrida (Tabel 1). Alat yang digunakan traktor,
cangkul, tali rafia, bambu, alat ukur serta alat tulis.
Tabel 1 Daftar genotipe-genotipe padi hibrida (A x R)
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Genotipe
25A/H3
29A/H1
29A/H2
29A/H11
29A/H12
29A/H13
29A/H16
29A/H19
97A/H4
97A/H6
97A/H20
BI485A/BPI (IR53942)
BI485A/BP4 (BP1028F)
BI485A/BP5 (BH25B-MR-2-2-B)
BI485A/BP7 (BP2274-3E-4-1)
BI485A/BP10 (CRS9:BP2278-2E 17-1)
BI639A/BP5(BH25B-MR-2-2-B)
Hipa 6 Jete
Maro
Ciherang

Sumber Sitoplasmik
Wild Abortive
Wild Abortive
Wild Abortive
Wild Abortive
Wild Abortive
Wild Abortive
Wild Abortive
Wild Abortive
Wild Abortive
Wild Abortive
Wild Abortive
Wild Abortive
Wild Abortive
Wild Abortive
Wild Abortive
Wild Abortive
Kalinga
Wild Abortive
Wild Abortive
-

10
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Kelompok Lengkap
Teracak (RKLT) dengan genotipe sebagai faktor tunggal dan terdiri atas 3
ulangan di tiap lokasi. Masing-masing ulangan terdiri atas 17 genotipe padi
hibrida dan 3 varietas pembanding. Unit percobaan ialah petak berukuran 2 m x 3
m. Model aditif linear yang digunakan untuk analisis per lokasi menurut Gomez
dan Gomez (1995) adalah :

Yij     i   j   ij

Keterangan :
i
: 1, 2, …, 20 dan j=1, 2,3
Yij
: Hasil pengamatan pada genotipe ke-i dan ulangan ke-j

: Rataan umum
: Pengaruh genotipe ke-i
i
j
: Pengaruh ulangan ke-j
ij
: Pengaruh galat percobaan pada genotipe ke-i dan ulangan ke-j yang
2
menyebar normal (0,  )
Model aditif linear untuk ragam gabungan yang digunakan antara genotipe
dan lingkungan menurut Gomez dan Gomez (1995) adalah sebagai berikut :

Yijk     j   k ( j )   i  ( )ij   ijk

Keterangan :
i
: 1, 2, …, 20 dan k=1, 2, 3
Yijk
: Hasil pengamatan genotipe ke-i, lokasi ke-j, dan ulangan ke-k

j
 k ( j)

: Rataan umum
: Pengaruh lokasi ke-j
: Pengaruh ulangan ke-k dalam lokasi ke-j

: Pengaruh genotipe ke-i
i
( ) ij : Pengaruh interaksi dari genotipe ke-i dengan lokasi ke-j
 ijk
: Pengaruh galat percobaan pada genotipe ke-i, lokasi ke-j dan ulangan
ke-k yang menyebar normal (0,   )
2

Pelaksanaan Penelitian
Pengolahan tanah dilakukan dua hingga tiga kali dengan kedalaman 10
cm - 20 cm menggunakan bajak singkal. Pada pengolahan tanah tahap pertama,
setelah tanah diolah dibiarkan selama satu minggu dengan digenangi air. Pada
pengolahan tahap kedua tanah dibajak dan digaru untuk melumpurkan dan
meratakan tanah. Petak percobaan dengan ukuran 2 m x 3 m sebanyak 60 petak
tiap lokasi, jarak tanam 25 cm x 25 cm sehingga jumlah baris 8 dan tanaman
dalam baris 12, total tanaman 96 rumpun per petak.
Persemaian benih hibrida menggunakan bak berisi tanah sawah kebutuhan
benih per lokasi adalah 10-15 g per genotipe. Penanaman dilakukan pada saat
bibit berumur 21 hari setelah semai, dengan sistem tanam pindah (transplanting).

11
Bibit ditanam dengan jarak tanam 25 cm x 25 cm pada kedalaman 2 cm,
sebanyak 1 bibit per lubang. Penyulaman tanaman dilakukan bersamaan pada
umur 2 MST dengan sistem sulam pindah. Pengendalian gulma dilakukan pada
saat tanaman berumur 2 –7 MST. Pengairan kedalaman air dalam petak setinggi
2-5 cm hingga tanaman berumur 10 HST. Pada fase keluar bunga sampai 10 hari
sebelum panen, lahan terus digenangi air setinggi 5 cm, selanjutnya lahan
dikeringkan untuk mempercepat dan meratakan pemasakan gabah dan
memudahkan panen.
Aplikasi pemupukan dilakukan sebanyak tiga kali. Pupuk yang digunakan
adalah Urea dengan dosis 200 kg/ha. SP36 150 kg/ha dan KCl 100 kg/ha
(Balitbang 2007). Kebutuhan pupuk dalam penelitian per lokasi yaitu: Urea 7.52
kg diberikan 3 kali dengan dosis 2.51 kg/lokasi pada saat tanam, 2.51 kg/ lokasi
pada 4 minggu setelah tanam, 2.51 kg/lokasi pada 7 minggu setelah tanam. Dosis
SP36 yaitu 5.64 kg/lokasi dan KCl 3.76 kg/lokasi, diberikan pada saat tanam
saja. Pemupukan dilakukan dengan cara menebar pupuk merata ke seluruh areal
tanam. Pada saat pemupukan dan 3 hari setelah pemupukan, saluran pemasukan
dan pembuangan air ditutup. Penyiangan gulma sesuai dengan kondisi gulma;
pengendalian hama dan penyakit disesuaikan pada tingkat serangan.
Pemanenan dilakukan menggunakan kriteria masak fisiologis yang
ditandai oleh malai yang berwarna kuning hingga mencapai 80% dalam satu plot.
.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan pada saat fase vegetatif dengan mengambil 5 tanaman
contoh dari setiap varietas pembanding dan genotipe yang diambil secara acak.
a. Karakter Kuantitatif
1. Tinggi tanaman (cm), diukur dari permukaan tanah sampai ujung malai,
pada saat tanaman menjelang panen
2. Jumlah anakan vegetatif (batang/rumpun), hitung dari jumlah anakan pada
saat fase vegetatif umur 8 minggu setelah tanam (MST) yang berasal dari
tanaman contoh
3. Jumlah anakan produktif (batang/rumpun), dihitung dari jumlah anakan
yang menghasilkan malai normal pada rumpun yang berasal dari 5
tanaman contoh, pengukuran dilakukan menjelang panen
4. Panjang malai (cm), diukur dari leher malai sampai ujung malai
pengukuran dilakukan saat panen
5. Umur berbunga (hari), dihitung mulai dari semai benih sampai populasi
tanaman berbunga ≥ 50% pada setiap petak
6. Umur panen (hari), dihitung mulai dari semai benih sampai gabah
berwarna kuning (masak) telah mencapai 80% dalam tiap petak
7. Jumlah gabah total per malai (butir), dihitung dari jumlah gabah dalam
tiap malai dari 5 tanaman contoh, jumlah gabah total per malai berasal dari
total gabah yang yang berisi maupun gabah hampa dalam tiap malai
8. Persen gabah isi per malai (%) dihitung dengan menggunakan rumus :
Jumlah gabah isi per malai
x 100 %
Jumlah gabah tot al per malai

12
9. Persen gabah hampa per malai (%), dihitung dengan rumus
Jumlah gabah hampa per malai
x 100 %
Jumlah gabah tot al per malai
10. Bobot 1000 biji (gram), ditimbang dari 1000 biji (gabah isi dari setiap
plot)
11. Hasil gabah (ton/ha) pada kadar air 14 %, dihitung menggunakan rumus :
Hasil gabah per petak =
1 ton
rumpun asli
10000 m 2
x
x bobot kering 14% x
2
1000 kg
jumlah rumpun yang dipanen
luas petak m
12. Skor terhadap gejala penyakit hawar daun bakteri (HDB) menggunakan
standar IRRI (2002) dilakukan di lokasi Indramayu dan Muara dengan
mengamati semua petak percobaan pada fase tanaman berbunga,
pengisiian biji hingga menjelang panen.
b. Karakter Kualitatif
1. Tipe daun bendera, tipe daun bendera diamati dengan mengamati tipe daun
bendera yang ada mendatar, miring atau tegak
2. Eksersi malai, diamati pada saat panen dengan mengamati tangkai malai
tertutup oleh daun bendera atau tidak
Analisis Data
Semua data pengamatan dianalisis menggunakan bantuan program SAS
9.0 untuk menghitung data yang diperoleh dianalisis dengan uji F dan uji lanjut
DMRT pada taraf 5% per lokasi dilakukan jika interaksi GxE nyata dan korelasi
ranking (Spearman) antar lokasi tidak nyata. Sidik ragam per lokasi disajikan pada
tabel 2.
Tabel 2 Sidik ragam analisis per lokasi.
Sumber
Keragaman

Derajat
Bebas

Ulangan (r)

r-1

Genotipe (G)

g-1

Galat
Total

(r-1) (g-1)
rg-1

(e)

Kuadrat
Tengah

Nilai Harapan
Kuadrat Tengah

Mr
Mg

  r g2

Me

 e2

2
e

F-Hitung
Mr / Me
Mg / M e
-

Sumber dari : Singh dan Chaudhary (1979)
Keterangan : R : Banyaknya ulangan, g : Banyaknya genotipe, r g2 : Ragam
ulangan,  e2 : Ragam galat,  g2 : Ragam genotipe.

13
Analisis Ragam Gabungan Antar Lokasi
Analisis ragam gabungan menggunakan model tetap (Tabel 3) dilakukan
untuk menganalisis dan komponen ragam pada karakter-karakter agronomi dan
daya hasil dari dua lokasi uji, dan selanjutnya digunakan untuk analisis genetik.
Uji F dilakukan dengan prosedur model tetap karena genotipe-genotipe yang diuji
adalah genotipe terpilih, dan kesimpulan yang diperoleh ditujukan untuk genotipegenotipe tersebut (tidak dilakukan ekstrapolasi).
Tabel 3 Sidik ragam analisis gabungan antar lokasi
Sumber
Keragaman
Lingkungan (E)

Derajat
Bebas
l -1
( r  1)l

Kuadrat
Tengah
Mr
r /l

Nilai Harapan
Kuadrat Tengah

g 1

g

 e2  r gl2  rl

Interaksi (GxE)

(l  1)( g  1)

 gl

 e2  r gl2

Galat
Total

l (r  1)( g  1)

Ulangan/lingkungan
Genotipe (G)

 e2

r l g-1

Sumber dari: Annicchiarico (2002)
Keterangan: r : Banyaknya ulangan, l : Banyaknya lokasi, g : Banyaknya genotipe,
 l2 : Ragam lokasi,  g2 : Ragam genotipe,  gl2 : Ragam interaksi,  e2 : Ragam
galat, M: musim.
Analisis Genetik
Analisis ini digunakan untuk menduga nilai komponen ragam, koefisien
keragaman dan repeatabilitas
Pendugaan Nilai Komponen Ragam
Nilai komponen ragam yang diperoleh adalah ragam genetik (  g2 ), ragam
lingkungan (  l2 ), ragam interaksi genotipe x lingkungan (  gl2 ) dan ragam fenotipe
(  p2 ). Analisis dilakukan berdasarkan pemisahan nilai harapan kuadrat tengah dan
hasil analisis gabungan (Tabel 3). Hasil analisis komponen ragam digunakan
untuk menduga nilai repeatabilitas arti luas dan koefisien keragaman. Pendugaan
ragam genetik, ragam lingkungan, ragam interaksi genotipe x lingkungan dan
ragam fenotipe (Annicchiarico 2002) adalah sebagai berikut:
M  M gl
a. Ragam genetik (G)
:  g2 = g
rl
2
b. Ragam lingkungan (L)
: e = Me

14

M gl  M e

c. Ragam interaksi (G x L)

:  gl2 =

d. Ragam fenotipe (P)

:  p2 =  g2 +

r

 e2
rl

+

 gl2
l

Koefisien Keragaman
Pendugaan koefisien keragaman genetik dan fenotipe dilakukan
menggunakan ragam dari analisis komponen ragam genetik dan fenotipe. Rumus
koefisien keragaman genetik (KKG) dan koefisien keragaman fenotipe (KKP)
(Sleper dan Poehlman 2006; Singh dan Chaudhary 1979) adalah sebagai berikut:
a. Koefisien keragaman genetik (KKG)

b. Koefisien keragaman fenotipe (KKP)
Keterangan :  g2 : Ragam genetik,  p2



=



2
g





x100 %

2
p

x100 %

: Ragam fenotipe,  : Rataan umum

Repeatabilitas
Nilai repeatabilitas dalam konteks ini equivalen dengan nilai heritabilitas
arti luas. Pendugaan repeatabilitas ( R ) dilakukan dengan membandingkan ragam
genetik (  g2 ) dan ragam fenotipe mean basis (  p2 ) (Singh dan Chaudhary 1979,
Annicchiarico 2002). Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

 g2
R 2 
p

 g2
 g2 

 e2
rl



2
 gl
l

Stanfield (1983) memberikan kriteria atas nilai heritabilitas dalam arti luas
sebagai berikut :
2
a. 0.50 < h < 1.00 : Tinggi
2
b. 0.20 ≤ h ≤ 0.50 : Sedang
2
c. h < 0.20
: Rendah
Percobaan II Uji Ketahanan Terhadap Penyakit Hawar Daun Bakteri
Waktu dan Tempat Penelitian
Percobaan ini dilakukan pada bulan Februari 2014 hingga Juni 2014 di
rumah kaca Kebun Percobaan Balai Besar Penelitian Padi (BB Padi), MuaraBogor, Jawa Barat.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 17 genotipe padi
hibrida dan tiga varietas pembanding sama seperti pada Percobaan 1, media
Wakimoto, patotipe patotipe IV dan VIII. Alat yang digunakan adalah autoclaf,
laminar air flow, timbangan digital, lampu bunsen, pipet tetes, gunting, batang
pengaduk, tabung reaksi dan ember plastik.

15

Metode Penelitian
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan
Kelompok Lengkap Teracak (RKLT). Dua faktor yaitu genotipe dan dua patotipe
(IV dan VIII) terdiri atas 3 ulangan. Unit percobaan terdiri atas satu ember per
patotipe sehingga terdapat 120 ember untuk penelitian ini.
Pelaksanaan Penelitiaan
Penanaman dilakukan pada pot yang berdiameter 40 dan tinggi 20 cm
dengan cara pindah tanam. Benih dikecambahkan terlebih dahulu selama tiga hari
kemudian ditanam pada pot sebanyak empat bibit untuk setiap potnya.
Selanjutnya tanaman dipelihara sesuai standar pemeliharaan tanaman padi.
Perbanyakan patotipe bakteri patotipe IV dan VIII menggunakan media
Wakimoto dilakukan pada tabung kaca, setelah 48 jam, patotipe dipanen.
Suspensi konidia dibuat dengan cara menambahkan 10 ml air steril yang sudah
mengandung Tween 20 dan digosok sehingga didapatkan suspensi konidia Xoo.
Konidia yang digunakan untuk menginfeksi tanaman 108 cfu (Suparyono et al.
2004). Patotipe bakteri Xoo yang diuji, diinokulasikan dengan metode gunting
yang telah dicelupkan ke dalam bakteri patotipe IV dan VIII. Setiap genotipe
terdiri atas tiga rumpun tanaman yang diuji. Inokulasi dilakukan dengan
mengunting setiap lima helai daun pada tanaman berumur 55-60 hari. Reaksi
ketahanan genotipe dikelompokkan berdasarkan keparahan penyakit
menggunakan skala sesuai kriteria IRRI pada Standard Evaluation System for
Rice (IRRI 2002) (Tabel 4).
Tabel 4 Kriteria penilaian ketahanan terhadap hawar daun bakteri Xanthomonas
Oryzae pv.Oryzae (IRRI 2002)
Skala
0
1
3
5
7
9

Gejala Serangan
Tidak ada gejala
Keparahan 1-6%
Keparahan > 6-12%
Keparahan > 12-25%
Keparahan > 25-50%
Keparahan > 50-100%

Tingkat ketahanan
Sangat Tahan (ST)
Tahan (T)
Agak Tahan (AT)
Agak Rentan (AR)
Rentan (R)
Sangat Rentan (SR)

16

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

I Uji Daya Hasil Genotipe-Genotipe Harapan Padi Hibrida
Pelaksanaan penelitian dilakukan pada dua lokasi yaitu lokasi Indramayu
dan kebun percobaan Muara Bogor. Penelitian pada dua lokasi secara umum
berjalan cukup baik. Kondisi dalam penelitian ini berbeda untuk tiap lokasi.
Lokasi Indramayu memiliki keterbatasan air karena tergantung pada air hujan.
Lokasi KP Muara merupakan daerah endemik hawar daun bakteri memiliki
ketersediaan air sangat memadai karena ada jaringan irigasi.
Daya tumbuh dari beberapa genotipe kurang dari 50% sehingga dilakukan
penyulaman 2 minggu setelah tanam sebanyak 1