Sistem inferensi fuzzy menggunakan metode Sugeno, memiliki karakteristik yaitu konsekuen tidak merupakan himpunan fuzzy, namun merupakan suatu persamaan linear dengan variabel-
variabel sesuai dengan variabel-variabel inputnya. Metode ini diperkenalkan oleh Takagi Sugeno Kang pada tahun 1985.
Ada 2 model untuk sistem inferensi fuzzy dengan menggunakan metode TSK, yaitu model TSK orde-0 dan model TSK orde-1.
Secara umum bentuk model fuzzy sugeno orde-0 adalah: Cox, 1994 dalam Kusumadewi sri, 2010:
IF X1 is A1°X2 is A2° X3 is A3° ...... XN is AN THEN z = k. Dengan Ai adalah himpunan fuzzy ke-i sebagai anteseden, ° adalah operator fuzzy seperti
AND atau OR, dan k adalah suatu konstanta tegas sebagai konsekuen Secara umum bentuk model fuzzy Sugeno orde-1 adalah Cox, 1994 dalam Kusumadewi sri,
2010: IF x1 is A1°... °XN is AN THEN z = p1
x1 +...+pN
xN + q Dengan Ai adalah himpunan fuzzy ke-i sebagai anteseden, ° adalah operator fuzzy seperti
AND atau OR, pi adalah suatu konstanta tegas ke-i dan q juga merupakan konstanta dalam konsekuen.
Proses agregasi dan defuzzy untuk mendapatkan nilai tegas sebagai output untuk M aturan fuzzy juga dilakukan dengan menggunakan rata-rata terbobot, yaitu: Cox, 1994 dalam
Kusumadewi, sri 2010 ∑
∑
2.9. Penilaian Kinerja Lembaga Kursus dan Pelatihan
Universitas Sumatera Utara
Penilaian kinerja memegang peranan yang penting bagi suatu lembagainstansi untuk menjalankan fungsi di lembaganya sehingga tercapainya kinerja lembaga secara keseluruhan.
Sering terjadi, penilaian dilakukan tidak tepat, ketidaktepatan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Beberapa faktor yang menyebabkan ketidaktepatan penilaian kinerja diantaranya adalah
ketidakjelasan makna kinerja yang diimplementasikan, sehingga tidak diperoleh kinerja yang diharapkan, ketidakakuratan instrumen penilaian kinerja, dan ketidakpedulian pimpinan
organisasi dalam pengelolaan kinerja. Kinerja dilihat dari baik-tidaknya aktivitas tertentu untuk mendapatkan hasil yang diinginkan Williams,2002.
Pengertian kinerja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah merupakan kata benda
n yang artinya: 1 Sesuatu yang dicapai, 2 Prestasi yang diperlihatkan, 3 Kemampuan kerja
peralatan, sedangkan penilaian kinerja menurut Mulyadi 1997, hal 419 adalah penentuan
secara periodik efektifitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang ditetapkan sebelumnya. Karena organisasi pada
dasarnya dijalankan oleh manusia maka penilaian kinerja sesungguhnya merupakan penilaian atas prilaku manusia dalam melaksanakan peran yang mereka mainkan dalam organisasi. Dalam
melihat organisasi perusahaan dapat diketahui besarnya tanggungjawab manajer yang diwujudkan dalam bentuk prestasi kerja. Namun demikian mengatur besarnya tanggungjawab
sekaligus mengukur prestasi tidaklah mudah sebab ada yang dapat diukur dengan mudah mudah dan ada pula yang sulit untuk diukur. Sedangkan tujuan penilaian kinerja Mulyadi,1997 adalah:
“Untuk memotivasi karyawan dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar prilaku yang telah ditetapkan sebelumnya agar membuahkan tindakan dan hasil yang
diinginkan. Standar prilaku dapat berupa kebijakan manajemen atau rencana formal yang dituangkan dalam anggaran.”
Penilaian kinerja dilakukan untuk menekan prilaku yang tidak semestinya dan untuk merangsang dan menegakkan prilaku yang semestinya diinginkan melalui umpan balik hasil
kinerja dan waktu serta penghargaan baik yang bersifat instrinsik maupun ekstrinsik.
Universitas Sumatera Utara
Salah satu sarana manajemen paling penting yang harus dibebankan agar tujuan organisasi dapat tercapai adalah faktor manusia. Tanpa manusia yang berkualitas, betapapun canggihnya
sistem yang dirancang, tujuan organisasi mungkin hanya sekedar angan-angan saja. Disamping sarana, prinsip-prinsip organisasi harus pula dipenuhi seperti adanya pembagian tugas yang adil,
pendelegasian tugas, rentang kekuasaan, tingkat pengawasan yang cukup, kesatuan perintah dan tanggungjawab serta koordinasi masing-masing unit merupakan suatu hal yang harus menerus
disempurnakan. Untuk itu penilaian kinerja dimanfaatkan oleh manajemen untuk hal-hal sebagai berikut:
1. Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efesian melalui pemotivasian karyawan secara maksimum
2. Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan seperti promosi, transfer dan pemberitahuan
3. Mengidentifikasi kebutuhan dan pelatihan dan pengembangan karyawan dan untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan karyawan
4. Menyediakan umpan balik kerja bagi karyawan mengenai bagaimana atasan mereka menilai kinerja mereka
5. Menyediakan suatu dasar bagi distribusi penghargaan Menurut Cascio 2003: 336-337, kriteria sistem pengukuran kinerja adalah sebagai berikut:
1. Relevan relevance. Relevan mempunyai makna 1 terdapat kaitan yang erat antara standar untuk pekerjaan tertentu dengan tujuan organisasi, dan 2 terdapat keterkaitan
yang jelas antara elemen-elemen kritis suatu pekerjaan yang telah diidentifikasi melalui analisis jabatan dengan dimensi-dimensi yang akan dinilai dalam form penilaian
2. Sensitivitas sensitivity. Sensitivitas berarti adanya kemampuan sistem penilaian kinerja dalam membedakan Sumber Daya Manusia SDM yang efektif dan SDM yang tidak
efektif
Universitas Sumatera Utara
3. Reliabilitas reliability. Reliabilitas dalam konteks ini berarti konsistensi penilaian. Dengan kata lain sekalipun instrumen tersebut digunakan oleh dua orang yang berbeda
dalam menilai SDM, hasil penilaiannya akan cenderung sama 4. Akseptabilitas acceptability. Akseptabilitas berarti bahwa pengukuran kinerja yang
dirancang dapat diterima oleh pihak-pihak yang menggunakannya 5. Praktis practicality. Praktis berarti bahwa instrumen penilaian yang disepakati mudah
dimengerti oleh pihak-pihak yang terkait dalam proses penilaiaan tersebut. Pendapat senada dikemukakan oleh Mondy and Noe 1990, bahwa kriteria sistem
pengukuran kinerja yang efektif terdiri dari beberapa aspek sebagai berikut: 1. Mempunyai keterkaitan yang strategis strategic congruence. Suatu pengukuran kinerja
dikatakan mempunyai keterkaitan yang strategis jika sistem pengukuran kinerjanya menggambarkan atau berkaitan dengan tujuan-tujuan organisasi. Sebagai contoh, jika
organisasi tersebut menekankan pada pentingnya pelayanan pada pelanggan, maka pengukuran kinerja yang digunakan harus mampu menilai seberapa jauh pegawai
melakukan pelayanan terhadap pelanggannya. 2. Validitas validity. Suatu pengukuran kinerja dikatakan valid apabila hanya mengukur
dan menilai aspek-aspek yang relevan dengan kinerja yang diharapkan. 3. Reliabilitas reliability. Reliabilitas berkaitan dengan konsistensi pengukuran kinerja
yang digunakan. Salah satu cara untuk menilai reliabilitas suatu pengukuran kinerja adalah dengan membandingkan dua penilai yang menilai kinerja seorang pegawai. Jika
nilai kedua penilai tersebut relatif sama, maka dapat dikatakan bahwa instrumen tersebut reliabel.
4. Akseptabilitas acceptability. Akseptabilitas berarti bahwa pengukuran kinerja yang dirancang dapat diterima oleh pihak-pihak yang menggunakannya. Hal ini menjadi suatu
perhatian serius mengingat sekalipun suatu pengukuran kinerja bvalid dan reliabel, akan tetapi cukup banyak menghabiskan waktu si penilai, sehingga si penilai tidak nyaman
menggunakannya
Universitas Sumatera Utara
5. Spesifisitas specificity. Spesifisitas adalah batasan-batasan dimana pengukuran kinerja yang diharapkan disampaikan kepada para pegawai sehingga para pegawai memahami
apa yang diharapkan dari mereka dan bagaimana cara untuk mencapai kinerja tersebut. Spesifisitas berkaitan erat dengan tujuan strategis dan tujuan pengembangan manajemen
kinerja. Diharapkan seluruh pihak yang terkait di lembagainstansi harus dapat saling bekerjasama
untuk diperolehnya penilaian kinerja yang baik, dengan memahami aspek-aspek yang akan dijadikan penilaian kinerja.
2.10. Penelitian yang terkait