berukuran 50 cm x 50 cm di setiap titik yang ditentukan secara acak. Serasah yang diambil berupa seluruh serasah yang berada di dalam bingkai kayu.
Gambar 3. Pengambilan serasah menggunakan bingkai kayu
Serasah tersebut dimasukkan ke dalam plastik. Selanjutnya ditimbang 100 g serasah untuk diekstraksi menggunakan corong Barlese Tullgren. Serasah
tersebut disinari di bawah lampu 15 watt selama 48 jam. Hal ini bertujuan untuk memisahkan mesofauna dari serasah, karena akibat penyinaran lampu tersebut
mesofauna akan turun ke dalam tabung erlenmeyer yang sudah berisi alkohol 70 sebanyak 20 ml dan 3 tetes formalin sebagai pengawet mesofauna.
Gambar 4. Alat BerleseTullgren
Populasi dan keanekaragaman mesofauna yang tertampung pada erlenmeyer dikeluarkan dan dimasukkan dalam cawan petri. Selanjutnya, mesofauna pada
cawan petri diidentifikasi menurut buku Introduction of Insect Borror dkk., 1997 dan dihitung jumlahnya menggunakan mikroskop stereo dengan perbesaran 20 ̶ 40
kali. Prosedur tersebut merujuk pada penuntun praktikum Biologi dan Kesehatan Tanah oleh Niswati dkk. 2013. Populasi mesofauna dihitung dengan cara:
Total Populasi = Jumlah individu ekor Bobot kering serasah 100 g
Keanekaragaman mesofauna serasah dihitung menggunakan Indeks Keanekaragaman H’ Shannon-Weaver Odum, 1983 dengan rumus sebagai
berikut:
H’= -∑ [niN In niN] Keterangan: H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Weaver
ni = Jumlah individu jenis ke-i N = Jumlah total individu yang ditemukan
Indeks keanekaragaman Shannon-Weaver dibagi dalam tiga kategori, yakni:
Tabel 1. Kriteria Indeks Keanekaragaman H’ Shannon-Weaver. Indeks Keanekaragaman H’
Kategori Keanekaragaman H ≤ 2
Rendah 2 H ≤ 3
Sedang H ≥ 3
Tinggi Sumber : Odum 1983.
3.5 Pengamatan
Variabel utama yang diamati adalah: 1. Populasi mesofauna pada serasah ekor 100 g
-1
. 2. Keanekaragaman mesofauna pada serasah tinggi, sedang, atau rendah.
Variabel pendukung yang diamati adalah: 1. C-organik serasah menggunakan metode Walkey dan Black Thom dan
Utomo, 1991. 2. N-total serasah menggunakan metode Kjeldahl Thom dan Utomo, 1991.
3. Biomassa serasah g. 4. pH tanah menggunakan metode elektrometik Thom dan Utomo, 1991.
5. Kadar air tanah 6. Suhu tanah
C Analisis C-organik serasah, N-total serasah, dan CN rasio serasah dilakukan saat
setelah panen akhir, sedangkan analisis pH tanah, kelembaban tanah, suhu tanah, dan biomassa serasah dilakukan setiap pengambilan sampel serasah dan contoh
tanah. Untuk mengetahui hubungan antara variabel utama dan variabel pendukung dilakukan uji korelasi.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah: 1. Populasi mesofauna serasah pada lahan tanpa olah tanah T
lebih tinggi daripada olah tanah minimum T
1
dan olah tanah intensif T
2
, sedangkan keanekaragaman mesofauna lebih tinggi pada olah tanah
intensif T
2
daripada tanpa olah tanah T dan olah tanah minimum
T
1
. 2. Populasi mesofauna serasah dengan pemupukan nitrogen 100 kg N ha
-1
N
1
lebih tinggi daripada tanpa pemupukan nitrogen N , sedangkan
pemupukan nitrogen 100 kg N ha
-1
tidak berpengaruh terhadap keanekaragaman mesofauna serasah.
3. Tidak terdapat interaksi antara sistem pengolahan tanah dan pemupukan nitrogen terhadap populasi dan keanekaragaman mesofauna serasah.
4. Indeks Keanekaragaman H’ mesofauna serasah pada seluruh perlakuan menurut kategori Shannon-Weaver termasuk dalam kategori rendah.
5. Acarina merupakan ordo mesofauna yang mendominasi pada seluruh perlakuan.
6. Peningkatan biomassa serasah dapat meningkatkan populasi mesofauna serasah, namun menurunkan Indeks Keanekaragaman H’ mesofauna
serasah. Selain itu, peningkatan kadar air tanah juga dapat meningkatkan populasi mesofauna serasah.
5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang pengaruh sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen terhadap populasi dan keanekaragaman mesofauna
serasah.
PUSTAKA ACUAN
Borror, D. J., C. A. Triplehon dan N. F. Johnson. 1997. Pengenalan Pelajaran Serangga. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 1083 hal.
Buckman, H. O. dan N. C. Brady. 1992. Ilmu Tanah. Bharata Karya Aksara. Jakarta. 788 hal.
Camila T. C., L. Lorenzo, dan A. A. D. Oliveira. 2012. The Importance of Mesofauna and Decomposition Environment on Leaf Decomposition in
Three Forests in Southeastern Brazil. J.Plant Ecology 213 8: 1303-1313.
Foth, H. D. 1998. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 782 hlm
Gede, C.W.M. 2006. Pengaruh Pemberian Limbah Cair Pengolahan Minyak Kelapa Sawit Elaeis gueneensis Jack Terhadap Populasi dan
Keanekaragaman Mesofauna Tanah di PTP Nusantara VII PERSERO Unit Usaha Bekri Lampung Tengah. Sripsi. Universitas Lampung. Bandar
Lampung.. 41 hlm.
Guevara R., L. Villedo, dan A. Najera. 2002. Soil Mesofauna Patterns and Experiments on Leaf Litter Mite Fungivory : Preferences, Effects on Fungal
Reproduction and Decomposition. Jurnal Acta Zoologica Mexicana 87 : 1- 15.
Hakim, N., M. Y. Nyakpa, A. M. Lubis, S.G.Nugroho, M. A. Diha, G.B.Hong, dan H.H.Bailey. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung.
Bandar Lampung. 288 hlm.
Las, I. 2008. Pemanfaatan Biota Tanah untuk Keberlajutan Produktivitas
Pertanian Lahan Kering Masam. Jurnal Pengembangan Inovasi Pertanian
12 : 157-163. Nelfa, F. 2000. Keanekaragaman Mesofauna Tanah pada beberapa Penutupan
Lahan di Kampus IPB Darmaga. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Niswati, A., S. G. Nugroho, Dermiyati, S. Yusnaini, M.A.S. Arif. 2013. Penuntun Praktikum Biologi Tanah dan Kesehatan Tanah AGT 301. Universitas
Lampung. Bandar Lampung. 30 hlm.
Odum, E. P. 1983. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi ketiga. Terjemahan Tjahjono Samingan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 697 hal.
Prasetyo, Y.T. 2007. Bertanam Padi Gogo Tanpa Olah Tanah. Penebar Swadaya. Jakarta. 71 hlm.
Pringadi, K., H.M. Toha dan B. Nuryanto. 2007. Pengaruh Pemupukan N terhadap Pertumbuhan dan Hasil Padi Gogo Dataran Sedang. Balai Besar
Penelitian Tanaman Padi. Jawa Barat.
Prayitno, J. 2004. Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan dan Musim terhadap Jumlah dan Keragaman Mesofauna pada Tanah dan Serasah di Sumber Jaya
Lampung Barat. Sripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 58 hlm.
Pulung, M. A. 2005. Kesuburan Tanah. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 287 hal.
Ricardo A.C.H., l.B. Falco, R.V. Sandler, dan C.E. Coviella.2015. Differential Contribution of Soil Biota Groups to Plant Litter Decomposition as Mediated
by Soil Use. J PeerJ 3 826 : 11-25.
Sarwani, M. 2008. Teknologi Budidaya Padi. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Bogor.
Soplanit, R. dan S.H.Nukuhaly. 2012. Pengaruh Pengelolaan Hara NPK terhadap Ketersediaan N dan Hasil Tanaman Padi Sawah Oryza sativa L. di Desa
Waelo Kecamatan Waepo Kabupaten Buru. Jurnal Agrologia 1 1 : 81-90.
Sugiyarto. 2000. Keanekaragaman Makrofauna Tanah pada Berbagai Umur Tegakan Sengon di RPH Jatirejo, Kab. Kediri”. J. Biodiversitas 1 2: 47-53.
Sugiyarto, M. Pujo, dan N. S. Miati. 2001. Hubungan Keragaman Mesofauna Tanah dan Vegetasi Bawah pada Berbagai Jenis Tegakan di Hutan
Jobolarangan. Jurnal Biodiversitas 2 2 : 140-145.
Suin, N.M. 2003. Ekologi Hewan Tanah. Bumi Aksara. Jakarta. Hlm 22-24. Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 871
hlm. Sutedjo, M. M. dan A. G. Kartasapoetra. 2002. Pupuk dan Cara Pemupukan.
Rineka Cipta. 177 hlm.