Proporsi Responden Penelitian terhadap Jenis Kelamin, Usia dan Faktor

responden yang mengalami hipertensi mendekati angka 100 selisih 10 angka. Hal ini menandakan bahwa responden penelitian yang mengalami hipertensi lebih banyak dari yang dikemukakan pada The Rules of Halves. Responden yang sadar hipertensi sebanyak 65 orang. Jika dikaitkan dengan The Rule of Halves, dari jumlah populasi sebanyak 200 orang, orang yang mengalami hipertensi berjumlah 100 orang, dan orang yang sadar hipertensi berjumlah 50 orang. Pada data penelitian, jumlah responden yang sadar hipertensi adalah 65, namun dengan nilai yang cukup mendekati angka 50 selisih 15 angka. Responden sadar hipertensi pada penelitian memiliki jumlah yang lebih banyak dibandingkan jumlah pada The Rules of Halves . Hal ini menandakan bahwa hasil penelitian lebih baik daripada yang dikemukakan pada The Rule of Halves. Responden yang melakukan terapi hipertensi sebanyak 63 orang. Jika dikaitkan dengan The Rule of Halves, dari jumlah populasi sebanyak 200 orang, orang yang mengalami hipertensi berjumlah 100 orang, orang yang sadar hipertensi berjumlah 50 orang, dan orang yang melakukan terapi sebanyak 25 orang. Pada data penelitian, jumlah responden yang melakukan terapi hipertensi adalah 63 orang. Nilai ini cukup jauh dari angka 25 selisih 38 angka. Angka yang cukup jauh ini menandakan bahwa hasil penelitian lebih baik daripada yang dikemukakan pada The Rules of Halves.

1. Proporsi Responden Penelitian terhadap Jenis Kelamin, Usia dan Faktor

Risiko Kesehatan di Dukuh Blambangan, Sleman, Yogyakarta Pada tabel berikut, masing-masing variabel dibagi dalam dua kategori untuk analisis selanjutnya. Dari dua kategorisasi ini, didapatkan nilai proporsi untuk setiap variabel. Berikut tabel proporsi responden hipertensi terhadap jenis kelamin, usia, dan faktor risiko kesehatan terkait prevalensi hipertensi di Dukuh Blambangan, Sleman, Yogyakarta. Tabel VI. Proporsi Responden Hipertensi terhadap Jenis Kelamin, Usia, dan Faktor Risiko Kesehatan Terkait Prevalensi Hipertensi di Dukuh Blambangan, Sleman, Yogyakarta Variabel Jumlah n Responden Hipertensi 110 55 Jenis Kelamin o Laki-laki 50 45,5 o Perempuan 60 54,5 Usia tahun o 50 34 30,9 o ≥50 76 69,1 BMI kgm 2 o ≤25 83 75,5 o 25 27 24,5 Melakukan Aktivitas Fisik o Ya 71 64,5 o Tidak 39 35,5 Menjaga Pola Makan o Ya 59 53,6 o Tidak 51 46,4 Tanpa Merokok o Ya 83 75,5 o Tidak 27 24,5 Tanpa Riwayat Penyakit Penyerta o Ya 100 90,9 o Tidak 10 9,1 Berdasarkan data di atas, prevalensi laki-laki sebesar 45,5 50 orang dan perempuan 54,5 60 orang. Terkait jenis kelamin, laki-laki lebih berisiko terkena hipertensi dibandingkan dengan perempuan sebelum menopause, namun setelah menopause perempuan juga dapat berisiko terkena hipertensi terkait defisiensi hormon estrogen. Pada masa sebelum menopause, perempuan terlindung dari penyakit kardiovaskuler karena adanya proteksi berupa hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan HDL. Kadar HDL yang tinggi dapat mencegah terjadinya aterosklerosis yang dapat memacu tekanan darah tinggi. Umumnya perempuan usia 45-55 tahun mengalami pre-menopause yang ditandai dengan penurunan kadar hormon estrogen dalam tubuh. Pada tabel di atas, prevalensi responden perempuan yang mengalami hipertensi 54,5 lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki 45,5. Hal ini dapat dimungkinkan pula karena usia lanjut dari responden penelitian terkait sifat protektif estrogen untuk mencegah aterosklerosis sehingga dimungkinkan prevalensi perempuan yang mengalami hipertensi lebih tinggi dibandingkan laki-laki yang mengalami hipertensi. Prevalensi usia 50 tahun sebesar 30,9 34 orang dan ≥ 50 tahun sebesar 69,1 76 orang. Semakin bertambah usia, seseorang berisiko terkena hipertensi. Hal ini sejalan dengan prevalensi di atas. Pada kelompok usia 31-55 tahun, penyakit hipertensi paling banyak dialami. Pada umumnya kejadian hipertensi cenderung meningkat pada usia paruh baya, khususnya usia lebih dari 40 tahun, bahkan pada usia lebih dari 60 tahun. Pada usia 45 tahun ke atas, terjadi penebalan pada dinding arteri akibat adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot. Penebalan ini mengakibatkan pembuluh darah menyempit dan menjadi kaku. Selain itu, usia yang bertambah juga menyebabkan peningkatan resistensi perifer dan aktivitas simpatik. Selain itu, umumnya usia 45-55 tahun wanita mengalami pre-menopause yang ditandai dengan penurunan kadar hormon estrogen dalam tubuh. Estrogen ini berfungsi juga sebagai protektor terhadap kejadian aterosklerosis. Pada percobaan yang dilakukan oleh Oktora 2005, sebesar 50-60 pasien hipertensi berusia lebih dari 60 tahun memiliki tekanan darah lebih besar atau sama dengan 14090 mmHg. Hal ini dikarenakan pula pengaruh degenerasi yang terjadi pada orang yang bertambah usia. Prevalensi BMI ≤ 25 kgm 2 sebesar 75,5 83 orang dan BMI 25 kgm 2 sebesar 24,5 27 orang. Menurut Cortas et al. 2008, status gizi normal sesuai standar internasional adalah 25 kgm 2 dan BMI 30 masuk dalam kategori obesitas. Pada prevalensi di atas, responden yang memiliki BMI ≤ 25 kgm 2 lebih banyak dibanding responden dengan BMI 25 kgm 2 . Hal ini tidak sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa obesitas menjadi faktor risiko terjadinya hipertensi, namun hal ini dapat dimungkinkan bahwa penyebab terjadinya hipertensi dapat beragama. Hal tersebut dapat pula merupakan dampak dari berbagai faktor penyebab yang mungkin menyebabkan hipertensi. Prevalensi responden yang melakukan aktivitas fisik sebesar 64,5 71 orang dan responden yang tidak melakukan aktivitas fisik sebesar 35,5 39 orang. Menurut Suyono dan Slamet 2001, olahraga teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah. Menurut Sheps 2005 dalam Aris 2007, orang yang tidak aktif cenderung mempunyai frekuensi jantung yang lebih tinggi. Makin keras dan sering otot jantung memompa, makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri. Teori- teori di atas tidak sejalan dengan prevalensi di atas. Sesuai teori, prevalensi responden yang melakukan aktivitas fisik lebih kecil daripada prevalensi responden yang tidak melakukan aktivitas fisik, namun pada data penelitian dihasilkan prevalensi yang sebaliknya. Hal ini dapat dimungkinkan karena penyebab hipertensi pada responden penelitian dipengaruhi faktor lain selain faktor aktivitas fisik, seperti riwayat hipertensi dari keluarga dan pola makan. Prevalensi responden yang menjaga pola makan sebesar 53,6 59 orang dan responden yang tidak menjaga pola makan sebesar 46,4 51 orang. Menurut Almatsier 2003, konsumsi buah-buahan dalam porsi yang memadai merupakan sumber asupan antioksidan bagi tubuh yang berfungsi menangkap radikal bebas dan mencegah kerusakan pada pembuluh darah. Selain itu, konsumsi pangan tinggi lemak dapat meningkatkan risiko terjadinya penyumbatan pembuluh darah aterosklerosis. Prevalensi dari data di atas menunjukkan bahwa responden yang menjaga pola makan lebih besar daripada responden yang tidak menjaga pola makan. Hal ini menandakan prevalensi pada faktor pola makan tidak selaras dengan teori. Penyebab ketidaklarasan ini dapat dimungkinkan karena berbagai faktor lain yang dibahas di penelitian ini atau faktor lain yang tidak diteliti peneliti pada penelitian ini. Prevalensi responden yang merokok sebesar 24,5 27 orang dan responden yang tidak merokok sebesar 75,5 83 orang. Kandungan nikotin dan karbondioksida yang terkandung pada rokok dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah dan dapat mengurangi elastisitas pembuluh darah. Menurut Khomsan 1996, merokok dapat meningkatkan kadar LDL dan menurunkan kadar HDL. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya hipertensi. Pada prevalensi di atas, hasil tidak selaras dengan teori. Responden yang merokok memiliki prevalensi yang lebih kecil dibanding responden yang tidak merokok. Hal ini dapat dimungkinkan adanya faktor penyebab lain yang memicu peningkatan tekanan darah. Prevalensi responden yang memiliki riwayat penyakit penyerta terkait kardiovaskuler sebesar 9,1 11 orang dan responden yang tidak memiliki riwayat penyakit penyerta terkait kardiovaskuler sebesar 90,9 100 orang. Menurut Krummer 2004, penyakit penyerta yang sering muncul pada keadaan hipertensi adalah sindrom metabolik, yaitu DM, dislipidemia, dan obesitas. Menurut Ganong 1998, kondisi fisiologis yang menyebabkan hipertensi antara lain adalah aterosklerosis, bertambahnya jumlah darah yang dipompa ke jantung, penyakit ginjal, kelenjar adrenal, dan sistem saraf simpatis. Pada data di atas, prevalensi responden yang memiliki riwayat penyakit penyerta sangat kecil dibanding yang tidak memiliki riwayat penyakit penyerta. Hal ini dimungkinkan bahwa hipertensi pada responden penelitian disebabkan oleh faktor lainnya. Berikut tabel proporsi responden sadar hipertensi terhadap jenis kelamin, usia, dan faktor risiko kesehatan terkait prevalensi hipertensi di Dukuh Blambangan, Sleman, Yogyakarta. Tabel VII. Proporsi Responden Sadar Hipertensi terhadap Jenis Kelamin, Usia, dan Faktor Risiko Kesehatan Terkait Prevalensi Hipertensi di Dukuh Blambangan, Sleman, Yogyakarta Variabel Jumlah n Responden Sadar Hipertensi 65 32,5 Jenis Kelamin o Laki-laki 23 35,4 o Perempuan 42 64,6 Usia tahun o 50 19 29,2 o ≥50 46 70,8 BMI kgm 2 o ≤25 48 73,8 o 25 17 26,2 Melakukan Aktivitas Fisik o Ya 39 60 o Tidak 26 40 Menjaga Pola Makan o Ya 32 49,2 o Tidak 33 50,8 Tanpa Merokok o Ya 56 86,2 o Tidak 9 13,8 Tanpa Riwayat Penyakit Penyerta o Ya 55 84,6 o Tidak 10 15,4 Berdasarkan data di atas, prevalensi laki-laki sebesar 35,4 23 orang dan perempuan 64,6 42 orang. Umumnya di Dukuh Blambangan, perempuan lebih sering melakukan pengecekan tekanan darah di posyandu atau bidan dibandingkan responden laki-laki sehingga hal ini memungkinkan perempuan lebih sadar hipertensi. Prevalensi usia 50 tahun sebesar 29,2 19 orang dan ≥50 tahun sebesar 70,8 46 orang. Usia 50 tahun ke atas umumnya mengalami berbagai gangguan kesehatan,. Hal ini menyebabkan pada usia tersebut lebih banyak yang terdeteksi tekanan darahnya pada saat pemeriksaan kesehatan di pelayanan kesehatan dibanding yang berumur dibawahnya. Prevalensi BMI ≤ 25 sebesar 73,8 48 orang dan BMI 25 sebesar 26,2 17 orang. Di Dukuh Blambangan, responden penelitian umumnya jarang melakukan pemeriksaan tekanan darah. Pemeriksaan dilakukan hanya jika mengalami sakit pada tubuh. Orang dengan BMI ≤ 25 cenderung lebih aktif melakukan pemerikasaan tekanan darah dibanding orang dengan BMI 25. Hal ini menyebabkan orang dengan BMI ≤ 25 lebih banyak yang sadar hipertensi dibandingkan orang dengan BMI 25. Prevalensi responden yang melakukan aktivitas fisik sebesar 60 39 orang dan responden yang tidak melakukan aktivitas fisik sebesar 40 26 orang. Sebagian besar responden penelitian biasanya bekerja seharian dengan aktivitas atau pekerjaan yang aktif. Hal inilah yang dimungkinkan bagi mereka untuk melakukan pengecekan tekanan darah guna memastikan nilai tekanan darahnya. Prevalensi responden yang menjaga pola makan sebesar 49,2 32 orang dan responden yang tidak menjaga pola makan sebesar 50,8 33 orang. Hasil sebesar 50,8 ini dimungkinkan bahwa responden belum mengetahui bahwa dirinya memiliki tekanan darah tinggi atau belum adanya kesadaran bahwa pola makan tidak sehat berisiko meningkatkan tekanan darah. Prevalensi responden yang merokok sebesar 13,8 9 orang dan responden yang tidak merokok sebesar 86,2 56 orang. Hasil ini dapat dimungkinkan karena jumlah responden penelitian yang sebagian besar 71,5 yang bukan perokok aktif. Responden yang tidak merokok lebih tinggi pervalensinya terkait kesadaran akan hipertensi dibanding yang merokok. Faktor lain yang dapat memungkinkan hasil ini adalah kemauan dari dalam diri untuk melakukan pengecekan tekanan darah. Walaupun seseorang mengetahui bahwa merokok berbahaya bagi kesehatan, namun untuk menimbulkan kesadaran melakukan pengecekan kesehatan, dalam hal ini pengecekan tekanan darah, tidak dapat dipastikan. Prevalensi responden yang memiliki riwayat penyakit penyerta terkait kardiovaskuler sebesar 15,4 10 orang dan responden yang tidak memiliki riwayat penyakit penyerta terkait kardiovaskuler sebesar 84,6 55 orang. Orang dengan riwayat penyakit penyerta dapat mengetahui nilai tekanan darahnya karena pada saat melakukan pengecekan kesehatan, pelayan kesehatan akan melakukan pengecekan tekanan darah sehingga seharusnya prevalensi responden yang memiliki riwayat penyakit penyerta lebih tinggi. Hasil ini dimungkinkan karena prevalensi responden penelitian yang sebagian besar 94,5 tidak memiliki riwayat penyakit penyerta yang berhubungan dengan kardiovaskuler sehingga hasil yang didapatkan bahwa hanya 15,4 responden yang sadar hipertensi. Berikut tabel proporsi responden yang melakukan terapi hipertensi terhadap jenis kelamin, usia, dan faktor risiko kesehatan terkait prevalensi hipertensi di Dukuh Blambangan, Sleman, Yogyakarta. Tabel VIII. Proporsi Responden yang Melakukan Terapi Hipertensi terhadap Jenis Kelamin, Usia, dan Faktor Risiko Kesehatan Terkait Prevalensi Hipertensi di Dukuh Blambangan, Sleman, Yogyakarta Variabel Jumlah n Responden yang Melakukan Terapi Hipertensi 63 31,5 Jenis Kelamin o Laki-laki 21 33,3 o Perempuan 42 66,7 Usia tahun o 50 18 28,6 o ≥50 45 71,4 BMI kgm 2 o ≤25 46 73 o 25 17 27 Melakukan Aktivitas Fisik o Ya 37 58,7 o Tidak 26 41,3 Menjaga Pola Makan o Ya 31 49,2 o Tidak 32 50,8 Tanpa Merokok o Ya 56 88,9 o Tidak 7 11,1 Tanpa Riwayat Penyakit Penyerta o Ya 53 84,1 o Tidak 10 15,9 Berdasarkan data di atas, prevalensi laki-laki sebesar 33,3 21 orang dan perempuan 66,7 42 orang. Hal ini dimungkinkan karena perempuan lebih sering melakukan pengecekan tekanan darah ke pelayanan kesehatan dibandingkan laki-laki. Jika responden memiliki tekanan darah tinggi, maka dimungkinkan bahwa responden akan mencari tahu penyebab atau sekadar menggali informasi dari pelayan kesehatan. Hal inilah yang kemudian dimungkinkan dapat meningkatkan motivasi responden dalam melakukan terapi hipertensi. Prevalensi usia 50 tahun sebesar 28,6 18 orang dan ≥ 50 tahun sebesar 71,4 45 orang. Responden berusia 50 tahun ke atas diberi terapi hipertensi karena bersamaan dengan pemeriksaan kesehatan lainnya. Selain itu, jika dikaitkan dengan data responden sadar hipertensi, hanya 29,2 responden dengan usia 50 yang sadar hipertensi sehingga hasil di atas sinkron dengan kesadaran responden terhadap pelaksanaan terapi hipertensi. Prevalensi BMI ≤ 25 sebesar 73 46 orang dan BMI 25 sebesar 27 17 orang. Hasil ini belum dapat dipastikan secara pasti alasannya, namun hal ini dapat dimungkinkan karena responden dengan BMI ≤ 25, lebih menyadari pentingnya menjaga tekanan darah normal dibanding responden dengan BMI 25. Prevalensi responden yang melakukan aktivitas fisik sebesar 58,7 37 orang dan responden yang tidak melakukan aktivitas fisik sebesar 41,3 26 orang. Hal ini dimungkinkan karena responden yang melakukan aktivitas fisik memiliki kesadaran yang lebih tinggi untuk menjaga tekanan darah normal dibandingkan yang tidak melakukan aktivitas fisik. Poin khas yang dimiliki responden yang melakukan aktivitas fisik adalah kesadaran menjaga kesehatan diri yang dibuktikan dengan rutinitas dalam beraktivitas secara aktif. Prevalensi responden yang menjaga pola makan sebesar 49,2 31 orang dan responden yang tidak menjaga pola makan sebesar 50,8 32 orang. Hal ini dapat dimungkinkan karena responden yang mengetahui dirinya tidak menjaga pola makan, memiliki kesadaran bahwa kebiasaan tersebut berisiko menimbulkan penyakit, dalam hal ini tekanan darah tinggi sehingga responden terpacu untuk melakukan terapi untuk mengatasi hipertensi. Prevalensi responden yang merokok sebesar 11,1 7 orang dan responden yang tidak merokok sebesar 88,9 56 orang. Hal ini juga dapat dipicu karena jumlah responden yang sadar hipertensi hanya 13,8 untuk responden yang merokok sehingga pada data di atas responden yang melakukan terapi lebih banyak dilakukan oleh responden yang tidak merokok. Prevalensi responden yang memiliki riwayat penyakit penyerta terkait kardiovaskuler sebesar 15,9 10 orang dan responden yang tidak memiliki riwayat penyakit penyerta terkait kardiovaskuler sebesar 84,1 53 orang. Hal ini selain karena pengaruh data responden sadar hipertensi yang kecil 15,4 untuk responden yang memiliki riwayat penyakit penyerta, juga dapat dikarenakan bahwa dalam melakukan terapi hipertensi ada faktor penyebab lain yang belum dapat dipastikan secara jelas dan membutuhkan penelitian lebih lanjut.

2. Hubungan Tekanan Darah terhadap Jenis Kelamin, Usia, dan Faktor

Dokumen yang terkait

Prevalensi, kesadaran dan terapi responden hipertensi berdasarkan faktor risiko kesehatan di Dukuh Krodan, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta (kajian faktor risiko kesehatan).

0 9 79

Prevalensi, kesadaran dan terapi responden hipertensi di Dukuh Krodan, Maguwoharjo, Sleman, Yogyakarta : kajian faktor sosio-ekonomi.

0 1 86

Prevalensi, kesadaran, dan terapi responden hipertensi berdasarkan kajian faktor risiko kesehatan di Padukuhan Kadirojo II, Purwomartani, Kalasan, Sleman, Yogyakarta.

0 1 81

Prevalensi, kesadaran, dan terapi responden hipertensi berdasarkan kajian faktor risiko kesehatan di Dukuh Sambisari, Sleman, Yogyakarta.

0 2 87

Prevalensi, kesadaran, dan terapi responden hipertensi di Dukuh Jragung, Jogotirto, Berbah, Kabupaten Sleman, Yogyakarta : kajian faktor sosio-ekonomi.

0 1 84

Prevalensi, kesadaran, dan terapi responden hipertensi di Dukuh Sambisari, Sleman, Yogyakarta : kajian faktor sosio-ekonomi.

0 2 85

Prevalensi, kesadaran, dan terapi responden hipertensi berdasarkan kajian faktor sosio-ekonomi di Dukuh Blambangan, Jogotirto, Berbah, Sleman, Yogyakarta.

0 0 79

Prevalensi, kesadaran, dan terapi responden hipertensi di Dukuh Jragung, Jogotirto, Berbah, Sleman, Yogyakarta : kajian faktor risiko kesehatan.

0 2 109

Prevalensi, kesadaran, dan terapi responden hipertensi di Dukuh Sembir, Madurejo, Prambanan, Sleman, Yogyakarta : kajian faktor risiko kesehatan.

0 1 95

Prevalensi, kesadaran, dan terapi responden hipertensi di Dukuh Sembir, Madurejo, Prambanan, Sleman, Yogyakarta kajian faktor risiko kesehatan

0 11 93