Guru Berperan sebagai Pengajar dalam Pembentukan Karakter

34

2.4.3 Guru Berperan sebagai Teladan dalam Pembentukan Karakter

Keteladan merupakan aspek paling penting dalam mengajarkan karakter kepada anak. Seperti yang dituliskan Ki Hajar Dewantara 1977: 28 bahwa yang termasuk peralatan pendidikan yang dimaksud peralatan pendidikan adalah alat-alat pokok, cara-caranya mendidik adalah sebagai berikut: 1. Memberi contoh voorbeeld 2. Pembiasaan pakulinan, gewoontevorming 3. Pengajaran leering, wulang-wuruk 4. Perintah, paksaan dan hukuman regeering en tucht 5. Laku zelfbeheersching,zelfdiscipline 6. Pengalaman lahir dan batin nglakoni, ngrasa, beleving. Di dalam kamus Bahasa Indonesia, teladan adalah sesuatu yang patut untuk ditiru atau baik untuk dicontoh yang terhimpun didalam perbuatan, kelakuan, dan sifat Depdiknas, 2007: 1160. Zainu, M.J, mengatakan: Guru harus memiliki sikap teladan yang baik bagi orang lain, baik dalam tutur kata, perbuatan, perilaku, dan merasakan senang apabila peserta didiknya memperoleh kebaikan Zainu, 1997: 64. Guru merupakan model atau teladan bagi peserta didik dan semua orang yang menganggap dia sebagai guru. Pada dasarnya manusia sangat cenderung memerlukan sosok teladan dan panutan yang mampu mengarahkan manusia pada jalan kebenaran dan sekaligus menjadi perumpamaan dinamis yang menjelaskan cara menjalankan syariat Allah. Pendidikan dengan materi keteladanan berarti pendidikan dengan memberikan contoh, baik berupa tingkah laku, sifat, dan cara berpikir Aly, 2002: 97. 35 Pentingnya keteladanan dalam pembentukan karakter peserta didik dikarenakan Karakter yang baik dapat dibentuk hanya dengan pelajaran, instruksi dan larangan, sebab jiwa untuk menerima keutamaan itu tidak cukup dengan hanya seorang guru mengatakan “kerjakan ini dan jangan kerjakan itu”. Menanamkan sopan santun memerlukan pendidikan yang panjang dan harus ada pendekatan yang lestari. Pendidikan tidak akan sukses, jika tidak disertai dengan pemberian contoh teladan yang baik dan nyata Nata, 2006: 165. Pendidikan dengan memberikan keteladanan yang baik adalah penopang dalam upaya meluruskan kebengkokan anak, bahkan merupakan dasar dalam meningkatan keutamaan, kemuliaan dan etika sosial yang terpuji Ulwan, 2002: 42. Keteladanannya menjadi faktor penting dalam membina karakter anak, jika pendidik jujur, dapat dipercaya, berkarakter mulia, berani menjauhkan diri dari perbuatan- perbuatan yang bertentangan dengan agama, maka anak-anak akan tumbuh dalam kejujuran, terbentuknya karakter mulia, keberanian, dan sikap yang menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan agama Ulwan, 2002: 2. Pada dasarnya, kebutuhan akan figur teladan bersumber dari kecenderungan meniru yang sudah menjadi karakter manusia. Peniruan bersumber dari kondisi mental seseorang yang senantiasa merasa bahwa dirinya berada dalam perasaan yang sama dengan kelompok lain. Bagaimanapun besarnya usaha yang dipersiapkan untuk kebaikan, bagaimanapun suci beningnya fitrah, ia tidak akan mampu memenuhi prinsip-prinsip kebaikan dan pokok-pokok pendidikan utama, selama ia tidak melihat sang pendidik sebagai teladan nilai-nilai moral yang tinggi Muzhahiri, 1999: 2. 36 Dalam psikologi, kepentingan penggunaan keteladanan didasarkan atas adanya insting untuk beridentifikasi dalam diri setiap manusia yaitu dorongan untuk menjadi sama identik dengan tokoh indentifikasi. Robert R. Sear, mengartikan identifikasi: “Identification is the name we choose to give to whatever process occurs when child adopts the method of role practice,=, i.e., acts as though he were occupying another person’s role Identifikasi ialah nama yang kami pilih untuk menunjukkan proses apapaun yang berlangsung ketika anak mengadopsi cara berperan, yaitu berlaku seakan-akan ia melakukan peran orang lain Sears, 1976: 370. Identifikasi mencakup segala bentuk peniruan peran yang dilakukan seseorang terhadap tokoh identifikasinya. Dengan perkataan lain, identifikasi merupakan mekanisme penyesuaian diri yang terjadi melalui kondisi interaksional dalam hubungan sosial antara individu dan tokoh identifikasinya. Seseorang yang berada dalam kondisi yang lemah bisa mengikuti apapun yang dilakukan tokoh identifikasinya Rakhmat, 1989: 12. Agar individu tidak menjadi budak lingkungan, identifikasi pada anak-anak hendaknya disertai dengan penanaman pengertian akan apa yang ditirunya dan kesadaran akan tujuan. Dengan pengertian dan kesadaran, ia akan dapat memilih apa yang baik dan apa yang tidak baik untuk diikuti Ja ‟far, 1982: 73. Identifikasi yang bertujuan merupakan, proses berpikir yang memadukan ketergantungan serta dorongan untuk meniru dengan kesadaran akan apa yang ditiru. Identifikasi ini yang akan dapat membentuk kepribadian muslim Aly, 2002: 83. Sehubungan dengan ini, pendidik hendaknya memperhatikan identifikasi tersebut 37 kepada tujuan pendidikan Islam, mempersiapkan dirinya sebagai tokoh identifikasi, dan menyiapkan atau menciptakan tokoh identifikasi sesuai dengan tujuan pendidikan Islam, baik tokoh sejarah maupun tokoh cerita, melalui gambar, lisan, ataupun tulisan Aly, 2002: 97. Sebagai teladan, tentu saja pribadi dan apa yang dilakukan akan mendapat panutan peserta didik serta orang dilingkungannya. Ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh guru dalam memberikan keteladanan kepada peserta didik untuk membina akhlaqul karimah, yaitu sifat dasar, bicara dengan gaya bicara, kebiasaan bekerja, sikap melalui pengalaman dan kesalahan, pakaian, hubungan kemanusiaan, proses berpikir, prilaku neuotis, pengambilan keputusan, kesehatan, dan gaya hidup secara umum Mulyasa, 2008: 47. Kaitannya dengan IPS seperti yang dikatakan Goble dalam Supardan 2015: 161 bahwa dari sudut pandang kontinuitas sosial, guru memiliki fungsi yang paling penting untuk mewujudkan model aksi sosial yang berfungsi sebagai motor bagi siswa dan masyarakatnya. Guru harus mencontohkan terlebih dahulu baru kemudian guru tersebut akan mampu menggerakkan siswanya untuk mengikuti apa yang dilakukannya dan kemudian ini akan berdampak pada masyarakat sekitarnya.

2.4.4 Guru Berperan sebagai Pelatih dalam Pembentukan Karakter

Seperti yang telah disebutkan pada teori di atas, bahwa menurut Ki Hajar Dewantara 1977: 28 yang menjadi salah satu alat pendidikan atau bagaimana cara mendidik adalah dengan memberikan pembiasaan pakulinan, gewoontevorming. Pembiasaan