PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN PEMUPUKAN NITROGEN TERHADAP KEANEKARAGAMAN DAN POPULASI MESOFAUNA PADA SERASAH TANAMAN PADI GOGO (Oryza sativa L.) MUSIM TANAM KE-46
ABSTRAK
PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN PEMUPUKAN NITROGEN
TERHADAP KEANEKARAGAMAN DAN POPULASI MESOFAUNA
PADA SERASAH TANAMAN PADI GOGO (
Oryza sativa
L.)
MUSIM TANAM KE-46
Oleh
ANNISA IKA PRATIWI HARAHAP
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh sistem olah tanah, pemberian
pupuk nitrogen, dan kombinasi antara sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen
terhadap populasi dan keanekaragaman mesofauna serasah tanaman padi gogo
(
Oryza sativa
L.). Penelitian ini merupakan tahun ke-27 yang dilaksanakan pada
bulan November 2014 sampai dengan bulan Maret 2015 di Politeknik Negeri
Lampung. Penelitian dilakukan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK),
disusun secara faktorial 3x2 dengan 4 ulangan. Faktor pertama yaitu perlakuan
sistem olah tanah yakni T
0= TOT (tanpa olah tanah), T
1= OTM (olah tanah
minimum), dan T
2= OTI (olah tanah intensif), sedangkan faktor kedua yaitu
pemupukan nitrogen (N) jangka panjang, yaitu N
0(tanpa pupuk N) dan N
1(100
kg N ha
-1). Pengambilan sampel mesofauna serasah dilakukan sebanyak 2 kali
yaitu pada saat sebelum tanam dan setelah panen.
(2)
Annisa Ika Pratiwi Harahap
Hasil penelitian menunjukkan bahwa populasi mesofauna serasah lahan tanpa
olah tanah (T
0) lebih tinggi daripada olah tanah minimum (T
1) dan olah tanah
intensif (T
2), sedangkan keanekaragaman mesofauna lebih tinggi pada olah tanah
intensif (T
2) daripada tanpa olah tanah (T
0) dan olah tanah minimum (T
1).
Populasi mesofauna serasah dengan pemupukan nitrogen 100 kg N ha
-1(N
1) lebih
tinggi daripada tanpa pemupukan nitrogen (N
0), sedangkan pemupukan nitrogen
100 kg N ha
-1tidak berpengaruh terhadap keanekaragaman mesofauna serasah.
Tidak terdapat interaksi antara sistem pengolahan tanah dan pemupukan nitrogen
terhadap populasi dan keanekaragaman mesofauna serasah. Pada seluruh
perlakuan,
Indeks Keanekaragaman (H’) mesofaun
a serasah menurut kategori
Shannon-Weaver
termasuk dalam kategori rendah dan Acarina merupakan ordo
mesofauna yang mendominasi. Peningkatan biomassa serasah dapat
meningkatkan populasi mesofauna serasah, namun menurunkan Indeks
Keanekaragaman (H’) mesofauna serasah
. Selain itu, peningkatan kelembaban
tanah dapat meningkatkan populasi mesofauna serasah.
(3)
PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN PEMUPUKAN NITROGEN
TERHADAP KEANEKARAGAMAN DAN POPULASI MESOFAUNA
PADA SERASAH TANAMAN PADI GOGO (
Oryza sativa
L.)
MUSIM TANAM KE 46
Oleh
ANNISA IKA PRATIWI HARAHAP
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar
SARJANA PERTANIAN
Pada
Jurusan Agroteknologi
FakultasPertanianUniversitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2015
(4)
PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN PEMUPUKAN NITROGEN
TERHADAP KEANEKARAGAMAN DAN POPULASI MESOFAUNA
PADA SERASAH TANAMAN PADI GOGO (
Oryza sativa
L.)
MUSIM TANAM KE 46
(Skripsi)
Oleh
ANNISA IKA PRATIWI HARAHAP
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2015
(5)
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1.
Collembola (A) famili
Poduridae,
(B) famili
Hypogastruridae,
(C) famili
Onychiuridae,
(D) famili
Isotomidae,
(E) famili
Entomobryidae,
(F) famili
Neelidae
, dan (G) famili
Sminthuridae ...
14
2.
Acarina (A) subordo
Prostigmata,
(B) subordo
Ixodida,
(C) subordo
Oribatida,
dan (D) subordo
Astigmata
...
15
3.
Pengambilan serasah menggunakan bingkai kayu ...
20
4.
Alat Berlese/
Tullgren ...
20
5.
Komposisi mesofauna serasah sebelum tanam (awal) dan
komposisi mesofauna serasah setelah panen (akhir) ...
24
6.
Contoh mesofauna ordo Acarina ...
62
7.
Contoh mesofauna ordo Collembola
...
62
8.
Contoh mesofauna selain Ordo Acarina dan Collembola ...
62
9.
Tata letak percobaan tanaman padi gogo (
Oryza sativa
L.)
musim tanam ke-46. T
0= tanpa olah tanah (TOT),
T
1= olah
tanah minimum (OTM),
T
2= olah tanah intensif (OTI),
N
0=tanpa pupuk N,
N
1=pemupukan N 100 kg N ha
-1...
63
(6)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL
...
iii
DAFTAR GAMBAR ...
v
I. PENDAHULUAN ...
1
1.1 Latar Belakang dan Masalah ...
1
1.2 Tujuan Penelitian ...
4
1.3 Kerangka Pemikiran ...
4
1.4 Hipotesis ...
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
...
9
2.1 Tanaman Padi Gogo (
Oryza sativa
L.)
...
9
2.2 Sistem Olah Tanah ...
9
2.3 Pemupukan Nitrogen (N)
...
10
2.4 Mesofauna ...
12
2.4.1
Collembola
...
13
2.4.2
Acarina
...
15
III. BAHAN DAN METODE ...
16
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
...
16
3.2 Bahan dan Alat
...
16
(7)
ii
3.4 Pelaksanaan Penelitian ...
17
3.4.1
Persiapan Lahan
...
17
3.4.2
Penanaman
...
18
3.4.3
Pemupukan dan Pemeliharaan Tanaman
...
19
3.4.4
Pemanenan
...
19
3.4.5
Pengambilan Sampel Mesofauna
...
19
3.5 Pengamatan ...
22
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
...
23
4.1 Populasi dan Keanekaragaman Mesofauna pada Serasah
Sebelum Tanam (Awal)
...
23
4.2 Populasi dan Keanekaragaman Mesofauna pada Serasah
Setelah Panen (Akhir)
...
28
V. KESIMPULAN DAN SARAN
...
37
5.1 Kesimpulan
...
37
5.2 Saran ...
38
PUSTAKA ACUAN
...
39
(8)
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1.
Kriteria Indeks Keanekaragaman (H’)
Shannon-weaver
. ...
21
2.
Indeks Keanekaragaman (H’)
mesofauna serasah sebelum tanam (awal). ...
26
3.
Hasil analisis beberapa sifat fisik dan kimia tanah maupun serasah
sebelum tanam (awal). ...
27
4.
Uji korelasi veriabel pendukung dengan populasi dan Indeks
Keanekaragaman (H’) mesofauna serasah sebelum tanam
(awal). ...
28
5.
Analisis ragam pengaruh sistem olah tanah dan pemupukan
nitrogen terhadap populasi mesofauna dan biomassa serasah
setelah panen (akhir). ...
29
6.
Uji lanjut BNT taraf 5% sistem olah tanah dan pemupukan
nitrogen terhadap populasi mesofauna serasah dan biomassa
serasah (g m
-2) setelah panen (akhir). ...
30
7.
Analisis ragam pengaruh sistem olah tanah dan pemupukan
nitrogen terhadap Indeks Keanekaragaman (H’) mesofauna
serasah setelah panen (akhir). ...
31
8.
Uji lanjut BNT taraf 5% antara sistem olah tanah dan Indeks
Keanekaragaman (H’) mesofaun
a serasah setelah panen (akhir). ...
32
9.
Indeks Keanekaragaman (H’) mesofauna serasah
setelah panen (akhir). ...
33
10. Hasil analisis beberapa sifat fisik dan kimia tanah maupun
serasah setelah panen (akhir). ...
34
11. Uji korelasi variabel pendukung dengan populasi dan
Indeks Keanekaragaman (H’) mesofauna serasah setelah
(9)
iv
12. Populasi mesofauna serasah sebelum tanam (awal). ...
43
13. Populasi mesofauna serasah setelah panen (akhir). ...
43
14. Hasil uji homogenitas populasi mesofauan serasah
setelah panen (akhir). ...
44
15. Populasi mesofauna serasah setelah panen (akhir)
tranformasi (
√x).
...
44
16. Hasil uji homogenitas populasi mesofauan serasah
setelah panen (akhir) tranformasi (
√x).
...
45
17. Hasil analisis ragam populasi mesofauana serasah
setelah panen (akhir). ...
45
18.
Indeks keanekaragaman (H’) mesofauna serasah
sebelum tanam (awal). ...
46
19.
Indeks keanekaragaman (H’) mesofauna serasah
setelah panen (akhir). ...
46
20.
Hasil uji homogenitas indeks keanekaragaman (H’)
mesofauna serasah setelah panen (akhir). ...
47
21.
Hasil analisis ragam indeks keanekaragaman (H’)
mesofauna serasah setelah panen (akhir). ...
47
22. Biomassa (g) serasah setelah panen (akhir). ...
48
23. Hasil uji homogenitas biomassa serasah setelah panen (Akhir).
...
48
24. Hasil analisis ragam biomassa serasah setelah panen (akhir). ...
49
25. Biomassa (g) serasah sebelum tanam (awal). ...
49
26. Kadar air tanah (%) sebelum tanam (awal). ...
50
27. Hasil analisis pH tanah (H
2O) sebelum tanam (awal). ...
50
28. Suhu tanah (
0C) sebelum tanam (awal). ...
51
29. Kadar air tanah (%) setelah panen (akhir). ...
51
30. Hasil analisis pH tanah (H
2O) setelah panen (akhir). ...
52
(10)
v
32. Hasil analisis C-organik (%) serasah setelah panen (akhir). ...
53
33. Hasil analisis N-total (%) serasah setelah panen (akhir). ...
53
34. Hasil analisis C/N rasio (%) serasah setelah panen (akhir). ...
53
35. Hasil uji korelasi antara populasi mesofauna serasah dengan
biomassa serasah sebelum tanam (awal). ...
54
36. Hasil uji korelasi antara populasi mesofauna serasah dengan
biomassa serasah setelah panen (akhir). ...
54
37. Hasil uji korelasi antara populasi mesofauna serasah dengan
pH tanah sebelum tanam (awal).
...
54
38. Hasil uji korelasi antara populasi mesofauna serasah dengan
pH tanah setelah panen (akhir). ...
55
39. Hasil uji korelasi antara populasi mesofauna serasah dengan
kadar air tanah sebelum tanam (awal). ...
55
40. Hasil uji korelasi antara populasi mesofauna serasah dengan
kadar air tanah setelah panen (akhir). ...
55
41. Hasil uji korelasi antara populasi mesofauna serasah dengan
suhu tanah sebelum tanam (awal). ...
56
42. Hasil uji korelasi antara populasi mesofauna serasah dengan
suhu tanah setelah panen (akhir). ...
56
43. Hasil uji korelasi antara populasi mesofauna serasah dengan
C-organik serasah setelah panen (akhir). ...
56
44. Hasil uji korelasi antara populasi mesofauna serasah dengan
N-total serasah setelah panen (akhir). ...
57
45. Hasil uji korelasi antara populasi mesofauna serasah dengan
C/N rasio serasah setelah panen (akhir). ...
57
46.
Hasil uji korelasi antara indeks keanekaragaman (H’) mesofauna
serasah dengan biomassa serasah sebelum tanam (awal). ...
57
47.
Hasil uji korelasi antara indeks keanekaragaman (H’) mesofauna
serasah dengan biomassa serasah setelah panen (akhir). ...
58
48.
Hasil uji korelasi antara indeks keanekaragaman (H’) mesofauna
(11)
vi
49.
Hasil uji korelasi antara indeks keanekaragaman (H’) mesofauna
serasah dengan pH tanah setelah panen (akhir). ...
58
50.
Hasil uji korelasi antara indeks keanekaragaman (H’) mesofauna
serasah dengan kadar air tanah sebelum tanam (awal). ...
59
51.
Hasil uji korelasi antara indeks keanekaragaman (H’) mesofauna
serasah dengan kadar air tanah setelah panen (akhir).
...
59
52.
Hasil uji korelasi antara indeks keanekaragaman (H’) mesofauna
serasah dengan suhu tanah sebelum tanam (awal). ...
59
53.
Hasil uji korelasi antara indeks keanekaragaman (H’) mesofauna
serasah dengan suhu tanah setelah panen (akhir). ...
60
54.
Hasil uji korelasi antara indeks keanekaragaman (H’) mesofauna
serasah dengan C-organik serasah. ...
60
55.
Hasil uji korelasi antara indeks keanekaragaman (H’) mesofauna
serasah dengan N-total serasah. ...
60
56.
Hasil uji korelasi antara indeks keanekaragaman (H’) mesofauna
(12)
(13)
(14)
(15)
“ Dan sebutlah nama Tuhanmu, dan beribadahlah kepada-Nya dengan penuh
ketekunan ”
(QS ̶ Al Muzzammil 73:8)
“
Perbuatan-perbuatan baik itu menghapus kesalahan-kesalahan. Itulah peringatan
bagi orang-orang yang selalu mengingat Allah
”
(16)
For My Dearest,
(17)
RIWAYAT PENULIS
Penulis dilahirkan di Padangsidempuan, Sumatera Utara pada 8 Oktober 1993,
sebagai anak pertama dari tiga bersaudara buah hati Bapak Muhammad Ikhwan
Harahap dan Ibu Junita Efrida Lubis. Pendidikan formal pertama penulis awali di
SDN 13 Tano Bato, Padangsidempuan pada tahun 1999. Pada tahun 2005 penulis
melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP S Yayasan Perguruan Islam
(YPI) Nurul ‘Ilmi Padangsidempuan
hingga lulus pada tahun 2008. Selanjutnya
penulis menempuh pendidikan menengah atas di sekolah yang sama dan lulus
pada tahun 2011.
Pada tahun 2011, penulis melanjutkan studi pendidikan tinggi di Jurusan
Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN
Undangan. Selama menempuh studi, penulis terdaftar sebagai mahasiswa
penerima beasiswa Bidik Misi angkatan II. Pada tahun 2014 penulis
melaksanakan kegiatan Praktik Umum (PU) di Balai Penelitian Bioteknologi
Perkebunan Indonesia (BPBPI), Bogor selama 30 hari kerja efektif. Pada tahun
2015, penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di desa Bumi Nabung
Selatan, kecamatan Bumi Nabung, Lampung tengah selama 40 hari.
Selama perkuliahan, penulis mendapat kesempatan menjadi asisten praktikum
mata kuliah Pengelolaan Kesuburan Tanah dan Pemupukan dan Dasar-Dasar Ilmu
(18)
Tanah. Selain itu, penulis juga ikut tergabung di Koperasi Mahasiswa Unila pada
tahun 2011-2013, di tahun yang sama penulis aktif sebagai volunteer Sahabat
Pulau Lampung serta aktif dalam Persatuan Mahasiswa Agroteknologi
(PERMA-AGT) Bidang Dana dan Usaha. Pada tahun 2012-2013 penulis tergabung dalam
Forum Lingkar Pena (FLP) Cabang Bandar Lampung. Pada Mei 2015, penulis
mengikuti program Pendampingan Petani dalam Upaya Khusus Peningkatan
Produksi Padi, Jagung, dan Kedelai (UPSUS P2 PAJALE) di Kecamatan Bulok,
Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung.
(19)
SANWACANA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam
senantiasa diberikan kepada Nabi Muhammad SAW. Penyelesaian pembuatan
skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1.
Bapak Prof. Dr. Ir. Muhajir Utomo, M.Sc., sebagai Pembimbing Utama
sekaligus pemberi ide penelitian yang telah meluangkan waktu dalam
memberikan nasehat, saran, dan bimbingan dalam penyelesaian skripsi ini.
2.
Ibu Prof. Dr. Ir. Sri Yusnaini, M.Si., sebagai Pembimbing Kedua yang telah
meluangkan waktu dalam memberikan nasehat, pengarahan, dan bimbingan
dalam penyelesaian skripsi ini.
3.
Bapak Ir. M. A. Syamsul Arif, M.Sc.,Ph.D., sebagai Penguji yang telah
memberi saran, kritik, dan nasehat dalam penyelesaian skripsi ini.
4.
Bapak Prof. Dr. Ir. Muhammad Kamal, M.Sc., sebagai Pembimbing
Akademik penulis yang telah memberi nasehat selama penulis kuliah di
Jurusan Agroteknologi.
5.
Bapak Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M.P., sebagai Ketua Jurusan
Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
(20)
6.
Ibu Prof. Dr. Ir. Ainin Niswati, M.S., M.Agr.Sc., sebagai Ketua Bidang Ilmu
Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
7.
Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., sebagai Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.
8.
Ayah Muhammad Ikhwan Harahap, Ibu Junita Efrida Lubis, Dwika Putri
Juwanda Harahap dan Adelia Amanda Harahap sebagai orangtua dan adik
penulis yang telah memberi dukungan moril maupun materil dalam
penyelesaian skripsi ini.
9.
Bang Reza, Bang Yunus, Agnesi, Fajri, Erdiana, dan Lilis sebagai rekan
dalam pelaksanaan penelitian ini yang telah memberi bantuan dan saran
kepada penulis.
10. Bapak Slamet, Ibu Dewi, Pak Warto, dan Mas Aji yang telah memberi
bantuan penelitian ini.
11. Murni, Ucha, Isti, Septi, Pipit, Maya, Afi, Peni, Eka, seluruh anak-anak
Anoname dan teman-teman Agroteknologi 2011 atas bantuan tenaga dan
dukungan moril selama penelitian ini.
Semoga Allah SWT memberikan balasan atas bantuan yang telah diberikan dan
penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Bandar Lampung, Desember 2015
Penulis,
(21)
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah
Padi merupakan bahan pangan terpenting di Indonesia mengingat makanan pokok
penduduk Indonesia sebagian besar adalah beras. Sementara itu, areal pertanian
di lahan sawah terus berkurang seiring perkembangan dan pembangunan di
bidang industri sehingga diperlukan pembukaan lahan baru, termasuk lahan
kering.
Menurut Prasetyo (2007) lahan kering Indonesia didominasi oleh jenis tanah
Podsolik Merah Kuning (PMK) dengan kondisi topografi bergelombang, mudah
tererosi, miskin unsur hara, tingkat kemasaman yang tinggi, dan bahan organik
tanah yang mudah sekali turun kadarnya jika lahan tersebut terus diusahakan.
Akibatnya, tingkat kesuburan tanah cenderung menurun dari waktu ke waktu.
Selama ini, sistem olah tanah intensif (OTI) lebih banyak diterapkan dalam
penyiapan lahan yang dapat mendukung tercapainya produksi tinggi. Belakangan
ini diketahui bahwa cara penyiapan lahan yang dikenal juga dengan istilah olah
tanah secara konvensional atau olah tanah sempurna (OTS) jika ditinjau dari
aspek ekonomi maupun aspek kelestarian lingkungan (konservasi) banyak
menimbulkan kerugian (Prasetyo, 2007).
(22)
2
Penyebab utama degradasi tanah di Indonesia adalah erosi oleh air, pencucian
hara, dan pemadatan tanah oleh alat-alat berat yang sebagian besar disebabkan
oleh pengolahan tanah intensif (Utomo, 2012). Oleh karena itu, diperlukan
pengolahan tanah yang dapat meningkatkan produktivitas tanah, mengurangi
degradasi tanah, sekaligus dapat mengurangi kebutuhan tenaga kerja dan waktu
persiapan lahan (Utomo, 2012).
Menurut Utomo (2012), teknologi olah tanah konservasi merupakan suatu tata
cara persiapan lahan yang bertujuan untuk mempertahankan kualitas tanah agar
pertumbuhan dan produksi tanaman optimum dengan tetap memperhatikan kaidah
konservasi tanah dan air. Olah tanah konservasi meliputi tanpa olah tanah (TOT)
dan olah tanah minimum (OTM). Kedua sistem olah tanah tersebut pada
prinsipnya hanya mengubah cara persiapan lahan sebelum budidaya tanaman
dilakukan (Prasetyo, 2007).
Pada dasarnya, setiap tindakan pengolahan tanah akan mempengaruhi kesuburan
tanah sehingga akan berpengaruh terhadap biota tanah, baik dari jenis flora
maupun fauna tanah. Salah satu biota tanah yang sangat penting adalah fauna
tanah. Sugiyarto dkk. (2001) mengatakan bahwa beberapa jenis fauna tanah dapat
digunakan sebagai petunjuk atau indikator terhadap kesuburan tanah. Fauna tanah
terbagi menjadi mikrofauna, mesofauna, dan, makrofauna. Mesofauna merupakan
kelompok fauna tanah terbesar yang menetap di atas permukaan maupun di dalam
tanah dibandingkan dengan fauna tanah lainnya. Mesofauna yang paling penting
keberadaannya yaitu Collembola dan Acarina. Mesofauna merupakan salah satu
organisme tanah yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber makanannya.
(23)
3
Selain sebagai konsumen, mesofauna juga berperan sebagai pengurai dalam
proses pelapukan dan pemecahan bahan-bahan organik tanah. Mesofauna
mempunyai kebiasaan makan dengan mencabik-cabik sisa-sisa tanaman sampai
halus sehingga mempercepat proses pelapukan serasah.
Selain sistem pengolahan tanah, pemberian unsur hara nitrogen (N) penting
terhadap pemeliharaan dan peningkatan kesuburan tanah yang nantinya akan
berpengaruh juga terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman. Kebutuhan N
untuk pertumbuhan tanaman tidak tersedia begitu saja dan N-organik yang berada
dalam tanah tidak cukup dalam memenuhi kebutuhan tanaman. Kegiatan
pemupukan juga berpengaruh terhadap keberadaan biota tanah khususnya
mesofauna karena pemupukan N jangka panjang menyebabkan peningkatan
biomassa serasah pada lahan OTK dan penurunan rasio C/N bahan organik
(Utomo, 2012). Mesofauna sangat sensitif terhadap perubahan vegetasi dan
lingkungan. Jumlah dan keanekaragaman mesofauna berbanding lurus dengan
lingkungan yang mendukung bagi mesofauna untuk tumbuh dan berkembangbiak.
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah pada penelitian ini adalah:
1. Apakah jumlah dan keanekaragaman mesofauna pada serasah tanpa olah tanah
(TOT) lebih tinggi daripada olah tanah minimum (OTM) dan olah tanah
intensif (OTI)?
2. Apakah jumlah dan keanekaragaman mesofauna serasah pada lahan yang
diberi pupuk N lebih tinggi daripada lahan yang tidak diberi pupuk N?
3. Apakah terdapat interaksi antara sistem olah tanah dengan aplikasi pemupukan
N terhadap jumlah dan keanekaragaman mesofauna pada serasah?
(24)
4
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mempelajari pengaruh sistem olah tanah terhadap populasi dan
keanekaragaman mesofauna pada serasah tanaman padi gogo (Oryza sativa
L.).
2. Mempelajari pengaruh pemberian pupuk nitrogen (N) jangka panjang terhadap
populasi dan keanekaragaman mesofauna pada serasah.
3. Menentukan kombinasi sistem pengolahan tanah dengan atau tanpa pemberian
pupuk nitrogen (N) yang mampu memberikan nilai keanekaragaman dan
kepadatan populasi tertinggi mesofauna serasah.
1.3 Kerangka Pemikiran
Pengolahan tanah adalah setiap kegiatan manipulasi mekanik tanah yang
diperlukan untuk menciptakan kondisi tanah yang baik bagi pertumbuhan
tanaman. Tujuan pengolahan tanah diantaranya adalah untuk menyediakan
tempat tumbuh yang baik bagi tanaman dan untuk memberantas gulma (Prasetyo,
2007). Sistem pengolahan tanah terdiri dari olah tanah konservasi (OTK) dan
olah tanah intensif (OTI). Olah tanah konservasi (OTK) terdiri dari tanpa olah
tanah (TOT) dan olah tanah minimum (OTM).
Menurut Utomo (2012), tanpa olah tanah (TOT) merupakan sistem pengelolaan
tanah yang dilakukan dengan tidak mengganggu tanah sama sekali kecuali alur
kecil atau lubang tugalan sebagai tempat peletakan benih, gulma dikendalikan
menggunakan herbisida ramah lingkungan, serta sisa tanaman sebelumnya
digunakan sebagai mulsa. Olah tanah minimum (OTM) merupakan sistem
(25)
5
pengelolaan tanah seperlunya (ringan) saja atau di sekitar lubang tanam. Apabila
gulma tidak begitu banyak, pengendalian dilakukan secara manual menggunakan
kored, jika keadaan gulma banyak, pengendaliannya dapat dilakukan
menggunakan herbisida ramah lingkungan yaitu herbisida yang mudah
terdekomposisi dan tidak menimbulkan kerusakan tanah dan sumberdaya
lingkungan lainnya. Kemudian sisa tanaman sebelumnya dijadikan sebagai mulsa
atau penutup tanah. Olah tanah intensif (OTI) yaitu cara persiapan lahan dengan
tanah diolah minimal dua kali, permukaan tanah bersih dari rerumputan dan
mulsa. Lapisan olah tanah diusahakan cukup gembur agar perakaran tanaman
dapat berkembang dengan baik.
Penggunaan sistem olah tanah konservasi dapat memperbaiki sifat-sifat tanah.
Hal ini disebabkan semakin membaiknya kondisi iklim mikro akibat penggunaan
mulsa. Keberadaan bahan organik berupa serasah merupakan substrat ataupun
sumber makanan dan energi bagi mesofauna. Hasil penelitian Valentina (2013)
menjelaskan bahwa populasi dan keanekaragaman mesofauna pada serasah lebih
tinggi dibandingkan dengan tanah pada seluruh sampel di Taman Nasional Bukit
Barisan selatan (TNBBS). Keberadaan mesofauna juga dipengaruhi oleh faktor
lingkungannya, seperti tekstur tanah, kelembaban, suhu, kadar air, dan pH tanah
(Sugiyarto dkk., 2001).
Penggunaan mulsa pada sistem olah tanah konservasi (OTK) mampu mengurangi
pengaruh langsung sinar matahari dan angin, sehingga kehilangan air melalui
evaporasi menurun dan kelembaban tanah meningkat. Hal tersebut sesuai dengan
hasil penelitian pada kebun percobaan jangka panjang Utomo (2012), Olah tanah
(26)
6
konservasi (OTK) dapat menyediakan ketersediaan air tanah sebesar 10% lebih
tinggi daripada OTI, sehingga suhu pada sistem olah tanah konservasi 10% lebih
rendah daripada OTI. Kadar air pada lahan OTK mendukung biota tanah
khususnya mesofauna untuk tumbuh dan berkembang biak. Lebih lanjut, Utomo
(2012) menyatakan bahwa keanekaragaman biota tanah di bawah permukaan
tanah dan di atas permukaan tanah lebih tinggi pada sistem olah tanah TOT
daripada OTI. Begitu pula dengan hasil penelitian Valentina (2013) menunjukkan
bahwa kelembaban tanah berkorelasi positif dengan populasi mesofauna dengan
kelembaban rata-rata 38,83%.
Pada kebun percobaan jangka panjang sistem pengolahan tanah dan pemupukan
nitrogen yang teletak di Politeknik Negeri Lampung terjadi perubahan sifat fisika
tanah. Setelah 23 tahun, kekerasan tanah lapisan atas pada lahan TOT lebih tinggi
dibandingkan dengan lahan OTM dan OTI. Hal ini terjadi karena permukaan
tanah yang tidak pernah diolah sehingga terjadi pemadatan tanah dan
menyebabkan porositas tanahnya menurun, sehingga dapat mengurangi aerasi
tanah. Porositas dan aerasi yang menurun pada lahan TOT akan berpengaruh
terhadap keberadaan mesofauna. Mesofauna membutuhkan sirkulasi udara untuk
hidup dan berkembang biak. Selain itu, mesofauna banyak dijumpai pada tanah
bagian atas dan mereka hidup pada ruang pori-pori tanah yang telah ada karena
mesofauna tidak dapat membuat lubang sendiri (Sugiyarto dkk., 2001). Hal ini
sesuai dengan hasil penelitian pada kebun percobaan jangka panjang musim ke-21
(tahun ke-10) yang menunjukkan bahwa populasi mesofauna pada lahan OTM
lebih tinggi daripada TOT dan OTI.
(27)
7
Pada sistem olah tanah intensif (OTI), permukaan lahan yang bersih dan gembur
memang memudahkan penanaman benih, tetapi tidak mampu menahan laju aliran
air permukaan yang mengalir deras, sehingga banyak partikel tanah yang
mengandung humus, hara, dan organisme tanah tergerus dan terbawa oleh air ke
hilir. Selain itu, pada musim kemarau laju evaporasi yang cukup tinggi
mengakibatkan lapisan olah tanah tanpa mulsa tersebut tidak mampu menahan
aliran uap air ke atas, sehingga kelembaban pada tanah tersebut menurun dan suhu
semakin meningkat (Utomo, 2012). Akibatnya tanaman mengalami kekeringan,
produktivitas lahan menurun, dan keberadaan biota tanah, khususnya mesofauna
menurun. Selain itu, minimnya keberadaan bahan organik berupa serasah pada
lahan OTI, akan berpengaruh terhadap keberadaaan mesofauna karena bahan
organik merupakan substrat ataupun sumber makanan dan energi bagi mesofauna.
Nitrogen yang dikandung tanah pada umumnya rendah, sehingga harus selalu
ditambahkan dalam bentuk pupuk atau sumber lainnya pada setiap awal
pertanaman. Selain rendah, nitrogen di dalam tanah mempunyai sifat yang
dinamis (mudah berubah dari satu bentuk ke bentuk lain) dan mudah hilang
(menguap dan tercuci bersama air drainase) (Pulung, 2005).
Pada lahan yang diberi pupuk N, pertumbuhan tanaman dan gulma akan lebih
baik. Hal ini akan berpengaruh terhadap peningkatan biomassa serasah pada
lahan OTK, diharapkan mesofauna juga lebih tinggi pada lahan dengan produksi
biomassa yang tinggi. Hasil penelitian Valentina (2013) menunjukkan bahwa
populasi mesofauna pada serasah berkorelasi nyata dengan biomassa serasah. Hal
ini karena keberadaan serasah sebagai sumber energi dan juga dijadikan sebagai
(28)
8
tempat tinggal dan berlindung bagi mesofauna. Selain itu, penambahan N ke
dalam tanah akan menurunkan rasio C/N sehingga bahan organik lebih mudah
dihancurkan oleh mesofauna dan proses dekomposisi serasah akan lebih cepat.
Pada lahan tanpa pemberian pupuk N, pertumbuhan dan perkembangan tanaman
akan terhambat atau tidak optimum dan dapat meminimalisisir pertumbuhan
gulma. Hal ini menyebabkan penurunan biomassa serasah pada lahan OTK dan
akan mengurangi sumber makanan bagi mesofauna. Akan tetapi, pada lahan tanpa
pemberian pupuk N dapat menaikkan rasio C/N bahan organik sehingga proses
dekomposisi yang terjadi lebih lambat.
1.4 Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Populasi dan keanekaragaman mesofauna serasah tanpa olah tanah (TOT)
lebih tinggi daripada olah tanah minimum (OTM) dan olah tanah intensif
(OTI).
2. Populasi dan keanekaragaman mesofauna serasah dengan aplikasi pemupukan
N lebih tinggi daripada lahan tanpa pemupukan nitrogen (N).
3. Terdapat interaksi antara sistem olah tanah dan aplikasi pupuk nitrogen (N)
terhadap populasi dan keanekaragaman mesofauna pada serasah.
(29)
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Padi Gogo (
Oryza sativa
L.)
Padi gogo biasa ditanam pada lahan kering dataran rendah. Tanaman padi dapat
tumbuh pada berbagai tipe tanah. Reaksi tanah (pH) optimum untuk pertumbuhan
padi gogo berkisar antara 5,5-7,5. Padi gogo memerlukan bulan basah yang
berurutan minimal 4 bulan. Bulan basah adalah bulan yang mempunyai curah
hujan >200 mm dan tersebar secara normal atau setiap minggu ada turun hujan
sehingga tidak menyebabkan tanaman stress karena kekeringan. Suhu optimum
untuk pertumbuhan tanaman padi gogo berkisar antara 24-29
0C (Sarwani, 2008).
Padi gogo umumnya ditanam setahun sekali pada awal musim hujan. Padi gogo
ada yang berumur 100 hari dan ada yang 120 hari. Tahapan pertumbuhan padi
gogo terdiri dari fase vegetatif, reproduktif, dan pematangan. Perawatan
dilakukan dengan pemupukan, penyulaman, penyiangan gulma, dan pengendalian
hama dan penyakit (Prasetyo, 2007).
2.2 Sistem Olah Tanah
Sistem olah tanah konservasi (OTK) adalah sistem olah tanah berwawasan
lingkungan. Pada sistem olah tanah konservasi, prasyarat utama yang diperlukan
(30)
10
adalah mulsa yang berasal dari sisa-sisa tanaman musim sebelumnya. Mulsa
dapat menekan aliran permukaan dan erosi tanah, meningkatkan siklus hara,
keanekaragaman hayati, dan ketersediaan air tanah. Selain itu, mulsa juga
berfungsi sebagai pengendalian gulma yang efektif (Utomo, 2012).
Sistem olah tanah yang memenuhi kriteria olah tanah konservasi antara lain
adalah tanpa olah tanah (TOT) dan olah tanah minimum (OTM). Pada olah tanah
konservasi, tanah diolah seminimal mungkin agar sumber daya tanah dan air tetap
lestari dan produktivitas lahannya tetap terjaga. Adapun keunggulan olah tanah
konservasi (OTK) adalah dapat mengurangi tenaga kerja, dapat mengurangi
peralatan pengolahan tanah, serta dapat menghemat waktu (Utomo, 2012).
Pengolahan tanah secara konvensional atau olah tanah intensif (OTI) memang
dapat memperbaiki sifat fisik tanah dan meningkatkan produksi tanaman, namun
pengolahan lahan yang dilakukan berulang kali dalam jangka panjang dapat
menimbulkan kerusakan tanah. Tanah yang diolah secara sempurna dapat
menyebabkan rusaknya lapisan
top soil
sehingga produktivitas lahannya menurun.
Selain itu, pengolahan tanah sewaktu penyiangan gulma menimbulkan kerusakan
pada akar-akar tanaman yang dangkal, dapat mempercepat penurunan kandungan
bahan organik tanah (Prasetyo, 2007).
2.3 Pemupukan Nitrogen (N)
Pemupukan adalah suatu usaha pemberian pupuk yang bertujuan untuk
(31)
11
konservasi kesuburan tanah. Efisiensi penggunaan hara pupuk adalah bagian yang
sangat penting dalam sistem pertanian padi. Sistem ini disamping menghasilkan
efisiensi agronomi, juga dapat meningkatkan efisiensi ekonomis dan memberi
dampak positif bagi kesehatan lingkungan (karena penggunaan hara/pupuk
menjadi lebih rasional dan terkendali) (Soplanit dan Nukuhaly, 2012).
Nitrogen yang tersedia bagi tanaman dapat mempengaruhi pembentukan protein,
klorofil, koenzim, dan asam nukleat pada tanaman. Nitrogen merupakan salah
satu unsur hara makro yang menjadi penentu utama produksi tanaman. Nitrogen
umumnya dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak, namun jumlahnya dalam
tanah sedikit sehingga pemberian pupuk nitrogen diperlukan untuk memperoleh
hasil yang tinggi (Pulung, 2005).
Nitrogen dapat menstimulir pertumbuhan di atas tanah yaitu pada bagian batang
dan akar, memberikan warna hijau pada daun, memperbesar bulir-bulir dan
protein pada serealia dan membantu pembentukan bagian reproduksi tanaman
(Sutedjo dan Kartasapoetra, 2002).
Soplanit dan Nukuhaly (2012) menyatakan bahwa nitrogen dibutuhkan tanaman
selama fase pertumbuhan, terutama pada awal pertumbuhan sampai pertengahan
fase anakan dan primordia bunga. Penyediaan nitrogen yang cukup pada fase
generatif sangat penting dalam memperlambat proses penuaan daun dan
mempertahankan fotosintesis selama fase pengisian gabah dan peningkatan
protein dalam gabah.
(32)
12
Kahat nitrogen pada tanaman menyebabkan tanaman kerdil, sistem perakaran
terbatas, klorosis dan senesens (cepat rontok) pada daun. Sedangkan kelebihan
unsur hara nitrogen menyebabkan tanaman lemas dan mudah rebah (Backman dan
Brady, 1992).
2.4 Mesofauna
Mesofauna merupakan jenis fauna yang paling banyak tinggal secara permanen di
dalam tanah. Mesofauna adalah hewan tanah yang memiliki ukuran tubuh
0,16-10,4 mm. Mesofauna tanah meliputi nematoda, cacing-cacing oligochaeta kecil,
larva serangga kecil (mikroarthropoda), tungau-tungau tanah (Acarina), dan
springtail
(Collembola). Beberapa contoh organisme yang diambil dari tanah
menggunakan alat yang dikenal dengan corong
Barlese
atau corong
Tullgren
adalah kutu oribatida (Elulomannia
dan
Pelops), proturan (Mikroentoman),
japygida (Japyx),
Thysanoptera, simpilan (Scolopendrella), pauropoda
(Pauropus), kumbang pembajak (Staphylinidae),
springtail
atau Collembola
(Entomobrydae), kalajengking semu (Cheloneathid), miliped (Diplopoda),
centipede (Chilopoda), dan larva kumbang
Scarabarida
atau “grub”.
Mesofauna
pada daerah tropika didominasi oleh kelompok Acarina dan Collembola (Borror
dkk., 1997). Fauna tanah yang menguntungkan berperan sebagai:
1. Saprofagus, yaitu fauna pemakan sisa-sisa bahan organik sehingga
mempercepat proses dekomposisi dan mineralisasi serta meningkatkan
populasi mikroba tanah.
2. Geofagus, yaitu fauna pemakan campuran tanah dan sisa bahan organik yang
secara tidak langsung dapat meningkatkan porositas, membantu penyebaran
(33)
13
hara, memperbaiki proses hidrologi tanah, dan meningkatkan pertukaran udara
di dalam tanah.
3. Predator, yaitu fauna pemakan organisme pengganggu sehingga berperan
sebagai pengendali populasi hama dan penyakit tanaman (Las, 2008).
2.4.1
Collembola
Collembola berasal dari bahasa Yunani (colla
= lem dan
embolon
= baji atau
pasak). Insekta yang tidak bersayap ini umumnya berukuran kurang dari 6 mm,
bentuk tubuhnya memanjang atau oval dan mempunyai antena 4 ruas. Pada ruas
abdomen pertama terdapat struktur seperti tabung (collophore) yang berfungsi
untuk melekat. Pada ruas ketiga terdapat struktur pemegang furcula yang disebut
sebagai tenaculum. Biasanya ruas abdomen keempat atau kelima terdapat struktur
menggarpu (farcula) yang berfungsi sebagai alat peloncat. Fauna tanah ini sering
dijumpai di bawah permukaan tanah, di bawah kulit kayu yang sudah lapuk, di
dalam bahan organik yang membusuk dan pada permukaan air. Collembola
berperan sebagai pemakan bahan organik (saprofag) dan pemakan cendawan
(misetofag). Collembola terdiri dari 7 famili yaitu
Poduridae, Hypogastruridae,
Onychiuridae, Isotomidae, Entomobryidae, Neelidae, Sminthuridae
(Borror dkk.,
1997).
(34)
14
Gambar 1. Collembola (A) famili
Poduridae
(B) famili
Hypogastruridae
(C) famili
Onychiuridae
(D) famili
Isotomidae
(E) famili
Entomobryidae
(F) famili
Neelidae
(G) famili
Sminthuridae
(Borror dkk., 1997)
A
B
C
D
E
F
(35)
15
2.4.2
Acarina
Mesofauna tanah golongan Acarina disebut juga sebagai tungau. Fauna tanah ini
merupakan salah satu anggota filum Arthropoda yang berkerabat dekat dengan
laba-laba, sub filum
Chalicerata, kelas
Arachneda
dan sub kelas
Acarina.
Acarina mempunyai tiga pasang kaki, bertubuh pendek, tidak bersayap, dan tidak
bersegmen jelas. Ukuran tubuhnya 1 mikron sampai 3 cm. Acarina hidup bebas
pada akar pohon, humus, detritus, tumpukan kayu yang membusuk, dan
mempunyai kandungan bahan organik yang tinggi. Fauna tanah ini berperan
secara langsung dalam dekomposisi bahan organik (Borror dkk., 1997). Berikut
adalah contoh-contoh subordo Acarina.
Gambar 2. Acarina (A) subordo
Prostigmata
(B) subordo
Ixodida
(C) subordo
Oribatida
(D) subordo
Astigmata
(Borror dkk., 1997)
A
B
(36)
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini merupakan tahun ke-27 musim tanam ke-46, yang dilaksanakan
pada bulan November 2014 sampai dengan bulan Maret 2015. Penanaman
dilakukan di lahan Politeknik Negeri Lampung dengan perlakuan sistem olah
tanah yakni tanpa olah tanah (TOT), olah tanah minimum (OTM) dan olah tanah
intensif (OTI), serta pemupukan N jangka panjang dari tahun 1987. Berdasarkan
pengukuran dengan GPS, lokasi percobaan berada pada 105
013’45,5”-105
013’48,0” BT dan 05
021’19,6”-05
021’19,7” LS, dengan elevasi 122 m dari
permukaan laut. Analisis contoh tanah dan serasah dilakukan di Laboratorium
Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
3.2 Bahan dan Alat
Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serasah pada lahan
TOT, OTM dan OTI, benih padi gogo varietas Inpago-8, pupuk Urea, SP-18, dan
KCl, herbisida dengan bahan aktif 2,4-Dimetil amina dan Glifosat, alkohol 70 %,
formalin, aquades, kertas label, tissue, dan bahan-bahan kimia untuk analisis
contoh tanah dan serasah. Sedangkan peralatan yang digunakan dalam penelitian
ini yaitu bingkai kayu ukuran 50 cm x 50 cm, gunting, pisau, kantong plastik,
(37)
17
spidol, termometer tanah, cawan petri, botol film, mangkok kecil, pinset, peniti,
pipet tetes, mikroskop stereo, oven, timbangan, kalkulator, gelas ukur, alat tulis,
alat
Berlese Tullgren
dan peralatan untuk analisis contoh tanah dan serasah.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) yang
disusun secara faktorial 3x2 dengan 4 ulangan. Faktor pertama yaitu perlakuan
sistem olah tanah yaitu T
0= TOT (tanpa olah tanah), T
1= OTM (olah tanah
minimum), dan T
2= OTI (olah tanah intensif), sedangkan faktor kedua yaitu
pemupukan nitrogen (N) jangka panjang, yaitu N
0(tanpa pupuk N) dan N
1(100
kg N ha
-1). Data yang diperoleh diuji homogenitasnya menggunakan uji Bartlett
dan aditifitasnya menggunakan uji Tukey, kemudian perbedaan nilai tengah diuji
menggunakan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) taraf 5%.
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1
Persiapan Lahan
Penelitian ini merupakan penelitian jangka panjang dari tahun 1987 yang telah
berlangsung selama 27 tahun. Pada pertanaman sebelumnya yakni pada musim
tanam ke-45, lahan ini telah ditanami dengan tanaman jagung. Penanaman jagung
dimulai pada tanggal 1 Maret 2014 dan pemanenan dilakukan pada tanggal 8 Juni
2014. Setelah dilakukan pemanenan tanaman jagung, lahan diberakan sampai
musim tanam selanjutnya. Pada tanggal 20 November 2014, yakni pada musim
tanam ke-46 lahan tersebut ditanami kembali dengan tanaman padi gogo.
(38)
18
Selanjutnya, dua minggu sebelum tanam lahan disemprot menggunakan herbisida
1 liter 2,4-Dimetil amina ha
-1dan 5 liter Glifosat ha
-1. Hal tersebut dilakukan
untuk menghilangkan gulma yang tumbuh. Gulma tersebut digunakan sebagai
mulsa pada sistem olah tanah konservasi (OTK).
Sebelum perlakuan diterapkan, dilakukan pengamatan terhadap biomassa serasah
dengan cara serasah yang berada di dalam kotak kayu berukuran 50 cm x 50 cm
pada setiap petak percobaan ditimbang, lalu dioven dengan suhu 70
0C selama 3
hari. Setelah serasah dioven selama 3 hari, dilakukan penimbangan berat kering
serasah. Selanjutnya, berat kering serasah dianalisis kandungan hara nitrogen
serta karbonnya
Pada petak tanpa olah tanah, tanah tidak diolah sama sekali, gulma yang tumbuh
dikendalikan dengan herbisida dan sisa tanaman gulma digunakan sebagai mulsa.
Pada petak olah tanah minimum, tanah diolah seperlunya saja, gulma yang
tumbuh dibersihkan menggunakan kored dan sisa-sisa tanaman digunakan sebagai
mulsa. Pada petak olah tanah intensif (OTI) semua serasah tanaman dan gulma
dibersihkan dan disingkirkan dari petak percobaan. Selanjutnya lahan diolah
dengan pencangkulan sedalam 0-20 cm sebanyak dua kali.
3.4.2
Penanaman
Lahan dibagi menjadi 24 petak percobaan dengan ukuran tiap petaknya 4x6 m
2dan jarak antar petak 0,5 m
2. Selanjutnya, dibuat lubang tanam dengan kedalaman
3-5 cm dan jarak tanam 20 x 25 cm. Satu petak percobaan terdiri dari 20 baris,
(39)
19
tiap barisnya terdiri dari 25 kolom, sehingga dalam satu petak percobaan terdapat
500 lubang tanam. Jumlah benih per lubang tanam antara 4-5 butir gabah.
3.4.3
Pemupukan dan Pemeliharaan Tanaman
Aplikasi pemupukan Urea dilakukan dengan dosis 0 kg N ha
-1dan 100 kg N ha
-1.
Pupuk Urea diberikan secara bertahap sebanyak dua kali pemupukan, yaitu ketika
tanaman berumur 1 minggu setelah tanam dan pada saat tanaman pada fase
vegetatif maksimum. Selain itu, aplikasi pupuk KCl dan SP-18 juga dilakukan
sebanyak 100 kg KCl ha
-1dan 150 kg SP-18 ha
-1, diberikan seminggu setelah
tanam. Pemeliharaan dilakukan dengan penyulaman, penyiraman, penyiangan
gulma, serta pengendalian hama penyakit bila diperlukan.
3.4.4
Pemanenan
Pemanenan dilakukan jika 90% malai sudah menguning, batang mengering, dan
gabah sudah keras. Hal ini terjadi ketika padi dalam keadaan masak kuning.
Kondisi ini diperkirakan 30-35 hari dari masa berbunga, atau pada saat tanaman
berumur 100-110 hari.
3.4.5
Pengambilan sampel mesofauna
Pengambilan sampel mesofauna pada serasah dilakukan sebanyak dua kali yaitu
pada saat sebelum tanam (komposit berdasarkan ulangan) dan setelah panen
(seluruh ulangan). Pengambilan serasah dilakukan menggunakan bingkai kayu
(40)
20
berukuran 50 cm x 50 cm di setiap titik yang ditentukan secara acak. Serasah
yang diambil berupa seluruh serasah yang berada di dalam bingkai kayu.
Gambar 3. Pengambilan serasah menggunakan bingkai kayu
Serasah tersebut dimasukkan ke dalam plastik. Selanjutnya ditimbang 100 g
serasah untuk diekstraksi menggunakan corong
Barlese Tullgren. Serasah
tersebut disinari di bawah lampu 15 watt selama 48 jam. Hal ini bertujuan untuk
memisahkan mesofauna dari serasah, karena akibat penyinaran lampu tersebut
mesofauna akan turun ke dalam tabung erlenmeyer yang sudah berisi alkohol 70
% sebanyak 20 ml dan 3 tetes formalin (sebagai pengawet mesofauna).
(41)
21
Populasi dan keanekaragaman mesofauna yang tertampung pada erlenmeyer
dikeluarkan dan dimasukkan dalam cawan petri. Selanjutnya, mesofauna pada
cawan petri diidentifikasi menurut buku
Introduction of Insect
(Borror dkk., 1997)
dan dihitung jumlahnya menggunakan mikroskop stereo dengan perbesaran
20 ̶ 40
kali. Prosedur tersebut merujuk pada penuntun praktikum Biologi dan Kesehatan
Tanah oleh Niswati dkk. (2013). Populasi mesofauna dihitung dengan cara:
Total Populasi = Jumlah individu (ekor)
Bobot kering serasah (100 g)
Keanekaragaman mesofauna serasah dihitung menggunakan Indeks
Keanekaragaman
(H’)
Shannon-Weaver
(Odum, 1983) dengan rumus sebagai
berikut:
H
’
= -∑[(ni/N) In (ni/N)]
Keterangan: H
’
= Indeks keanekaragaman
Shannon-Weaver
ni = Jumlah individu jenis ke-i
N = Jumlah total individu yang ditemukan
Indeks keanekaragaman
Shannon-Weaver
dibagi dalam tiga kategori, yakni:
Tabel 1. Kriteria Indeks Keanekaragaman
(H’)
Shannon-Weaver.
Indeks Keanekaragaman
(H’)
Kategori Keanekaragaman
H
≤ 2
Rendah
2 < H
≤
3
Sedang
H
≥ 3
Tinggi
(42)
22
3.5 Pengamatan
Variabel utama yang diamati adalah:
1. Populasi mesofauna pada serasah (ekor 100 g
-1).
2. Keanekaragaman mesofauna pada serasah (tinggi, sedang, atau rendah).
Variabel pendukung yang diamati adalah:
1. C-organik (%) serasah menggunakan metode Walkey dan Black (Thom dan
Utomo, 1991).
2. N-total (%) serasah menggunakan metode Kjeldahl (Thom dan Utomo, 1991).
3. Biomassa serasah (g).
4. pH tanah menggunakan metode elektrometik (Thom dan Utomo, 1991).
5. Kadar air tanah (%)
6. Suhu tanah (
0C)
Analisis C-organik serasah, N-total serasah, dan C/N rasio serasah dilakukan saat
setelah panen (akhir), sedangkan analisis pH tanah, kelembaban tanah, suhu tanah,
dan biomassa serasah dilakukan setiap pengambilan sampel serasah dan contoh
tanah. Untuk mengetahui hubungan antara variabel utama dan variabel
(43)
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah:
1. Populasi mesofauna serasah pada lahan tanpa olah tanah (T
0) lebih tinggi
daripada olah tanah minimum (T
1) dan olah tanah intensif (T
2),
sedangkan keanekaragaman mesofauna lebih tinggi pada olah tanah
intensif (T
2) daripada tanpa olah tanah (T
0) dan olah tanah minimum
(T
1).
2. Populasi mesofauna serasah dengan pemupukan nitrogen 100 kg N ha
-1(N
1) lebih tinggi daripada tanpa pemupukan nitrogen (N
0), sedangkan
pemupukan nitrogen 100 kg N ha
-1tidak berpengaruh terhadap
keanekaragaman mesofauna serasah.
3. Tidak terdapat interaksi antara sistem pengolahan tanah dan pemupukan
nitrogen terhadap populasi dan keanekaragaman mesofauna serasah.
4.
Indeks Keanekaragaman (H’) mesofauna serasah pada seluruh perlakuan
menurut kategori
Shannon-Weaver
termasuk dalam kategori rendah.
5. Acarina merupakan ordo mesofauna yang mendominasi pada seluruh
(44)
38
6. Peningkatan biomassa serasah dapat meningkatkan populasi mesofauna
serasah,
namun menurunkan Indeks Keanekaragaman (H’) mesofauna
serasah. Selain itu, peningkatan kadar air tanah juga dapat meningkatkan
populasi mesofauna serasah.
5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang pengaruh sistem olah tanah dan
pemupukan nitrogen terhadap populasi dan keanekaragaman mesofauna
serasah.
(45)
PUSTAKA ACUAN
Borror, D. J., C. A. Triplehon dan N. F. Johnson. 1997.
Pengenalan Pelajaran
Serangga. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 1083 hal.
Buckman, H. O. dan N. C. Brady. 1992.
Ilmu Tanah. Bharata Karya Aksara.
Jakarta. 788 hal.
Camila T. C., L. Lorenzo, dan A. A. D. Oliveira. 2012. The Importance of
Mesofauna and Decomposition Environment on Leaf Decomposition in
Three Forests in Southeastern Brazil.
J.Plant Ecology
213 (8): 1303-1313.
Foth, H. D. 1998.
Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta. 782 hlm
Gede, C.W.M. 2006.
Pengaruh Pemberian Limbah Cair Pengolahan Minyak
Kelapa Sawit (Elaeis gueneensis Jack) Terhadap Populasi dan
Keanekaragaman Mesofauna Tanah di PTP Nusantara VII (PERSERO)
Unit Usaha Bekri Lampung Tengah.
(Sripsi). Universitas Lampung. Bandar
Lampung.. 41 hlm.
Guevara R., L. Villedo, dan A. Najera. 2002. Soil Mesofauna Patterns and
Experiments on Leaf Litter Mite Fungivory : Preferences, Effects on Fungal
Reproduction and Decomposition.
Jurnal Acta Zoologica Mexicana
87 :
1-15.
Hakim, N., M. Y. Nyakpa, A. M. Lubis, S.G.Nugroho, M. A. Diha, G.B.Hong,
dan H.H.Bailey. 1986.
Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung.
Bandar Lampung. 288 hlm.
Las, I. 2008.
Pemanfaatan Biota Tanah untuk Keberlajutan Produktivitas
Pertanian Lahan Kering Masam.
Jurnal Pengembangan Inovasi Pertanian
1(2) : 157-163.
Nelfa, F. 2000. Keanekaragaman Mesofauna Tanah pada beberapa Penutupan
Lahan di Kampus IPB Darmaga. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
(46)
40
Niswati, A., S. G. Nugroho, Dermiyati, S. Yusnaini, M.A.S. Arif. 2013.
Penuntun
Praktikum Biologi Tanah dan Kesehatan Tanah (AGT 301). Universitas
Lampung. Bandar Lampung. 30 hlm.
Odum, E. P. 1983.
Dasar-Dasar Ekologi. Edisi ketiga. Terjemahan Tjahjono
Samingan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 697 hal.
Prasetyo, Y.T. 2007.
Bertanam Padi Gogo Tanpa Olah Tanah. Penebar Swadaya.
Jakarta. 71 hlm.
Pringadi, K., H.M. Toha dan B. Nuryanto. 2007.
Pengaruh Pemupukan N
terhadap Pertumbuhan dan Hasil Padi Gogo Dataran Sedang. Balai Besar
Penelitian Tanaman Padi. Jawa Barat.
Prayitno, J. 2004.
Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan dan Musim terhadap
Jumlah dan Keragaman Mesofauna pada Tanah dan Serasah di Sumber Jaya
Lampung Barat. Sripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 58 hlm.
Pulung, M. A. 2005.
Kesuburan Tanah. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
287 hal.
Ricardo A.C.H., l.B. Falco, R.V. Sandler, dan C.E. Coviella.2015. Differential
Contribution of Soil Biota Groups to Plant Litter Decomposition as Mediated
by Soil Use.
J PeerJ
3 (826) : 11-25.
Sarwani, M. 2008.
Teknologi Budidaya Padi. Balai Besar Pengkajian dan
Pengembangan Teknologi Pertanian. Bogor.
Soplanit, R. dan S.H.Nukuhaly. 2012. Pengaruh Pengelolaan Hara NPK terhadap
Ketersediaan N dan Hasil Tanaman Padi Sawah (Oryza sativa
L.) di Desa
Waelo Kecamatan Waepo Kabupaten Buru.
Jurnal Agrologia
1 (1) : 81-90.
Sugiyarto. 2000. Keanekaragaman Makrofauna Tanah pada Berbagai Umur
Tegakan Sengon di RPH Jatirejo, Kab.
Kediri
”.
J. Biodiversitas
1 (2): 47-53.
Sugiyarto, M. Pujo, dan N. S. Miati. 2001. Hubungan Keragaman Mesofauna
Tanah dan Vegetasi Bawah pada Berbagai Jenis Tegakan di Hutan
Jobolarangan.
Jurnal Biodiversitas
2 (2) : 140-145.
Suin, N.M. 2003.
Ekologi Hewan Tanah. Bumi Aksara. Jakarta. Hlm 22-24.
Soepardi, G. 1983.
Sifat dan Ciri Tanah. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 871
hlm.
Sutedjo, M. M. dan A. G. Kartasapoetra. 2002.
Pupuk dan Cara Pemupukan.
Rineka Cipta. 177 hlm.
(47)
41
Thom, O.W dan M. Utomo. 1991.
Manajemen Laboratorium dan Metode Analisis
Tanah dan Tanaman.
Universitas Lampung. Bandar Lampung. 85 hal.
Utomo. M., F.X.Susilo, A.Gafur, R.Evizal, S.Murwani, dan I.G.Swibawa. 2004.
Conservation and Sustainable Management of Below-Ground Biodiversity in
Indonesia. Universitas Lampung. Bandar Lampung.145 hal.
Utomo, M. 2012.
Tanpa Olah Tanah (Teknologi Pengelolaan Pertanian Lahan
Kering). Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Bandar Lampung. 110
hal.
Valentina, D.A. 2013.
Populasi dan Keanekaragaman Mesofauna Tanah dan
Serasah di Hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS).
Skripsi.
Universitas Lampung. Bandar Lampung. 30 hal.
Yuanadevi, E. 2001.
Keanekaragaman Mesofauna Tanah pada beberapa Tahun
Tanam Tegakan Jati (Teciona grandis L.).
Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Yudin, S. 2012.
Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Aplikasi Mulsa Bagas
Terhadap Populasi dan Biomassa Cacing Tanah Serta Populasi dan
Keanekaragaman Mesofaun Tanah Pada Lahan Pertanaman Tebu.
Skripsi.
Universitas Lampung. Bandar Lampung. 67 hlm.
(1)
22
3.5 Pengamatan
Variabel utama yang diamati adalah:
1. Populasi mesofauna pada serasah (ekor 100 g-1).
2. Keanekaragaman mesofauna pada serasah (tinggi, sedang, atau rendah).
Variabel pendukung yang diamati adalah:
1. C-organik (%) serasah menggunakan metode Walkey dan Black (Thom dan Utomo, 1991).
2. N-total (%) serasah menggunakan metode Kjeldahl (Thom dan Utomo, 1991). 3. Biomassa serasah (g).
4. pH tanah menggunakan metode elektrometik (Thom dan Utomo, 1991). 5. Kadar air tanah (%)
6. Suhu tanah (0C)
Analisis C-organik serasah, N-total serasah, dan C/N rasio serasah dilakukan saat setelah panen (akhir), sedangkan analisis pH tanah, kelembaban tanah, suhu tanah, dan biomassa serasah dilakukan setiap pengambilan sampel serasah dan contoh tanah. Untuk mengetahui hubungan antara variabel utama dan variabel
(2)
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah:
1. Populasi mesofauna serasah pada lahan tanpa olah tanah (T0) lebih tinggi daripada olah tanah minimum (T1) dan olah tanah intensif (T2),
sedangkan keanekaragaman mesofauna lebih tinggi pada olah tanah intensif (T2) daripada tanpa olah tanah (T0) dan olah tanah minimum (T1).
2. Populasi mesofauna serasah dengan pemupukan nitrogen 100 kg N ha-1 (N1) lebih tinggi daripada tanpa pemupukan nitrogen (N0), sedangkan pemupukan nitrogen 100 kg N ha-1tidak berpengaruh terhadap keanekaragaman mesofauna serasah.
3. Tidak terdapat interaksi antara sistem pengolahan tanah dan pemupukan nitrogen terhadap populasi dan keanekaragaman mesofauna serasah. 4. Indeks Keanekaragaman (H’) mesofauna serasah pada seluruh perlakuan
menurut kategoriShannon-Weavertermasuk dalam kategori rendah. 5. Acarina merupakan ordo mesofauna yang mendominasi pada seluruh
(3)
38
6. Peningkatan biomassa serasah dapat meningkatkan populasi mesofauna serasah,namun menurunkan Indeks Keanekaragaman (H’) mesofauna serasah. Selain itu, peningkatan kadar air tanah juga dapat meningkatkan populasi mesofauna serasah.
5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang pengaruh sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen terhadap populasi dan keanekaragaman mesofauna serasah.
(4)
Borror, D. J., C. A. Triplehon dan N. F. Johnson. 1997.Pengenalan Pelajaran Serangga. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 1083 hal.
Buckman, H. O. dan N. C. Brady. 1992.Ilmu Tanah. Bharata Karya Aksara. Jakarta. 788 hal.
Camila T. C., L. Lorenzo, dan A. A. D. Oliveira. 2012. The Importance of Mesofauna and Decomposition Environment on Leaf Decomposition in Three Forests in Southeastern Brazil.J.Plant Ecology213 (8): 1303-1313. Foth, H. D. 1998.Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta. 782 hlm
Gede, C.W.M. 2006.Pengaruh Pemberian Limbah Cair Pengolahan Minyak Kelapa Sawit (Elaeis gueneensis Jack) Terhadap Populasi dan
Keanekaragaman Mesofauna Tanah di PTP Nusantara VII (PERSERO) Unit Usaha Bekri Lampung Tengah.(Sripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.. 41 hlm.
Guevara R., L. Villedo, dan A. Najera. 2002. Soil Mesofauna Patterns and
Experiments on Leaf Litter Mite Fungivory : Preferences, Effects on Fungal Reproduction and Decomposition.Jurnal Acta Zoologica Mexicana87 : 1-15.
Hakim, N., M. Y. Nyakpa, A. M. Lubis, S.G.Nugroho, M. A. Diha, G.B.Hong, dan H.H.Bailey. 1986.Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 288 hlm.
Las, I. 2008.Pemanfaatan Biota Tanah untuk Keberlajutan Produktivitas Pertanian Lahan Kering Masam.Jurnal Pengembangan Inovasi Pertanian 1(2) : 157-163.
Nelfa, F. 2000. Keanekaragaman Mesofauna Tanah pada beberapa Penutupan Lahan di Kampus IPB Darmaga. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
(5)
40
Niswati, A., S. G. Nugroho, Dermiyati, S. Yusnaini, M.A.S. Arif. 2013.Penuntun Praktikum Biologi Tanah dan Kesehatan Tanah (AGT 301). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 30 hlm.
Odum, E. P. 1983.Dasar-Dasar Ekologi. Edisi ketiga. Terjemahan Tjahjono Samingan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 697 hal.
Prasetyo, Y.T. 2007.Bertanam Padi Gogo Tanpa Olah Tanah. Penebar Swadaya. Jakarta. 71 hlm.
Pringadi, K., H.M. Toha dan B. Nuryanto. 2007.Pengaruh Pemupukan N terhadap Pertumbuhan dan Hasil Padi Gogo Dataran Sedang. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Jawa Barat.
Prayitno, J. 2004.Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan dan Musim terhadap Jumlah dan Keragaman Mesofauna pada Tanah dan Serasah di Sumber Jaya Lampung Barat. Sripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 58 hlm. Pulung, M. A. 2005.Kesuburan Tanah. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
287 hal.
Ricardo A.C.H., l.B. Falco, R.V. Sandler, dan C.E. Coviella.2015. Differential Contribution of Soil Biota Groups to Plant Litter Decomposition as Mediated by Soil Use.J PeerJ3 (826) : 11-25.
Sarwani, M. 2008.Teknologi Budidaya Padi. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Bogor.
Soplanit, R. dan S.H.Nukuhaly. 2012. Pengaruh Pengelolaan Hara NPK terhadap Ketersediaan N dan Hasil Tanaman Padi Sawah (Oryza sativa L.) di Desa Waelo Kecamatan Waepo Kabupaten Buru.Jurnal Agrologia1 (1) : 81-90. Sugiyarto. 2000. Keanekaragaman Makrofauna Tanah pada Berbagai Umur
Tegakan Sengon di RPH Jatirejo, Kab.Kediri”.J. Biodiversitas1 (2): 47-53. Sugiyarto, M. Pujo, dan N. S. Miati. 2001. Hubungan Keragaman Mesofauna
Tanah dan Vegetasi Bawah pada Berbagai Jenis Tegakan di Hutan Jobolarangan.Jurnal Biodiversitas2 (2) : 140-145.
Suin, N.M. 2003.Ekologi Hewan Tanah. Bumi Aksara. Jakarta. Hlm 22-24. Soepardi, G. 1983.Sifat dan Ciri Tanah. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 871
hlm.
Sutedjo, M. M. dan A. G. Kartasapoetra. 2002.Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta. 177 hlm.
(6)
Thom, O.W dan M. Utomo. 1991.Manajemen Laboratorium dan Metode Analisis Tanah dan Tanaman.Universitas Lampung. Bandar Lampung. 85 hal.
Utomo. M., F.X.Susilo, A.Gafur, R.Evizal, S.Murwani, dan I.G.Swibawa. 2004. Conservation and Sustainable Management of Below-Ground Biodiversity in Indonesia. Universitas Lampung. Bandar Lampung.145 hal.
Utomo, M. 2012.Tanpa Olah Tanah (Teknologi Pengelolaan Pertanian Lahan Kering). Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Bandar Lampung. 110 hal.
Valentina, D.A. 2013.Populasi dan Keanekaragaman Mesofauna Tanah dan Serasah di Hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS).Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 30 hal.
Yuanadevi, E. 2001.Keanekaragaman Mesofauna Tanah pada beberapa Tahun Tanam Tegakan Jati (Teciona grandis L.).Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Yudin, S. 2012.Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Aplikasi Mulsa Bagas Terhadap Populasi dan Biomassa Cacing Tanah Serta Populasi dan
Keanekaragaman Mesofaun Tanah Pada Lahan Pertanaman Tebu.Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 67 hlm.