Simulasi Pengaturan Start-Stop Dan Pembebanan Tiga Generator Dengan Kontrol Menggunakan PLC

(1)

SIMULASI PENGATURAN START – STOP DAN PEMBEBANAN

TIGA GENERATOR DENGAN KONTROL

MENGGUNAKAN PLC

OLEH :

KHOIRUL IRPAN 050402046

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

SIMULASI PENGATURAN START – STOP DAN PEMBEBANAN TIGA GENERATOR DENGAN KONTROL MENGGUNAKAN PLC

OLEH : KHOIRUL IRPAN

050402046

Tugas Akhir ini diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

pada

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Sidang pada tanggal 07 bulan Maret tahun 2009 di depan Penguji : 1. Ir. Mustafrin Lubis : Ketua Penguji

2. Ir. Sumantri Zulkarnaen : Anggota Penguji 3. Ir. Surya Tarmizi Kasim, M.Si : Anggota Penguji

Disetujui oleh : Pembimbing Tugas Akhir,

(Ir.Riswan Dinzi,MT) NIP: 131803349 Diketahui oleh :

Ketua Departemen Teknik Elektro FT USU,

(Ir. Nasrul Abdi, MT) NIP: 131459555


(3)

ABSTRAK

Programmable Logic Control (PLC) pada dasarnya adalah sebuah komputer yang khusus berisi fungsi kontrol dari berbagai jenis dan level secara kompleksitas, yang dipergunakan untuk mengotomatiskan sistem kontrol pada mesin-mesin maupun proses. PLC dapat diprogram, dikontrol, dan dioperasikan bahkan oleh seseorang yang tidak begitu mahir dalam pengoperasian PC (Personal Computer). Karakter proses yang dikendalikan oleh PLC sendiri merupakan proses yang sifatnya bertahap, yakni proses itu berjalan urut untuk mencapai kondisi akhir yang diharapkan.

Dalam tugas akhir ini, simulasi generator yang digunakan sebanyak tiga unit dan PLC digunakan untuk pengaturan start-stop dan pembebanan tiga generator yang diaplikasikan dalam perancangan simulasi, meliputi cara pemrograman PLC untuk kebutuhan kontrol, dan urutan proses kerja dari generator sehingga membentuk sistem kerja dari sebuah pengaturan pembebanan. Sistem ini bekerja otomatis ketika suplai listrik dari PLN terputus. Jika keadaan ini terjadi maka sistem start-stop dan pengaturan pembebanan secara otomatis akan aktif sesuai dengan urutan kerja yang telah diprogram, sampai akhirnya beban mendapatkan suplai listrik.


(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah S.W.T yang telah memberikan kemampuan dan ketabahan dalam menghadapi segala cobaan, halangan dan rintangan dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini, serta shalawat beriring salam penulis hadiahkan ke junjungan Nabi Muhammad S.A.W.

Tugas akhir ini penulis persembahkan kepada yang teristimewa yaitu ayahanda Lahmuddin Batubara dan ibunda Kholilah Rangkuti, serta abanganda Faisal Batubara, A.md, Adinda Diana Batubara, dan adinda Nur Baiti Batubara tercinta yang merupakan bagian hidup penulis yang senantiasa mendukung dan mendoakan dari sejak penulis lahir hingga sekarang.

Tugas akhir ini merupakan bagian dari kurikulum yang harus diselesaikan untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan pendidikan Sarjana Strata Satu di Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Adapun judul Tugas Akhir ini adalah :

SIMULASI PENGATURAN START-STOP DAN PEMBEBANAN TIGA GENERATOR DENGAN KONTROL MENGGUNAKAN PLC

Selama penulis menjalani pendidikan di kampus hingga diselesaikannya Tugas Akhir ini, penulis banyak menerima bantuan, bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis dalam kesempatan ini ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Ir. Riswan Dinzi, MT selaku Dosen Pembimbing yang dengan sabar dan tulus meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.


(5)

2. Bapak Ir. Samsul Amin, M.Sc selaku dosen wali penulis yang senantiasa memberikan bimbingan selama perkuliahan.

3. Bapak Ir. Nasrul Abdi, MT dan Bapak Rachmad Fauzi, ST, MT selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ir.R.Sugih Arto Yusuf selaku Kepala Laboratorium Sistem Tenaga FT USU.

5. Seluruh Staf Pengajar yang telah memberi bekal ilmu kepada penulis dan seluruh Pegawai Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara atas bantuan administrasinya.

6. Keluarga Besar Laboratorium Sistem Tenaga FT USU : bapak Ir. Zulkarnaen Pane, B’Emil, B’Pahmi, Dedi.M, Budi.

7. Sahabat-sahabat terbaikku, Prindi, Ricky, Megi, Andry, Su’ib, Luthfi, Reza, Gifari, Herman, Harpen, Rifky, Rudi, Ardi, Arie, Rizky, Putra, Dedi.A, Yona, Muti, Diana, Ami, Dewi, Citra, Apri, semua teman-teman `05 yang tidak mungkin disebutkan satu persatu.

8. Serta semua abang senior dan adik junior yang telah mau berbagi pengalaman dan motivasi kepada penulis.

9. Terima kasih yang teristimewa kepada Laili Minarni Lubis yang telah memberikan dukungan moril maupun sprituil bagi penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.


(6)

Akhir kata penulis menyadari bahwa tulisan ini masih banyak kekurangannya. Kritik dan saran dari pembaca untuk menyempurnakan dan mengembangkan kajian dalam bidang ini sangat penulis harapkan. Semoga Tugas Akhir ini dapat memberi manfaat khususnya bagi penulis pribadi maupun bagi semua pihak yang membutuhkannya. Dan hanya kepada Allah SWT-lah penulis menyerahkan diri.

Medan, 29 Januari 2009 Penulis

Khoirul Irpan NIM : 050402046


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i 

KATA PENGANTAR... iv 

DAFTAR ISI... vii 

DAFTAR GAMBAR... x 

DAFTAR TABEL ... xiii 

BAB I PENDAHULUAN... 1 

1.1  Latar Belakang... 1 

1.2  Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 2 

1.3  Batasan Masalah ... 3 

1.4  Metode penulisan... 4 

1.5  Sistematika Penulisan ... 5 

BAB II GENERATOR SINKRON DAN PLC ... 7 

2.1  Generator Sinkron... 7 

2.1.1  Umum ... 7 

2.1.2  Konstruksi Generator Sinkron ... 8 

2.1.3  Prinsip Kerja Generator Sinkron ... 9 

2.1.4  Generator Berbeban ... 10 

2.1.5  Memparalelkan Generator ... 11 

2.1.6  Pengaturan Daya Aktif dan Daya Rekatif ... 14 

2.2  Programmable Logic Control (PLC) ... 16 


(8)

2.2.2  Komponen penyusun PLC... 18 

2.2.3  Prinsip Kerja Dasar... 24 

2.2.4  Perangkat Input – Output... 26 

2.2.5  Kelebihan PLC ... 32 

BAB III DASAR PEMROGRAMAN PLC DENGAN MENGGUNAKAN ... 35 

MITSUBISHI GX DEVELOPER ... 35 

3.1  Umum ... 35 

3.2  Fungsi – fungsi logika ... 38 

3.2.1  Logika AND ... 39 

3.2.2  Logika OR ... 40 

3.2.3  Logika NOT... 41 

3.2.4  Logika NAND ... 41 

3.2.5  Logika NOR ... 42 

3.2.6  Logika XOR ... 43 

3.3  Diagram ladder ... 44 

3.4  Pemrograman PLC dengan Menggunakan Mitsubishi GX Develover ... 47 

3.4.1  Mitsubishi GX Developer... 47 

3.4.2  Pemrograman Relay Internal pada Mitsubishi GX Developer .... 55 

3.4.3  Timer pada Mitsubishi GX Developer ... 62 

3.4.4  Counter pada Mitsubishi GX Developer ... 63 


(9)

BAB IV SIMULASI PENGATURAN START-STOP DAN PEMBEBANAN TIGA GENERATOR DENGAN MENGGUNAKAN PLC MITSUBISHI Fx1

s-30MR-ES... 68 

4.1  Beban Generator ... 68 

4.2  Load Sensing... 69 

4.3  Simulasi Pengaturan Beban Generator ... 70 

4.3.1  Daftar input – output yang digunakan ... 70 

4.3.2  Prinsip Kerja Sistem ... 71 

4.3.3  Rancangan Ladder diagram ... 76 

KESIMPULAN DAN SARAN ... 77 

5.1  Kesimpulan ... 77 

5.2  Saran ... 78 

DAFTAR PUSTAKA... 79  LAMPIRAN


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Generator sinkron...7

Gambar 2.2 rotor Non salient dua kutub...8

Gambar 2.3 Rotor Salient enam kutub...8

Gambar 2.4 (a)Lintasan fluksi, (b) Kerapatan fluks pada celah udara, (c) tegangan induksi pada kumparan jangkar ...9

Gambar 2.5 Rangkaian dan diagram vektor generator berbeban induktif ...11

Gambar 2.6 Generator akan paralel dengan sistem yang beroperasi ...11

Gambar 2.7 Metode Tiga Lampu untuk mencekin urutan fasa...12

Gambar 2.8 Kurva Frekuensi vs Daya Aktif pada genrator...14

Gambar 2.9 Kurva Tegangan vs Daya Reaktif pada generator...15

Gambar 2.10 Diagram konseptual aplikasi PLC...17

Gambar 2.11 Pengelompokan PLC berdasarkan jumlah I/O...18

Gambar 2.12 Output tipe relay...23

Gambar 2.13 bentuk dasar output tipe transistor ...23

Gambar 2.14 Ilustrasi scanning...24

Gambar 2.15 Contoh diagram ladder...26

Gambar 2.16 sensor-sensor saklar ...27

Gambar 2.17 limit switch yang diaktuasikan oleh : (a) tuas, (b) roller...27

Gambar 2.18 sensor-sensor fotoelektrik ...29

Gambar 2.19 (a) enkoder bertahap, (b) Enkoder mutlak 3 bit ...30

Gambar 3.1 tampilan Mitsubishi Gx Depelover sistem operasi Windows XP...36


(11)

Gambar 3.3 (a) Logika OR dalam hubungan listrik, (b) Gebang logika OR...40

Gambar 3.4 (a) Logika NOT dalam hubungan listrik, (b) Gebang logika NOT...41

Gambar 3.5 Gerbang logika NAND ...42

Gambar 3.6 Gerbang logika NOR ...42

Gambar 3.7 Gerbang ogika XOR...43

Gambar 3.8 Contoh ladder diagram ...44

Gambar 3.9 membaca sebuah ladder diagram ...46

Gambar 3.10 Pengaturan penginstalan software...49

Gambar 3.11 Tampilan awal pada GX Developer...50

Gambar 3.12 Menu tampilan untuk memilih tipe dan seri PLC ...51

Gambar 3.13 Menu tampilan untuk membuat input ...52

Gambar 3.14 menu tampilan untuk membuat output...52

Gambar 3.15 Menu tampilan program convert...53

Gambar 3.16 Menu tampilan untuk proses transfer program ke PLC ...53

Gambar 3.17 Menu kontrol panel ...54

Gambar 3.18 Konfirmasi penghapusan program ...55

Gambar 3.19 Internal relay ...56

Gambar 3.20 penggunaan Set dan Reset...57

Gambar 3.21 Relai internal sebagai fungsi pengunci (latching)...58

Gambar 3.22 Operasi One-shot...59

Gambar 3.23 Fungsi Set dan Reset ...60

Gambar 3.24 Fungsi Master Control ...61


(12)

Gambar 3.26 Operasi Counter pada Mitsubishi ...64

Gambar 3.27 Aplikasi fungsi CMP...67

Gambar 4.1 beban generator ...68

Gambar 4.2 load sensing...69


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 memori yang digunakan pada CPU PLC ...21

Tabel 3.1 Contoh konsep bilangan biner ...38

Tabel 3.2 Tabel kebenaran logika AND ...39

Tabel 3.3 Tabel kebenaran logika OR ...40

Tabel 3.4 Tabel kebenaran logika NOT...41

Tabel 3.5 Tabel kebenaran logika NAND ...42

Tabel 3.6 Tabel kebenaran logika NOR...43

Tabel 3.7 Tabel kebenaran logika XOR...43

Tabel 3.8 Daftar high speed counter...66


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peran teknologi dewasa ini dalam dunia industri telah berkembang dengan pesat. Otomatisasi merupakan salah satu realisasi dari perkembangan teknologi, dan merupakan satu-satunya alternatif yang tidak dapat dielakkan lagi untuk memperoleh sistem kerja yang sederhana, praktis, dan efisien sehingga memperoleh hasil dengan tingkat keakuratan yang tinggi dan dengan waktu yang lebih singkat jika dibandingkan dengan pekerjaan secara manual. Selain itu, biaya pengoperasiannya juga dapat ditekan seminim mungkin karena membutuhkan tenaga manusia yang lebih sedikit.

Pekerjaan mengatur start-stop dan pembebanan pada generator merupakan masalah tersendiri bagi suatu perusahaan. Untuk itu dibutuhkan suatu alat bantu untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut dengan cepat dan hasil yang baik. Pengaturan start-stop dan pembebanan dengan menggunakan PLC merupakan solusi tepat untuk mengatasi masalah ini, dimana seluruh pekerjaan yang seharusnya menggunakan tenaga manusia digantikan dengan mesin yang dikendalikan secara otomatis. Dengan begitu pekerjaan dapat selesai dalam waktu yang relatif singkat dan efisien.

Berdasarkan pertimbangan – pertimbangan di atas, untuk menunjang proses otomatisasi agar sistem kerja yang efisien dapat tercapai dibutuhkan sistem kontrol.


(15)

digunakan. Pada dasarnya didalam PLC terdapat beberapa peralatan yang berfungsi sebagai relay, coil, latching coil, timer, counter, perubahan analog ke digital, perubahan digital ke analog dan lain sebagainya yang dapat digunakan untuk mengendalikan peralatan dengan bantuan program yang kita rancang sesuai dengan kehendak kita. PLC dapat digunakan untuk mengatur peralatan dengan pengendali perangkat lunak. PLC menerima masukan dan menghasilkan keluaran sinyal-sinyal listrik untuk mengendalikan beban-beban sehingga menghasilkan suatu proses pengaturan start-stop dan pembebanan secara otomatis. Karakter proses yang dikendalikan oleh PLC sendiri merupakan proses yang sifatnya bertahap, yakni proses itu berjalan urut untuk mencapai kondisi akhir yang diharapkan.

Dalam hal ini, dengan menggunakan PLC, kegiatan pengaturan beban-beban tersebut dapat dilakukan dengan mudah dan cepat. Selain itu, PLC juga dapat diprogram ulang apabila diinginkan suatu perubahan dalam proses, sehingga lebih praktis karena kita tidak perlu membongkar ulang sistem yang telah ada, khususnya dalam wiring, melainkan hanya mengubah programnya saja.

1.2 Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk membuat suatu simulasi pengaturan start-stop dan pembebanan generator dengan kontrol menggunakan PLC.

Manfaat penulisan tugas akhir ini bagi penulis adalah mendapatkan pengertian dan penjelasan mengenai pengaturan start – Stop dan pembebanan generator serta mendapatkan penjelasan mengenai cara kerja PLC dalam rangka


(16)

mengontrol suatu proses yang diinginkan sehingga dapat memperoleh efisiensi dan efektifitas dibandingkan dengan penggunaan alat kontrol berupa relay. Sedangkan bagi para pembaca, diharapkan semoga tugas akhir ini dapat menjadi sumbangan dalam memperkaya pengetahuan dan memberdayakan penggunaan PLC sebagai salah satu alat pembelajaran bagi mahasiswa Departemen Teknik Elektro FT USU.

1.3 Batasan Masalah

Untuk menghindari pembahasan yang meluas, maka penulis membatasi pembahasan tugas akhir ini dengan hal-hal sebagai berikut :

1. Kapasitas masing-masing generator dianggap sama.

2. Tidak membahas karakteristik generator sinkron secara mendalam. 3. Tidak membahas load sensing secara mendalam.

4. Tidak membahas Magnetik Relay.

5. Hanya membahas tentang beban yang dimasukkan dan dikeluarkan dari sistem secara manual.

6. PLC yang digunakan adalah PLC merk Mitsubishi Fx1s-30 MR-ES.

7. Struktur dasar dan arsitektur serta komponen-komponen dasar PLC tidak dibahas secara mendetail, mengingat penulis hanya bertindak sebagai pengguna (user).

8. Software yang digunakan untuk menuliskan program rancangan pada PLC adalah Mitsubishi GX Developer.


(17)

1.4 Metode penulisan

Untuk dapat menyelesaikan tugas akhir ini maka penulis menerapkan beberapa metode studi diantaranya :

1. Studi literatur

Yaitu dengan membaca teori-teori yang berkaitan dengan topik tugas akhir ini dari buku-buku referensi baik yang dimiliki oleh penulis atau di perpustakaan dan juga dari artikel-artikel, jurnal, internet dan lain-lain. 2. Pengaplikasian PLC secara langsung

Yaitu membuat program PLC untuk simulasi pengaturan beban pada generator dan simulasinya di laboratorium.

3. Studi bimbingan

Yaitu dengan melakukan diskusi tentang topik tugas akhir ini dengan dosen pembimbing yang telah ditunjuk oleh pihak Departemen Teknik Elektro USU dalam hal ini Bapak Ir. Riswan Dinzi, MT.

4. Diskusi dan tanya jawab

Yaitu dengan mengadakan diskusi dan tanya jawab dengan dosen-dosen di lingkungan Departemen Teknik Elektro FT USU, dan rekan-rekan mahasiswa yang memahami masalah yang berhubungan dengan tugas akhir ini.


(18)

1.5 Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pemahaman terhadap tugas akhir ini maka penulis menyusun sitematika penulisan sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuluan yang berisikan tentang latar belakang masalah, tujuan penulisan, batasan masalah, manfaat penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II : GENERATOR SINKRON DAN PLC

Bab ini menjelaskan tentang generator sinkron secara umum, konstruksi, prinsip kerja, generator dalam keadaaan berbeban, dan memparalelkan generator serta penjelasan tentang konsep dasar

Programmable Logic Control, komponen-komponen utama penyusun

PLC, dan perangkat input-output PLC.

BAB III : DASAR PEMROGRAMAN PLC DENGAN MENGGUNAKAN

MITSUBISHI GX DEVELOPER

Bab ini menjelaskan tentang dasar pemrograman PLC secara umum dan penggunaan Mitsubishi GX Developer sebagai software pendukung dan interaksinya dengan PLC Mitsubishi Fx1s-30 MR-ES.

BAB IV : SIMULASI PENGATURAN START-STOP DAN PEMBEBANAN

TIGA GENERATOR DENGAN MENGGUNAKAN PLC

Bab ini menjelaskan tentang aplikasi pengontrolan yang dilakukan dengan PLC Mitsubishi Fx1s-30 MR-ES berikut dengan hasil


(19)

rancangan simulasi pengaturan start – stop dan pembebanan generator.

BAB V : PENUTUP

Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran dari penulisan tugas akhir ini.


(20)

BAB II

GENERATOR SINKRON DAN PLC

2.1 Generator Sinkron

2.1.1 Umum

Generator sinkron disebut juga Alternator. Alternator merupakan mesin sinkron yang digunakan untuk mengkonversikan daya mekanis menjadi daya listrik arus bolak-balik. Arus DC yang disuplai ke belitan rotornya, akan menghasilkan medan magnet pada rotor. Kemudian rotor diputar dengan kecepatan tertentu oleh sebuah penggerak mula, sehingga medan magnet akan berputar di dalam mesin tersebut, dan menginduksikan tegangan pada belitan stator. Dalam hal ini belitan medan berada di rotornya, sedangkan belitan jangkar berada pada statornya. Potongan diagram komplit dari sebuah generator sinkron diperlihatkan Gambar 2.1 di bawah ini :


(21)

2.1.2 Konstruksi Generator Sinkron

Rotor generator sinkron pada dasarnya merupakan magnet besar, dimana konstruksi kutub-kutubnya dapat berupa salient atau non salient. Bentuk salient maksudnya menonjol atau menempel di bagian luar, dimana kutub-kutubnya menonjol dari permukaan rotor, dan bentuknya seperti tapak sepatu sehingga sering disebut dengan rotor bentuk kutub sepatu. Bentuk lain dari konstruksi rotor adalah

non salient. Konstruksi kutub-kutubnya rata dengan permukaan rotor yang berbentuk

silinder, sehingga untuk ini sering disebut dengan rotor bentuk silinder. untuk rotor dengan bentuk non salient pole diperlihatkan oleh Gambar 2.2, sedangkan rotor bentuk salient pole diperlihatkan oleh Gambar 2.3 di bawah ini :

Gambar 2.2 rotor Non salient duakutub


(22)

Rotor dengan kutub non salient biasanya digunakan untuk motor dua kutub atau empat kutub, sedangkan tipe salient biasanya digunakan untuk mesin yang lebih dari empat kutub. Slipring terbuat dari bahan metal, yang biasanya telah terpasang pada poros mesin, tetapi terisolasi dari poros tersebut. Kedua ujung belitan medan pada rotor dihubungkan ke slipring tersebut untuk dapat dihubungkan ke rangkaian luar.

2.1.3 Prinsip Kerja Generator Sinkron

Ketika rotor digerakkan oleh penggerak mula, yang diberikan arus DC dari luar melalui sikat dan slipring untuk membangkitkan medan magnet yang berputar pada rotor sehingga lintasan fluksinya terlihat berupa garis putus – putus seperti Gambar 2.4 (a) di bawah ini :

Gambar 2.4 a. Lintasan fluksi

b. Kerapatan fluks pada celah udara


(23)

Pada Gambar 2.4 (b) terlihat bagaimana kerapatan fluks (B) terdistribusi pada celah udara. Pada saat rotor berputar, maka kerapatan fluks dari kumparan medan bergerak melalui sisi kumparan. Setelah mengalami proses induksi elektromagnetik dan menimbulkan tegangan induksi pada kumparan jangkar di stator, yang bentuk gelombangnya dapat dilihat pada Gambar 2.4 (c). besar frekuensi dengan frekuensi listriknya sama, dan inilah yang menjadi alasan mengapa dikatakan generator sinkron. Bila ada p buah kutub pada generator tersebut dan diputar pada kecepatan n putaran/menit, maka frekuensi tegangan yang dibangkitkan generator adalah :

.

( )

120

p n f = hertz

………(2.1)

2.1.4 Generator Berbeban

Dalam keadaan berbeban arus jangkar akan mengalir dan mengakibatkan terjadinya reaksi jangkar. Reaksi jangkar bersifat reaktif, karena itu dinyatakan sebagai reaktansi, dan disebut reaktansi pemagnet (Xm). reaktansi pemagnet (Xm) ini

bersama-sama dengan reaktansi fluks bocor (Xa) dikenal sebagai reaktansi sinkron

(Xs). model rangkaian dan diagram vektor dari generator sinkron beban induktif

dapat dilihat pada Gambar 2.5. . a

E= +V I R + jIXs……… (2.2)

s m


(24)

Gambar 2.5 Rangkaian dan diagram vektor generator berbeban induktif

2.1.5 Memparalelkan Generator

Untuk melayani beban berkembang, ada kalanya kita harus memparalelkan generator dengan maksud memperbesar kapasitas daya yang dibangkitkan. Selain itu, kerja paralel juga sering dibutuhkan untuk menjaga kotinuitas pelayanan apabila ada mesin yang harus dihentikan. Misalnya untuk istirahat atau reparasi. Gambar 2.6 menunjukkan generator sinkron G1 mensuplai daya ke beban dan generator yang lain G2 diparalelkan dengan G1 dengan menutup saklar S1.

G1

G2

Load S1

Gambar 2.6 Generator akan paralel dengan sistem yang beroperasi Untuk memparalelkan generator, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi,yaitu :

1. Urutan fasa harus sama.


(25)

3. Tegangannya harus sefasa. 4. Frekuensi harus sama.

Untuk melaksanakan kerja paralel, ada beberapa langkah yang dapat aksa

n voltmeter, dimana arus medan G2 diatur sampai diperoleh

utan fasa pada dil nakan, yaitu :

1. Menggunaka

tegangan terminal yang sama dengan tegangan sistem (G1). 2. Urutan fasa generator G2 harus dibandingkan dengan ur

sistem yang telah ada. Urutan fasa dapat dicek dengan beberapa cara, salah satunya adalah dengan menghubungkan motor induksi yang kecil ke terminal masing – masing dari kedua generator tersebut. Jika putaran motor mempunyai arah yang sama untuk terminal yang terhubung, maka urutan fasa keduanya sama. Jika tidak, maka urutan fasanya berbeda dan terminal G2 harus dibalik untuk mendapatkan urutan fasa yang sama. Cara lain dengan menggunakan metode tiga buah lampu. Seperti Gambar 2.7.


(26)

Perubahan fasa antara dua sistem, maka lampu pertama akan terang dan selanjutnya akan perlahan padam. Bila ketiga lampu terang dan gelap secara bersamaan, maka sistem mempunyai urutan fasa yang sama. Dan bila lampu terang secara terus menerus, maka sistem mempunyai urutan fasa yang berlawanan, dan salah satu fasanya harus dibalik.

3. Frekuensi generator G2 diatur sehingga diperoleh frekuensi G2 lebih besar sedikit dari frekuensi G1. Hal ini dapat diketahui dengan menggunakan double frekuensi meter. Lebih besarnya frekuensi G2 dari G1 dimaksud agar saat paralel dilakukan generator mensupai daya ke sistem dan bekerja sebagai generator.

Selain frekuensi yang diatur hampir sama, tegangan pada kedua sistem akan berubah dan secara perlahan akan mempunyai harga yang sama. Perubahan fasa ini diamati, dan bila sudut fasa sudah sama, maka saklar ditutup dan kedua generator (G1 dan G2) sudah kerja paralel.

Jika kedua generator beroperasi dan persyaratan ini dipenuhi, maka dikatakan dalam keadaan sinkron. Setelah generator diparalelkan, beban biasanya terbagi sebanding dengan nilainya. Semakin besar mesin, makin besar bagian beban yang ditanganinya. Pembagian beban dapat dilakukan dengan mengatur penggerak mula pada generator.


(27)

2.1.6 Pengaturan Daya Aktif dan Daya Rekatif

Generator sinkron digerakkan oleh Prime Mover sebagai sumber daya mekanisnya. Hampir semua prime mover cenderung mempunyai mode yang sama seperti aliran daya yang besar dengan putaran yang kecil dan ini dapat diatasi dengan pemasangan governor untuk mendapatkan putaran yang sebanding dengan bertambahnya daya yang dibutuhkan. Governor mekanis selalu dilengkapi pada

prime mover yang akan diatur untuk menyesuaikan drop karakteristik akibat

bertambahnya beban. Turunnya putaran (speed drop) pada prime mover didefenisikan sebagai :

...(2.4)

Hubungan daya output generator dengan frekuensi dapat dilihat pada Gambar 2.8, dimana karakteristik tersebut dalam keadaan paralel.


(28)

Hubungan antara frekuensi dengan day dapat dinyatakan dalam persamaan :

……….(2.5)

Dimana :

P = Daya output generator

= Slop kurva dalam KW/Hz atau MW/Hz

= Frekuensi beban nol generator = Frekuensi operasi system

Hubungan yang sama dapat juga digunakan untuk daya reaktif Q, dengan tegangan terminal VT. Jika beban induktif dihubungkan ke generator, maka tegangan

terminalnya akan turun. sebaliknya bila beban kapasitif dihubungkan ke generator, maka tegangan terminalnya akan bertambah besar. Hal ini memungkinkan hubungan antara tegangan terminal dan daya reaktif dapat dilihat pada Gambar 2.9.

Q V

VT

VT nl

fl

Qfl


(29)

Karakteristik ini sebenarnya tidak linier, tetapi beberapa generator pada pengaturan tegangannya dilengkapi untuk membuat linier. Pada kenyataannya bila suatu generator beroperasi sendiri, maka daya nyata (P) dan daya reaktif (Q) disuplai oleh generator sesuai kebutuhan beban yang dilayaninya. Oleh karena itu, untuk P yang diberikan oleh generator set point governor mengontrol operasi generator pada frekuensi f, dan untuk daya reaktif yang lain pengaturan arus medan diperlukan untuk mengatur tegangan terminal.

2.2 Programmable Logic Control (PLC)

2.2.1 Umum

Pada saat PLC belum ditemukan, manusia telah mengenal berbagai macam sistem kontrol, tetapi masih konvensional, artinya sistem yang dikenal tersebut masih berdiri sendiri, seperti relay elektromagnetik. Dari beberapa kontrol tersebut, seperti rekay yang sudah berintegrasi menjadi sebuah panel. Adanya panel kontrol ini yang mengilhami terciptanya Programmable Logic Control (PLC), karena pada prinsipnya PLC terdiri dari himpunan beberapa model kontrol yang bergabung menjadi satu alat. Seiring itu juga dikembangkan relay yang dapat beroperasi pada kecepatan yang tinggi yang disebut relay transistor, karena itu PLC memiliki Output Relay Elektromagnetik dan output relay Transistor yang berfungsi untuk mengontrol kecepatan tinggi seperti High Speed Counter, Pulsa, PWM, dan lain – lain.

Programmable Logic Control (PLC) pada dasarnya adalah sebuah komputer

yang khusus dirancang untuk mengontrol suatu proses atau mesin. Proses yang dikontrol ini dapat berupa regulasi variabel secara kontinu yang melibatkan kontrol


(30)

dua keadaaan (On/Off) saja, tetapi melakukan secara berulang-ulang seperti dijumpai pada mesin pengeboran, sistem konveyor, dan lain sebagainya. Konsep pengontrolan yang dilakukan oleh sebuah PLC diperlihatkan Gambar 2.10 di bawah ini :

Gambar 2.10 Diagram konseptual aplikasi PLC

Walaupun istilah PLC secara bahasa berarti pengontrol logika yang terprogram, tetapi pada kenyataannya PLC secara fungsional tidak lagi terbatas pada fungsi – fungsi logika saja. Sebuah PLC dewasa ini dapat melakukan perhitungan – perhitungan aritmatika yang relatif kompleks, fungsi komunikasi, dokumentasi, dan lain sebagainya. Sekarang sistem kontrol sudah meluas sampai ke seluruh pabrik dan sistem kontrol total dikombinasikan dengan kontrol feedback, pemprosesan data dan sistem monitor terpusat. Sistem kontrol logika konvensional tidak dapat melakukan hal-hal tersebut dan PLC diperlukan untuk itu.

Berdasarkan jumlah input/output yang dimilikinya, secara umum PLC dapat dibagi menjadi tiga kelompok besar :

• PLC mikro. PLC dapat dikategorikan mikro jika jumlah input/output pada PLC ini kurang dari 32 terminal.

• PLC mini. Kategori ukuran mini adalah jika PLC tersebut memiliki jumlah input/output antara 32 sampai 128 terminal.


(31)

• PLC large. PLC ukuran ini dikenal juga dengan PLC tipe rack. PLC dapat dikategorikan sebagai PLC besar jika jumlah input/output-nya lebih dari 128 terminal.

Fasilitas, kemampuan, dan fungsi yang tersedia pada setiap kategori tersebut pada umumnya berbeda satu dengan yang lainnya. Semakin sedikit jumlah input/output pada PLC tersebut, maka jenis instruksi yang tersedia juga semakin terbatas. Beberapa PLC bahkan dirancang semata – mata untuk menggantikan kontrol relay saja. Untuk menambah fleksibilitas penggunaannya, terutama untuk mengantisipasi perkembangan dan perluasan sistem kontrol pada aplikasi tertentu, PLC umumnya dirancang bersifat modular. Artinya, input/output PLC berupa modul-modul yang terpisah dari rack atau unit CPU. Pengelompokan PLC dapat dilihat pada Gambar 2.11 di bawah ini :

Gambar 2.11 Pengelompokan PLC berdasarkan jumlah I/O

2.2.2 Komponen penyusun PLC

PLC pada dasarnya adalah komputer yang didesain untuk keperluan khusus, sehingga memiliki input dan output yang jelas . Persamaan komputer dan PLC dapat


(32)

dilihat pada kemiripan struktur dasar yang membentuk keduanya. Secara umum PLC terdiri dari dua komponen penyusun utama, yaitu :

1. Central Processing Unit (CPU)

Fungsi CPU adalah mengatur semua proses yang terjadi di PLC. Ada tiga komponen penyusun utama CPU ini, yaitu :

a. Prosesor

Fungsi utama sistem prosesor PLC adalah mengatur tugas pada keseluruhan sistem PLC. Selain itu, pada sistem ini dilakukan operasi – operasi matematis, manipulasi data, dan lain sebagainya. Mikroprosesor yang digunakan PLC ini dapat dikategorikan berdasarkan panjang atau ukuran jumlah bit dari register – register prosesor tersebut. Ukuran standar bit yang umum adalah 8, 16 dan 32 bit. Semakin panjang ukuran jumlah bit, semakin cepat proses yang terjadi pada PLC tersebut.

b. Memori

Memori adalah area dalam CPU PLC tempat data serta program yang disimpan dan dieksekusi oleh prosesor. Pengetahuan tentang sistem memori pada PLC ini akan sangat membantu dalam memahami cara kerja PLC. Secara umum, memori dapat dibagi dalam dua kategori : volatile dan nonvolatile. Program atau data pada memori volatile akan hilang jika catu daya PLC mati. Memori ini juga dikenal dengan nama Random Akses Memory (RAM). Dalam kegiatan PLC, memori jenis RAM masih digunakan untuk menyimpan program pengguna (aplikasi) dengan menggunakan baterai sebagai back up daya jika power supply mati. Salah satu kerugian penggunaan RAM dengan back up baterai ini adalah kemungkinan terjadinya kegagalan baterainya. Adapun sifat nonvolatile memori yaitu data yang


(33)

tersimpan di dalamnya tidak akan hilang walupun catu daya PLC mati. Yang termasuk kategori ini adalah :

• Read Only memory (ROM)

Jenis ini dirancang untuk sekali penggunaan secara permanen. Secara umum, PLC jarang sekali menggunakan ROM untuk menyimpan program-program aplikasi pengguna, kecuali untuk aplikasi-aplikasi khusus yang program aplikasinya tidak pernah berubah. Penggunaan ROM dalam PLC umumnya digunakan untuk menyimpan bios atau program axecutive.

• Programmable Read – Only Memory (PROM)

Salah satu jenis ROM, tetapi dapat diprogram ulang dengan menggunakan alat program khusus. Dalam PLC, memori jenis ini jarang sekali digunakan untuk menyimpan program pengguna. Jika pun digunakan, umumnya hanya untuk back up program saja.

• Erasable Programmable Read Only memory (EPROM)

Memori jenis ini adalah sejenis PROM yang dapat diprogram ulang setelah program yang sebelumnya tersimpan kemudian dihapus dengan menggunakan sinar ultraviolet.

• Electrically Erasable Programmable Read Only Memory (EEPROM)

Merupakan memori nonvolatile yang menyerupai RAM dalam fleksibilitas pemrogramannya. Umumnya, PLC menggunakan memori jenis ini untuk menyimpan program pengguna. Alasan utamanya adalah kemudahan dalam mengubah program pada memori tersebut, yaitu hanya


(34)

dengan menggunakan perangkat pemrograman PLC itu sendiri, misalnya komputer atau unit miniprogrammer. Salah satu kerugian memori jenis ini adalah keterbatasan dalam kemampuan hapus – tulisnya, yaitu 10.000 kali.

Rata – rata tipe memori yang digunakan pada CPU PLC adalah PROM, EPROM, EEPROM, lihat Tabel 2.1 di bawah ini :

Tabel 2.1 memori yang digunakan pada CPU PLC

Jenis Aplication Eraseable by

RAM User program No

ROM Fix operational memory No

PROM User program No

EPROM User program UV light

EEPROM User program Electrical sinyal

c. Power Supply

Umumnya Power Supply PLC ini membutuhkan tegangan masukan dari sumber AC yang besarnya bervariasi antara 12 sampai dengan 220 VAC. Hanya sebagian kecil PLC yang membutuhkan tegangan input dari sumber DC.

Power Supply PLC biasanya dirancang untuk dapat menolerir variasi tegangan masukan antara 10 sampai 15%. Jika batas variasi tegangan masukan ini dilampaui, maka power supply akan mengeluarkan perintah ke CPU untuk mematikan sistem PLC tersebut.


(35)

Untuk menjaga agar fluktuasi tegangan ini masih dalam batas toleransi, maka tegangan line sebaiknya distabilkan terlebih dahulu, misalnya dengan menggunakan trafo tegangan konstan atau perangkat lainnnya.

Secara praktis, setiap power supply ini memiliki rating atau jumlah arus maksimum yang masih dapat diberikan pada level tegangan tertentu (misal 5 ampere pada tegangan 24 volt DC). Untuk kasus – kasus tertentu, mungkin rating arus ini kurang memenuhi kebutuhan, sehingga jika dipaksakan akan terjadi situasi

undercurrent yang sering menyebabkan kesalahan interminent. Kesalahan

interminent adalah kesalahan yang sukar dideteksi penyebabnya. Untuk menghindari situasi undercurrent, dapat menambah power supply lain khusus untuk kebutuhan sistem input/output PLC tersebut.

2. Sistem antarmuka input/output

Unit input/output menyediakan antarmuka yang menghubungkan sistem dengan dunia luar. Hal ini memungkinkan dibuatnya sambungan – sambungan antara perangkat input dengan perangkat output. sinyal input yang mungkin tersedia pada sebuah PLC berskala besar adalah sinyal digital/ diskrit 5 V, 24 V, 110 V, 240 V. sebuah PLC berukuran kecil kemungkinan hanya memiliki satu bentuk input, misalnya 24 V. Bagian output seringkali digolongkan ke dalam tipe relay, tipe transistor, dan tipe triac.

a. Output relay

Dengan output relay, sinyal dari output PLC digunakan untuk mengoperasikan sebuah relay dan oleh karenanya mampu menyambungkan arus


(36)

dengan bilangan beberapa ampere ke rangkaian eksternal. Relay tidak memungkinkan suatu arus kecil mensaklarkan arus yang relatif besar, namun juga mengisolasi PLC dari rangkaian-rangkaian eksternal. Akan tetapi, relay relatif lambat untuk dioperasikan. Output relay cocok digunakan untuk pensaklaran AC dan DC. Piranti ini mampu bertahan terhadap lecutan arus dan tegangan transien yang cukup tinggi. Gambar 2.12 memperlihatkan sebuah output relay.

Gambar 2.12 Output tipe relay

b. Output transistor

Output tipe ini menggunakan sebuah transistor untuk menyambungkan arus ke rangkaian eksternal. Hal ini memungkinkan proses pensaklaran yang jauh lebih cepat. Akan tetapi, piranti ini hanya mampu menangani pensaklaran DC dan akan rusak oleh arus lebih maupun tegangan yang cukup tinggi. Sebagai pelindung dipergunakan sebuah sekring. Gambar 2.13 menunjukkan output tipe transistor.


(37)

c. Output triac

Output tipe ini menggunakan isolator optik sebagai isolasinya, dapat digunakan untuk mengontrol beban-beban eksternal yang disambungkan ke catu daya AC. Output tipe ini hanya dapat digunakan untuk operasi-operasi AC dan sangat mudah rusak akibat arus lebih. Sekring selalu digunakan untuk melindungi output tipe ini.

Output dari input/output adalah sinyal digital dengan level 5 V. tetapi setelah pengkondisian sinyal dengan menggunakan relay, transistor, atau triac, maka output dapat berupa sebuah sinyal 24 V, 10 mA, sinyal DC 110 V, 1 A atau mungkin sinyal AC 2410 V, 1 A atau 240 V, 2 A yang berasal dari triac.

2.2.3 Prinsip Kerja Dasar

PLC menerima sinyal input dari peralatan diskrit (on/off) atau analog (sensor). Modul input mengidentifikasi serta mengubah sinyal tersebut kedalam bentuk tegangan yang sesuai dan mengirimkannya ke CPU (Central Processing Unit). Sinyal input tersebut diolah, kemudian dikirim ke modul output berdasarkan program yang telah disimpan di CPU. Selama proses operasinya, CPU sebuah PLC melakukan tiga operasi utama, yaitu:

• Membaca data masukan melalui modul input.

• Mengeksekusi program kontrol yang telah dirancang dan tersimpan pada memori PLC.


(38)

Ketiga proses di atas dinamakan proses scanning dan ditunjukkan pada Gambar 2.14 di bawah ini :

Gambar 2.14 Ilustrasi scanning

Ladder diagram atau diagram tangga merupakan cara penulisan program yang digunakan pada pemrograman PLC. Dikatakan diagram tangga karena bentuknya mirip dengan gambar sebuah tangga yang memiliki dua garis vertikal pada sisi kanan – kirinya. Seperti arus yang mengalir pada rangkaian listrik, garis vertikal pada posisi kiri dan kanan adalah rel daya yang diasumsikan sebagai sumber daya untuk mengaktifkan fungsi – fungsi yang terdapat di dalam program yang dibuat. Fungsi – fungsi tersebut secara langsung berhubungan dengan rel daya, kemudian dieksekusi setiap satu kali scan operasi. Diagram ladder dibaca dari kanan – kiri dan dari atas – bawah.

Gambar berikut merupakan contoh diagram ladder yang menjelaskan urutan pembacaan diagram. Fungsi A akan aktif jika ada aliran daya yang melewatinya, artinya jika rel daya pada baris pertama terhubung. Sedangkan fungsi C aktif jika


(39)

fungsi B terlebih dahulu aktif (untuk melewatkan daya ke fungsi C), dimana fungsi B tersebut dapat aktif jika rel daya pada baris kedua terhubung.

Gambar2.15 Contoh diagram ladder

2.2.4 Perangkat Input – Output

Bagian input/output terdiri dari modul input dan output. Sistem I/O membentuk interface dengan piranti medan yang dihubungkan pada pengontrol. Tujuan interface ini adalah untuk kondisi berbagai sinyal yang diterima dari atau dikirimkan ke piranti medan eksternal.

Beberapa contoh piranti input pada PLC antara lain : a. Tombol tekan / sakelar mekanis

Sebuah saklar mekanis menghasilkan sinyal “hidup/mati” sebagai I akibat tertutup atau terbukanya saklar oleh suatu input mekanis. Saklar semacam ini dapat digunakan untuk mengindikasikan keberadaan suatu benda pada sebuah meja kerja pabrik, karena benda tersebut menekan saklar hingga tertutup. Ketiadaan benda pada meja kerja diindikasikan oleh saklar yang terbuka, sedangkan keberadaannya oleh saklar tertutup. Gambar 2.16 menunjukkan sensor-sensor saklar.


(40)

PLC

input Tegangan

sumber

(a)

Gambar 2.16 sensor-sensor saklar

Sebutan saklar limit (limit switch) diperuntukkan bagi saklar yang digunakan untuk mendeteksi keberadaan atau pergerakan sebuah komponen mesin yang bergerak. Saklar ini dapat diaktifkan (diaktuasikan) oleh roda mesin, roller, atau tuas. Gambar 2.17 memperlihatkan beberapa contoh limit switch.

Roller tertekan ke bawah oleh derongan benda

Tombol untuk mengoperasikan saklar (b)

Gambar 2.17 limit switch yang diaktuasikan oleh : (a) tuas, (b) roller b. Saklar pembatas / saklar jarak

Saklar – saklar jarak (proximity switch) digunakan untuk mengetahui keberadaan sebuah benda tanpa bersentuhan dengan benda tersebut. Terdapat sejumlah bentuk untuk jenis saklar ini, beberapa diantaranya hanya cocok bagi objek – objek yang terbuat dari logam.


(41)

c. Sensor dan saklar fotoelektris

Dengan sensor dan saklar fotoelektris cahaya dikonversikan menjadi perubahan arus, tegangan, atau perubahan tahanan. Apabila outputnya digunakan untuk mengukur keberadaan atau ketiadaan suatu objek di jalur cahaya, sinyal output ini harus diperkuat dan kemudian dikonversikan dari analog ke digital oleh sebuah konverter.

Piranti saklar fotoelektris dapat beroperasi sebagai tipe transmisif, dimana objek yang dideteksi memotong melewati seberkas sinar cahaya, yang umumnya adalah radiasi inframerah. Dan berhenti ketika mencapai detektor. Atau sebagai tipe reflektif, dimana objek yang dideteksi memantulkan seberkas sinar cahaya menuju detektor. Detektor radiasi yang digunakan dapat berupa fototansistor. Sepasang transistor dikenal dengan sebutan pasangan Darlington. Output Darlington akan berubah menjadi lebih tinggi atau lebih rendah ketika cahaya mengenai transistor. Sensor semacam ini tersedia dalam bentuk perangkat yang mampu mengetahui keberadaan objek pada jarak dekat, biasanya kurang dari 5 mm. Gambar 2.18 menunjukkan sensor – sensor fotoelektris.


(42)

Gambar 2.18 sensor-sensor fotoelektrik d. Enkoder

Istilah encoder digunakan untuk menamakan sebuah perangkat yang menghasilkan output digital sebagai tanggapan atas perpindahan sudut atau linear. Sebuah encoder bertahap dapat mengetahui perpindahan angular atau linear dari suatu posisi yang telah diketahui sebelumnya, sedangkan sebuah encoder mutlak menginformasikan posisi sudut atau linear yang sebenarnya. Gambar 2.19 memperlihatkan encoder bertahap dan encoder mutlak.


(43)

Gambar 2.19 (a) enkoder bertahap (b) Enkoder mutlak 3 bit

Sedangkan piranti output seperti : a. Kontaktor

Solenoid merupakan basis bagi sejumlah actuator kontrol output. Ketika arus mengalir melalui sebuah solenoid, sebuah medan magnet membangkitkan dan medan ini menarik komponen – komponen yang terbuat dari bahan besi yang ada didekatnya. Misalnya kontaktor. Ketika output dari PLC tersambung, medan magnet solenoid bangkit dan menarik kontak – kontak sehingga menutup saklar. Akibatnya arus lain yang jauh lebih besar dapat disambungkan. Pada dasarnya sebuah kontaktor adalah sebuah relay, perbedaannya adalah istilah relay digunakan untuk perangkat yang menyambungkan arus kecil, sedangkan istilah kontaktor digunakan untuk sebuah perangkat penyambung arus besar.

b. Motor dc, motor stepper

Motor arus searah adalah suatu mesin listrik yang digunakan untuk mengubah energi listrik menjadi energi gerak atau mekanis. Energi listrik yang


(44)

digunakan untuk supply motor adalah energi listrik arus searah (dc). Proses pengonversian energi listrik menjadi energi mekanik tersebut berlangsung di dalam medan magnet.

Prinsip kerja motor dc didasarkan pada prinsip bahwa jika sebuah konduktor yang dialiri arus listrik diletakkan dalam medan magnet, maka tercipta gaya pada konduktor tersebut yang cenderung membuat konduktor berotasi. Dengan aturan tangan kiri Fleming dapat ditentukan arah putaran konduktor. Gaya ini akan berlangsung terus sampai konduktor meninggalkan medan magnet. Karena itu untuk mendapatkan putaran yang terus menerus maka digunakan banyak konduktor, sehingga jika sebuah konduktor meninggalkan medan magnet pada saat itu juga terdapat konduktor lain yang memasuki medan magnet. Setelah kumparan berputar 180 derajat, maka arah arus listrik pada kumparan akan berubah arah. Untuk itu digunakan sebuah komutator yang berfungsi untuk membalik arah arus dalam kumparan.

Adapun dalam menjalankan sebuah motor dc dapat dilakukan dengan metode sebagai berikut:

• Start langsung.

• Soft starter, yaitu dengan menambahkan tahanan mula yang dipasang seri dengan tahanan jangkar Ra.


(45)

2.2.5 Kelebihan PLC

Kelebihan PLC dibandingkan dengan sistem konvensional, antara lain : a. Fleksibel

Sebelum menggunakan PLC, kebanyakan sistem kontrol mesin menggunakan sistem relay – relay dan Electronic Card. Sistem teresebut sangat tidak praktis karena tidak bisa digunakan secara umum. Misalnya pada setiap mesin yang berbeda tipe, maka rata – rata bentuk tipe Electronic Card sebagai otomatisnya juga berbeda. Jadi memiliki banyak mesin maka Spare

Electronic Card yang harus disediakan juga banyak.

Berbeda dengan PLC yang biasa digunakan secara umum pada semua tipe mesin. Jadi jika memiliki banyak mesin, tidak perlu menyiapkan banyak spare PLC, karena yang harus disediakan pada PLC hanya program aplikasinya saja untuk masing – masing mesin tersebut.

b. Mudah melakukan pelacakan dan perubahan jika terjadi masalah

Dengan menggunakan sistem kontrol relay atau Electronic Card, maka akan dibutuhkan banyak waktu pada saat dilakukan modifikasi. Dan jika terjadi masalah, maka akan cukup sulit dalam proses pelacakan masalahnya.

Berbeda dengan PLC, pada saat melakukan modifikasi tidak perlu dilakukan instalasi ulang. Hal ini dikarenakan proses modifikasi bisa dilakukan hanya dengan program ulang, jadi waktunya bisa lebih cepat dan prosesnya lebih mudah. Kemudian jika terjadi kesalahan, penyebab kesalahannya bisa dicari dan dimonitoring langsung dalam program PLC dengan menggunakan komputer.


(46)

c. Memiliki jumlah kontak relay yang banyak

Pada internal relay PLC terdapat jumlah kontak relay yang sangat banyak. Sedangkan pada relay konvensional jumlah kontaknya terbatas kurang lebih empat kontak, pada satu Coil internal relay PLC, jumlah kontaknya bisa mencapai ratusan, tetapi tetap tergantung dari kapasitas memori pada PLC. d. Biaya murah

Di dalam PLC sudah terdapat fasilitas seperti timer, counter, dan lain – lain. Jadi tidak diperlukan lagi timer, counter eksternal, serta fasilitas – fasilitas eksternal tambahan lain, karena sudah ada di dalam PLC.

e. Bisa dilakukan program tes

Pada saat pemrograman PLC, sebelum diaplikasikan di lapangan, program bisa dilakukan simulasi tes terlebih dahulu dalam skala lab, dengan menggunakan fasilitas lampu indikator yang ada pada PLC. Hal ini tentunya sangat memudahkan dalam proses evaluasi dan penyempurnaan program. Berbeda dengan sistem relay konvensional, harus dilakukan tes di lapangan secara langsung, dan tentunya akan dibutuhkan banyak waktu pada saat mendesain suatu sistem otomatis.

f. Bisa dimonitoring secara visual

Pada Ladder diagram PLC bisa dilakukan monitoring secara visual dengan menggunakan programming device. Misalnya jika ingin mendeteksi suatu relay bekerja atau tidak, di dalam program akan terlihat status relay on atau off. Jadi jika terjadi masalah, misalnya suatu relay tidak bekerja, maka akan


(47)

segera diketahui penyebabnya dari kontak mana yang menyebabkan relay tidak bekerja.

g. Kecepatan lebih cepat

Dibandingkan dengan kontak relay konvensional, kontak relay di dalam PLC bisa bekerja lebih cepat dalam waktu millidetik.

h. Kontak relay menggunakan Solid State Relay

Dibandingkan dengan relay konvensional yang cara kerja kontaknya menggunakan sistem mekanik, pada relay PLC menggunakan solid state

relay. Cara kerja kontaknya jauh lebih halus dan akurat, sehingga menjadi

lebih awet dan bisa menekan down time. i. Keamanan

Program PLC bisa diberikan proteksi, sehingga tidak bisa sembarangan diubah oleh setiap orang. Dibandingkan dengan sistem relay konvensional yang cenderung lebih terbuka dan siapa pun bisa melakukan perubahan. j. Program bisa disimpan

Program aplikasi PLC mudah disimpan seperti halnya program yang ada pada komputer. Fasilitas penyimpanan program bisa berbentuk hard disk komputer, CD, dan lain-lain.


(48)

BAB III

DASAR PEMROGRAMAN PLC DENGAN MENGGUNAKAN MITSUBISHI GX DEVELOPER

3.1 Umum

Bahasa Pemrograman yang digunakan untuk mengoperasikan sebuah

Programmable Logic Control (PLC) terus berkembang secara perlahan sejak PLC

diperkenalkan pada tahun 1960. Sampai pertengahan tahun 1980, pemrograman personal seperti sekarang dan penulisan bahasa pemrogramannya menggunakan serangkaian elemen logika. Program kemudian disimpan pada sebuah kaset tape

recorder. Hal ini menyebabkan keterbatasan dalam proses dokumentasi dan

penyimpanan program karena keterbatasan memori penyimpanan. Seiring dengan perkembangan waktu, pemrograman PLC kemudian dituliskan dengan aplikasi spesial pada sebuah komputer pribadi yang dapat dihubungkan langsung dengan PLC. Dewasa ini, PLC sudah menggunakan memori yang sifatnya non-volatile seperti ROM, PROM, EPROM, EPROM, dan EEPROM.

Kebanyakan PLC sekarang ini sudah menggunakan perangkat pemrograman yang sifatnya friendly user sehingga pemakaian PLC yang berasal dari kalangan non programmer dapat juga mempelajarinya dengan mudah. Penggunaan komputer personal untuk memprogram sebuah PLC dapat langsung menggunakan teknik pemrograman sekuensial, yaitu ladder diagram. Ladder diagram dapat langsung digambar dengan menggunakan fasilitas GUI (Grafik User Interfase) seperti


(49)

pemrograman visual yang dengan dapat beroperasi pada sistem operasi Windows. Program yang telah dibuat kemudian dapat ditransfer ke PLC dengan menggunakan modul komunikasi yang telah tersedia yaitu serial port : COM. Perangkat ini juga dilengkapi dengan fasilitas monitoring dan komunikasi. Gambar 3.1 memperlihatkan contoh tampilan GUI perangkat lunak Mitsubishi Gx Depelover yang digunakan untuk memprogram.

Gambar 3.1 tampilan Mitsubishi Gx Depelover sistem operasi Windows XP Sesuai dengan ketetapan IEC (internal Electrical Commision) 61131-3 pemrograman PLC dibagi atas 5 standar pemrograman, yaitu :


(50)

1. List instruksi (Instruction List), merupakan program dengan menggunakan instruksi-instruksi bahasa pada level rendah (mnemonic) seperti Load, Not, And, And Inverse dan sebagainya.

2. Diagram Tangga (ladder Diagram), merupakan pemrograman berbasis kontak logika relay, yang cocok digunakan untuk persoalan-persoalan kontrol diskrit yang input-inputnya hanya memiliki dua kondisi (on/off).

3. Diagram Blog Fungsional (funciton Blok Diagram), merupakan program berbasis aliran data secara grafis. Pemograman ini banyak digunakan untuk tujuan kontrol proses yang melibatkan akuisisi data analog dan perhitungan-perhitungan yang lebih kompleks.

4. Diagram Sekuensial (Sequential Function Chart), merupakan pemograman terstruktur yang banyak menggunakan langkah-langkah rumit.

5. Teks Struktur (structur Text), merupakan pemograman yang menggunakan

statement-statement yang umum dijumpai pada bahasa level tingkat tinggi.

Walaupun kebanyakan PLC telah mampu menggunakan kelima model pemograman tersebut di atas, tetapi sampai saat ini pemograman dengan menggunakan ladder diagram lebih banyak digunakan. hal ini disebabkan karena

ladder diagram lebih mudah dipahami dan tampilannya mirip dengan wiring diagram. Alurnya bisa dilihat secara langsung, tanpa harus memahami banyak kode

program seperti kode mnemonic. Selain itu dengan menggunakan ladder diagram juga bisa menambahkan keterangan pada masing-masing alamat di ladder diagram, sehingga dapat langsung memahami fungsi dari masing-masing alamat pada PLC.


(51)

3.2 Fungsi – fungsi logika

Banyak situasi kontrol yang mengharuskan dilakukannnya kombinasi tindakan-tindakan pengontrol agar kondisi – kondisi tertentu terpenuhi. Kombinasi – kombinasi logika dari pengontrolan tersebut diharapkan akan membentuk suatu rangkaian proses kontrol yang diharapkan. Dalam kombinasi logika, hanya dikenal dua logika keadaan, yaitu situasi ON atau situasi OFF atau bisa juga diandaikan dengan situasi saklar terbuka dan saklar tertutup. Dua kondisi ini juga dapat disebut sebagai konsep bilangan biner atau konsep Boolean. Bilangan biner 1 merepresentasikan adanya sinyal, sedangkan bilangan 0 merepresentasikan tidak adanya sinyal. Pada sistem digital kondisi ini direpresentasikan oleh level tegangan yang berbeda yaitu +1V dan -0V.

Tabel 3.1 Contoh konsep bilangan biner

+1V 0V Contoh

Beroperasi Tidak beroperasi Limit switch

Tertutup Terbuka Valve

ON OFF Lampu Berjalan Berhenti Motor

Berbunyi Diam Alarm

Konsep bilangan biner seperti di atas pada dasarnya juga digunakan pada PLC, dimana fungsi – fungsi yang terdiri dari : AND, OR, NOT mengkombinasikan variabel – variabel biner, sehingga membentuk suatu pernyataan logika. Setiap


(52)

fungsi memiliki aturan yang menentukan hasil keluaran, apakah hasil keluaran tersebut benar atau salah.

3.2.1 Logika AND

Pada Gambar 3.2 a di bawah menunjukkan bahwa perangkat output C (lampu) tidak akan menyala apabila salah satu (A tau B) atau saklar A dab B tidak dalam posisi tertutup. Sehingga apabila kita menggunakan logika bilangan biner, maka keluaran bernilai 1 (lampu menyala) tidak akan beroperasi apabila kondisi saklar A atau saklar B bernilai 0 atau kondisi keduanya bernilai 0. Jika ditabulasi dalam sebuah tabel, maka hubungan antara input dan outputnya dapat digambarkan pada Tabel 3.2

Gambar 3.2 a.Logika AND dalam hubungan listrik

b.Gerbang logika AND

Tabel 3.2 Tabel kebenaran logika AND

Input A Input B Output C

0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 1 1


(53)

3.2.2 Logika OR

Pada Gambar 3.3 a menunjukkan situasi dimana sebuah perangkat output (lampu) akan menghasilkan output (menyala) apabila salah satu saklar yaitu: saklar A atau B dihubungkan. Hubungan logika tersebut dapat juga dilihat pada kombinasi bilangan biner dalam Tabel 3.3 di bawah ini. Dimana apabila input A atau input B bernilai 1, maka output C akan bernilai 1.

Gambar 3.3 a.Logika OR dalam hubungan listrik

b.Gebang logika OR

Tabel 3.3 Tabel kebenaran logika OR

Input A Input B Output C

0 0 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1


(54)

3.2.3 Logika NOT

Logika NOT dapat direpresentasikan dengan Gambar 3.4. perangkat output lampu akan menyala apabila kondisi saklar A tetap dalam keadaan tertutup. Tabel kebenaran logika ini dapat dilihat pada Tabel 3.4. gerbang logika NOT terkadang disebut juga logika pembalik (inverter).

Gambar 3.4 a.Logika NOT dalam hubungan listrik

b.Gebang logika NOT

Tabel 3.4 Tabel kebenaran logika NOT

Input A Output C

0 1 1 0

3.2.4 Logika NAND

Pada dasarnya logika NAND merupakan kebalikan dari logika AND. Sehingga apabila nilai bilangan biner dari output logika AND bernilai 1, maka output logika NAND akan bernilai 0. Pada aljabar Boolean notasi logika NAND dituliskan sebagai A B. , dimana sesuai sifat komutatif A B. =B A. . Gambar logika NAND dan


(55)

tabel logika kebenaran logika NAND diperlihatkan pada gambar dan tabel di bawah ini.

Gambar 3.5 Gerbang logika NAND

Tabel 3.5 Tabel kebenaran logika NAND

Input A Input B Output C=A B.

0 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0

3.2.5 Logika NOR

Jika logika NAND merupakan kebalikan dari logika AND, maka logika NOR merupakan kebalikan dari logika OR. Pada aljabar Boolean logika NOR dituliskan sebagai A+B, dimana dapat juga dituliskan A+ = +B B A. Tabel kebenaran logika NOR dan simbolnya ditunjukkan pada tabel dan gambar di bawah ini.


(56)

Tabel 3.6 Tabel kebenaran logika NOR

Input A Input B Output C= +A B

0 0 1 0 1 0 1 0 0 1 1 0

3.2.6 Logika XOR

Sebuah gerbang akan menghasilkan output ketika salah satu kedua inputnya bernilai 1. Akan tetapi pada saat kondisi tertentu diperlukan sebuah gerbang yang mampu menghasilkan output apabila salah satu inputnya bernilai 1. Simbol gerbang logika dan tabel kebenaran logika XOR (OR executive) dapat dilihat di bawah ini.

Gambar 3.7 Gerbang ogika XOR

Tabel 3.7 Tabel kebenaran logika XOR

Input A Input B Output C= ⊕A B

0 0 0 0 1 1 1 0 1 1 1 0


(57)

3.3 Diagram ladder

Diagram Tangga (ladder diagram) merupakan satu garis yang menggambarkan suatu proses kontrol sekuensial yang umum dijumpai di dalam dunia industri. Diagram ini menunjukkan hubungan interkoneksi antara perangkat input dengan perangkat output sistem kontrol. Dinamakan diagram tangga (ladder

diagram) karena mirip dengan tangga. Sama seperti halnya sebuah tangga, diagram

ini memiliki sejumlah anak tangga sebagai tempat setiap peralatan dikoneksikan. Gambar 3.8 memperlihatkan salah satu contoh sederhana sebuah ladder diagram yang digunakan pada pemograman PLC.

Gambar 3.8 Contoh ladder diagram

Dari gambar 3.8 di atas, garis vertikal pada ladder diagram yang ditandai dengan L1 dan L2 pada dasarnya adalah line tegangan yang dapat berupa sumber tegangan DC maupun sumber tegangan AC. Jika line tersebut merupakan sumber tegangan AC, maka L1 disebut line fasa, sedangkan L2 disebut line netral. Tetapi apabila line tersebut merepresentasikan sumber tegangan DC, maka L1 merupakan terminal positif dan L2 merupakan terminal negatif.

Dalam menggambarkan sebuah ladder diagram, ditetapkan beberapa


(58)

a. Garis – garis vertikal diagram merepresentasikan rel – rel daya, yang dapat berupa sumber tegangan DC atau AC,dimana di antara keduanya komponen – komponen rangkaian terhubung.

b. Tiap – tiap anak tangga merepresentasikan sebuah operasi sekuensial di dalam suatu sistem kontrol.

c. Sebuah ladder diagram dibaca dari kiri ke kanan dan dari atas ke bawah. Anak tangga teratas dibaca dari kiri ke kanan, berikutnya anak tangga kedua dibaca dari kiri ke kanan begitu seterusnya. Ketika PLC dalam keadaan bekerja, PLC akan membaca seluruh program tangga dari kiri ke kanan, dan dari atas ke bawah. Prosedur ini disebut sebagai sebuah siklus.

d. Tiap-tiap anak tangga harus dimulai dari sebuah input atau beberapa input dan harus berakhir dengan setidaknya sebuah output. Istilah output ini digunakan sebagai sebuah langkah kontrol seperti menutup sebuah saklar, sedangkan istilah output digunakan pada sebuah perangkat yang terkoneksi pada sebuah output PLC.

e. Perangkat – perangkat listrik ditampilkan dalam kondisi normalnya, ini berarti bahwa sebuah saklar yang terbuka dalam keadaan normalnya akan digambarkan terbuka dalam ladder diagram-nya begitu juga sebaliknya. Sebuah saklar yang tertutup dalam keadaan normalnya digambarkan tertutup pada ladder diagram-nya.

f. Sebuah perangkat tertentu dapat digambarkan lebih dari satu anak tangga. Sebagai contoh, menggunakan relay untuk menjalankan sebuah motor. Seperti pada Gambar 3.8 di atas, beberapa input (terdiri dari beberapa anak


(59)

g. Alamat – alamat bagi tiap – tiap perangkat I/O menggunakan notasi yang tergantung pada pabrikan PLC pembuatnya. Sebagai contoh pada Mitsubishi menggunakan huruf X untuk alamat inputnya dan huruf Y untuk alamat outputnya, misalnya X001, X040, Y002, Y020, dan lain sebagainya. Sedangkan Siemens menggunakan huruf I sebagai input dan Q sebagai output, misalnya I0.1, Q2.0.

Gambar 3.9 membaca sebuah ladder diagram


(60)

3.4 Pemrograman PLC dengan Menggunakan Mitsubishi GX Developer

Programmable Logic Control yang digunakan untuk merancang beberapa

proses kontrol dalam tugas akhir ini adalah PLC Mitsubishi dengan spesifikasi sebagai berikut :

Model : FX1s -30 MR-ES 100 – 240 VAC 50/60 Hz

35 VA Max

2.5 A 240 VAC Resistif Load Input/Output : 16/14

Serial No. 682497 Mitsubishi Electric Corp.

Spesifikasi tersebut menunjukkan bahwa PLC yang digunakan dapat

beroperasi pada suplai tegangan 100-240 V AC dengan frekuensi 50/60 Hz, dan memiliki arus kerja 2.5 Amp untuk beban resistif. Selain itu, PLC ini memiliki jumlah terminal input 16 buah dan terminal output 14 buah, sedangkan tegangan kerja internalnya sebesar 24 V DC. Sehingga semua input yang digunakan bekerja pada tegangan 24 V DC dan semua terminal output memiliki tegangan 100 – 240 V AC.

3.4.1 Mitsubishi GX Developer

Pada dasarnya setiap vendor PLC memiliki software pendukungnya masing – masing, seperti : PLC Omron yang menggunakan program CX, PLC Siemens yang menggunakan program Micro Win S7, PLC LG yang menggunakan program KGL_Win, dan Mitsubishi sendiri menggunakan Mitsubishi GX Developer. Program


(61)

pendukung ini bertujuan agar setiap pengguna personal komputer yang bermaksud untuk menggunakan PLC sebagai alat kontrol dapat berkomunikasi dengan PLC itu sendiri. Walaupun setiap merk PLC menggunakan software yang berbeda-beda, namun pada dasarnya sistem operasionalnya sama saja. Mitsubishi GX Developer memiliki enam simbol dasar yang digunakan pada pemogramannya. Setiap simbol memiliki keunikan tersendiri. Keenam simbol terebut adalah :

X : digunakan sebagai simbol input PLC Y : digunakan sebagai simbol output PLC T : digunakan sebagai simbol timer pada PLC C : digunakan sebagai simbol counter pada PLC

M dan S : digunakan sebagai internal relay yang ada di dalam PLC

Semua simbol di atas dikenal dengan bit. Ini berarti bahwa semua peralatan yang diwakili oleh simbol – simbol tersebut akan bekerja hanya pada dua keadaan yaitu: ON atau OFF, logika 1 atau logika 0. Bagian ini akan membahas cara menggunakan software Mitsubishi GX Developer.

a. Install software Mitsubishi GX Developer

Langkah – langkah menginstal software Mitsubishi GX Developer adalah :

1. Start Windows® explorer dan klik dua kali tempat dimana software tersimpan. Klik dua kali ”setup.exe” pada Windows® explorer, pilih [start]-[program]-[Windows explorer]. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 3.10.


(62)

Gambar 3.10 Pengaturan penginstalan software

2. Setelah mengklik dua kali ”setup.exe” maka proses penginstalan akan diproses hingga selesai.

b. Menggunakan software Mitsubishi GX Developer

Pada saat mulai menggunakan progran Mitsubishi GX Developer, akan mendapat dua pilihan menu, yaitu pilihan new project atau open project. Jika hendak merancang program baru, maka pilih menu new project. Tetapi bila hendak membuka file rancangan program yang sudah ada sebelumnya dan telah tersimpan, pilih open project. Jika memilih new project, maka akan terlihat tampilan new


(63)

digunakan, misalnya menggunakan seri : FCPU dengan tipe FC0s, setelah itu baru dapat mengisikan nama project yang akan dibuat seperti Gambar 3.12.

Gambar 3.11 Tampilan awal pada GX Developer

Untuk menggunakan ladder diagram, gunakan simbol – simbol pada menu bar sebagai berikut. Misal hendak membuat kontak NO, maka klik simbol, isikan kode input X1 kemudian klik OK. Begitu juga dengan simbol alamat output, klik kemudian isikan kode output Y1, baru klik OK. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 3.13 dan Gambar 3.14.

Pada akhir program Mitsubishi, tidak perlu membuat instruksi END, karena secara otomatis instruksi tersebut sudah ada pada program. Selanjutnya klik menu


(64)

Gambar 3.15. Setelah program di-convert, maka program tersebut dapat ditransfer ke PLC. Pilih menu convert untuk komunikasi dengan PLC yang digunakan. kemudian pilih write to PLC. Jika program tersebut hendak di transfer dari komputer ke PLC. Jika ingin mengetahui program sebelumnya yang telah tersimpan pada PLC, maka pilih read from PLC seperti Gambar 3.16.


(65)

Gambar 3.13 Menu tampilan untuk membuat input


(66)

Gambar 3.15 Menu tampilan program convert


(67)

c. Uninstall software Mitsubishi GX Developer

Operasi untuk menghapus program dari hard disk. Adapun langkah – langkah uninstal program adalah :

1. Dari kontrol panel, pilih dan klik dua kali ” add/remove program”. Untuk menampilkan kontrol panel, pilih [start]-[setting]-[control panel] seperti Gambar 3.17.

Gambar 3.17 Menu kontrol panel

2. Pilih software yang akan dihapus, pilih ”GX developer” setelah dipilih, klik Add/ Remove . Pada layar akan muncul perintah : jika menghendaki uninstal, klik Yes. Jika tidak klik No seperti Gambar 3.18.


(68)

Gambar 3.18 Konfirmasi penghapusan program

3.4.2 Pemrograman Relay - relay Internal pada Mitsubishi GX Developer

PLC memiliki elemen – elemen yang digunakan untuk menyimpan data, yaitu bit-bit. Bit-bit tersebut menjalankan fungsi – fungsi relay yang dapat memutus dan menyambungkan perangkat – perangkat lain. Elemen ini disebut relai internal. Relay internal ini bukanlah seperti relay pada umumnya, namun hanya merupakan bit – bit di dalam memori yang bekerja sebagaimana layaknya sebuah relay. Dalam menggunakan sebuah internal relay, kita perlu mengaktifkan pada salah satu ladder


(69)

output atau kontak lain pada ladder diagram tersebut. Mitsubishi menggunakan simbol M dan S untuk mewakili relay internalnya.

Gambar 3.19 Internal relay

Perlu diingat bahwa relay internal ini dapat dipergunakan secara langsung untuk mengaktifkan sebuah output eksternal. Relay internal ini hanya berfungsi untuk mengaktifkan sebuah kontak internal yang secara diam-diam akan mengaktifkan sebuah output eksternal. Relay internal ini juga terdiri dari kontak – kontak Normally Close (NC) dan Normally Open (NO).

Apabila sambungan dari catu daya terputus pada PLC ketika PLC tersebut sedang beroperasi, maka semua relay output dan relay internal akan mati. Sehingga jika catu daya terhubung kembali, semua kontak yang diisolasikan oleh relay – relay


(70)

tersebut akan kembali pada keadaan awalnya sebelum catu daya terputus. Ini mengakibatkan proses yang sedang berjalan akan kembali pada keadaan awal. Untuk mengatasi keadaan ini, relay internal pada Mitsubishi memiliki baterai pendukung atau memori EEPROM yang terdapat dalam PLC itu sendiri, baterai pendukung ini dapat diaktifkan dengan menggunakan perintah Set dan Reset seperti Gambar 3.20. Pada gambar tersebut, relay internal MO akan diaktifkan pada saat kondisi kontak X000 dalam keadaan ON. Jika catu daya terputus, setelah relay internal M0 aktif, maka kondisi ini akan dipertahankan. Tetapi ketika kontak X001 aktif, maka internal relay M0 akan kembali pada kondisi OFF.


(71)

Pemograman Relay – relay Internal terdiri atas :

1. Program pengunci (Lacthing)

Relay internal di sini berfungsi untuk menahan suatu keluaran (output) untuk suatu masukan yang sifatnya sementara. Hal ini diperlihatkan pada Gambar 3.21 di bawah ini.

Gambar 3.21 Relai internal sebagai fungsi pengunci (latching)

Pada gambar tersebut, ketika input X000 dalam kondisi ON, maka relay internal Y000 akan mengunci output Y000. Y000 tetap dalam kondisi ON walaupun input X000 kembali pada kondisi OFF.


(72)

2. Operasi one – shot

Salah satu fungsi lain dari sebuah relay internal adalah kemampuannya untuk dapat diaktifkan hanya pada satu siklus saja. Sehingga relay tersebut mampu menghasilkan sebuah pulsa berdurasi tetap pada kontak-kontaknya ketika dioperasikan. Fungsi ini sering disebut fungsi one-shot. Fungsi one – shot ini diperlihatkan pada Gambar 3.22.

Gambar 3.22 Operasi One-shot

Gambar 3.22 memperlihatkan bahwa saat kontak X000 berada pada posisi ON, maka kontak M0 juga akan ON. Ini akan mengaktifkan relay M0. Selama satu siklus relay M0 akan ON, tetapi pada saat siklus berikutnya M0 akan kembali pada kondisi OFF walaupun kontak X000 dan M0 berada pada kondisi ON.


(73)

3. Fungsi set dan reset

Instruksi set akan mengakibatkan relay mempertahankan keadaannya sampai fungsi resetnya di eksekusi. Operasi ini sering juga disebut flip – flop. Fungsi set dan reset ini diperlihatkan pada Gambar 3.23. pada Gambar 3.23 tersebut, ketika X000 berada dalam kondisi ON, maka X000 akan mengaktifkan relay M0. Relay ini akan terus aktif walaupun X000 telah OFF. Untuk menonaktifkannya, kontak X001 harus diaktifkan, sehingga kontaknya akan mengaktifkan reset relay M0.


(74)

4. Relay kontrol induk (Master Control)

Relay kontrol induk merupakan salah satu bentuk aplikasi relay internal yang berfungsi untuk mengendalikan seluruh bagian yang ada pada ladder diagram. Ilustrasi relay kontrol induk ini diperlihatkan pada Gambar 3.24 berikut.

Gambar 3.24 Fungsi Master Control

Dari gambar 3.24 menunjukkan bahwa ketika input X000 berada dalam keadaan ON, maka input tersebut akan mengaktifkan master control M1. Pengaktifan M1 akan mengakibatkan input X001 dan X002 tidak dapat mengaktifkan output Y001 dan Y003. Perlu diingat bahwa relay kontrol induk M1


(75)

hanya mengontrol bagian antara tempatnya beroperasi dengan tempat relay reset M1 berada.

3.4.3 Timer pada Mitsubishi GX Developer

PLC memiliki beberapa bentuk timer yang memiliki fungsi tersendiri. Pada PLC yang berukuran kecil biasanya hanya dijumpai satu jenis saja, yaitu timer

on-delay. PLC Mitsubishi jenis FX1s-30 MR-ES yang digunakan oleh penulis dalam

penulisan tugas akhir ini juga hanya memiliki timer on – delay saja. Beberapa jenis timer pada PLC antara lain :

1. Timer on – delay : merupakan jenis timer yang akan aktif setelah waktu

tunda yang telah ditetapkan tercapai.

2. Timer off – delay : merupakan jenis timer yang akan mati setelah waktu

tunda yang telah ditetapkan tercapai.

3. Timer pulsa : merupakan jenis timer yang berubah menjadi aktif atau tidak aktif selama periode selang waktu yang telah ditetapkan.

Durasi waktu yang ditetapkan untuk sebuah timer disebut sebagai waktu preset, yang besarnya merupakan kelipatan dari satuan baris waktu yang digunakan pada PLC tersebut. Beberapa baris waktu yang bisa digunakan antara lain 10 msec, 100 msec, 1 sec, 10 sec, 100 sec. PLC Mitsubishi FX1s-30 MR-ES ini menggunakan

basis waktu 10 msec dan 100 msec dengan konstanta K yang menyatakan kelipatan waktu basis yang digunakan. Untuk nilai K = 500, maka timer akan bekerja setelah tunda waktu 500x10 msec = 5 sec atau 500x100 msec = 50 sec. Pada Mitsubishi


(76)

FX1s-30 MR-ES terdapat relay internal khusus untuk mengaktifkan timer dengan

basis waktu 10 msec, yaitu M8028. Ketika relay internal M8028 diaktifkan, maka timer 32-timer 55 (24 poin) akan direset menjadi timer dengan basis waktu 10 msec. Gambar 3.25 menunjukkan penggunaan timer pada Mitsubishi FX1s-30 MR-ES. Dari

gambar tersebut, apabila kontak X000 diaktifkan, maka kontak tersebut akan mengaktifkan T0. Setelah selang waktu selama K20 = 20x100 msec = 2 sec telah tercapai, maka kontak T0 akan mengaktifkan output Y0.

Gambar 3.25 Operasi timer 3.4.4 Counter pada Mitsubishi GX Developer

Sebuah counter (pencacah) memungkinkan dilakukannya pencacahan (perhitungan) terhadap sebuah input. Jika sebuah counter ditetapkan menghitung satu


(77)

nilai (jumlah) tertentu, dan ketika jumlah atau nilai telah tercapai, maka counter tersebut akan mengoperasikan kontak – kontaknya. Konstanta K juga digunakan untuk menyatakan besar pencacahan yang akan mengaktifkan kontak – kontak counter yang digunakan. Terdapat dua tipe counter, yaitu : up-counter (pencacah maju) dan down-counter (pencacah mundur). Up-counter melakukan perhitungan maju dari nilai nol hingga mencapai suatu nilai yang ditetapkan. Sedangkan

down-counter melakukan perhitungan mundur dari harga yang telah ditetapkan sampai

nilai nol.

Gambar 3.26 Operasi Counter pada Mitsubishi

Dari Gambar 3.26, dapat dilihat bahwa ketika input diaktifkan, maka input ini akan mengaktifkan counter C0. Output kontak ini akan aktif (mulai menghitung) bila


(78)

koilnya diaktifkan selama harga yang telah ditetapkan yaitu 25 kali. Ketika nilai 25 ini tercapai, maka kontak C0 akan mengaktifkan output Y000. Counter dapat direset pada saat input X001 diaktifkan.

Pada Mitsubishi FX1s-30 MR-ES ini juga dikenal high speed counter yaitu

counter yang dapat mencacah dengan cepat seperti pada perhitungan jumlah eksamplar surat kabar yang dicetak dan lain sebagainya. Counter 235 sampai dengan counter 255 merupakan high speed counter pada Mitsubishi. Tetapi penggunaan

counter ini terbagi atas beberapa jenis, yaitu :

1. Counter 1 phase dengan penggunaan start/reset : C235-C240 2. Counter 1 phase dengan penggerak start/reset :C241-C245

3. Counter 2 phase bit-directional : C246-C250 4. Counter type phase A/B : C251-C255

Perlu diingat penggunaan counter ini hanya pada input X0. X1, X2, dan X3. Di luar input tersebut, maka input lainnya tidak akan dapat mengaktifkan counter – counter yang telah disebutkan di atas. Tabel 3.8 memperlihatkan daftar high speed

counter yang tersedia pada PLC MItsubishi FX1s-30 MR-ES. Counter C235, C241,

C244, C2446, C247, C249, C251, C252, dan C254 merupakan high speed counter yang memiliki back-up, sehingga counter tersebut tetap mampu menyimpan data terakhir jika sewaktu – waktu terjadi kegagalan catu daya.

Penggunaan high speed counter yang berada pada satu kondisi dapat diizinkan, tetapi penggunaan inputnya tidak boleh bersamaan. Sebagi contoh, input X0 – X3 tidak dapat digunakan untuk mengaktifkan high speed counter C235, maka


(79)

input tersebut tidak dapat lagi digunakan untuk mengaktifkan high speed counter yang lainnya.

Tabel 3.8 Daftar high speed counter

Counter 1 phase

dengan penggunaan start/reset

Counter 1 phase

dengan penggerak

start/reset

Counter 2 phase directional Counter type phase A/B I N P U

T C235 C236 C237 C238 C241 C242 C244 C246 C247 C249 C251 C252 C254

X0 U/D U/D U/D U U U A A A

X1 U/D R R D D D B B B

X2 U/D U/D R R R R

X3 U/D R S S S

Keterangan :

U : input up-counter D : input down-counter A : input counter phase A B : input counter phase B S : input start counter

3.4.5 Compare pada Mitsubishi GX Develover

Fungsi compare berguna untuk membandingkan dua buah bilangan dan mengeset flag – flag (special bit) yang terkait berdasarkan hasil bandingannya.


(80)

Keterangan : s1 adalah alamat atau konstanta yang akan dibandingkan oleh s2. Perbandingan ini secara langsung akan mempengaruhi special bit yang relevan dengan hasil operasi tersebut. Misalnya, jika s1>s2 maka special bit M20 akan on, jika s1=s2, maka special bit M21 akan ON, sedangkan jika s1<s2, maka special

bit M22 akan ON.

Gambar 3.27 aplikasi fungsi CMP

Jika X000 dalam keadaan ON, maka fungsi cmp pada ladder di atas akan dieksekusi. Jika data pada K1M0>K1M4, maka M20 akan on, jika pada data K1M0=K1M4, maka M21 akan on, dan sedangkan pada K1M0<K1M4 maka M22 yang akan on.


(81)

BAB IV

SIMULASI PENGATURAN START-STOP DAN PEMBEBANAN TIGA GENERATOR DENGAN MENGGUNAKAN PLC

MITSUBISHI Fx1s-30MR-ES

4.1 Beban Generator

Pada simulasi start – stop dan pembebanan generator ini hanya mengunakan beban resistif, yaitu lampu pijar 25 Watt sebanyak 14 buah dan lampu pijar 75 Watt sebanyak 1 buah yang terbagi dalam 5 group. Beban yang dihubungkan dengan sistem dapat dilihat seperti Gambar 4.1 di bawah ini :

Gambar 4.1 beban generator

Besar arus pada satu lampu pijar 25 Watt adalah 0.1136 Ampere dengan sumber tegangan 220 Volt. Pada group 1 terdapat lima buah lampu pijar 25 Watt, sehingga besar arus yang mengalir 0,568 Ampere. Pada group 2 terdapat empat lampu pijar 25 Watt, sehingga besar arus yang mengalir 0,454 Ampere. Pada group 3 terdapat tiga lampu pijar 25 Watt, sehingga besar arus yang mengalir 0,340 Ampere.


(82)

Pada group 4 terdapat dua lampu pijar 25 Watt, sehingga arus yang mengalir 0,227 Ampere dan pada group 5 terdapat satu lampu pijar 75 Watt, sehingga arus yang mengalir 0,1136 Ampere. Dengan demikian besar arus yang mengalir pada sistem adalah 1,92 Ampere.

Jika sumber daya terputus dari PLN, beban yang terhubung akan dibagi sama besar pada ketiga generator jika semua beban dalam keadaan on. Jika tidak, pembagian akan dilakukan oleh load sensing menurut ketentuan yang ditetapkan.

4.2 Load Sensing

Gambar 4.2 load sensing

Load sensing digunakan sebagai alat yang secara tidak langsung menentukan


(83)

diserikan dengan netral dari paralel tiga generator dan PLN dengan beban. Keluaran beban menjadi masukan bagi load sensing dan keluaran load sensing menjadi masukan bagi PLC. Ketika beban masuk ke sistem, maka arus akan mengalir ke load

sensing. Pada saat terjadi pemutusan daya dari PLN, load sensing akan bekerja dan

memberikan sinyal berupa arus ke PLC agar menghidupkan generator.

Di dalam load sensing itu sendiri terdapat komparator yang bertujuan untuk membandingkan beban yang on dengan beban maksimal yang bisa dipikul oleh masing – masing generator, sehingga dapat menentukan berapa banyak generator yang dihidupkan. Dalam hal ini generator dianggap mempunyai kapasitas yang sama, sehingga pembebanan dari masing-masing generator sama besar.

4.3 Simulasi Pengaturan Beban Generator

4.3.1 Daftar input – output yang digunakan

G1, G2, atau G3 merupakan indikator yang menunjukkan bahwa generator 1, generator 2, atau generator 3 sudah dalam kondisi on, sehingga beban sudah mendapat suplai listrik. MR1, MR3, atau MR5 menandakan bahwa generator sudah dalam keadaan on. MR2, MR4, atau MR6 menandakan bahwa generator sudah dalam keadaan kerja paralel atau sudah terhubung dengan sistem, sedangkan MR7 menjadi indikator PLN dalam keadaan terhubung ke sistem atau tidak. Buzzer menandakan bahwa dalam sistem terjadi over load (beban lebih), sehingga sebagian beban yang terhubung dengan sistem harus dikeluarkan atau di-off-kan.


(84)

Tabel 4.1 Daftar input – output

Input Output Peralatan Alamat Peralatan Alamat

U2D (load 25%) X001 MR1 (run G1) Y000

U2C (load 30%) X002 MR2 (synchron G1) Y001

U2B (load 55%) X012 MR3 (run G2) Y002

U2A (load 60%) X003 MR4 (synchron G2) Y003

MR1 (run G1) X004 MR5 (run G3) Y004

MR3 (run G2) X005 MR6 (synchron G3) Y005

MR5 (run G3) X006 MR 8 Y010

MR2 (synchron G1) X007 Buzzer Y012

MR4 (synchron G2) X010

MR6 (synchron G3) X011

MR7 (PLN) X000

Start Utama X016

Stop Utama X017

4.3.2 Prinsip Kerja Sistem

Gambar 4.3 one line diagram pengaturan start-stop dan pembebanan generator

Pada sistem yang dirancang dari tugas akhir ini yang bekerja secara otomatis hanyalah ketiga generator, sedangkan on – offnya beban bekerja secara manual.


(85)

Sistem pengaturan dengan PLC bekerja ketika terjadi pemutusan daya dari PLN. MR7 dalam keadaan tertutup. Jika suplai PLN terputus, maka MR7 tidak ter –

energize. hal ini akan menjadi input bagi PLC untuk menghidupkan generator sesuai

dengan prosedur yang ditetapkan.

Terjadinya pemutusan daya dari PLN membuat PLC mengeluarkan perintah untuk menutup MR8 dan tertutupnya MR8 menandakan bahwa sumber daya listrik berasala dari generator yang akan dihidupkan. Pemutusan daya dari PLN juga membuat load sensing bekerja. Load sensing akan mengirimkan sinyal ke PLC bahwa suplai dari PLN sudah terputus. Sinyal ini yang diterjemahkan oleh PLC, sehingga ada perintah untuk menghidupkan generator satu unit.

Masuknya generator ke sistem membuat beban mendapatkan suplai daya.

Load sensing akan terus memantau apakah beban yang terhubung ke sistem masih

mampu dipikul oleh satu generator. Jika keadaan ini terpenuhi, maka generator yang on hanya satu unit. Jika tidak, maka PLC akan mengeluarkan keluaran untuk menghidupkan generator yang lain. Ketika dilakukan penambahan beban, load

sensing akan mendeteksi adanya perubahan. Perubahan yang dirasakan

mengakibatkan load sensing bekerja, yaitu dengan melihat apakah beban tersebut masih mampu dipikul oleh satu generator. Jika masih, load sensing tidak akan mengeluarkan sinyal ke PLC. Akan tetapi jika keadaan ini tidak terpenuhi, maka

load sensing akan mengirimkan sinyal ke PLC bahwa satu unit generator tidak

mampu memikul beban yang terhubung ke sistem. Keadaan ini akan membuat PLC mengeluarkan keluaran untuk menghidupkan generator yang lain, sehingga generator yang bekerja menjadi dua unit. Hal ini menandakan bahwa ada kerja paralel antara


(86)

generator. Apabila kedua generator masih tidak mampu memikul beban, maka load

sensing akan kembali mengirim sinyal ke PLC agar menghidupkan generator yang

lain, sehigga generator yang bekerja menjadi tiga unit. Apabila ketiga generator masih tidak mampu memikul beban, load sensing akan mengirimkan sinyal ke PLC untuk menghidupkan buzzer menandakan ketiga generator tersebut tidak mampu memikul beban, sehingga sebagian beban harus dioffkan atau dikeluarkan dari sistem. Prosedur yang harus dilalui untuk mengidupkan generator adalah:

Ü Start, yaitu generator dihidupkannya generator.

Ü Check run, yaitu melihat apakah generator sudah benar – benar hidup dan ini

mejadi input bagi PLC.

Ü Synchronizing, yaitu memasukkan generator ke dalam kerja paralel jika

sebelumnya sudah ada generator yang berhasil on terlebih dahulu.

Ü Loading, yaitu melakukan pembebanan.

Ü Sharing load, yaitu membagi beban dengan generator lain sesuai dengan

ketentuan yang ditetapkan.

Sebaliknya, jika ternyata beban yang on dipikul oleh tiga generator padahal semestinya satu atau dua generator masih sanggup melayani beban tersebut, maka

load sensing akan mengirimkan sinyal ke PLC agar mematikan satu atau dua

generator. Prosedur yang harus dilalui adalah :

Ü unloading, yaitu memutuskan beban dari generator.

Ü disconnecting, yaitu memutuskan generator dari kerja paralel


(1)

4.3.3 Rancangan Ladder diagram

Rancangan ladder diagram dari sistem start-stop generator ini dapat dilihat pada lampiran.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. PLC (Programmable Logic Control) menyediakan berbagai kemudahan dibandingkan dengan alat control lain seperti relay. Kemudahan tersebut berupa perancangan dan pengeditan program, lebih fleksibel dan dapat dimonitoring secara visual.

2. Perancangan sistem control dengan menggunakan PLC relatif lebih mudah dipahami karena menggunakan bahasa pemrograman yang bersifat visual seperti ladder diagram sehingga mudah dipelajari. Selain itu PLC juga menyediakan berbagai metode pemrograman, yaitu instruction list/mneumonic code, diagram blog fungsional, dan fungsi teks terstruktur sehingga pemakai dapat memilih metode pemrograman sesuai dengan keahliannya.

3. Simulasi tugas akhir ini dapat dijadikan sebagai modul praktikum kontrol otomatis menggunakan PLC.

4. Simulasi adalah menggambarkan keadaan sebenarnya dari sistem tersebut. Oleh karena itu, dengan beberapa penyesuaian, dari simulasi ini dapat dibangun sistem dalam ukuran dan keadaan yang sebenarnya.


(3)

5.2 Saran

Dalam perjalanan pengerjaan tugas akhir ini tentunya tidak terlepas dari berbagai macam kekurangan dan kelemahan, baik pada sistem maupun dari peralatan yang dibuat, untuk itu demi kesempurnaan tugas akhir ini penulis dapat memberikan beberapa cacatan, antara lain :

1. Untuk perancangan sistem kontrol yang lebih maksimal harus memperhatikan input dan output dari PLC. Diutamakan mempunyai input dan output yang lebih banyak.

2. Untuk pengembangan yang lebih lanjut dapat digunakan fungsi – fungsi yang ada pada PLC seperti pengolahan data, fungsi aritmatik, dan lain sebagainya. 3. Diharapkan Proyek Tugas Akhir ini disempurnakan lagi, karena masih


(4)

DAFTAR PUSTAKA

1. Bolton, William, 2004, “Programmable Logic Controller (PLC) Edisi Ketiga”, Erlangga, Jakarta.

2. C.Lister, Eugene, 1988, “Mesin dan Rangkaian Listrik Edisi Keenam”, Erlangga, Jakarta.

3. Ginting, Satria, 2001, Dasar – Dasar Mesin Listrik”, USU Press, Medan 4. Jackman, Hugh, 2004, “Automating Manufacturing System with PLCs”, http:

// claymore.engineering.gvsu.edu/∼jackh/books.html. 5. Manual Hand Book of PLC mitsubishi Fxos-30MR-ES.

6. Setiawan, Iwan, 2006, “Programmable Logic Control (PLC) dan Teknik Perancangan Sistem Kontrol”, Penerbit Andi, Yogyakarta.

7. Tarigan, Pernantin, 2001, ”Rangkaian Digital Logika Digital Edisi Kedua”, USU Press, Medan.

8. Yulianto, Anang, 2006, “Panduan Praktis Belajar PLC (Programmable Logic Controller)”, Elex Media Komputindo, Jakarat.


(5)

LAMPIRAN


(6)

LAMPIRAN X17 X16 X15 X14 X13 X12 X11 X10 X7 X6 X5 X4 X3 X2 X1 X0 S’S S’S N L Y14 Y13 COM3 Y12 Y11 Y10 Y7 Y6 COM2 Y5 Y4 Y3 Y2 Y1 Y0 COM1 COM0 0 V DC 24V INPUT OUTPUT PLC MITSUBISHI MELSEC Fx1s30 MR-ES R N 0 V 24 V

-12 DC+ F1

2 Amp

Sensor 1 (LD 25%) Sensor 2 (LD 30%) Sensor 4 (LD 93%)

MR1 MR2 MR3 MR4 MR5 MR6 MR3 MR1 MR5 MR2 MR6 MR4 BUZZER Tombol start utama MR7 F1 2 Amp MR8 COM4 F2 2 Amp Sensor 3 (LD 55%)