j. Profesionalisme :Meningkatkan kemampuan dan moral penyelenggara
pemerintahan agar mampu memberi pelayanan yang mudah, cepat, tepat dengan biaya yang terjangkau.
B. TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN GERAKAN ANTI KKN
1. TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BERSIH
Keinginan menjadi good and clean governance ke dalam norma hukum baru dimulai setelah kita mengalami krisis pada tahun 1997 yang diikuti dengan kejatuhan rezim otoriter
Orde Baru pada bulan Mei 1998. Upaya ini dapat dilihat dengan adanya Ketetapan MPR No.
XI MPR 1998 tentang Penyelengaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme KKN. Kemudian diikuti dengan pemberlakuan UU No. 28 Tahun 1999 tentangPenyelenngaraan Negara yang Bersih dan KKN yang diikuti dengan empat
Peraturan Pemerintah sebagai pelaksana UU No. 28 yaitu PP No. 65 1999 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kekayaan Penyelenggara Negara, PP No. 66 1999 tentang Persyaratan dan
Tata Cara Pengangkatan serta Pemberhentian Anggota Komisi Pemeriksa, PP No. 67 1999 tentang Tata Cara Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Komisi
Pemeriksa, dan PP No. 68 1999 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dalam Peyelenggaraan Negara.
2. MAKNA KORUPSI
Korupsi bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk,
rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan
tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.
Korupsi selalu diidentikkan dengan mencuri, mengambil hak orang lain. Korupsi diartikan dengan mark up dana di luar batas yang seharusnya. Korupsi dimaknai sebagai
tindakan mengambil hak orang. Setidaknya itu sementara pemaknaan orang atas istilah bernama korupsi.
Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi
dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai
dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya.
Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para
pencuri, dimana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali. Dalam bedah buku NU Melawan Korupsi Kajian Tafsir dan Fiqh, yang digelar oleh
Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama NU Jawa Timur, terungkap makna baru korupsi. KH Mohammad Masyhuri Naim menyampaikan arti lain korupsi., korupsi memiliki beragam
makna, diantaranya adalah suap. Antara korupsi dengan suap kan berbeda secara substansial, yakni suap bermakna memberi. Sementara korupsi mengandung makna mengambil.Akan
tetapi, keduanya kini berjalan beriringan. Untuk mendapatkan sesuatu seringkali orang melakukan suap.
Sementara, menurut Zainuddin Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya memaknai korupsi sebagai gaya hidup dan krisis. Korupsi menjadi gaya hidup yang
disebabkan oleh krisis diantaranya mencakup moral, sosial, ekonomi, dan politik. Makna korupsi, sesungguhnya bergantung persepsi. Demikian halnya dengan
penanganan korupsi. Meminjam istilah Ali Maschan, harus ada empat hal yang beriringan yakni substansi hukum, struktur hukum, sumber daya manusia, dan budaya hukum.
C.ASAL MUASAL KORUPSI DI NEGARA BERKEMBANG
Korupsi di Negara berkembang berawal dari ketidak adanya kesadaran masyarakat dalam melakukan suatu hal dengan transparansi yang berbeda jauh dengan masyarakat di
Negara-Negara maju. Namun ada juga factor-faktor pendukung yang lain yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan korupsi.
1. Kondisi yang mendukung munculnya korupsi :