Nine Months yang Komersil

87 Agar pembahasan dalam bab ini lebih terstruktur, maka bab ini akan dibagi menjadi tiga sub-bab. Sub-bab pertama akan menjelaskan bagaimana fotografi bisa menjadi pembentuk realitas yang maskulin. Penjelasan ini akan dilakukan dengan menganalisis pameran foto Nine Months. Sub-bab kedua akan menjelaskan bagaimana tubuh perempuan diartikulasi dalam sebuah karya fotografi. Penjelasannya juga akan dilakukan lewat analisis karya foto Nine Months . Dan pada sub-bab ketiga akan dibahas tentang konsumsi gambar berlebihan yang akhirnya menciptakan kecanduan serta sampah visual yang „dipaksakan‟ untuk diberi makna. A. FOTOGRAFI SEBAGAI PEMBENTUK REALITAS YANG MASKULIN Sub bab ini akan membicarakan bagaimana medium fotografi menjadi pembentuk realitas yang maskulin. Pembicaraan ini akan dilakukan dengan membedah pameran foto Nine Months.

1. Nine Months yang Komersil

Mengunjungi pameran Nine Months seperti melihat jejeran tubuh perempuan hamil yang sedang dijajakan. Apalagi ruang pamernya adalah sebuah ruang komersil tempat berbagai macam hal diperjual-belikan. Sebuah mal. Konsep pameran semacam ini belum banyak dilakukan di Indonesia, khususnya Jakarta. Pameran foto biasanya dilakukan di ruang-ruang khusus yang memang diciptakan untuk memamerkan karya visual. Inilah yang menurut saya, membuat pameran ini begitu menarik untuk dikunjungi serta ditelaah. Selain itu isi dari pameran ini juga tidak biasa. Ketika itu, belum banyak tubuh-tubuh hamil membuncit, dipamerkan secara terbuka di ruang publik yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 88 pengunjungnya bisa siapa saja dari kalangan manapun. Dalam pameran ini, sejumlah perempuan yang sedang hamil di usia sembilan bulan, dengan amat percaya diri menampilkan perut-perut mereka. Perut-perut membuncit dan dipenuhi dengan gurat-gurat itu dipajang secara terang-terangan menggunakan bingkai luar biasa besar. Siapapun yang melewati frame-frame itu pasti melihat wajah-wajah perempuan itu. Perut-perut yang tidak lagi rata itu pun benar-benar terlihat. Di mal, atau pasar, perhatian orang terbagi-bagi. Orang ingin berbelanja, melihat-lihat untuk sekedar cuci mata, orang ingin dilihat, ingin melepas lelah, ingin berwisata, orang ingin bertemu yang lain untuk melepas rindu ataupun membicarakan berbagai hal dengan kepentingan yang berbeda-beda. Sementara itu untuk melihat sebuah karya visual, biasanya, orang-orang yang datang dikondisikan oleh pihak penyelenggara agar perhatiannya terfokus pada karya-karya yang sedang dipajang. Para pengunjung datang dengan pengetahuan dan kesadaran akan melihat sebuah pameran karya visual. Beberapa mungkin sudah mengetahui mengenai karya yang dipamerkan atau minimal sudah tahu sang empunya karya. Sehingga ketika dat ang ke pameran, mereka „sudah siap‟ bahwa mereka akan mengapresiasi sebuah karya visual. Namun ketika mereka datang ke mal, perhatian para pengunjung pasti akan terbagi-bagi. Apalagi ruang pamer Nine Months ini tepat di tengah jalan utama mal Semanggi. Sebuah jalan utama yang cukup ramai, karena di situ terdapat ruang semacam hall yang ukurannya agak besar, dimana seringkali diadakan pertunjukan atau tempat untuk memajang barang-barang bermerek yang sedang diobral. Di sepanjang ruang pamer Nine Months ini juga berderet toko- PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 89 toko produk mode dari kelas high end serta sejumlah cafe kelas atas yang selalu ramai pengunjung. Sepertinya, penyelenggara pameran Nine Months memang memiliki agenda untuk membuat perhatian para pengunjung terbagi. Penyelenggara ingin pengunjung menjadi mulittasking 102 . Melihat pameran sekaligus berbelanja. Atau sebaliknya, berbelanja sambil melihat pameran. Dengan menjadi multitasking itu, para pengunjung dimanjakan dengan berbagai keserbaadaan yang ada di mal. Mereka bisa tetap menjadi masyarakat kebanyakan yang hobi berbelanja atau ngeceng di mal, namun tetap „berbudaya‟ dengan mengapresiasi karya visual yang dipamerkan. Pameran Nine Months ini rupanya mengadopsi semangat jaman masyarakat urban Jakarta. Sebuah masyarakat yang super sibuk, karena Jakarta adalah kota yang dikondisikan tidak pernah mati selama 24 jam. Jakarta juga tempat berkumpulnya pencari uang dan pencari untung. Jakarta yang sibuk ini tentu butuh penghuni yang bisa menyesuaikan diri, karena Jakarta terlalu sombong untuk melakukan hal itu. Oleh karena itu penghuni Jakarta butuh segala sesuatu yang tidak merepotkan, cepat saji. Jakarta butuh hal- hal yang serba instan. Kalau bisa ada satu benda atau satu hal yang bisa menyelesaikan segala permasalahan dalam satu paket. Jika ada, pasti paket ini akan laku keras dan benar-benar dicari oleh orang Jakarta. Dan karakteristik demikianlah yang memang menjadi warna kehidupan masyarakat Jakarta. Tidak mau repot. 102 Menurut kamus Oxford, multitasking adalah: n Computing the execution of more than one program or task simultaneously by sharing the resources of the computer processor between them.Concise Oxford Dictionary – Tenth Edition. Dalam konteks kalimat ini, multitasking tidak lagi berhubungan dengan dunia komputer, terma ini diserap untuk menyebut kemampuan melakukan berbagai hal dalam waktu bersamaan. 90 Karakteristik ini kemudian dibaca oleh orang-orang jeli yang memiliki akses ke berbagai peluang ekonomi itu. Frasa “tidak mau repot” itu kemudian diinterpretasi dan dikomersialisasi. Dan inilah yang diadopsi oleh pameran Nine Months . Masyarakat Jakarta yang super sibuk dan “tidak mau repot” ini dimanjakan dengan sebuah pertunjukan karya visual yang mudah dan sangat terjangkau. Sambil nge-mal dan nongkrong-nongkrong, pengunjung juga bisa menonton pameran foto. Di balik tujuan berkompromi dengan semangat serba instan yang dimaklumi oleh masyarakat Jakarta, sepertinya ada agenda berjualan dari pihak penyelenggara. Diah sendiri sebagai fotografer yang menghasilkan karya foto ini turut mengomersialisasi karya fotonya itu. Dengan mau berpameran pada ruang itu, Diah jelas-jelas menyatakan bahwa pamerannya ini memang disponsori oleh Plaza Semanggi. Apalagi saat pembukaan pamerannya, juga diadakan peragaan busana baju-baju hamil merek tertentu. Nine Months memang jelas menjadi media komersialisasi kehamilan itu sendiri. Pameran ini berhasil membuat ide soal kehamilan menjadi tren. Dan buntut-buntutnya adalah, berbagai ceruk-ceruk bisnis seputar kehamilan pelan- pelan terbuka lebar. Ceruk-ceruk bisnis itu tentu saja seputar produksi produk-produk penunjang kehamilan, serta tren foto maternitas seperti rangkaian foto dalam seri Nine Months ini. Ini terbukti, sesudah pameran, Diah akhirnya mendapat label sebagai fotografer khusus kehamilan. Diah pun kebanjiran klien-klien perempuan yang ingin mengabadikan momen kehamilannya. Dan semenjak itu pula, tren foto 91 maternitas makin berkembang pesat di Jakarta, serta menyebar ke sejumlah kota- kota besar di Indonesia. Komersialisasi kehamilan yang dibungkus secara elegan dalam Nine Months ini memang menyasar kelas menengah Jakarta. Ini terlihat dari display karya foto yang berjumlah dua puluh satu itu. Foto-foto itu dipajang dalam bingkai-bingkai besar elegan yang menyesuaikan dengan suasana dari mal Semanggi. Sebuah mal yang berada di tengah kota Jakarta yang mengklasifikasi dirinya sebagai mal untuk kelas menengah Jakarta. Kelas menengah Jakarta yang jumlahnya makin lama makin besar ini adalah salah satu potongan masyarakat Jakarta yang makin marak mewarnai suasana Jakarta sekarang ini. Kelas ini diciptakan oleh Jakarta yang sedang tumbuh sebagai salah satu kota megapolitan dunia. Kelas menengah baru yang tidak bisa dilepaskan dari budaya pasar dan, pada umumnya, tidak ragu mengeluarkan kocek besar untuk memenuhi tren gaya hidup yang sedang berlaku. Dan foto-foto perempuan hamil dalam seri Nine Months adalah gambaran secara visual tentang karakter masyarakat seperti apa yang sedang dibicarakan ini. Mereka adalah perempuan urban Jakarta kelas menengah, pekerja yang amat sibuk, aktif serta sangat memperhatikan mode dalam setiap penampilannya. Para perempuan ini tentu tidak bisa dilepaskan dari sifat-sifat serba konsumtif, karena memang begitulah mereka “dididik” serta “dipaksa” untuk menjadi demikian. Para perempuan ini tidak hanya mewakili diri mereka sendiri. Mereka adalah representasi dari pengunjung pameran serta para perempuan urban Jakarta kelas menengah lainnya. Karena jika tidak konsumtif mereka tidak akan bertahan dalam dunia ini. Sebuah dunia yang memanfaatkan berbagai hal di PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 92 sekitarnya untuk menjadi media komersialisasi, karena memang begitulah saat ini cara kita berkompromi dengan dunia.

2. Nine Months Sebagai Realitas Maskulin