Perancangan Turbin Uap Type Impuls Penggerak Generator Dengan Satu Tingkat Ekstarksi, Daya Generator 10 Mw ; Putaran Poros Turbin 5700 RPM

(1)

TUGAS SARJANA

TURBIN UAP

PERANCANGAN TURBIN UAP TYPE IMPULS PENGGERAK

GENERATOR DENGAN SATU TINGKAT EKSTARKSI,

DAYA GENERATOR 10 MW ; PUTARAN POROS TURBIN

5700 RPM

OLEH :

RIYALDI

020401018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS TEKNIK DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

MEDAN


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah SWT berkat rahmat dan nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas sarjana ini.

Tugas sarjana ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Adapun tugas sarjana ini mengambil bidang Turbin Uap dengan judul

“Perancangan Turbin Uap Penggerak Generator, Type Impuls Dengan Satu Tingkat Ekstraksi, Dengan Daya Nominal Generator 10 MW; Putaran 5700 Rpm”.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada : 1. Kedua orang tuaku tercinta, untuk segala cinta dan kasih sayangnya serta

pengorbanan yang tidak terkira yang telah diterima.

2. Bapak Ir. H.A.Halim Nasution,M.Sc. selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, pemikiran dan memberikan nasehat kepada penulis dalam menyelesaikan tugas sarjana ini.

3. Bapak Dr.Ing.Ir.Ikhwansyah Isranuri dan Tulus Burhanuddin,ST, MT, selaku ketua dan sekretaris Departemen Teknik Mesin USU.

4. Bapak Ir.Mulfi Hazwi,M.Sc. selaku dosen pembanding.

5. Bapak Tulus Burhanuddin Sitorus, ST, MT selaku dosen pembanding. 6. Bapak/ Ibu Staff pengajar dan Pegawai Departemen Teknik Mesin USU. 7. Pimpinan dan karyawan PT.Multimas Nabati Asahan atas kesempatan

yang diberikan kepada penulis untuk melakukan survey dalam pengambilan data sebagai bahan dalam pengerjaan tugas sarjana ini.


(3)

8. Teman – teman Teknik Mesin, terutama stambuk ‘02, Refky, Khairul, Jupri, Ilham, Nouval, Lilik, Herryawan, Darma, Rahman, Muhammad, Firman dan seluruh teman stambuk 2002 lainnya, serta teman-teman stambuk 2003 (Wisnu, Zaldi, Nanda, Roby, Rahmat), atas motivasi dan bantuannya dalam mengerjakan tugas sarjana ini.

Penulis menyadari bahwa tugas sarjana ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan saran yang membangun untuk kesempurnaan tugas sarjana ini, akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih.

Medan, Desember 2008. Penulis,

(02 0401 018)


(4)

DAFTAR ISI

SPESIFIKASI TUGAS KARTU BIMBINGAN

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... . iii

DAFTAR SIMBOL ... v

DAFTAR TABEL ... . ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Tujuan Perencanaan ... 1

1.3.Batasan Masalah ... 2

1.4.Metodologi Penulisan ... 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pandangan Umum tentang Turbin Uap ... 3

2.2.Analisa Termodinamika ... 4

2.3.Modifikasi Siklus Rankine Pada PLTU ... 5


(5)

2.5.Analisa Kecepatan Aliran Uap ... 14

2.6.Kerugian Kalor Pada Turbin Uap ... 16

2.6.1. Kerugian-kerugian Dalam ... 16

2.6.2. Kerugian-kerugian Luar ... 23

2.7.Effisiensi Pada Turbin ... 23

BAB III. PEMBAHASAN MATERI 3.1.Pemilihan Jenis Turbin ... 25

3.2.Perhitungan Penurunan Kalor Pada Turbin ... 26

3.3.Perhitungan Tekanan Dan Temperatur Ekstraksi ... 28

3.4.Perancangan Turbin Tingkat Pengaturan ... 33

3.5.Penurunan Kalor Dari Tingkat Pengaturan Sampai Tingkat Ekstraksi ... 41

3.6.Kelompok Turbin Tingkat Ekstraksi Sampai Tingkat Terakhir ... 47

3.7.Pengecekan Hasil Perhitungan Penurunan Kalor Keseluruhan ... 49

BAB IV. PERHITUNGAN UKURAN UTAMA TURBIN 4.1. Perhitungan Ukuran Poros ... 52

4.2. Perhitungan Ukuran Nozel Dan Sudu Gerak ... 54

4.2.1. Tinggi Nozel Dan Sudu Gerak ... 55

4.2.2. Lebar Sudu Gerak ... 58

4.2.3. Jarak Bagi Antara Sudu Gerak ... 59

4.2.4. Jumlah Sudu ... 60


(6)

4.3. Kekuatan Sudu ... 63

4.4. Pemeriksaan Kekuatan Sudu Terhadap Getaran ... 67

4.5. Pembahasan Perhitungan Ukuran Cakram ... 68

4.6. Perhitungan Putaran Kritis ... 80

4.7. Bantalan Dan Pelumasan ... 83

4.8. Rumah Turbin ... 88

BAB V. PENGATURAN TURBIN 5.1. Konsep Dasar ... 90

5.2. Sistem Pengaturan ... 91

BAB VI. KESIMPULAN 6.1. Spesifikasi Turbin Uap ... 93

6.2. Dimensi Bagian Utama Turbin ... 93

DAFTAR PUSTAKA ... 97


(7)

DAFTAR SIMBOL

Notasi Arti satuan

A0 Titik perpotongan antara tekanan uap masuk dengan

temperatur uap masuk

-

A0’

A1t

A1’t

Titik perpotongan antara penurunan tekanan uap masuk akibat katup pengatur dengan entalpi konstan

Titik perpotongan garis vertikal kebawah dari titik A0 dengan tekanan uap buang

Titik perpotongan garis vertikal kebawah dari titik A’0 dengan tekanan uap buang

-

-

-

a b

Lebar penampang setiap nozel Lebar sudu

mm mm

C Kapasitas termal rata-rata minyak pelumas kkal/kgºC

C1 Kecepatan uap aktual pada sisi keluar nosel m/det

C1’ Kecepatan mutlak uap masuk pada sudu baris kedua m/det

C2 Kecepatan uap mutlak keluar sudu gerak baris pertama m/det

C2’ Kecepatan uap mutlak keluar sudu gerak baris kedua m/det

C1t Kecepatan uap teoritis pada sisi keluar nosel m/det

C1u

C2u

d

Kecepatan mutlak radial uap keluar sudu gerak baris pertama

Kecepatan mutlak radial uap keluar sudu gerak baris kedua

Diameter roda cakram diukur pada diameter rata-rata sudu

m/det

m/det

mm

D Diameter dalam silinder mm

dp Diameter poros mm

f1 G Geks

Luas penampang pada sisi keluar nosel

Massa alir uap melalui turbin setelah ekstraksi Massa alir uap ekstraksi

m2 kg/det kg/det


(8)

Go Massa aliran uap total melalui turbin kg/det

hb’ Kerugian kalor pada sudu gerak baris pertama kJ/kg

hb” Kerugian kalor pada sudu gerak baris kedua kJ/kg

he Kerugian kalor akibat kecepatan keluar kJ/kg

hgb Kerugian kalor pada sudu pengarah kJ/kg

hn Kerugian kalor pada nosel kJ/kg

Ho H’o

Penurunan kalor teoritis sebelum katup pengatur Penurunan kalor teoritis setelah katup pengatur

kJ/kg kJ/kg

Hi Penurunan kalor yang dimanfaatkan pada turbin kJ/kg

io Kandungan kalor uap pada sisi masuk turbin kJ/kg

iit Kandungan uap ideal keluar turbin kJ/kg

iit’ Kandungan kalor uap akibat katup pengatur kJ/kg

I Momen inersia mm4

l Tinggi nosel mm

l1’ Tinggi sisi masuk sudu gerak baris pertama mm

l1” Tinggi sisi keluar sudu gerak baris pertama mm

l2’ Tinggi sisi masuk sudu gerak baris kedua mm

l2” Tinggi sisi keluar sudu gerak baris kedua mm

lgb’ Tinggi sisi masuk sudu pengarah mm

lgb” Tinggi sisi keluar sudu pengarah mm

Wct Berat cakram total kg

Wp Berat poros kg

Mt Mx1

Momen torsi Momen lengkung

kg.cm kg.cm

n Putaran poros turbin rpm

Ni Daya dalam turbin kW

No Daya ideal turbin kW

Ne Daya efektif turbin kW

Ngea Daya gesek dan ventilasi cakram kW

Pa Gaya akibat perbedaan tekan uap masuk dan keluar kg


(9)

Pkr Tekanan kritis bar

Po Tekanan uap awal turbin bar

Po’ Tekanan uap sebelum nosel bar

Pu Gaya akibat rotasi sudu kg

P1 Tekanan uap masuk sudu gerak bar

P2 Tekanan uap keluar turbin bar

Qr Kalor yang timbul pada bantalan kkal/kg

R1 Jari-jari kelengkungan sudu gerak baris pertama mm

R2 Jari-jari kelengkungan sudu gerak baris kedua mm

Rp Jari-jari kelengkungan sudu pengarah mm

rs Jari-jari rata-rata plat penguat sudu mm

r2 Jari-jari cakram mm

tp Jarak bagi sudu pengarah mm

t1 Jarak bagi sudu gerak baris pertama mm

t2 Jarak bagi sudu gerak baris kedua mm

u Kecepatan tangensial sudu m/det

Wy Momen perlawanan terkecil sudu cm3

w1 Kecepatan uap relatif masuk sudu gerak baris pertama m/det

w2 Kecepatan uap relatif keluar sudu gerak baris pertama m/det

w1’ Kecepatan uap relatif masuk sudu gerak baris kedua m/det

w2’ Kecepatan uap relatif keluar sudu gerak baris kedua m/det

z1 Jumlah sudu gerak baris pertama -

z2 Jumlah sudu gerak baris kedua -


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Tegangan-tegangan tangensial pada cakram konis ... 75

Tabel 4.2. Tegangan-tegangan radial pada cakram konis ... 76

Tabel 4.3. Tegangan-tegangan radial pada hub ... 77

Tabel 4.4. Tegangan-tegangan tangensial pada hub ... 78


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Diagram alir siklus Rankine sederhana... 6

Gambar 2.2. Diagram T-s siklus Rankine sederhana... 7

Gambar 2.3. Diagram alir siklus Rankine dengan satu tingkat ekstraksi ... 8

Gambar 2.4. Diagram T-s siklus Rankine dengan satu tingkat ekstraksi ... 9

Gambar 2.5. Turbin impuls tingkat tunggal dan diagram efisiensinya ... 11

Gambar 2.6. Turbin impuls tingkat tunggal dengan dua tingkat kecepatan dan diagram efisiensinya ... 12

Gambar 2.7. Penampang turbin impuls tiga tingkat tekanan ... 13

Gambar 2.8. Penampang turbin reaksi dan digram efisiensinya ... 14

Gambar 2.9. Variasi kecepatan uap pada sudu-sudu gerak turbin impuls ... 16

Gambar 2.10. Proses ekspansi uap pada mekanisme pengatur beserta kerugian-kerugian akibat pencakikan ... 19

Gambar 2.11. Grafik untuk menentukan koefisien sebagai fungsi tinggi nosel ... 20

Gambar 2.12. Koefisien kecepatan untuk sudu gerak turbin impuls untuk berbagai panjang dan profil sudu... 21

Gambar 2.13. Celah kebocoran uap tingkat tekanan pada turbin impuls ... 24

Gambar 3.1. Diagram Mollier untuk proses penurunan kalor pada turbin ... 29

Gambar 3.2. Instalasi Pembangkit Tenaga Uap ... 30

Gambar 3.3 Diagram Mollier untuk penurunan kalor dengan satu tingkat ekstraksi ... 31

Gambar 3.4 Diagram T-s dengan satu tingkat ekstraksi ... 32


(12)

Gambar 3.6 Effisiensi Mekanis turbin ... 35

Gambar 3.7 Effisiensi Generator ... 36

Gambar 3.8 Segitiga kecepatan untuk turbin impuls dua tingkat kecepatan ... 39

Gambar 3.9. Diagram I-s untuk tingkat pengaturan ... 44

Gambar 3.10. Proses ekspansi uap pada setiap tingkat turbin ... 53

Gambar 4.1. Ukuran Nozel dan Sudu Gerak ... 60

Gambar 4.2. Gaya-gaya lentur pada Sudu ... 68

Gambar 4.3. Penampang Cakram Kelepak Konis ... 70

Gambar 4.4. Berbagai Koefisien untuk Cakram Konis ... 73

Gambar 4.5. Pembebanan pada Poros... 83

Gambar 4.6. Bantalan Luncur ... 85


(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kehidupan manusia yang terus berkembang dan semakin kompleks, mau tidak mau akan diikuti oleh kebutuhan energi yang semakin meningkat. Salah satu bentuk energi yang paling dibutuhkan manusia sekarang ini adalah energi listrik, manusia membutuhkan energi listrik untuk rumah tangga, industri, transportasi dan lainnya.

Energi listrik yang besar dan kontinu tidak tersedia secara alami di alam ini oleh sebab itu dibutuhkan suatu alat yang dapat mengubah energi dari bentuk lain menjadi energi listrik.

Turbin uap sebagai salah satu mesin konversi energi merupakan salah satu alternatif yang baik karena dapat menghasilkan energi listrik dengan daya yang cukup besar, dan efisiensi yang tinggi.

1.2Tujuan Perencanaan

Perencanaan ini dimaksudkan untuk merencanakan sebuah turbin uap penggerak generator listrik untuk memenuhi kebutuhan energi listrik dari suatu industri, dengan daya nominal generator 10 MW pada putaran 5700 rpm, tekanan uap masuk turbin 42 bar pada temperatur 4800 C.


(14)

1.3Batasan Masalah

Adapun batasan masalah dari Tugas Sarjana ini adalah membahas tentang Turbin Uap penggerak generator listrik untuk suatu industri. Dimana daya yang dibangkitkan generator, tekanan dan temperatur uap masuk, serta putaran turbin diambil dari data- data hasil survey. Penentuan laju aliran massa uap, pemilihan jenis turbin, jumlah tingkat turbin, dan dimensi utama dari turbin ditentukan berdasarkan besarnya daya yang dihasilkan.

1.4Metodologi Penulisan

Metode yang digunakan dalam penulisan Tugas Sarjana ini adalah sebagai berikut :

1.Survey lapangan, berupa peninjauan langsung ke tempat tujuan perencanaan yang dilakukan, dalam hal ini survey dilakukan pada PT.Multimas Nabati Asahan.

2.Studi literature, berupa studi kepustakaan, kajia-kajian dari buku (teks book) dan tulisan yang terkait dengan perencanaan ini.

3.Diskusi, berupa tanya jawab dengan dosen pembimbing yang telah ditunjuk oleh Departemen Teknik Mesin,mengenai masalah-masalah yang timbul selama penyusunan Tugas Sarjana.


(15)

1.5Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam tugas sarjana ini adalah sebagai berikut :

Bab I : Pendahuluan

Bab ini menguraikan tentang latar belakang perencanaan, tujuan perencanaan, batasan masalah, metodologi penulisan, dan sistematika penulisan perencanaan.

Bab II : Tinjauan Pustaka

Bab ini menguraikan


(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pandangan Umum Tentang Turbin Uap

Turbin uap termasuk mesin tenaga dimana hasil konversi energinya dimanfaatkan mesin lain untuk menghasilkan daya. Di dalam turbin terjadi

perubahan dari energi potensial uap menjadi energi kinetik yang kemudian diubah lagi menjadi energi mekanik pada poros turbin, selanjutnya energi mekanik diubah menjadi energi listrik pada generator.

Energi mekanis yang dihasilkan dalam bentuk putaran poros turbin dapat secara langsung atau dengan bantuan roda gigi reduksi dihubungkan dengan mekanisme yang digerakkan.

Turbin uap sudah sering digunakan sebagai penggerak mula pada PLTU, pompa, dan kompresor. Jika dibandingkan dengan penggerak generator listrik yang lain, turbin uap mempunyai kelebihan antara lain adalah penggunaan panas yang lebih baik, pengontrolan putaran yang lebih mudah, uap bekasnya dapat digunakan kembali atau untuk proses, serta investasi awal yang tidak begitu besar.

Siklus yang terjadi pada turbin uap adalah siklus Rankine, yaitu berupa siklus tertutup, dimana uap bekas dari turbin dimanfaatkan lagi dengan cara mendinginkannya pada kondensor, kemudian dialirkan lagi ke pompa dan seterusnya sehingga merupakan suatu siklus tertutup.


(17)

2.2. Analisa Termodinamika

Turbin uap bersama-sama dengan ketel uap, pompa dan kondensor, dipadukan untuk membentuk suatu siklus daya uap atau siklus rankine. Siklus ini menggunakan fluida dalam dua fasa yaitu cairan dan uap.

Siklus turbin uap adalah siklus Rankine, yang terdiri dari dua jenis siklus yaitu :

• Siklus terbuka, dimana sisa uap dari turbin langsung dipakai untuk keperluan proses.

• Siklus tertutup, dimana uap bekas dari turbin dimanfaatkan lagi dengan cara mendinginkannya pada kondensor, kemudian dialirkan kembali kepompa dan seterusnya sehingga merupakan suatu siklus tertutup.

Diagram alir siklus Rankine sederhana dapat dilihat sebagai berikut:

BOILER

P

KONDENSER TURBIN

V

W turbin

1 2

3

4

W pompa

q in

q out

. Gambar 2.1. Diagram alir Siklus Rankin sederhana


(18)

T

s

1 2

3

4 v

v Q in

Q out

W turbin

W pompa

Gambar 2.2. Diagram T-s siklus Rankine sederhana

(Sumber : Lit 5, hal 515)

Proses termodinamika dalam siklus ini (Gambar 2.1 dan 2.2) dapat diterangkan sebagai berikut, yaitu: air dipompakan sehingga mencapai tekanan kerja ketel pada titik 2, kemudian pada ketel uap diberikan kalor pada tekanan konstan terhadap fluida sehingga mencapai keadaan titik 3, uap yang terjadi kemudian diekspansikan pada turbin sehingga mencapai titik 4, uap bekas dari turbin dikondensasikan di kondensor pada tekanan konstan sampai keadaan cair jenuh (titik 1) yang selanjutnya dipompakan kembali untuk air pengisian ketel.

Maka analisa pada masing-masing proses pada siklus untuk tiap satu-satuan massa dapat ditulis sebagai berikut:

1) Kerja pompa (WP) = h2 – h1 = ν (P2 – P1) 2) Penambahan kalor pada ketel (Qin) = h3 – h2 3) Kerja turbin (WT) = h3 – h4


(19)

4) Kalor yang dilepaskan dalam kondensor (Qout) = h4 – h1

5) Efisiensi termal siklus

in P T in net th Q W W Q W − = = η

(

) (

)

2 3 1 2 4 3 h h h h h h th − − − − = η

(

) (

)

) ( 3 2

1 2 4 3 T T c T T c T T c p p p th − − − − = η 2 3 1 4 1 T T T T th −− − = η

2.3. Modifikasi Siklus Rankine pada PLTU

Modifikasi siklus Rankine bertujuan untuk meningkatkan efisiensi siklus dalam hal ini dibuat ekstraksi uap untuk memanaskan air pengisian ketel,

sehingga kerja ketel berkurang dan kebutuhan bahan bakar juga berkurang. Pada prakteknya turbin uap dengan tekanan awal yang tinggi biasa dibuat dengan

ekstraksi yang biasanya berjumlah 5 sampai 7 tingkat ekstraksi. Untuk turbin

dengan parameter uap kritis panas lanjut, jumlah ekstraksi dapat mencapai sebanyak 8 sampai 9. Uap yang di ekstraksi dari tingkat-tingkat menengah biasanya dimanfaatkan pada pemanas air pengisian ketel. Untuk turbin uap tekanan menengah jumlah ekstraksi dibatasi hanya 1 sampai 4 (lit.1 hal 134).


(20)

Salah satu modifikasi dari siklus Rankine dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2.3. Diagram alir siklus Rankine dengan satu tingkat ekstraksi

(Sumber : Lit 5, hal 530).

Uap panas lanjut dari ketel memasuki turbin, setelah melalui beberapa tingkatan sudu turbin, sebagian uap diekstraksikan ke deaerator, sedangkan sisanya masuk ke kondensor dan dikondensasikan di kondensor. Selanjutnya air dari kondensor dipompakan ke deaerator juga. Di dalam deaerator, uap yang berasal dari turbin yang berupa uap basah bercampur dengan air yang berasal dari kondensor. Kemudian dari deaerator dipompakan kembali ke ketel, dari ketel ini air yang sudah menjadi uap kering dialirkan kembali turbin.

Tujuan uap diekstraksikan ke deaerator adalah untuk membuang gas-gas yang tidak terkondensasi sehingga pemanasan pada ketel dapat berlangsung efektif, mencegah korosi pada ketel, dan meningkatkan efisiensi siklus.

BOILER

DEAERATOR

P2

P1

KONDENSER TURBIN

V

1 2

3 4

5


(21)

Untuk mempermudah penganalisaan siklus termodinamika ini, proses-proses tersebut di atas dapat disederhanakan dalam bentuk diagram berikut :

.

Gambar 2.4. Diagram T-s siklus Rankine dengan satu tingkat ekstraksi

(Sumber : Lit 5, hal 530)

2.4. Klasifikasi Turbin Uap

Ada beberapa cara untuk mengklasifikasikan turbin uap, yaitu:

1) Berdasarkan arah aliran uapnya

a) Turbin aksial, yaitu turbin dengan arah aliran uap sejajar dengan sumbu

poros.

b) Turbin radial, yaitu turbin dengan arah aliran uap tegak lurus terhadap

sumbu poros.

T

s 1

2 3

4

5

6

7 v


(22)

2) Berdasarkan prinsip kerjanya.

a) Turbin aksi (impuls), yaitu turbin yang perputaran sudu-sudu geraknya

karena dorongan dari uap yang telah dinaikkan kecepatannya oleh nozel. Yang termasuk turbin aksi (impuls), adalah :

1. Turbin Uap De-Laval

Turbin uap De-Laval adalah turbin uap yang bekerja dengan prinsip impuls aksi dengan aliran aksial, satu tingkat tekanan dan satu tingkat kecepatan. Turbin uap ini memiliki satu susunan sudu gerak sehingga seluruh droping energi (energi jatuh) potensial uap akan dikonversikan oleh sudu-sudu gerak. Putaran yang dihasilkan turbin uap ini sangat besar dan daya yang dihasilkan maksimum 1.500 kW, sehingga turbin ini biasanya digunakan untuk kapasitas generator yang kecil.

Keuntungan turbin uap ini adalah konstruksinya yang sederhana sehingga ongkos pembuatannya murah serta perakitannya pun mudah. Kerugian utama dari turbin uap ini adalah kapasitasnya yang kecil, efisiensi yang rendah, dan

putarannya yang terlalu tinggi sehingga memerlukan transmisi roda gigi yang besar untuk mendapatkan putaran yang dibutuhkan untuk menggerakkan generator listrik atau mesin-mesin lainnya.


(23)

Keterangan gambar :

1. Poros 2. Cakram 3. Sudu gerak

4. Nozel 5. Stator 6. Pipa buang

Gambar 2.5. Turbin impuls tingkat tunggal dan diagram efisiensinya.

(Sumber : Lit.1, hal 75)

2. Turbin Uap Curtis

Turbin uap Curtis adalah turbin uap yang bekerja dengan prinsip impuls aksi dengan aliran aksial, sistem tingkat tekanan tunggal dan lebih dari satu tingkat kecepatan. Turbin uap ini memiliki putaran yang lebih rendah dari turbin uap De-Laval dan daya yang dihasilkan dapat mencapai 4.000 kW, sehingga turbin uap ini dapat dipakai untuk kapasitas generator yang sedang.

Dalam turbin uap Curtis ini, uap hanya diekspansikan pada nozel (sudu tetap yang pertama) dan selanjutnya tekanan konstan sedangkan dalam baris sudu gerak tidak terjadi ekspansi. Meskipun demikian, dalam kenyataannya penurunan


(24)

tekanan yang kecil di dalam sudu gerak tidak dapat dihindarkan berhubung adanya gesekan, aliran turbulen dan kerugian lainnya. Keunggulan jenis turbin uap ini adalah konstruksinya sederhana, mudah dioperasikan namun efisiensinya rendah.

Keterangan gambar :

1. Poros 2. Cakram 3. Baris pertama sudu gerak

4. Nozel 5. Stator 6. Baris kedua sudu gerak 7. Sudu pengarah.

Gambar 2.6. Turbin impuls tingkat tunggal dengan dua tingkat kecepatan dan diagram efisiensinya.

(Sumber : Lit.1, hal 80)

3. Turbin Uap Zoelly/Rateau

Turbin uap Zoelly/Rateau adalah turbin uap yang bekerja dengan prinsip impuls aksi dengan sistem tekanan bertingkat. Tekanan uap turun secara bertahap


(25)

di dalam baris sudu tetap saja, sedangkan di dalam baris sudu gerak tidak terjadi penurunan tekanan. Daya yang dihasilkan adalah daya yang besar pada putaran rendah. Sehingga turbin uap ini cocok dipakai sebagai penggerak daya generator yang besar. Keuntungan turbin ini adalah efisiensinya yang tinggi, tetapi biaya konstruksinya mahal. Dengan demikian konstruksinya lebih rumit dari turbin uap satu tingkat tekanan.

Keterengan gambar :

1 dan 6. Ruang-ruang uap segar dan uap buang 2 dan 4. Nozel

3 dan 5. Sudu gerak 7. Diafragma

Gambar 2.7. Penampang turbin impuls tiga tingkat tekanan

(Sumber : Lit.1, hal 89)

4. Turbin Uap Parson

Turbin uap Parson bekerja dengan prinsip reaksi dengan aliran aksial. Turbin uap ini umumnya bertingkat dan untuk kapasitas yang besar dengan


(26)

putaran yang rendah. Pada turbin uap ini, uap mengalami ekspansi baik pada sudu pengarah maupun pada sudu gerak sehingga mengarahkan dorongan pada sudu dalam arah aksial.

Walaupun konversi energi terjadi pada ke dua tipe sudu tersebut, namun yang menghasilkan daya tangensial reaksi hanyalah sudu-sudu gerak saja, maka turbin uap Parson dinamakan juga sebagai turbin uap semi-reaksi. Keuntungan dari turbin uap ini adalah efisiensinya lebih baik dari turbin uap Zolley, akan tetapi sistem pengaturnnya lebih rumit dan biaya konstruksinya lebih mahal jika dibandingkan dengan turbin uap De-Laval, Curtis, dan Zoelly.

Gambar 2.8. Penampang turbin reaksi dan diagram efisiensinya.

(Sumber : Lit.1, hal 107)

b) Turbin reaksi, yaitu turbin yang perputaran sudu-sudu geraknya karena gaya reaksi sudu-sudu itu sendiri terhadap aliran uap yang melewatinya.


(27)

a) Turbin tekanan lawan (back pressure turbine), yaitu turbin yang

tekanan uap bekasnya berada di atas tekanan atmosfir dan digunakan untuk keperluan proses.

b) Turbin kondensasi langsung, yaitu turbin yang uap bekasnya

dikondensasikan langsung dalam kondensor untuk mendapatkan air kondensor pengisian ketel.

c) Turbin ekstraksi dengan tekanan lawan, yaitu turbin yang sebagian

uap bekasnya dicerat (diekstraksi) dan sebagian lagi digunakan untuk keperluan proses.

d) Turbin ekstraksi dengan kondensasi, yaitu turbin yang sebagian uap

bekasnya di cerat (diekstraksi) sebagian lagi dikondensasikan dalam kondensor untuk mendapatkan air kondensat pengisian ketel.

e) Turbin non kondensasi dengan aliran langsung, yaitu turbin yang uap

bekasnya langsung dibuang ke udara.

f) Turbin non kondensasi dengan ekstraksi, yaitu turbin yang sebagian

uap bekasnya dicerat (diekstraksi) dan sebagian lagi dibuang ke udara.

4) Berdasarkan tekanan uapnya

a) Turbin tekanan rendah, yaitu turbin dengan tekanan uap masuk hingga

2 ata.

b) Turbin tekanan menengah, yaitu turbin dengan tekanan uap masuk

hingga 40 ata.

c) Turbin tekanan tinggi, yaitu turbin dengan tekanan uap masuk hingga


(28)

d) Turbin tekanan sangat tinggi, yaitu turbin dengan tekanan uap masuk di

atas 170 ata.

e) Turbin tekanan super kritis, yaitu turbin dengan tekanan uap masuk di

atas 225 ata.

Dalam merencanakan suatu turbin uap, dibutuhkan kecermatan dalam penentuan jenis turbin uap agar dapat menghasilkan daya yang diinginkan dengan tidak mengalami kerugian-kerugian yang besar. Penentuan jenis turbin uap ini sangat penting, bukan hanya dari faktor teknisnya saja, tetapi juga faktor ekonomisnya, sehingga perlu diambil beberapa jenis turbin uap sebagai perbandingan terhadap turbin uap yang akan direncanakan.

2.5. Analisa Kecepatan Aliran Uap

Analisa kecepatan aliran uap yang melewati suatu sudu dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.9. Variasi kecepatan uap pada sudu-sudu gerak turbin impuls.

(Sumber : Lit.1, hal 33)

1. Kecepatan aktual keluar dari nozel (C1) adalah : '

5 , 91

1 Ho


(29)

dimana : Ho’ = besar jatuh kalor (entalphi drop)

ϕ = koefisien gesek pada dinding nosel (0,91 s/d 0,98)

2. Kecepatan uap keluar teoritis (C1t)

ϕ1

1

C

Ct = (m/det)...Lit.1, hal 24

3. Kecepatan tangensial sudu (U)

60 . . nd

U =π (m/det)………..Lit.1, hal 85 dimana : d = diameter pada turbin (m)

n = putaran poros turbin (rpm)

4. Kecepatan uap memasuki sudu gerak pertama (w1)

1 1 2

2 1

1 C U 2UC cosα

w = + − (m/det)………..Lit.1, hal 33

5. Kecepatan mutlak radial uap keluar sudu gerak baris pertama (C1u) 1

1 1 C cosα

Cu = (m/det)………..Lit.1, hal 76

6. Kecepatan mutlak radial uap keluar sudu gerak baris kedua (C2u) 2

2 2 C cosα

C u = (m/det)………..Lit.1, hal 76

7. Sudut relatif masuk sudu gerak baris pertama (β1)

1 1 1 1

sin sin

w

C α

β = ………..………….Lit.1, hal 34

8. Sudut relatif uap sudu keluar sudu gerak pertama (β2) )

5 3 ( 1

2 =β − °− °

β ………...Lit.1, hal 34

9. Kecepatan relatif uap keluar sudu gerak pertama (w2) 1

2 .w


(30)

10.Kecepatan mutlak uap keluar sudu gerak pertama (C2)

2 2

2 2 2

2 w U 2.U.w .cosβ

C = + − (m/det)………...Lit.1, hal 34

11.Kecepatan mutlak uap masuk sudu gerak kedua (C1,)

2 1' .C

Cgb (m/det)..……….Lit.1, hal 85

2.6. Kerugian Kalor pada turbin uap

2.6.1. Kerugian-kerugian dalam (Internal losses) 1. Kerugian kalor pada katup pengatur

Aliran uap melalui katup-katup penutup dan pengatur disertai oleh

kerugian energi akibat proses pencekikan (throtling), kerugian inilah yang disebut dengan kerugian pada kaup pengatur. Jika tekanan up masuk adalah (P0) maka akan terjadi penurunan tekanan menjadi tekanan awal masuk turbin (P0’).

Penurunan tekanan awal (∆P0 diperkirakan sebesar (3-5) % dari P0 (lit.1 hal 60). Dimana ∆P = P0-P0’, pada perencanaan ini diambil kerugian katup sebesar tekanan 5 % dari tekanan masuk turbin atau dapat dituliskan :

∆P = 5 %.P0...Lit.1, hal 60 Kerugian energi ini terjadi pada katup pengatur ditentukan dengan :

' 0

0 H

H

H = −

∆ ...Lit.1, hal 59 dimana :


(31)

H0 = nilai penurunan kalor total turbin

H0’= nilai penurunan kalor setelah mengalami proses penurunan tekanan akibat pengaturan melalui katup pengatur dan katup penutup yang ditetapkan sebesar 3 – 5% dari Po. Jadi tujuan perencanaan kerugian tekanan yaitu sebesar ∆P = 5%Po.

Kerugian-kerugian yang terjadi pada katup pengatur dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

Keterangan gambar :

hn = kerugian pada nosel

hb = kerugian pada sudu gerak

hc = kerugian akibat kecepatan keluar

P0 = tekanan uap masuk turbin

P0’= tekanan uap sebelum masuk nosel

P2 = tekanan keluar turbin

H0 = penurunan kalor

H0’= penurunan kalor teoritis

Hi = penurunan kalor yang dimanfaatkan dalam


(32)

Gambar 2.10. Proses ekspansi uap melalui mekanisme pengatur beserta kerugian-kerugian akibat pencakikan.

(Sumber :Lit.1, hal 60)

2. Kerugian Kalor Pada Nozel (hn)

Kerugian energi pada nosel disebabkan oleh adanya gesekan uap pada dinding nozel , turbulensi, dan lain-lain. Kerugian energi pada nosel ini dicakup oleh koefisien kecepan nozel ( ) yang sangat tergantung pada tinggi nozel. Kerugian energi kalor pada nozel dalam bentuk kalor :

2001 ( / )

- 12 2 1

kg kJ C

C

h t

n = ……….…………Lit.1, hal 25

dimana:

C1t = Kecepatan uap masuk teoritis (m/det)

C1 = ϕ.C1t = Kecepatan uap masuk mutlak (m/det) hn = Besar kerugian pada nozel (kJ/kg)

Untuk tujuan perancangan, nilai-nilai koefisien kecepatan nozel dapat diambil dari grafik yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini:

Gambar 2.11. Grafik untuk Menentukan Koefisien ϕ sebagai Fungsi Tinggi Nozel.


(33)

3. Kerugian Kalor Pada Sudu-sudu Gerak

Kerugian pada sudu gerak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :

• Kerugian akibat tolakan pada ujung belakang sudu

• Kerugian akibat tubrukan

• Kerugian akibat kebocoran uap melalui ruang melingkar

• Kerugian akibat gesekan

• Kerugian akibat pembelokan semburan pada sudu

Semua kerugian di atas dapat disimpulkan sebagai koefisien kecepata sudu gerak (ψ). Akibat koefisien ini maka kecepatan relatif uap keluar dari sudu w2 lebih kecil dari kecepatan relatif uap masuk sudu w1.

Kerugian pada sudu gerak pertama

hb’=

2001 w - 22 2 1

w

(kJ/kg)……….Lit.1, hal 85

Kerugian pada sudu gerak baris kedua

2001 '2 2 2 ' 1 " w w

hb

= (kJ/kg)……….Lit.1, hal 86

dimana :

w1 = kecepatan relatif uap masuk sudu gerak I w2 = kecepatan relatif uap keluar sudu gerak I w’1 = kecepatan relatif uap masuk sudu gerak II w’2 = kecepatan relatif uap keluar sudu gerak II


(34)

Untuk keperluan rancangan maka harga faktor ψ dapat diambil dari grafik di bawah ini :

Gambar 2.12. Koefisien kecepatan untuk sudu gerak turbin impuls untuk berbagai panjang dan profil sudu.

(Sumber : Lit.1, hal 62)

4. Kerugian Kalor Akibat Kecepatan Keluar

Uap meninggalkan sisi keluar sudu gerak dengan kecepatan mutlak C2, sehingga kerugian energi kinetik akibat kecepatan uap keluar C2 untuk tiap 1 kg uap dapat ditentukan sama dengan C22/2 kJl/kg. Jadi sama dengan kehilangan energi sebesar :

hc = 2001

2 2

C

(kJ/kg)………..Lit.1, hal 63

5. Kerugian Kalor Pada Sudu Pengarah

2001 2 1 2

2 C

C

hgb = − (kJ/kg)………..Lit.1, hal 86

6. Kerugian Kalor Akibat Gesekan Cakram dan Ventilasi

Kerugian gesekan terjadi diantara cakram turbin yang berputar dan uap yang menyelubunginya. Cakram yang berputar itu menarik partikel-partikel yang ada di dekat permukaannya dan memberi gaya-gaya searah dengan putaran.


(35)

Sejumlah kerja mekanis digunakan untuk mengatasi pengaruh gesekan dan pemberian kecepatan ini. Kerja yang digunakan untuk melawan gesekan dan percepata-percepatan partikel uap ini pun akan dikonversikan menjadi kalor, jadi akan memperbesar kandungan kalor uap.

Kerugian akibat gesekan cakram dan ventilasi dalam satuan kalor dapat ditentukan dari persamaan berikut :

G N hgca = gca

(kJ/kg)……….Lit.1, hal 64

dimana :

G = massa aliran uap melalui tingkatan turbin (kg/det)

Ngca = daya yang hilang dalam mengatasi gesekan dan ventilasi cakram

Adapun penentuan daya gesek dan ventilasi cakram ini sering dilakukan dengan memakai rumus sebaai berikut :

ρ β.10 10.d4.n3.l1.

Ngca = − (kW)....………..Lit.1, hal 64

dimana :

β = koefisien yang sama dengan 2.06 untuk cakram baris ganda d = diameter cakram yang diubah pada diameter rata-rata sudu (m) n = putaran poros turbin (rpm)

l1 = tinggi sudu (m)

ρ = bobot spesifik uap di dalam mana cakram tersebut berputar, (kg/m3) =

v

1


(36)

7. Kerugian akibat Ruang Bebas

Ada perbedaan tekanan di antara kedua sisi cakram nosel yang dipasang pada stator turbin ,sebagai akibat ekspansi uap di dalam nosel.Diafragma yang mempunyai sudu sudu gerak adalah dalam keadaan berputar ,sementara cakram-cakram adalah dalam keadaan diam sehingga selalu ada ruang bebas yang sempit antara cakram-cakram putar dan diafragma. Adanya perbedaan tekanan

menyebabkan adanya kebocoran melalui celah ini, yang besarnya:

h kebocoran = G Gkebocoran

( i0 - i2) (kJ/kg)………..Lit.1, hal 64

dimana G kebocoran ditentukan berdasarkan tekanan kritis

Pkr =

5 , 1 z

p 85 ,

0 1

+

× ) ……….Lit.1, hal 67

Bila tekanan kritis lebih rendah dari p2 ,maka kecepatan uap di dalam labirin adalah lebih rendah daripada kecepatan kritis dan massa alir kebocoran ditentukan dengan persamaan:

Gkebocoran = 100 fs

1 1

2 2 2 1

zp ) p p ( g

υ

(kg/det)…...Lit.1, hal 67

Sebaliknya ,bila tekanan kritis lebih tinggi dari p2 , maka kecepatan uap adalah lebih tinggi dari kecepatan kritisnya dan massa lair kebocoran dihitung dengan :

Gkebocoran = 100 fs

1 1

p 5 . 1 z

g υ ×


(37)

Gambar 2.13. Celah kebocoran uap tingkat tekanan pada turbin impuls

(Sumber : Lit.1, hal 65)

8. Kerugian Akibat Kebasahan Uap

Dalam hal turbin kondensasi, beberapa tingkat yang terakhir biasanya beroperasi pada kondisi kondisi uap basah yang menyebabkan terbentuknya tetesan air . Tetesan air ini oleh pengaruh gaya sentrifugal akan terlempar ke arah keliling. Pada saat bersamaan tetesan air ini menerima gaya percepatan dari partikel-partikel uap searah dengan aliran, jadi sebagian energi kinetik uap hilang dalam mempercepat tetesan air ini.

hkebasahan = ( 1-x) hi...Lit.1, hal 69

dimana :

hi = penurunan kalor yang dimanfaatkan pada tingkat turbin dengan memperhitungkan semua kerugian kecuali kebasahan uap x = fraksi kekeringan rata- rata uap didalam tingkat yang dimaksud


(38)

Kerugian-kerugian ini merupakan kerugian yang bersifat mekanik, yaitu kerugian energi yang digunakan untuk mengatasi tahanan-tahanan mekanik atau gesekan yang tidak langsung mempengaruhi kondisi uap, seperti gesekan antara poros dengan bantalan, mekanisme pengatur, pompa minyak pelumas, serta kerugian karena kebocoran pada paking.

2.7. Efisiensi Pada Turbin 1. Efisiensi relatif sudu

Hubungan antara kerja satu kilogram uap Lu pada keliling cakram yang mempunyai sudu-sudu gerak terhadap kerja teoritis yang dapat dilakukannya adalah : u u u u i i L A L L − = = 0 0 .

η ...Lit.1, hal 71

2. Efisiensi internal

Hubungan antara kerja yang bermanfaat yang dilakukan oleh sudu dengan 1 kg uap pada tingkat atau di dalam turbin terhadap kerja teoritis yang tersedia adalah : 0 1 0 2 0 0 0 H H i i i i L L i t i i = −− = =

η ...Lit.1, hal 71

3. Efisiensi termal

Hubungan antara penurunan kalor adiabatik teoritis di dalam turbin dan kalor yang tersedia dari ketel adalah :

q i i i q i H t t − − = − = 0 1 0 0 0

η ...Lit.1, hal 71


(39)

Hubungan antara efisiensi mekanis dengan efisiensi internal turbin adalah :

i m re η .η0

η = ...Lit.1, hal 71

Daya dalam turbin dapat dituliskan sebagai berikut :

• Daya dalam turbin

102 . . 427 0 i i

H G

N = (kW) ...Lit.1, hal 71

• Daya efektif yang dihasilkan pada turbin adalah :

i m

ef N

N. ...Lit.1, hal 72

Daya efektif turbin dapat juga diperoleh dari hubungan anatara daya yang dibangkitkan pada terminal generator Ne dan effisiensi generator g, yaitu :

efektif e g

N N =


(40)

BAB III

PEMBAHASAN MATERI

3.1. Pemilihan Jenis Turbin

Dalam Bab 2 sebelumnya telah dijelaskan tinjauan termodinamika turbin uap dalam instalasi PLTU, jenis-jenis turbin uap dan pertimbangan kerugian-kerugian yang akan terjadi dalam siklus yang akan mempengaruhi efisiensi dalam turbin uap tersebut. Turbin uap yang akan dirancang akan mempunyai daya nominal generator listrik 10 MW dan putaran 5700 rpm. Dengan mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan setiap jenis turbin serta pertimbangan pada daya dan putaran yang akan dihasilkan, maka dalam perancangan ini dipilih jenis turbin impuls nekatingkat dengan derajat reaksi.

Turbin nekatingkat dengan tingkat tekanan banyak dipakai di bidang industri sebagai penggerak mula untuk generator listrik kapasitas menengah dan besar, disebabkan kemampuannya menghasilkan daya yang besar dibandingkan dengan turbin tingkat tunggal, distribusi penurunan kalor pada sejumlah tingkat tekanan akan memungkinkan mendapatkan kecepatan uap yang lebih rendah yang cenderung untuk menaikkan efisiensi turbin.

Dari tingkat kelima dibuat satu buah ekstraksi, yang sesuai untuk turbin uap dengan tekanan menengah, yang digunakan untuk memanaskan air pengisian ketel sehingga kerja ketel menjadi berkurang dan efisiensi siklus meningkat. Dengan membuat analisa perhitungan penurunan kalor dan fraksi massa serta laju


(41)

aliran massa untuk ekstraksi, akan dapat ditentukan daya akhir yang akan dihasilkan jenis turbin impuls nekatingkat yang sesuai untuk dipakai pada instalasi PLTU.

3.2. Perhitungan Penurunan Kalor untuk Jenis Turbin Nekatingkat

Untuk membangkitkan energi listrik pada generator, dibutuhkan sejumlah uap pada kondisi tertentu untuk memutar turbin, kemudian turbin akan memutar poros generator.

Berdasarkan data-data survey, diperoleh kondisi-kondisi uap sebagai berikut:

 Tekanan uap masuk turbin (Po) = 42 Bar  Temperatur uap masuk turbin (To) = 480 oC  Tekanan uap keluar turbin (P2) = 0,1 Bar

Analisa Termodinamika Untuk Penurunan Kalor

Pada gambar diagram Mollier pada tekanan 42 bar dan suhu 4800 C titik A0, yang merupakan titik untuk menunjukkan kondisi uap panas lanjut, diperoleh :

i0 = 3396,96 kJ/kg

kemudian melalui titik A0 kita lukis garis adiabatik hingga mencapai tekanan 0,1 bar – pada titik A1t.

sehingga diperoleh : i1t = 2219,06 kJ/kg

Maka penurunan kalor teoritis yang terjadi pada turbin dengan mengabaikan kerugian pada katup pengatur :


(42)

Kerugian pada katup pengatur diambil 5% dari tekanan uap. Penurunan tekanan pada katup pengatur :

∆P = 0,05 x Po = 0,05 x 42 bar = 2,1 bar

sehingga tekanan sebelum masuk nosel adalah : Po' = Po - ∆P

Po' = 42 bar – 2,1 bar = 39,9 bar

dengan menarik garis A’0 sampai pada tekanan 0,1 bar (titik A’1t) diperoleh : i’1t = 2226,17 kJ/kg

Sedangkan temperatur uap sesudah katup pengatur dicari dengan interpolasi, diperoleh temperatur uap sebesar 478,60C.

Sehingga penurunan kalor teoritis dengan memperhitungkan katup pengatur adalah :

H’0 = 3396,96 kJ/kg – 2226,17 kJ/kg = 1170,78 kJ/kg.


(43)

3.3. Perhitungan Tekanan dan Temperatur Ekstraksi

BOILER

DEAERATOR

P2

P1

KONDENSER TURBIN

V

W t

1 2

3 4

5

6 7

42 bar 480 Co

42 bar

4 bar

4 bar

4 bar

0,1 bar

0,1 bar

Gambar 3.2 Instalasi Pembangkit Tenaga Uap

Temperatur jenuh uap pada tekanan buang 0,1 bar dari tabel uap adalah ts = 45,81 0 C.

Diasumsikan bahwa effisiensi dalam turbin sebesar 0,820 sehingga penurunan kalor yang dimanfaatkan pada turbin adalah sebesar :

88 , 965 820 , 0 96 , 3396 0

0 = =

= H x x

Hi η i kJ/kg.

Dengan mengambil 1 tingkat ekstraksi untuk pemanasan air pengisian ketel (feed water) dan air pengisian ketel (feed water) dipanaskan pada derajat yang sama. Temperatur ekstraksi sebesar 2350 C diperoleh dari data survey. Untuk menentukan tekanan ekstraksi terlebih dahulu ditentukan temperatur jenuh uap, yang diperoleh dari persamaan : ts = teks + t, dimana t merupakan perbedaan antara temperatur temperatur ekstraksi dengan temperatur uap jenuh pada


(44)

deaerator, yang biasanya diambil sebesar 5-70 (lit.1, hal 137). Dalam perencanaan ini diambil sebesar 60.

Sehingga temperatur jenuh uap pemanasan adalah sebesar : ts = 2350 + 60 = 2410C,

maka dengan menggunakan diagram Mollier pada temperatur uap jenuh sebesar 2410C diperoleh tekanan ekstraksi, yaitu : Peks = 4 bar, dan entalpi pada tekanan ekstraksi adalah ieks = 2940,66 kJ/kg, seperti yang diperlihatkan pada gambar 3.3.


(45)

T

s

1 2 3

4

5

6

7 v

v 480 Co

Gambar 3.4 Diagram T-s dengan satu tingkat ekstraksi

Analisa termodinamika pada diagram T-s untuk turbin uap dengan satu tingkat ekstraksi.

Keadaan 1:

P1 = 0,1 bar = 10 kPa

Dari tabel uap (lampiran 6) diperoleh : h1 = hf = 191,83 kJ/kg v1 = vf = 0,001010 m3/kg  keadaan 2 :

P2 = 4 bar 0,4 MPa

s2 = s1, h2 = Wp1+h1 = [v1 x (P2-P1)+ h1]

= [0,001010 m3/kg x (400-10) kPa + 191,83 kJ/kg] = 192,224 kJ/kg

Keadaan 3 :

P3 = 4 bar = 0,4 Mpa h3 = hf = 604,74 kJ/kg v3 = vf = 0,001084 m3/kg


(46)

Keadaan 4 :

P4 = 42 bar = 4,2 Mpa

s4 = s3, h4 = Wp2 + h3 = [v3 x (P4 – P3) + h3]

= [0,001084 m3/kg x (4200-400) kPa + 604,74 kJ/kg] = 608,859 kJ/kg

Keadaan 5 :

P5 = 42 bar

T5 = 480°C, diperoleh : h5 = 3396,337 kJ/kg s5 = 7,0038 kJ/(kg.K)

Keadaan 6 :

P6 = 4 bar = 0,4 Mpa

s6 = s5 , dengan interpolasi diperoleh : h6 = 2785,817 kJ/kg  Keadaan 7 :

P7 = 0,1 bar = 10 kPa s7 = s5 , h7 = hf + x7.hfg ,

dimana x7 = 0,847165

5009 , 7

6493 , 0 0038 , 7 7

= −

= −

fg f s

s s

kJ/(kg.K)

maka, h7 = 191,83 kJ/kg + (0,847165)(2392,8 kJ/kg)

3.4. Perhitungan Daya Turbin Uap

Dalam suatu proses pembebanan listrik bolak-balik ada 2 unsur yang terpakai dalam proses konversi daya, yaitu :

1. Daya keluaran atau daya nyata (V.I cos ϕ) yang diukur dengan MW. Dikatakan daya nyata, karena besaran inilah yang dipakai dalam proses konversi daya.


(47)

2. Daya reaktif (V.I sin ϕ) yang diukur dengan MVAR. Besaran ini adalah suatu daya yang sebenarnya tidak mempengaruhi suatu proses konversi daya, tetapi adalah suatu kebutuhan yang harus dilayani.

Dari penjelasan di atas, maka daya yang harus disuplai oleh turbin uap ke generator harus dapat memenuhi kebutuhan daya nyata dan daya reaktif. Diagram pada gambar di bawah ini menggambarkan daya yang bekerja pada generator listrik.

Daya Reaktif (MVAR)

Daya Semu (MVA)

Daya Nyata (MW)

ϕ

Gambar 3.5 Diagram daya yang harus disuplai turbin uap ke generator

Dari gambar 3.5 di atas, dapat disimpulkan bahwa daya yang dibutuhkan oleh generator adalah daya semu (MVA) dan daya nominal generator adalah daya nyata (MW), maka :

P = PG . cos ϕ Dimana :

P = daya nominal generator listrik = 10 MW PG = daya yang dibutuhkan generator listrik (MVA)


(48)

cos ϕ = faktor daya yang besarnya 0,6 – 0,9. Namun berdasarkan harga yang umum dipakai di lapangan [Menurut lit. 8], maka diambil cos ϕ = 0,85. Dengan demikian dari persamaan di atas :

85 , 0

10

cos =

=

ϕ

P PG

765 , 11

=

G

P MVA

Sehingga daya netto yang harus disuplai turbin uap ke generator listrik (PN) adalah :

G m

G N

P P

η η ⋅

=

Dimana :

m

η = efisiensi mekanis yang ditentukan dari gambar 3.6 = 0,9878

G

η = efisiensi generator yang ditentukan dari gambar 3.7 = 0,955, maka : 955

, 0 9878 , 0

765 , 11

× =

N P

471 , 12

=

N

P MW

Gambar 3.6 Effisiensi Mekanis turbin


(49)

Gambar 3.7 Effisiensi Generator

(Sumber : lit.1, hal 74)

Penentuan Fraksi Massa Uap Ekstraksi dan Laju Aliran Massa Uap

Dari gambar 3.2 dan 3.4 dapat diturunkan rumus untuk menentukan fraksi massa uap ekstraksi. Dimana dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa uap yang diekstraksikan terjadi pada titik 6. Sehingga menurut buku lit.5, diperoleh persamaan kesetimbangan energi :

out out in

in out

in E m h m h

E• = • =Σ • =Σ •

3 3 2 2 6

6h m h m h

m

• •

= +

Dimana :

5 6

m

m , 5

6

• •

× = m

m α , dan 5 =1

m , 2 =(1−α)

m , dan 3

m =1,

=

α fraksi massa uap ekstraksi sehingga persamaan di atas akan menjadi :

3 2 6 (1 ) )

h + −α h =h , maka diperoleh persamaan fraksi massa uap

ekstraksi,yaitu :

3 6

2 3

h h

h h

− − = α


(50)

Sehingga diperoleh persamaan fraksi massa uap ekstraksi, yaitu : 1590520 , 0 224 , 192 348 , 2785 224 , 192 74 , 604 2 6 2 3 = − − = −− = h h h h α

Selanjutnya dari diagram I-s diperoleh : hieks = 460,49 kJ/kg

hiz = 501,05 kJ/kg

Sehingga dari persamaan :

(

)

[

z

]

i eks i N h h xP G α − + = 1 860 0

Dimana : PN = 12,471 MW = 12.471 kW hieks = 460,49 kJ/kg hiz = 501,05 kJ/kg

Sehingga massa alir uap total yang melalui turbin adalah :

(

)

[

x

]

kg jam

G 50.920,90 /

04 , 501 1590520 , 0 1 30 , 456 1869 , 4 471 . 12 860 0 = − + × =

= 13,407 kg/det. Maka massa alir uap yang diekstraksi adalah :

Geks = G0 x = 14,145 kg/det x 0,1590520 = 2,250 kg/det Dan massa alir uap yang melalui turbin setelah ekstraksi adalah : G = G0 – Geks = 14,145 kg/det – 2,250 kg/det = 11,895 kg/det.


(51)

3.5. Perancangan Turbin Tingkat Pengaturan(Tingkat 1)

Dengan membuat tingkat pengaturan terdiri dari dua baris sudu (dua tingkat kecepatan) dan dengan mengambil penurunan kalor sebesar 70 kkal/kg, atau sebesar 293,083 kJ/kg , dengan mengambil harga (u/c1)opt sebesar 0,246, maka kecepatan mutlak uap keluar nozel:

C1 = 91,5 h = 91,5 70 =765,544 m/det 0

C1t =

ϕ

1 c

= 95 , 0

544 , 765

= 805,836 m/det,

dan kecepatan keliling sudu: u = (u/c1) x C1

= 0,246 x 765,544 m/det = 188,324 m/det,

diameter rata - rata sudu:

d1 =

n u 60

×

π × = 5700 324 , 188 60

× ×

π

= 0,631 m atau 631 mm

Tingkat tekanan ini dibuat dengan derajat reaksi, derajat reaksi ( ) yang dimanfaatkan pada sudu-sudu gerak dan sudu pengarah:

• untuk sudu gerak baris pertama ……….2%

• untuk sudu pengarah ………..5%

• untuk sudu gerak baris kedua ………….3%


(52)

C1t = 91,5 (1−ρ)×h0 = 91,5 (1−0,1)×70

C1t = 726,529 m/det

Kecepatan mutlak uap keluar nozel : C1 = x C1t

= 0,95 x 726,529 = 689,946 m/det

diambil 0,95 karena celah aksial nozel - sudu gerak cukup kecil C1u = x cos 1 = 689,946 x cos 200 C = 648,337 m/det.

Dengan mengambil sudut masuk uap 1 sebesar 200 (lit.1, hal.141) diperoleh kecepatan relatif uap terhadap sudu (w1) :

w1 = 1 1

2 2

1 u 2 u C cos

C + − ⋅ ⋅ ⋅ α

= 689,9462 +188,3242 −2×188,324×689,946×cos20 =517,007 m/det Sudut kecepatan relatif :

sin 1 = 1 0

1 1

20 sin 007 , 517

946 , 689

sin =

× α

w C

; 1=27,150

Gambar 3.8 Segitiga Kecepatan untuk Turbin Impuls dengan Dua Tingkat Kecepatan


(53)

w2t = 91,5 0,02 70 526,936 8378 007 , 517 5 , 91 8378 2 0 2

1 + ⋅ = + × =

h w

ρ m/det

Kecepatan relatif uap pada sisi keluar sudu gerak I dengan memperhitungkan kerugian :

w2 = x w2t =0,86 x 526,936 = 453,165 m/det dimana diambil 0,86 (gambar 2.12).

Dengan mengambil sudut relatif keluar uap ( 2) lebih kecil 30 dari sudut kecepatan relatif masuk uap: 2 =27,150 -30 = 24,150,

diperoleh kecepatan mutlak uap keluar sudu gerak I :

C2 = 2 2

2 2

2 +u −2⋅uw ⋅cosβ

w

= 453,1652 +188,3242 −2×188,324×453,165×cos24,15 =291,684m/det

dengan sudut keluar:

sin 2 = sin24,15

684 , 291 165 , 453 sin 2 2

2 × β =

C w

; 2 = 39,470

C2u = C2 x cos 2 = 291, 684 x cos 39,470 = 225,168m/det

Kerugian kalor pada nozel :

hn = 25,7

2001 946 , 689 259 , 726 2001 2 2 2 1 2

1 −C = − =

Ct

kJ/kg

Kerugian kalor pada sudu gerak I:

hb' = 36,13

2001 165 , 453 936 , 526 2001 2 2 2 2 2

2 −w = − =

wt


(54)

Kecepatan mutlak uap masuk sudu gerak II:

C1' = 91,5 gb 0,05 70

8378 684 , 291 88 , 0 5 , 91 8378 2 0 2

2 + × = × × ×

h c

gb

ρ

=297,544 m/det

Dimana : gb adalah derajat reaksi pada sudu pengarah dan gb adalah koefisien kecepatan pada sudu pengarah yang besarnya diasumsikan sepantasnya.

det / 276 , 239 47 , 36 cos 544 , 297 ' cos '

' 1 1

1 u C m

C = × α = × =

Kecepatan teoritis uap pada sisi masuk sudu gerak II :

w1' = 1'

' 1 2

2 '

1 u 2 u C cos

C + − ⋅ ⋅ ⋅ α

= 297,5442 +188,3242 −2×188,324×297,544×cos36,47 =184,054 m/det sudut masuk untuk sudu gerak kedua 1' diambil 36,47 0

Sudut kecepatan relatif uap masuk ke sudu gerak II :

sin 1' = sin36,47

054 , 184 544 , 297 sin 1' '

1 '

1 × α =

w C

; 1= 740

Kecepatan relatif teoritis uap keluar sudu gerak II:

w2't = 91,5 0,03 70 226,791

8378 054 , 184 5 , 91 8378 2 0 2 '

1 + ⋅ = + × =

h w

ρ m/det

w’2 = .w2t’ =0,90 x 226,791 = 204,112 m/det

Kecepatan mutlak uap dengan memperhitungkan kerugian:

C2 ' = 2'

' 2 2

2 '

2 +u −2⋅uw ⋅cosβ

w


(55)

sudut 2 ' dipilih 350 (lit.1,hal.141)

Sudut keluar uap sudu gerak II:

sin 2 ' = sin35

965 , 118 112 , 204 sin 2' '

2 '

2 × β =

C w

2 ' =100,230

C2 'u = C2 ' x cos 2 ' = 118,965 x cos 100,23 = -21,128m/det Kerugian kalor pada sudu pengarah:

hgb = 12,90

2001 544 , 297 119 , 338 2001 2 2 2 ' 1 2 1 ' = − = −C C t kJ/kg

Kerugian kalor pada sudu gerak baris II:

hb'' = 4,90

2001 112 , 204 791 , 26 2001 2 2 2 2 ' 2 2 ' = − = −w w t kJ/kg

Kerugian akibat kecepatan keluar uap dari sudu gerak baris II:

he = 7,07

2001 965 , 118 2001 2 2 '

2 = =

C

kJ/kg

Efisiensi pada keliling cakram dihitung melalui persamaan:

ad C ) u C u C ( u 2 2 2 1 u − Σ ⋅ ⋅ = η

u = 2

544 , 765 )] 128 , 21 168 , 225 ( ) 276 , 239 337 , 648 [( 324 , 188

2× × + + −

=0,7016

Untuk memeriksa ketepatan perhitungan kerugian kerugian kalor yang diperoleh diatas hasilnya dibandingkan dengan hasil hasil yang diperoleh untuk nilai u/c1 yang optimum:


(56)

' 0 e '' b gb ' b n ' 0 u h ) h h h h h (

h − + + + +

= η

0,7042

083 , 293 ) 07 , 7 90 , 4 90 , 12 13 , 36 70 , 25 ( 083 , 293 = + + + + − = ,

kesalahan perhitungan 100% 0,378%

7042 , 0 7016 , 0 7042 , 0 = × − .

Kerugian-kerugian akibat gesekan dan pengadukan dihitung dari persamaan :

G N hgea = gea

Ngea dihitung dari persamaan Forner berikut: 10 4 3 . . 10 − ⋅ =βn d lρ

Ngea (kW)

dimana:

β = koefisien untuk cakram baris kedua sebesar 2,06

d = diameter cakram yang diukur pada diameter rata-rata sudu

= n U π 60 =

(

)

(

5700

)

188,324 60

π = 0,631 m

n = putaran turbin = 5700 rpm

l1 = tinggi sudu sebesar = 16 mm = 1,6 cm

ρ= bobot spesifik didalam dimana cakram tersebut berputar harganya sebanding dengan 1/ν

ν = 0,2030 m3/kg ; ρ = 4,926 kg/m3 Maka diperoleh :

( )

3

(

) ( )(

4

)

10

.

. 2,06 (5700) 0,631 1,6 4,926 10

− × = a ge N = . .a ge


(57)

Sehingga kerugian-kerugian akibat gesekan dan pengadukan adalah :

G N hgea= gea

37 , 3 145 , 14

675 , 47

= =

gea

h kJ/kg

Gambar 3.9 Diagram I-s untuk tingkat pengaturan

Tekanan uap sesudah nozel tingkat pengaturan diperoleh dari diagram i-s dengan mengukurkan besarnya harga kerugian akibat kecepatan dari garis vertikal dari titik h01 yang berpotongan dengan tekanan P2, sehingga diperoleh P1I sebesar 22 bar, seperti yang diperlihatkan pada gambar 3.9.

Uap dari perapat labirin ujung depan dibuang ke ruang sorong uap tingkat ekstraksi dengan tekanan P2 = 4 bar, sedangkan tekanan sesudah nozel tingkat pengaturan sebesar P1I = 22 bar, tekanan kritis diperoleh dari:


(58)

pkr = 2,606 5 , 1 50 22 85 , 0 5 , 1 85 , 0 1 = + × = + × z PI bar

dengan z adalah jumlah ruang perapat labirin, diambil 50 buah.

Karena tekanan sesudah perapat labirin P2 lebih besar dari tekanan kritis pkr, maka besarnya kebocoran ditentukan dengan rumus:

1 1 2 2 1 ) ( 100 υ ⋅ ⋅ − ⋅ × × = I eks I s kebocoran P z P P g f G

0,0940

2030 , 0 22 50 ) 4 22 ( 81 , 9 10 20734 , 0 100 2 2 3 = × ×× − × × ×

= − kg/det

dengan fs = x d x s = x 0,22 x 0,3 x 10-3 = 0, 20734 x 10-3 m2 d = diameter poros direncanakan sebesar 220 mm

s = celah antara poros dengan packing labirin( 0,3 mm) = volume spesifik uap sesudah nozel (0,2030 m3/kg)

z = jumlah labirin, 50 buah. Kalor total uap sebelum nozel tingkat kedua:

i0 ' = i0 - (h0 - ∑h kerugian) = i0 - hi

= 3396,96 – [(293,083) –(25,70+36,13+12,90+4,90+7,07+3,37)] = 3193,95 kJ/kg

Dengan mengukurkan harga tersebut pada diagram i-s diperoleh kondisi uap sebelum nozel tingkat kedua yaitu sebesar 15 bar dan temperatur 370,560C.

3.6. Penurunan Kalor dari Tingkat Pengaturan sampai Tingkat Ekstraksi

Penurunan kalor total teoritis dari tekanan 15 bar; 370,560C ke tekanan ekstraksi 4 bar: h01 = 3194,51-2860,18 = 334,33 kJ/kg


(59)

sedangkan penurunan kalor pada suatu tingkat adalah :

111,23

42 , 0 95 , 0 2001

324 , 188

2001 2 2

2

2 2 2

= ×

× =

× × =

x u hon

ϕ kJ/kg

dengan membandingkan penurunan kalor h01 terhadap h0II diperoleh bahwa tiga tingkat dapat dipasang diantara tingkat pengaturan dengan titik ekstraksi.

Dengan membuat penurunan kalor yang sama pada setiap tingkat sebesar:

h0 rata -rata = 111,44

3 33 , 334

= kJ/kg

Penurunan kalor pada setiap tingkat didistribusikan sebagai berikut : pada tingkat 2 sebesar 111,58 kJ/kg = 26,65 kkal/kg

pada tingkat 3 sebesar 112 kJ/kg = 26,75 kkal/kg pada tingkat 4 sebesar 112,21 kJ/kg = 26,80 kkal/kg

Tekanan uap sesudah tiap-tiap tingkat dari diagram I-s adalah : P3 = 10 bar

P4 = 6,47 bar P5 = 4 bar = Peks

Pada tingkat kedua turbin untuk memperkecil kerugian pemasukan, akan dibuat terjadi 5 % reaksi padi setiap baris sudu , untuk tingkat kedua dipilih u/c1 = 0,462 (lit.1, hal 103), kecepatan teoritis uap keluar nozel tingkat kedua:

356 , 472 65 , 26 5 , 91 5

,

91 0

1 = × h = × =

C m/det

Kecepatan keliling sudu:


(60)

Diameter rata-rata sudu:

731 , 0 5700

229 , 218 60 60

= ×

× = ⋅ ×

= π π

n u

d m

Penurunan kalor pada nozel tingkat kedua:

h01 = (1- )x h0 = 0,95 x 111,58 = 106,0 kJ/kg = 25,32 kkal/kg dan pada sudu gerak :

h02 = 111,58-106,0 = 5,58 kJ/kg

Kecepatan aktual uap:

C1 =91,5×ϕ× h0 =91,5×0,95× 25,32 =437,376 m/det C1 u = C1 x cos 1 = 437,376 x cos 120 = 427,818 m/det

Sudut masuk uap diambil 1 = 120(lit.1, hal 141) sehingga bila = 1 tinggi nozel yang akan diperoleh berada dalam jangka yang diizinkan, dan kecepatan

teoritisnya: 460,396

95 , 0

376 , 437 1

1 = ϕ = =

C t

C m/det,

dimana = 0,95 (Gambar 2.11)

Dari segitiga kecepatan diperoleh kecepatan relatif uap terhadap sudu gerak tingkat 2:

w1 = 1 1

2 2

1 u 2 u C cos

C + − ⋅ ⋅ ⋅ α

= 437,3762 +218,2292 −2×218,229×437,376×cos12° =228,467 m/det, besar sudut kecepatan relatif ini:


(61)

sin 1 = 2 10 0 1 2 1 12 sin 467 , 228 376 , 437 sin = × α w C

1=23,460

Sudut keluar uap relatif 2 dipilih sebesar 21 ( 2 = 1 – 30 sampai 50) sehingga diperoleh = 0,86.

Kecepatan relatif uap terhadap meninggalkan sudu gerak tingkat kedua: w2 = 8378 02 0,86 228,4672 8378 1,33

2

1 + ×h = + ×

w

ϕ = 216,476 m/det

Kecepatan teoritis relatif uap :

716 , 251 86 , 0 476 , 216 2

2 = = =

ψ

w t

w m/det

Selanjutnya dari segitiga kecepatan kita peroleh:

C2 = 2 2

2 2

2 +u −2⋅uw ⋅cosβ

w

= 216,4762 +218,2292 −2×218,229×216,476×cos21° =79,237m/det Sudut keluar uap sudu gerak kedua:

sin 2 = 2 2 0

2 2 2 21 sin 237 , 79 476 , 216 sin = × β C w

2 ' = 1020

C2 u = C2 x cos 2 = 79,237 x cos 102 = -16,474 m/det.

Efisiensi turbin akan sebesar :

u = 0,8047

356 , 472 ) 474 , 16 818 , 427 ( 229 , 218 2 ) ( 2 2 2 2

1 − = × × − =

× × ad C u C u C u


(62)

Dengan menentukan kerugian pada laluan-laluan sudu setiap tingkat kita peroleh:

kerugian pada nozel :

kg kJ C

hn 10,33 /

2001 376 , 437 ) 1 95 , 0 1 ( 2001 ) 1 1 ( 2 2 2 1

2 − × = − × =

= ϕ

kerugian pada sudu gerak:

kg kJ w

hb 9,18 /

2001 467 , 228 ) 1 86 , 0 1 ( 2001 ) 1 1 ( 2 2 2 1

2 − × = − × =

= ψ

kerugian akibat kecepatan keluar :

kg kJ C

he 3,14 /

2001 237 , 79 2001 2 2

2 = =

= .

Untuk memeriksa ketepatan perhitungan yang diperoleh diatas kita akan membandingkan dengan efisiensi yang diperoleh dengan rumus berikut:

7970 , 0 58 , 111 ) 14 , 3 18 , 9 33 , 10 ( 58 , 111 ) (

0 − + + = − + + =

= n e b n u h h h h h η ,

Kesalahan perhitungan : 100% 0,950%

8047 , 0 7970 , 0 8047 , 0 = × − ,

persen error dibawah 2% , maka perhitungan di atas sudah memuaskan (lit.1, hal 84).

Kerugian-kerugian akibat gesekan dan pengadukan:

kW u

d

Ngea 3,6049 21,435

10 229 , 218 731 , 0 07 , 1 1 10 07 , 1 6 3 2 6 3 2


(63)

Dimana : = koeffisien uap panas lanjut antara 1,1 dan 1,2, dan untuk uap jenuh sama dengan 1,3 (lit.1, hal 63)

=1/ 0,2774 = 3,6049 kg/m3 adalah volume spesifik uap sesudah

nozel.

kg kJ G

N

hgea gea 1,52 /

145 , 14 435 , 21 = = =

kalor total uap sesudah sud-sudu dengan memperhitungkan kerugian adalah : i0 =3194,51−

[

(

111,58

) (

− 10,33+9,18+3,14+1,52

)

]

=3107,10kJ/kg

Kebocoran uap melalui perapat labirin:

1 1 2 2 2 1 ) ( 100 υ ⋅ ⋅ − ⋅ × × = p z p p g f

Gkebocoran s ,

0,1453 /det

2774 , 0 15 6 ) 10 15 ( 81 , 9 10 20734 , 0 100 2 2 3 kg = × ×× − × ⋅ × = −

dimana : g = 9,81 m/det2, kecepatan gravitasi z = jumlah labirin, 6 buah

v1= 0,2774 m3/kg, volume uap sesudah nozel.

Kerugian akibat kebocoran :

kg kJ i i G G

hkebocoran kebocoran (87,41) 0,90 /

145 , 14 1453 , 0 ) (0 2 0 = × = − × =

Penjumlahan seluruh kerugian pada tingkat :

kg kJ hkerugian =10,33+9,18+3,14+1,52+0,90=25,06 / Σ


(64)

kg kJ h

h

hi = 0 −Σ kerugian =111,58−25,06=86,52 /

Efisiensi tingkat:

0,7754

58 , 111 52 , 86 0 = = = h hi tk oi η

Daya yang dibangkitkan oleh tingkat ini:

79 , 1223 102 1869 , 4 52 , 86 145 , 14 427 102 427 0 =       × × = × × = i i h G

N kW

Seluruh tingkat yang berikutnya dihitung persis dengan cara di atas dan hasilnya ditabelkan (Lampiran 7).

3.7. Kelompok turbin tingkat ekstraksi sampai tingkat terakhir

Untuk tingkat ekstraksi sampai tingkat terakhir ditentukan berdasarkan harga penurunan kalornya. Dimana harga penurunan kalor dari tingkat ekstraksi sampai tingkat terakhir sebesar :

kg kJ t

i i

h II 0V 2 2931,63 2326,15 605,48 /

0 = − = − =

Dengan membagi harga penurunan kalor tersebut sama rata pada enam tingkat berikutnya, maka diperoleh :

kg kJ

h rata rata 100,91 /

6 48 , 605

0 − = =

Penurunan kalor pada setiap tingkat didistribusikan sebagai berikut : h0V = 101,32 kJ/kg h0VIII = 101,28 kJ/kg


(65)

h0VII = 101,11 kJ/kg h0X = 100,69 kJ/kg

Tekanan uap sesudah tiap-tiap tingkat dari diagram Mollier adalah : P6 = 2,48 bar P8 = 0,86 bar P10 = 0,25 bar

P7 = 1,48 bar P9 = 0,47 bar

Seluruh tingkat-tingkat tersebut dihitung dengan cara yang sama seperti sebelumnya.

Dari diagram Mollier diperoleh bahwa uap sewaktu mengembang dari tingkat kesembilan akan menjadi basah, jadi kerugian akibat kebasahan harus diperhitungkan:

kg kJ h

x x

hkebasahan i 84,51 1,889 /

2

9658 , 0 9895 , 0 1 2

1 1 2 × =

  

+

= ×    

+

=

Dimana : x = fraksi kekeringan uap sebelum nozel (sudu pengarah), = 0,9895 1

(Lampiran 10).

x = fraksi kekeringan uap sesudah sudu gerak tingkat sembilan, 2

= 0,9658 (Lampiran 10).

h = penurunan kalor yang dimanfaatkan pada tingkat turbin dengan i


(66)

H

i =

9

65,88

kJ

/kg

H

0'=

1170,

78 kJ

/kg

H

0 =

1177

,90 kJ

/kg

39,9 Bar 480°C i0 = 3396,96 kJ/kg

i'1t = 2226,17 kJ/kg i1t = 2219,06 kJ/kg

A1tA'1t

A1 1t

P2 P3

P4 P5 = Peks

P6 P7

P8 P9

P10 0,1 Bar A0

A'0

Gambar 3.10 Proses ekspansi uap pada setiap tingkat turbin

3.8. Pengecekan Hasil Perhitungan Kalor Keseluruhan

Dari table diperoleh jumlah penurunan kalor yang dimanfaatkan untuk melakukan kerja mekanis, ∑hi = 975,32 kJ/kg atau 232,94 kkal/kg dan daya yang dibangkitkan oleh turbin ∑Ni =12648.39 kW atau 12,648 MW. Dengan membandingkan hasil ini dengan daya yang akan disuplai (PN) turbin uap sebesar 12,471 MW, maka didapat adanya persentasi kesalahan perhitungan sebesar 1,4 % dimana persentasi kesalahan ini kecil (< 2 %), sehingga laju aliran massa yang diperoleh tersebut sudah tepat.


(67)

Efisiensi-dalam relatif turbin :

828 , 0 90 , 1177

62 , 975

0 = =

Σ =

th o

i th i

H h

η ,

yang 0,994 % lebih besar dari nilai yang dipilih sebelumnya.

Jadi ditetapkan spesifikasi turbin yaitu:

Tekanan uap masuk turbin : 42 bar Temperatur uap masuk turbin : 4800 C Tekanan uap keluar turbin : 0,1 bar

Jenis turbin : Turbin impuls nekatingkat dengan derajat reaksi

Jumlah tingkat : 10 tingkat

Jumlah ekstraksi : 1 tingkat

Laju aliran massa uap total : 14,145 kg/det (50.920,90 kg/jam) Laju aliran massa uap ekstraksi : 2,250 kg/det (8099,07 kg/jam)

Daya turbin : 12,471 MW

Daya keluaran generator : 10 MW

Tekanan ekstraksi : 4 bar


(68)

BAB IV

PERHITUNGAN UKURAN UTAMA TURBIN

4.1 Perhitungan Ukuran Poros

Pada perencanaan ini poros mempunyai fungsi sebagai penghubung yang memindahkan daya dan putaran turbin serta tempat pemasangan cakram dan sudu, sehingga beban yang akan dialami poros ini adalah:

1. Beban lentur yang berasal dari berat sudu-sudu dan cakram 2. Beban puntir yang berasal dari cakram

Dalam perancangan poros dari segi kekuatan mekanis, tegangan-tegangan pada penampang terlemah diambil sebagai dasar perhitungan, yang antara lain :

 Penampang yang momen lenturnya terbesar

 Penampang yang momen puntirnya maksimum

Untuk poros putaran sedang dan beban berat digunakan baja paduan dengan pengerasan kulit. Untuk ini dipilih bahan poros adalah baja krom nikel JIS 4102 SNC 21 yang memiliki kekuatan tarik 80 kg/mm2 (Lampiran 1.2).

Tegangan geser yang diizinkan untuk bahan poros dapat dihitung berdasarkan persamaan:

τa = σb / Sf1 x Sf2 ……….………..(Lit.3, hal. 8) dimana:


(69)

Sf2 = faktor keamanan karena adanya pasak, poros bertingkat, dan konsentrasi tegangan (1,3 ÷3,0), diambil sebesar 2,2

τa =

2 , 2 6 / 80 2 × mm kg

= 6,06 kg/mm2

Daya nominal (N) yang ditransmisikan pada perancangan ini = 12471 kW pada putaran (n) = 5700 rpm. Maka besarnya momen torsi poros (Mt) [Menurut lit. 3, hal. 7] dapat dihitung dengan persamaan :

Mt = 9,74 . 105

n N

Mt = 9,74 . 105

rpm kW

5700 12471

Mt = 2131009,47 kg.mm

Diameter poros dp dihitung dengan persamaan: 3 / 1 1 , 5       × × × t b t a

p K C M

d

τ ………...…(Lit.3 hal. 8)

dimana :

Kt = faktor pembebanan (1,5÷3,0), untuk beban kejutan dan tumbukan yang besar diambil 2,6

Cb = faktor pembebanan lentur (1,2 ÷ 2,3) (diambil 2,2)

217 47 , 2131009 2 , 2 6 , 2 06 , 6 1 ,

5 1/3

=     × × × = p


(70)

Dari standar poros yang ada maka dipilih diameter poros terkecil yang dipakai pada perencanaan ini adalah 220 mm, sedangkan untuk poros bertingkatnya dipilih 240 mm (Lampiran 1.1).

4.2 Perhitungan Ukuran Nosel dan Sudu Gerak

Nosel adalah suatu laluan yang penampangnya bervariasi dimana pada nosel tersebut energi potensial uap dikonversikan menjadi energi kinetik berupa pancaran uap ke sudu gerak turbin. Dari penyelidikan-penyelidikan secara teoritis dan percobaan, ternyata bahwa uap yang mengalir melalui bagian nozel dengan penampang konvergen sewaktu berekspansi didalamnya hanya mencapai nilai minimum tertentu yang disebut tekanan kritis (pkr) yang sama dengan 0,577 Po untuk uap jenuh dan 0,546 Po untuk uap panas lanjut. Kecepatan uap pada tekanan ini disebut kecepatan kritis.

Bila tekanan sesudah nozel lebih besar dari tekanan kritis P1 > pkr, maka ekspansi uap yang terjadi hanya sampai tekanan p1 dan kecepatan uap pada sisi keluar tekanan ini lebih kecil dari kecepatan kritis, dalam hal ini digunakan nozel konvergen, sedangkan untuk mendapatkan tekanan sisi keluar P1 < pkr dan kecepatan superkritis C1 > Ckr digunakan nosel konvergen divergen.

Untuk menentukan jenis nozel yang digunakan dalam perencanan ini, terlebih dahulu ditentukan harga-harga tekanan kritis p kr pada tiap tiap tingkat.


(71)

Kondisi uap pada tingkat pertama adalah uap panas lanjut, maka tekanan kritisnya: :

pkr = 0,546 x P0

= 0,546 x 39.9 bar = 21,785 bar

dimana tekanan sesudah nozel P1= 22 bar, karena P1 lebih besar dari pkr, maka digunakan nozel konvergen.

Penampang sisi keluar nozel

f1 = 1 1

o c G

υ (m2) ………...…..(Lit.1, hal. 22)

dimana :

G0 = massa aliran uap = 14,145 kg/det

ν1 = volume spesifik uap pada penampang sisi keluar = 0,2030 m3/kg C1 = kecepatan aktual uap pada penampang sisi keluar = 689,946 m/det

f1 = 0,2030 0,004162 946

, 689

145 , 14

=

× m2 atau 41,62 cm 2

Tinggi nosel, disarankan diantara10 mm-20 mm, dan derajat pemasukan parsial, ε tidak kurang dari 0,2. untuk turbin-turbin dengan kapasitas besar dan menengah dengan sudu-sudu yang relarif besar, nilai derajat pemasukan parsial dapat mencapai satu

Dengan membuat tinggi nozel ln sebesar 16 mm...(Lit. 1, hal. 57) diperoleh derajat pemasukan parsial uap

=

1 1

sin l d

f

α × × × π


(72)

= 0,3837 20 sin 10 16 631 , 0 004162 , 0

3× ° =

× ×

× −

π

Tinggi sisi masuk sudu gerak baris yang pertama dibuat sebesar: l1' = ln + 2 = 16 + 2 = 18 mm

Tinggi sudu nosel baris yang pertama pada sisi keluarnya:

l1'' =

2 2 ' 1 sin . . . . β ε

π d w

v

Go

……….(Lit. 1, hal. 58)

l1'' = 0,02097

15 , 24 sin 165 , 453 3837 , 0 631 , 0 2091 , 0 145 , 14 = × × × × ×

π m (20,97 mm)

1' -merupakan volume spesifik uap keluar sudu gerak baris pertama = 0,2030m3/kg.

Tinggi masuk sudu pengarah diambil lebih besar 1,1 mm dari tinggi sudu nosel baris pertama, sehingga :

lgb = l1 '' + 1,1 = 20,97 + 1,1 = 22,07 mm Tinggi sisi keluar sudu ini akan sebesar

lgb'' = ' 1 ' 1 gb o sin c . . d . v . G α ε π

0,2219

47 , 36 sin 544 , 297 3837 , 0 631 , 0 2110 , 0 145 , 14 " = ° × × × × × = π gb

l m

dalam perencanaan ini diambil tinggi sisi keluar sudu sebesar 23mm lgb'' = 23 mm

Tinggi sudu gerak sisi masuk baris kedua l2' = lgb" + 2


(73)

Tinggi sudu gerak sisi keluar baris kedua

l2'' = '

2 ' 2 sin

. . .

2 .

β ε

π d w

v

Go

……….(Lit. 1, hal. 58)

l2'' = 0,0337

35 sin 112 , 204 3837 , 0 631 , 0

2123 , 0 145 , 14

= ° ×

× ×

× ×

π m

l2'' = 34 mm

Gambar 4.1 Ukuran Nozel dan Sudu Gerak

Untuk bahan nosel diambil bahan dari baja yang sama dengan bahan sudu karena dari kondisi uap yang masuk merupakan uap panas lanjut, sehingga material nosel yang dipilih adalah baja krom nikel tahan karat AISI UNS NO.41400 dengan tegangan tarik dan lentur total akibat gaya sentrifugal yang adalah sebesar 8436,84 kg/cm2 atau 120 kPsi (Lampiran 1.4), jadi pemilihan bahan di atas sudah aman.

4.2.2 Lebar Sudu Gerak

Lebar sudu gerak berkisar 20÷25 mm untuk turbin kapasitas menengah dan besar (lit.1, hal 286). Dalam perencanaan ini ditetapkan lebar sudu gerak 25 mm.

Besarnya jari-jari busur dari profil sudu baris pertama dapat dihitung dengan persamaan:


(74)

R1 = 2 1 cos cos b β +

β = cos27,15°+cos24,15°

25

= 13,87 mm

Jari-jari busur sudu gerak baris kedua

R2 = '

2 ' 1 cos cos b β +

β = cos74°+cos35° 25

= 22,84 mm

Jari-jari busur sudu pengarah

Rgb = '

1 2 cos cos b α +

α = cos39,47°+cos36,47°

25

= 15,86 mm

4.2.3 Jarak -bagi antara Sudu Gerak

Jarak antara masing-masing sudu pada sudu gerak turbin dapat dihitung dengan persamaan:

• Jarak bagi sudu-sudu gerak baris pertama t1 =

2 1

1 sin

sinβ + β

R

= 16,03

15 , 24 sin 15 , 27 sin 87 , 13 = ° +

° mm

• Jarak bagi sudu-sudu gerak baris kedua

t2 = '

2 ' 1 2 sin sin R β +

β = sin74 sin35 14,88

84 , 22 = ° +

° mm

• Jarak bagi sudu-sudu pengarah

tgb = '

1 2 gb sin sin R α +

α = sin39,47 sin36,47 12,89 86 , 15 = ° +

° mm

Jumlah nosel yang dipakai, dicari berdasarkan persamaan :

min 1 n n l a f z × =


(75)

dimana : f = penampang sisi keluar nosel, = 0,004162 m1 2

a = lebar penampang setiap nozel, a=t×sinα1 a=16,03×sin20°=5,48mm=0,00548m

lnmin =16mm=0,016m

maka, 47,5

016 , 0 00548 , 0

004162 ,

0

= ×

=

n z

dalam perencanaan ini diambil jumlah nozel, z = 48 buah, dimana nosel dipasang di sekeliling cakram, sehingga besar luas penampang setiap nosel adalah:

z f

f 1

1'= =

2 2

867 , 0 48

62 , 41

cm cm

=

4.2.4 Jumlah Sudu

Jumlah sudu pada tingkat pengaturan dihitung dengan persamaan:

• Pada sudu gerak baris pertama

z1 = 124

03 , 16

631 .

1

= × = π π

t d

sudu

dengan:

d = diameter sudu rata rata tingkat pertama t = jarak bagi sudu baris pertama


(76)

z2 = 133 88 , 14 631 . 2 = × = π π t d sudu

• Pada sudu pengarah

Zp = 154

89 , 12 631 . = × =π π gb t d sudu

4.2.5 Nozel dan Sudu Gerak Tingkat 2

Tinggi sisi keluar nozel tingkat kedua, disebabkan adanya kebocoran melalui diafragma, ditentukan dengan persamaan

mm dc

G G

ln kebocoran 19

12 sin 376 , 437 631 , 0 10 2774 , 0 ) 1453 , 0 145 , 14 ( sin 10 ) ( 3 1 1 3 1 = ° × × × − × × = × × −

= π αυ π

Tinggi sisi keluar sudu

mm dw G l 22 21 sin 476 , 216 631 , 0 10 2800 , 0 145 , 14 sin 10 " 3 2 2 3 2 2 = ° × × × × × = × × = π β π υ

Untuk tingkat ketiga sampai tingkat sepuluh dihitung dengan cara yang sama seperti di atas, diperoleh ukuran utama nosel dan sudu gerak dan hasilnya ditabelkan (Lampiran 8).


(77)

Kekuatan sudu turbin cukup dihitung pada bagian-bagian yang terlemah, dan bila pada bagian ini ternyata sudah aman, maka bagian yang lain akan lebih aman. Besarnya tegangan tarik akibat gaya radial yang memiliki nilai terbesar yaitu pada sudu gerak tingkat akhir (tingkat 10), dapat dihitung dengan persamaan:       × + × × ×

= s s

s r t F F r l g n 0 2 2 ' 900 ρ π

σ ...……(Lit. 1, hal. 288)

Dimana:

n = putaran poros turbin = 5700 rpm

= massa jenis bahan sudu = 0,00785 kg/cm3= 7850 kg/m3 l" = tinggi sudu gerak tingkat 10 = 41,7 cm

r = jari-jari rata-rata sumbu sudu = 92,5/2 = 46,25 cm rs = jari-jari rata-rata plat penguat sudu

= r + 0,5 x l"+ 0,5 x s ; (s = tebal selubung = 0,2 cm) = 46,25 + 0,5 x 41,7+ 0,5 x 0,2 = 67,2 cm

ts = panjang setiap bilah selubung

= 2π. 1,95

217 2 , 67 2 10 = × × = π z rs cm

Fo = luas penampang sudu paling lemah, pada akar sudu (cm2) = f x lebar akar sudu = 1,49 x 3 = 4,47 cm2

(Dimana : lebar akar sudu untuk turbin kapasitas menengah adalah 30÷40 mm, diambil 30 mm(lit.1, hal 286)).

Fs = luas plat penguat sudu, dimana lebar selubung = 30 mm = 3 cm = b x tebal selubung = 3 x 0,2 = 0,6 cm2

    × + × × × ×

= − 1,95 67,2

47 , 4 6 , 0 25 , 46 7 , 41 10 . 88 ,

0 7 n2

σ .kg/cm2


(1)

Jenis nozel : konvergen, jumlah : 217 buah , tinggi : 383 mm, lebar : 4,1 mm Bahan nozel adalah : baja krom tahan karat AISI UNS 41400.

c. Sudu gerak

 Tingkat Pengaturan :

• I : Jumlah : 124 buah, tinggi sisi masuk : 18 mm, tinggi sisi keluar : 20,67 mm

• II: Jumlah :133 buah, tinggi sisi masuk : 25 mm, tinggi sisi keluar : 34 mm

 Tingkat 2 :

Jumlah : 129 buah, tinggi sisi masuk : 19,02 mm, tinggi sisi keluar : 22 mm  Tingkat 3 :

Jumlah : 136 buah, tinggi sisi masuk : 25,31 mm, tinggi sisi keluar : 30 mm  Tingkat 4 :

Jumlah : 138 buah, tinggi sisi masuk : 36,13 mm, tinggi sisi keluar : 44 mm  Tingkat 5 :

Jumlah : 158 buah, tinggi sisi masuk : 46,50 mm, tinggi sisi keluar : 53 mm  Tingkat 6 :

Jumlah : 173 buah, tinggi sisi masuk : 65,3 mm, tinggi sisi keluar : 72 mm  Tingkat 7 :

Jumlah : 196 buah, tinggi sisi masuk : 90 mm, tinggi sisi keluar : 99 mm

 Tingkat 8 :


(2)

 Tingkat 9 :

Jumlah : 223 buah, tinggi sisi masuk : 203,65 mm, tinggi sisi keluar : 211 mm  Tingkat 10 :

Jumlah : 217 buah, tinggi sisi masuk : 383,45 mm, tinggi sisi keluar : 417 mm  Lebar setiap sudu gerak : 25 mm

 Bahan sudu : AISI UNS 41400.

d. Cakram

 Tingkat Pengaturan :

• I : Lebar hub (Y0) : 30 mm, lebar cakram (Y1): 1,5 mm, jari-jari hub (r1) = 152,5 mm, jari-jari luar cakram (r2) : 305,5 mm

• II : Lebar hub (Y0) : 30 mm, lebar cakram (Y1): 1,5 mm, jari-jari hub (r1) = 149,3 mm, jari-jari luar cakram (r2) : 298,6 mm

 Tingkat 2 :

Lebar hub (Y0) : 30 mm, lebar cakram (Y1): 1,5 mm, jari-jari hub (r1) = 177,2 mm, jari-jari luar cakram (r2) : 354,4 mm

 Tingkat 3 :

Lebar hub (Y0) : 30 mm, lebar cakram (Y1): 1,5 mm, jari-jari hub (r1) = 175,7 mm, jari-jari luar cakram (r2) : 351,5 mm

 Tingkat 4 :

Lebar hub (Y0) : 30 mm, lebar cakram (Y1): 1,5 mm, jari-jari hub (r1) = 174,5 mm, jari-jari luar cakram (r2) : 349,1 mm


(3)

 Tingkat 5 :

Lebar hub (Y0) : 30 mm, lebar cakram (Y1): 1,5 mm, jari-jari hub (r1) = 188,2 mm, jari-jari luar cakram (r2) : 364,4 mm

 Tingkat 6 :

Lebar hub (Y0) : 30 mm, lebar cakram (Y1): 1,5 mm, jari-jari hub (r1) = 187,5 mm, jari-jari luar cakram (r2) : 374,9 mm

 Tingkat 7 :

Lebar hub (Y0) : 30 mm, lebar cakram (Y1): 1,5 mm, jari-jari hub (r1) = 189,8 mm, jari-jari luar cakram (r2) : 379,7 mm

 Tingkat 8 :

Lebar hub (Y0) : 40 mm, lebar cakram (Y1): 20 mm, jari-jari hub (r1) = 190,8 mm, jari-jari luar cakram (r2) : 381,6 mm

 Tingkat 9 :

Lebar hub (Y0) : 60 mm, lebar cakram (Y1): 30 mm, jari-jari hub (r1) = 175,4 mm, jari-jari luar cakram (r2) : 350,8 mm

 Tingkat 10 :

Lebar hub (Y0) : 160 mm, lebar cakram (Y1): 80 mm, jari-jari hub (r1) = 127 mm, jari-jari luar cakram (r2) : 254 mm


(4)

e. Bantalan dan Pelumasan

• Jenis : Bantalan luncur

• Diameter dalam : 220 mm

• Panjang : 120 mm

• Minyak pelumas : TZOUT (GOST 32-53) • Viskositas : = 0,3 .10-6 kg.det/cm2 • Kapasitas aliran pelumas : q = 3,08 liter/detik


(5)

DAFTAR PUSTAKA

1. Shlyakhin, P, Turbin Uap, Teori dan Rancangan, terjemahan Zulkifli Harahap, Penerbit Erlangga, Jakarta 1993.

2. Dietzel, Fritz, Turbin Pompa dan Kompresor, Terjemahan Dakso Sriyono, Penerbit Erlangga, Jakarta 1993

3. Sularso, Kiyokatsu Suga, Dasar perencanaan dan Pemilihan Elemen

Mesin, Pradnya Paramita, Jakarta, 1994.

4. Martin, George. H, Kinematika dan Dinamika Teknik, terjemahan Setiyobakti, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1985.

5. Cengel, A. Yunus & Boles, A. Michael, Thermodynamics An Engineering

Approach, Fourth Edition, McGraw-Hill, New York 2002.

6. Suwachid, Ilmu Turbin, Universitas Sebelas Maret (UNS) Press, Surakarta 2006.

7. Shigley, Josep Edward, Larry D. Mitchell, Perencanaan Teknik Mesin, Terjemahan Gandhi Harahap, Penerbit Erlangga, Jakarta,1999.

8. Kadir, Abdul , Pembangkit Tenaga Listrik, Universitas Indonesia (UI) Press, Jakarta 1996.


(6)