Karakterisasi Ijuk Pada Papan Komposit Ijuk Serat Pendek Sebagai Perisai Radiasi Neutron

(1)

KAREKTERISASI IJUK PADA PAPAN KOMPOSIT

IJUK SERAT PENDEK SEBAGAI PERISAI

RADIASI NEUTRON

TESIS

OLEH

EVI CHRISTIANI S

047026003/FIS

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU FISIKA

SEKOLAH PASCASARJANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

KAREKTERISASI IJUK PADA PAPAN KOMPOSIT

IJUK SERAT PENDEK SEBAGAI PERISAI

RADIASI NEUTRON

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains Pada Program Studi Magister Ilmu Fisika Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

OLEH

EVI CHRISTIANI S

047026003/FIS

SEKOLAH PASCASARJANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(3)

Judul Tesis

: KARAKTERISASI IJUK PADA

PAPAN KOMPOSIT IJUK SERAT

PENDEK SEBAGAI PERISAI

RADIASI NEUTRON

Nama Mahasiswa

: EVI CHRISTIANI S

Nomor Pokok

: 047026003/FIS

Program Studi

: MAGISTER ILMU FISIKA

Menyetujui Komisi Pembimbing

Dr. Marhaposan Situmorang Ketua

Drs. Mimpin Sitepu, M.Sc Anggota

Ketua Program Studi, Direktur Sekolah Pascasarjana,

Dr. Eddy Marlianto, M.Sc Prof. Dr. Ir. Chairun Nisa B, M.Sc


(4)

Telah diuji pada

tanggal: 30 Agustus 2007

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Marhaposan Situmorang

Anggota : 1. Drs. Mimpin Sitepu, M.Sc

2. Drs. H. Muhammad Syukur, MS 3. Dra. Justinon, M.Si


(5)

ABSTRAK

Telah dilakukan karakterisasi serat ijuk pada papan komposit ijuk serat pendek untuk mengetahui apakah papan komposit ijuk serat pendek dapat digunakan sebagai perisai radiasi neutron.

Dari karakteristik serat ijuk yang dilakukan diperoleh massa jenis serat ijuk 1,136 gram/cm3, kandungan kimia berupa kadar air 8,90 % ; selulosa 51,54 % ; hemiselulosa 15,88 % ; lignin 43,09 % dan abu 2,54 % dan dari pengujian kandungan unsur serat ijuk yang menggunakan Analisis Aktivasi Neutron (AAN) diperoleh kandungan unsur : Cl-38, Mn-56, K-42, Br-82, La-140, Cr-51, Fe-59, Hg 203 Sc-46 dan Zn-65. Pada pengujian papan komposit diperoleh bahwa kekuatan impak tidak dipengaruhi massa serat tetapi panjang serat sedangkan daya serap papan komposit ijuk terhadap neutron tidak tergantung panjang serat tetapi massa serat.


(6)

ABSTRACT

Palmyra had been characterized at short palmyra fiber composite board to find out that palmira composite board could be used for neutron radiation shield.

The observation got : palmyra’s fiber density was 1,136 gr/cm3, the chemical contain were water content 8,90 %, cellulose 51,54 %, hemicellulose 15,88 % ; lignin 43,09 % and ash 2,54 %, Neutron Activation Analisist (AAN) used to find the metal unseres of palmyra, got : Cl-38, Mn-56, K-42, Br-82, La-140, Cr-51, Fe-59, Hg 203 Sc-46 dan Zn-65. Impact strenght at the short palmyra fiber composite board didn’t influence with fiber mass but the long of the fiber and the absorbtion short palmyra fiber composite board for neutron didn’t influence with the long of the fiber but the fiber mass.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena dalam pimpinanNya, penulis dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul “Karakteristik

Ijuk pada Papan Komposit Ijuk Serat Pendek Sebagai Perisai Radiasi Neutron.”

Tesis ini merupakan tugas akhir pada sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Program Studi Megister Ilmu Fisika.

Penulis menyadari bahwa tesis ini dapat diselesaikan atas kerjasama dan bantuan banyak pihak. Karena itu pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada :

Rektor Universitas Sumatera Utara Bapak Prof. dr. Chairuddin P. Lubis,

DTM&H, Sp. A(K).

Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Ibu Prof. Ir. T. Chairun

Nisa B, MSc .

Ketua Program Study Magister Ilmu Fisika Bapak Dr. Eddy Marlianto, MSc, atas segala nasihat dan saran yang diberikan kepada penulis.

Sekretariat Program Studi Magister Ilmu Fisika Bapak Drs. Nasir Saleh, M.Eng.Sc, atas saran – saran membangun yang diberikan kepada penulis.

Ketua Komisi Pembimbing Bapak Dr. Marhaposan Situmoran, dan Bapak Drs.

Mimpin Sitepu, MSc selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah

mencurahkan segenap pikiran, ilmu, meluangkan waktu dan kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.


(8)

Seluruh staf pengajar sekolah Pascasarjana Program Study Megister Ilmu Fisika Universitas Sumatera Utara.

Ka. Bid. Operasi RSG-GAS Batan Bapak Drs. Alim Tarigan, atas segala bimbinganya kepada penulis terutama dalam pengujian dengan menggunakan metode Analisis Aktivasi Neutron, hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan tulisan ini.

Balai Besar Pulp dan Kertas, Departemen Perindustria khususnya Bapak Ir. Ligia

Santosa, atas kerja sama dan sumbangan pikiran kepada penulis.

Seluruh staf administrasi sekolah Pascasarjana USU yang telah memberikan pelayanannya selama penulis mengenyam pendidikan.

Rekan-rekan angkatan 2004 : Bang Deri, Kak Herlina, Rais dan Calvin.

Keluargaku yang terkasih P. Tarigan dan Gifta yang tersayang , orang tuaku serta kakak dan adik-adikku yang selalu mendoakan, memberikan motifasi serta semangat kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam tesis sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.

Penulis sangat berharap di kemudian hari ada penelitian lebih lanjut mengenai materi tesis ini sehingga semakin memperkaya pengetahuan dalam Ilmu Fisika dan dapat dirasakan manfaatnya bagi yang berkepentingan pada khususnya serta masyarakat luas.

Medan, Febuari 2008


(9)

RIWAYAT HIDUP

1. Nama : Evi Christiani S

2. Tempat/Tanggal lahir : Sungai Gerong / 11 Maret 1978

3. Pekerjaan : Staf Pengajar Pedidikan Teknologi Kimia Industri,

Medan

4. Agama : Kristen Protestan

5. Orang Tua

Ayah : Ir. Yosua Sitepu

Ibu : Genep br. Ginting

6. Alamat : Jl. Kenangan XIX no. 5, psr. VI Tj. Sari, Medan

7. Pendidikan

SD : Tamansiswa 3, S. Gerong, tahun 1984 - 1990

SMP : Yaktapena 3, S. Gerong, tahun 1990 - 1993

SMA : Negeri 71, Jakarta Timur tahun 1993 – 1996

S-1 FISIKA : Universitas Sumatera Utara, tahun 1996 – 2001

S-2 ILMU FISIKA : Universitas Sumatera Utara, tahun 2004 – 2007

Medan, Febuari 2008


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK i

ABSTRACT ii

KATA PENGANTAR iii

RIWAYAT HIDUP v

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR xi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 3

1.3 Tujuan Penelitian 4

1.4 Hipotesa 4

BAB II TINJAUANPUSTAKA

II. 1 Pengertian Komposit dan Klasifikasi Komposit 5

II.2 Serat Alam 7

II. 3 Kandungan Kimia Serat Alam 8

II.3.1 Selulosa 8

II.3.2 Hemiselulosa 10

II.3.3 Lignin 12


(11)

II.4 Desain Papan Komposit Ijuk Serat Pendek 12

II.4.1 Bahan Pengisi Papan Komposit 12

II.4.2 Serat Ijuk 13

II.4.3 Matrik 14

II. 5 Karakteristik Papan Komposit 16

II. 5.1 MassaJenis 16

II.5.2 Kekuatan Impak 17

II.5.3 Serapan Neutron 17

II5.3.1 Struktur Inti 17

II.5.3.2 Sinar Gamma 18

II.5.3.3 Neutron 19

II.5.3.4 Bahan Perisai Neutron 20

II.5.3.5 Reaktor Nuklir 22

II.5.3.6 Sistem Rabit 25

II5.3.7 Analisis Aktivasi Neutron 26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. 1 Pemilihan Bahan Baku 31

III. 2 Parameter yang Digunakan 31

III.3 Metode Penelitian 31

II I.3.1 Variabel Tetap 32

III.3.1.1 Massa Jenis 32

III.3.1.2 Kandungan Kimia Serat Ijuk 32


(12)

III.3.2 Pembentukan Papan Komposit Serat Ijuk Pendek 42

III.3.2.1 Bahan-bahan 42

IIL3.2.2 Pembuatan Papan Komposit 42

III.3.3 Variabel Berubah 43

III.3.3.1 Kekuatan Impak 43

III.3.3.2 Serapan Neutron Pada Papan Komposit 43

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. 1 Variabel Tetap 45

IV. 1.1 MassaJenis 45

IV. 1.2 Kandungan Kimia Serat Ijuk 46

IV. 1.3 Kandungan Unsur Serat Ijuk 51

IV.2 Variabel Berubah 52

IV.2.1 Kekuatan Impak 52

IV.2.2 Serapan Neutron Papan Komposit Serat Ijuk 54

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

V.l Kesimpulan 63

V.2 Saran 64

DAFTAR PUSTAKA 65


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Sifat-sifat fisik dan kimia beberapa serat alam 7

Tabel 2.2 Kandungan selulosa dalam berbagai bahan tumbuhan 9

Tabel 2.3 Perbandingan sifat-sifat resin polyester dan epoksi 15

Tabel 2.4 Sifat Nukleon 17

Tabel 2.5 Nilai ca dan as untuk beberapa unsur 22

Tabel 4.1 Data pengukuran densitas serat ijuk 45

Tabel 4.2 Data kandungan kimia serat ijuk 50

Tabel 4.3 Kandungan unsur serat ijuk 51

Tabel 4.4 Data pengujian impak papan komposit serat ijuk 52

Tabel 4.5 Hasil cacah/menit untuk papan tanpa serat ijuk 55

Tabel 4.6 Hasil cacah/menit untuk papan komposit serat ijuk

(1 = 0,5 cm dan Wf-2,00) 56

Tabel 4.7 Hasil cacah/menit untuk papan komposit serat ijuk

(l = l,OcmdanWf=2,00) 56

Tabel 4.8 Hasil cacah/menit untuk papan komposit serat ijuk

(1 = 1,5 cm dan Wf-2,00) 57

Tabel 4.9 Hasil cacah/menit untuk papan komposit serat ijuk

(1 = 0,5 cm dan Wf= 3,00) 58

Tabel 4.10 Hasil cacah/menit untuk papan komposit serat ijuk


(14)

Tabel 4.11 Hasil cacah/menit untuk papan komposit serat ijuk

(1 = 1,5 cm dan Wf = 3,00) 59

Tabel 4.12 Hasil cacah/menit untuk papan komposit serat ijuk (1 - 0,5 cm dan Wf = 4,00)60

Tabel 4.13 Hasil cacah/menit untuk papan komposit serat ijuk

(l = l,0cmdanWf=4,00) 60

Tabel 4.14 Hasil cacah/menit untuk papan komposit serat ijuk


(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar2.1 Komposit serat 6

Gambar 2.2 Komposit laminat 6

Gambar2.3 Rumus kimia selulosa 9

Gambar2.4 Bentuk umum lignin 11

Gambar2.5 Rumus kimia polyester takjenuh 16

Gambar 2.6 Konfigurasi teras reactor RSG-GAS fasilitas iradiasi 24

Gambar 2.7 Kapsul untuk iradiasi cuplikan material pada fasilitas sistem Rabbit 26

Gambar 2.8 Perbandingan kepekaan metode analisis 28

Gambar 2.9 Jenis unsur yang dapat dianalisis dengan metode AAN 28

Gambar 3.1 Diagram alir analisa kandungan unsur dengan teknik AAN 41

Gambar 3.2 Neutron scattering laboratory 44

Gambar 3.3 Sket pengambilan data serapan neutron 44

Gambar 4.1 Kekuatan impak antara panjang serat dengan fraksi berat 54

Gambar 4.2 Grafik antara cacah /menit dengan tebal papan 55

Gambar 4.3 Grafik antara cacah/menit dengan tebal sampel dengan fraksi

berat 2,00 gr 57

Gambar 4.4 Grafik antara cacah/menit dengan tebal sampel dengan fraksi

berat 3,00 gr 59

Gambar 4.5 Grafik antara cacah/menit dengan tebal sampel dengan fraksi


(16)

BAB I PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG

Dalam industri manufaktur dibutuhkan material yang memiliki sifat-sifat istimewa yang sulit didapat seperti logam. Komposit merupakan material alternative yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Material komposit adalah gabungan dari penguat (reinforment) dan matriks. Kelebihan material komposit jika dibandingkan dengan logam adalah perbandingan kekuatan terhadap berat yang tinggi, kekakuan, ketahanan terhadap korosi dan lain-lain.

Oleh karenanya, dewasa ini teknologi komposit mengalami kemajuan yang sangat pesat. Perkembangan komposit tidak hanya komposit sintetis saja tetapi juga mengarah ke komposit natural dikarenakan keistimewaan sifatnya yang dapat didaur ulang (renewable) atau terbarukan, sehingga mengurangi konsumsi petrokimia maupun gangguan lingkungan hidup.

Dalam rangka memanfaatkan serat alam (natural fibers) sebagai material temuan yang bersifat inovatif, bahkan ide yang menakjupkan terutama untuk bahan baku industri material komposit, dipandang perlu untuk mempelajari kemungkinan serat ijuk dapat digunakan sebagai pengganti serat sintetis pada pembuatan material komposit. Komposit serat alam memiliki keunggulan lain bila dibandingkan dengan serat gelas, komposit serat alam lebih ramah lingkungan karena mampu terdegradasi secara alami dan harganya pun lebih murah dibandingkan serat gelas.


(17)

Sedangkan serat kaca sukar terdegradasi secara alami. Selain itu serat kaca juga menghasilkan gas CO dan debu yang berbahaya bagi kesehatan jika serat gelas didaur ulang, sehingga perlu adanya bahan alternatif pengganti serat gelas tersebut. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka pada penelitian ini dibuat kamposit serat ijuk. Serat ijuk diperoleh dari pohon aren (Arenga pinnata Merr), yang secara tradisional sering digunakan sebagai bahan pembugkus pangkal kayu-kayu bangunan yang ditanam dalam tanah untuk mencegah serangan rayap. Kegunaan tersebut didukung oleh sifat ijuk yang elastis, keras, tahan air, dan sulit dicerna oleh organisme perusak. pendek sebagai penguatnya.

Ijuk serat pendek lalu dibentuk (didesain) menjadi papan komposit pseudoisotropik, untuk mendesain papan komposit tersebut dipergunakan resin polyester sebagai bahan matrik, dan serat ijuk sebagai bahan pengisinya (filler).

Adapun yang menjadi pertimbangan lain dari pemakaian serat ijuk adalah sebagai berikut :

a. Pohon aren merupakan tumbuhan berbiji yang tumbuh menyebar disejumlah wilayah Indonesia.

b. Serat ijuk ringan dan mempunyai sifat lentur yang besar.

c. Serat ijuk tidak mudah rusak dan tahan terhadap perubahan cuaca. d. Serat ijuk sulit dicerna oleh organisme perusak


(18)

Disamping itu pada penelitian ini juga akan diteliti daya serap neutron oleh material komposit tersebut diatas. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Mulyadi (tesis, 1990) bahwa serat ijuk dapat dipakai sebagai perisai radiasi neutron, mengingat banyaknya kandungan atom karbon yang terdapat dalam bahan serat alam ini, yaitu lebih dari 50% sehingga dapat menyerap radiasi neutron.

I . 2 PERUMUSAN MASALAH

Material komposit yang menggunakan ijuk serat pendek sebagai pengisinya belum dipergunakan sebagai material engineering secara luas. Sehingga dipandang perlu untuk dapat mempelajari keunggulan komposit serat ijuk pendek ini. Salah satunya dengan cara mengkarakteristik material komposit ijuk serat pendek. Untuk itu serat ijuk yang dipergunakan diuji kandungan kimiawinya seperti selulosa, hemiselulosa dan lignin yang terdapat didalamnya dan kandungan unsurnya setelah itu dibentuk menjadi papan komposit dengan memvariasikan fraksi berat dan ukuran panjang serat, digunakan sebagai perisai (shielding) neutron, dengan memvariasikan panjang serat dan fraksi berat serat ijuk dengan harapan akan diperoleh kombinasi antara panjang serat dan fraksi berat ijuk pada papan komposit serat ijuk pendek yang effisien untuk serapan neutron.


(19)

4

I . 3. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan penelitian ini untuk dapat memperoleh kombinasi antara panjang serat ijuk dengan fraksi berat ijuk pada papan komposit serat ijuk pendek yang effisien untuk serapan neutron.

I . 4 HIPOTESA

Serat ijuk mengandung unsur-unsur yang dapat memperlambat neutron. Didesain papan komposit ijuk serat pendek dengan cara memvariasikan fraksi berat dengan panjang serat, untuk melihat perbandingan fraksi berat dan panjang serat yang efisien dan praktis sebagai perisai radiasi neutron.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. PENGERTIAN KOMPOSIT DAN KLASIFIKASI KOMPOSIT

Komposit adalah suatu material yang terbentuk dari kombinasi dua atau lebih material , dimana sifat mekanik dari material pembentuknya berbeda-beda. Dikarenakan karakteristik pembentuknya berbeda-beda, maka akan diperoleh suatu material baru yang lebih baik dari material pembentuknya, dikenal sebagai komposit. Komposit yang terbentuk mempunyai sifat mekanik dan karakteristik yang berbeda dari material-material pembentuknya.

Komposit yang dibentuk dari dua jenis material yang berbeda, yaitu: 1. Penguat (reinforcement).

2. Matriks, meliputi transfer energi pengikat

Dalam mendesain material komposit harus berdasar pada dua hal pokok pikiran yaitu: 1. Bahan/material yang dibuat harus difahami sifat mekasisnya lebih murah

(ekonomis), mencakup proses teknologi yang akan di gunakan untuk pembuatan material.

2. Harus ada efek sinergetik dari bahan/material yang akan di buat. Ini berarti penggabungan dari dua bahan/material atau lebih didapatkan material baru yang lebih unggul dari material dasarnya.

Berdasarkan penguat yang digunakan dalam pembentukan komposit, maka secara garis besar komposit dapat diklasifikasikan dalam tiga jenis, yaitu:

1. Komposit Serat (Fibrous Composites)

Merupakan jenis komposit yang hanya terdiri dari satu lapisan (lamina) yang menggunakan penguat berupa serat. Serat yang digunakan bisa berupa serat gelas, serat karbon dan lain sebagainya. Serat ini disusun secara acak maupun


(21)

dengan orientasi tertentu bahkan dapat juga dalam bentuk yang lebih kompleks seperti anyaman.

2. Komposit Laminat (Laminated Composites)

Merupakan jenis komposit yang terdiri dari dua lapis atau lebih yang digabung menjadi satu dan setiap lapisnya memiliki karakteristik sifat sendiri.

3. Komposit Partikel (Particulalate Composites)

Merupakan komposit yang menggunakan partikel/serbuk sebagai penguatnya dan terdistribusi secara merata dalam matriksnya.

Gambar 2.2. Komposit laminat

serat resin Material komposit


(22)

II.2 SERAT ALAM

Serat alam adalah serat yang bayak diperoleh di alam sekitar, yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti serat pelepah pisang, bambu, nenas, rosella, kelapa, ijuk, dan lain-lain. Saat ini, serat alam mulai mendapatkan perhatian yang serius dari para ahli material komposit karena:

• serat alam memiliki kekuatan spesifik yang tinggi karena serat alam memiliki massa janis yang rendah.

• serat alam mudah diperoleh dan merupakan sumber daya alam yang dapat diolah kembali, harganya relatif murah, dan tidak beracun.

Serat alam seperti ijuk, sabut kelapa, sisal, rami, nanas dan lain-lain merupakan hasil alam yang banyak tumbuh di Indonesia.

Tabel 2.1 Sifat – sifat fisik dan kimia beberapa serat alam

Sifat – sifat Jute Pisang Sisal Nanas Sabut

kelapa

Massa jenis (gram/cm3) 1,3 1,35 1,45 1,44 1,15 Sudut Micro-Fibrillar

(derajat) 8,1 11 10-22 14-18 30-49

Kandungan

Selulosa/Lignin (%) 61/12 65/5 67/12 81/12 43/45 Modulus elastisitas

(GN/m2) - 8-20 9-16 34-82 4-6

Kekenyalan (MN/m2) 440-533 529-754 568-640 413-1627 131-175 Elongasi (%) 1-1,2 1,0-3,5 3-7 0,8-1,6 15-40


(23)

II.3 KANDUNGAN KIMIA SERAT ALAM

Sama seperti serat organik lainnya misalnya serat rami, kelapa, sisal, dan lain-lain, tentunya memiliki kandungan kimia penyusun serat tersebut. Secara umum, tanaman terbentuk dari kandungan selulosa, hemiselulosa, lignin dan abu . Komposisi bahan penyusun ini berbeda-beda bergantung pada jenis dan tempat tumbuh tanaman

II.3.1 SELULOSA

Selulosa merupakan suatu senyawa karbohidrat yang dapat ditemukan secara melimpah di alam ini. Selulosa terdapat didalam dinding sel tumbuhan. Selulosa tersusun atas unit-unit glukosa yang berasal dari proses fotosintesis tumbuhan. Kemudian dalam suatu proses yang kompleks, glukosa mengalami modifikasi secara kimia dengan dipindahkannya satu molekul air dari setiap unit sehingga terbentuklah anhidrid glukosa

C6H12O6 + H2O → C6H10O6 (2.1)

(glukosa) (air) (anhidrid glukosa)

Selulosa adalah suatu polimer yang terdiri dari unit-unit anhidrid glukosa yang saling bersambungan ujung – ujungnya secara bersama-sama. Dengan eliminasi bersama air membentuk rantai panjang yang dikenal dengan selulosa (C6H10O5)n

dengan n (derajat polimerisasi) sekitar 500 – 10000. Tinjauan bidang glukosa pada selulosa seperti ditunjukkan pada gambar 2.3.


(24)

Gambar 2.3 Rumus kimia selulosa

Molekul-molekul selulosa seluruhnya berbentuk linier dan mempunyai kecenderungan membentuk ikatan-ikatan hidrogen intra- dan intermolekul. Sehingga berkas-berkas selulosa membentuk agregat bersama-sama dalam bentuk mikrofibril, daerah yang teratur (kristalin) diselingi dengan daerah yang tidak teratur (amorf). Mikrofibril ini membentuk fibril-fibril dan akhirnya terbentuklah serat-serat selulosa. Karena strukturnya yang berserat dan ikatan-ikatan hidrogen yang kuat menyebabkan selulosa mempunyai kekuatan tarik yang tinggi dan tidak larut dalam kebanyakan pelarut. Meskipun selulosa merupakan karbohidrat tetapi selulosa bukanlah sumber makanan bagi manusia atau hewan.

Tabel 2.2 Kandungan selulosa dalam berbagai bahan tumbuhan Bahan tanaman Selulosa ( % )

Kapas Rami Bambu Kayu Lumut Ekor kuda Bakteria

95-99 80-90 40-50 40-50 25-30 25-30 20-30


(25)

II.3.2 HEMISELULOSA

Disamping selulosa dalam jaringan tanaman terdapat sejumlah polisakarida yang disebut poliosa atau hemiselulosa. Hemiselulosa semula diduga merupakan senyawa – antara dalam biosintesis selulosa. Namun saat ini telah diketahui bahwa hemiselulosa termasuk dalam kelompok polisakarida heterogen yang dibentuk melalui jalan biosintesis yang berbeda dari selulosa. Hemiselulosa berbeda dari selulosa karena komposisinya terdiri dari berbagai unit gula, rantai molekul yang lebih pendek, dan percabangan rantai molekul.

Seperti halnya selulosa, hemisululosa berfungsi sebagai bahan pendukung dalam dinding-dinding sel. Hemiselulosa mudah dihidrolisis oleh asam menjadi komponen - komponen monomernya seperti D-glukosa, D-monosa, D-xilosa, L-arabinosa dan lainnya. Kebanyakan hemiselulosa mempunyai derajat polimerisasi hanya 200, yang artinya derajad polimerisasinya, umumnya kurang dari 200.

II.3.3 LIGNIN

Lignin adalah salah satu komponen penyusun tanaman. Pada batang tanaman, lignin berfungsi sebagai bahan pengikat komponen penyusun lainnya, sehingga suatu pohon bisa berdiri tegak

Lignin adalah suatu polimer yang kompleks dengan berat molekul tinggi, tersusun atas unit-unit fenilpropan (Gambar 2.4). Meskipun tersusun atas karbon, hydrogen dan oksigen, lignin bukanlah suatu karbohidrat dan bahkan tidak ada hubungannya dengan golongan senyawa tersebut. Sebaliknya, lignin pada dasarnya adalah suatu fenol. Lignin sangant stabil dan sukar dipisahkan dan mempunyai bentuk yang bermacam-macam karenanya susunan lignin didalam tumbuhan tidak menentu.


(26)

Kayu lunak Kayu keras

Gambar 2.4 Bentuk umum lignin (a) kayu lunak (b) kayu keras

Lignin terdapat di antara sel-sel dan di dalam dinding sel. Di antara sel-sel, lignin berfungsi sebagai perekat untuk mengikat sel-sel bersama-sama. Dalam dinding sel, lignin sangat erat hubungannya dengan selulosa dan berfungsi untuk memberi ketegaran pada sel. Lignin juga berpengaruh dalam memperkecil perubahan dimensi sehubungan dengan perubahan kandungan air kayu dan juga dikatakan bahwa lignin mempertinggi sifat racun kayu tahan terhadap serangan cendawan dan serangga. Keterangan yang diberikan oleh lignin merupakan faktor penentu sifat-sifat kayu. Lignin merupakan bahan yang tidak berwarna. Apabila lignin terkena udara, terutama dengan sinar matahari, maka (bersama dengan karbohidrat-karbohidrat tertentu) lama kelamaan lignin cenderung menjadi kuning. Massa yang besar dan kekuatannya rendah karena serat-serat lignin kaku memiliki ikatan atar serat yang lemah.

Lignin bersifat termoplastik-artinya lignin akan menjadi lunak dan dapat dibentuk pada suhu yang lebih tinggi dan keras kembali apabila menjadi dingin. Sifat termoplastik lignin inilah yang menjadi pedoman pembuatan papan keras (hardboard) dan lain-lain pada produk kayu yang dimampatkan.


(27)

II.3.4 KADAR ABU

Senyawa anorganik dalam tumbuh-tumbuhan dianalisis sebagai abu dengan cara bahan yang akan diuji dibakar pada suhu tertentu.

Komponen utama abu tumbuhan adalah kalium, kalsium dan magnesium. Kesalahan dalam menentukan kandungan abu kemungkinan disebabkan hilangnya sejumlah garam amonia dan logam klorida dan juga disebabkan kurang effisiennya oksida terhadap karbonat-karbonat dari logam-logam alkali tanah (Fengel D dan Wegener G, 1995).

II.4 DESAIN PAPAN KOMPOSIT IJUK SERAT PENDEK

Dalam rangka mendesain papan komposit ijuk serat pendek, pemakaian serat sebagai elemen penguat sangat menentukan sifat mekanik dari komposit karena dapat meneruskan beban yang di distribusikan oleh matrik. Orientasi, ukuran, dan bentuk serta material serat adalah faktor-faktor yang mempengaruhi sifat mekanik dari lamina.

Konfigurasi serat ijuk pendek pada papan komposit yang diteliti berbentuk acak, yang bersifat pseudoisotropik. Berarti pada setiap titik lapisan material memiliki tiga arah garis yang berbeda yang saling tegak lurus yang memiliki sifat – sifat dapat dianggap yang sama.

II.4.1 BAHAN PENGISI PAPAN KOMPOSIT

Bahan pengisi adalah bahan yang berfungsi sebagai penguat pada komposit. Bahan pengisi ini dapat berbentuk serat, lapisan, partikel. Pada penelitian ini digunakan serat sebagai elemen penguat yang sangat menentukan sifat mekanik dari komposit karena berfungsi untuk meneruskan beban yang didistribusikan oleh matrik. Orientasi, ukuran, dan bentuk serta material pengisi adalah faktor-faktor yang mempengaruhi sifat mekanik dari komposit. Syarat – syarat yang harus dimiliki serat untuk dapat memperkuat matriks adalah :


(28)

a. Mempunyai modulus elastik yang tinggi b. Kekuatan lentur yang tinggi

c. Perbedaan kekuatan antara serat-serat tunggal harus rendah

d. Mampu menerima perubahan dari matriks dan menerima gaya-gaya yang bekerja padanya (sebagai tumpuan gaya)

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kekuatan komposit serat-matriks, diantaranya adalah orientasi serat, panjang serat, bentuk serat dan komposisi dari serat serta adhesi antara serat dan matriks.

II.4.2 SERAT IJUK

Dalam penelitian ini dipergunakan serat ijuk yang diperoleh dari Sibolangit, sekitar 40 km dari kota Medan yang dikombinasikan dengan resin sebagai matriknya untuk mendapatkan komposit alternatif. Keunggulan komposit serat ijuk dibandingkan dengan serat gelas adalah komposit serat ijuk lebih ramah lingkungan karena mampu terdegradasi secara alami dan harganya pun lebih murah bila dibandingkan serat lain seperti serat gelas. Sedangkan serat gelas sukar terdegradasi secara alami. Selain itu serat gelas juga menghasilkan gas CO dan debu yang berbahaya bagi kesehatan jika serat gelas didaur ulang, sehingga perlu adanya bahan alternatif pengganti serat gelas tersebut. Dalam industri manufaktur dibutuhkan material yang memiliki sifat-sifat yang khusus dan khas yang sulit didapat dari material lain seperti logam.

Serat ijuk adalah serat alam yang berasal dari pohon aren. Dilihat dari bentuk, pada umumnya bentuk serat alam tidaklah homogen. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan dan pembentukan serat tersebut bergantung pada lingkungan alam dan musim tempat serat tersebut tumbuh. Aplikasi serat ijuk masih dilakukan secara tradisional, diantaranya digunakan sebagai bahan tali menali, pembungkus pangkal kayu-kayu bangunan yang ditanam dalam tanah untuk mencegah serangan rayap, penahan getaran pada rumah adat Karo, saringan air dan lain-lain. Kegunaan tersebut didukung oleh sifat ijuk yang elastis, keras, tahan air, dan sulit dicerna oleh organisme perusak.


(29)

II.4.3 MATRIK

Matriks adalah bahan / material yang dipergunakan sebagai pengikat bahan pengisi namun tidak mengalami reaksi kimia dengan bahan pengisi. Secara umum, matriks berfungsi sebagai :

a. Pelindung komposit dari kerusakan-kerusakan, baik kerusakan secara mekanis maupun kimia.

b. Untuk mentransfer beban dari luar ke bahan pengisi c. Untuk mengikat bahan pengisi.

Secara umum, matriks dapat diklasifikasikan atas 2 jenis yaitu: 1. Termoplastik

Suatu matriks dikatakan termoplastik apabila matriks tersebut dapat menjadi lunak kembali apabila dipanaskan dan mengeras apabila didinginkan.Hal ini disebabkan karena molekul – molekul matriks tidak mengalami ikat silang sehingga bahan tersebut dapat didaur ulang kembali. Contoh matriks ini adalah : resin PP (Polypropaline), PE (Polyetylene), PVC (Polyvinylchorida), PS (Polystyrene), Nylon dan lain-lain.

2. Termoset

Suatu matriks dikatakan termoset apabila matriks tersebut tidak dapat didaur ulang kembali bila dipanaskan. Hal ini disebabkan molekul–molekul matriks mengalami ikat silang, sehingga bila matriks telah mengeras tidak dapat lagi dilunakkan. Matriks jenis ini seperti : resin epoksi, polyester, phenolik, urea formaldehid dan lain-lain.

Dalam penelitian ini digunakan resin polyester tak jenuh sebagai bahan matrik pada komposit yang akan dibuat. Resin polyester adalah resin yang bersifat termoset. Resin polyester merupakan resin yang sangat banyak dipergunakan pada pembuatan komposit karena keunggulan resin tersebut jika dibandingkan dengan resin yang lain. Keunggulan resin polyester bila dibanding dengan resin yang lain adalah :


(30)

a. Matriks resin polyester lebih keras. b. Menghasilkan bahan yang transparan. c. Bersifat tegar

d. Mempunyai daya tahan yang baik terhadap air, cuaca dan pengaruh zat-zat kimia.

e. Dapat dikombinasi dengan semua tipe serat gelas. f. Harganya yang lebih murah

Tabel 2.3 Perbandingan sifat-sifat resin polyester dan epoksi

SIFAT EPOKSI POLIESTER

Kerapatan ( Kg/m3) 1,1 – 1,4 1,2 – 1,5 Modulus Young (GNm-2) 3 – 6 2 – 4,5 Kekuatan tarik (MNm-2) 35 – 100 40 – 90 Kekuatan Tekan (MNm-2) 100 – 200 90 – 250 Regangan Maksimum (%) 1 – 6 2

Konduksi Panas (Wm-10C) 0,1 0,2 Temperatur maksimum (0C) 50 – 300 50 – 110

Penyusutan (%) 1 – 2 4 - 8

Pada penelitian ini, material polimer yang dipilih sebagai bahan matrik adalah resin polyester jenis tak jenuh (unsaturated) dengan dan katalis MEKP (Methyl Ethyl Ketone Peroxyde), yang berfungsi sebagai zat pengeras untuk mempersingkat waktu pengerasan.


(31)

O O CH3 O O CH3

H( O-C-R-C-O-CH-CH2-O-C-CH-CH-C-O-CH-CH2 )nOH

Gambar 2.5 Rumus kimia polyester tak jenuh

Resin polyester memiliki sifat-sifat (Taurista A.Y, dkk., 1990) sebagai berikut : 1. Massa jenis ( ) = 1,2x10-9 kg/m3

2. Kekuatan tarik (j) = 12,07x10-6 N/m2 3. Modulus elastisitas (E) = 1,18.10-3 N/m2 4. Poison rasio ( ) = 0,33

Pot-life adalah lamanya waktu yang dibutuhkan oleh resin untuk berubah dari bentuk cair menjadi padat setelah dicampur dengan katalis.

II.5 KARAKTERISTIK PAPAN KOMPOSIT II.5.1 MASSA JENIS

Untuk mengukur massa jenis dari serat ijuk dipergunakan metode piknometer. Dimana besarnya massa jenis dapat dihitung dengan menggunakan persamaan seperti dibawah ini :

1

1 2 2 =

ρ (2.2)

G G

ρ ×

dengan : 1 : massa jenis aquades (gr/cm3)

2 : massa jenis serat ijuk (gr/cm3)

G1 : massa aquades dalam piknometer (gr)


(32)

II.5.2 KEKUATAN IMPAK

Pengujian kekuatan impak papan komposit ijuk serat pendek bertujuan untuk mengetahui ketangguhan papan komposit ijuk serat pendek terhadap pembebanan dinamis. Untuk pengujian impak ini digunakan metode Charpy

A E

Is = s (2.3)

dimana: Is : Kekuatan impak (J/m2)

Es : energi yang diserap sampel setelah tumbukan (joule)

A : luas penampang sample (m2)

II.5.3SERAPAN NEUTRON

II.5.3.1 STRUKTUR INTI

Bila ditinjau lebih dalam, atom terdiri dari inti atom (sering disebut inti) yang menempati sekitar 10-15 bagian volume atom. Walaupun demikian, inti atomlah yang menghasilkan gaya tarik elektrik yang menghimpun atom menjadi satu kesatuan. Neutron adalah sebuah partikel bermassa kurang lebih sama dengan massa proton, tetapi tidak memiliki muatan elektrik. Menurut model proton- neutron, sebuah inti atom terdiri atas Z proton dan (A-Z) neutron yang memberikan muatan total Ze dan massa total sekitar A, karena massa proton dan neutron kurang lebih sama, dimana Z adalah nonor atom dan A adalah nomor massa.

Karena proton dan neutron sangat bermiripan, kecuali perbedaan muatan elektriknya maka keduanya di kelompokkan sebagai nukleon. Beberapa sifat dari kedua nukleon ini ditunjukkan pada tabel 2.4

Tabel 2.4 Sifat Nukleon

Nama Muatan Massa Energi

Proton +e 938,28 MeV

Neutron 0 939,57 MeV


(33)

Memang mungkin untuk mempunyai dua inti yang berbeda, dengan Z yang sama dan A berbeda (jumlah neutron berbeda). Inti atom dengan Z yang sama dan A berbeda disebut isotop. Contohnya hidrogen memiliki 3 isotop : hidrogen biasa (Z=1, A=1 ), deuterium (Z=1, A=2 ) dan tritium ( Z=1, A=3 ). Ini kita lakukan dengan menyertakan pada lambang kimianya, nomor atom Z, nomor massa A dan nomor neutron N=A-Z dari isotop yang bersangkutan dalam bentuk penulisan sebagai berikut :

N A ZX X adalah sembarang lambang kimia.

II.5.3.2 SINAR GAMMA

Sinar gamma ( ) adalah bentuk radiasi gelombang elektromagnetik. Sinar gamma pada umumnya berasal daride-eksitasi inti. Jadi sinar gamma pada umumnya berasal dari reaksi inti (Kaplan, 1963).

Interaksi sinar gamma dengan materi dapat menimbulkan tiga kejadian, yaitu : efek fotolistrik, efek Compton dan produksi pasangan. Pada efek fotolistrik, interaksi sinar gamma langsung menimbulkan elektron lepas dari materi. Efek Compton adalah tumbukan bukan elastis antera sinar sebagai partikel foton dan partikel elektron dalam materi. Produksi pasangan yaitu berubahnya sinar menjadi sepasang elektron dengan syarat energi sinar gamma lebih besar dari 1,02 MeV. Dari ketiga macam interaksi tersebut, maka timbulnya elektron untuk mendeteksi sinar .

Interaksi intensitas sinar – dengan suatu media akan mengakibatkan intensitas sinar – yang melaluinya berkurang secara eksponensial seperti yang ditunjukkan pada persamaan dibawah ini :

Ix =I0e−μx (2.4) Dimana : koefisien serapan linier


(34)

t ialah koefisien serapan linier total yang dapat dituliskan sebagai :

pp C fl

t μ μ μ

μ = + + (2.5)

Dengan : fl : koefisien serapan yang disebabkan efek foto listrik

C : koefisien serapan yang disebabkan efek Compton

pp: koefisien serapan yang disebabkan produksi pasangan.

dimana : pp n pp C e C f a fl N N N σ μ σ μ σ μ = = = (2.6)

jfl, jC dan jpp adalah nilai tampang lintang (cross section) foto listrik, nilai tampang lintang Compton dan nilai tampang lintang produksi pasangan (Ridwan M, dkk., 1978).

II.5.3.3 NEUTRON

Neutron ialah partikel tak bermuatan, oleh karena itu interaksinya dengan materi sangat sangat berbeda dengan interaksi partikel bermuatan. Neutron bebas dari pengaruh medan listrik Coulomb, akibatnya neutron bebas mendekati bahkan masuk kedalam inti atom ataupun menembusnya.

Jika suatu neutron masuk menembus inti dan keluar lagi, maka hanya terjadi peristiwa hamburan. Hamburan ini dapat berupa tumbukan elastis atau inelastis. Hamburan dikatakan elastis jika keadaan sistem tetap seperti semula. Hamburan menjadi inelastis jika inti yang ditinggalkan menjadi keadaan tereksitasi.

Kedua jenis hamburan tersebut merubah energi neutron. Besar kecilnya energi neutron, sangat menentukan macam interaksi yang terjadi dalam materi. Kaitan energi neutron dan kemungkinan terjadinya interaksi dituangkan dalam pengertian neutron cross section. Energi neutron digolongkan dalam tiga golongan, yaitu : neutron termik, neutron epitermik dan neutron cepat. Neutron termik memiliki energi


(35)

sekitar 1 eV, neutron cepat sekitar 10 MeV atau lebih dan neutron epitermik berenergi lebih kecil dari neutron cepat dan lebih besar dari energi termik (Ridwan M, dkk., 1978).

II.5.3.4 BAHAN PERISAI NEUTRON

Dalam memilih bahan perisai bagi radiasi neutron, perlu diperhatikan nilai penampang lintang mikroskopik bahan tersebut (Ridwan M, dkk., 1978). Harga penampang lintang mikroskopik total ( jtot ) untuk suatu atom dapat dinyatakan oleh persamaan :

jtot=ja+js (2.7) dengan: ja : nilai tampang lintang mikroskopik absorbsi

js : nilai tampang lintang mikroskopik hamburan Dimana pada reaksi absropsi, nilai ja adalah sebagai berikut :

f a =σγ+σ

σ (2.8)

Dengan : j : tampang lintang mikroskopik absorpsi radioaktif jf : tampang lintang mikroskopik absorpsi pembelahan

Pada reaksi hamburan, nilai tangkap reaksi hamburan dapat terdiri atas penampang lintang hamburan elastis dan penampang lintang hamburan tidak elastis, sehingga nilai penampang mikroskopis totalnya ( jtot ) adalah sebagai berikut :

in s a

tot=σ +σ +σ

σ (2.9)

dimana : jin : tampang lintang makroskopis hamburan tidak elastis

Sedang nilai penampang makroskopis untuk suatu atom, dapat dinyatakan seperti persamaan dibawah ini :


(36)

tot = Nσtot (2.10) dimana : tot: harga tampang lintang makroskopis total atom

N :jumlah atom per mole

Sedangkan untuk bahan perisai radiasi neutron yang terdiri dari banyak atom, maka nilai tangkap lintang makroskopis bahan tersebut adalah :

3 2 1

bahan =∑ +∑ +∑

∑ (2.11)

dimana : bahan : tampang lintang makroskopis bahan perisai

1 : tampang lintang makroskopis atom ke 1 dari bahan perisai

2 : tampang lintang makroskopis atom ke 2 dari bahan perisai

3 : tampang lintang makroskopis atom ke 3 dari bahan perisai

Untuk bahan perisai radiasi neutron, bahan harus yang mempunyai harga js yang besar, tetapi harga ja yang kecil. Yang berarti proses penurunan energi neutron dari energi neutron cepat ke energi termal melalui proses tumbukan tidak elastis lebih mudah tercapai pada bahan dengan js yang lebih besar daripada dengan bahan js yang lebih kecil. Sedang pengambilan nilai ja yang kecil bertujuan agar proses penyerapan neutron oleh bahan perisai terjadi pada reaksi radioaktif saja. Ini berarti hasil reaksi penyerapan neutron oleh bahan perisai adalah terbentuknya pancaran gamma saja, bukan terbentuknya pancaran neutron hasil pembelahan inti.


(37)

Tabel 2.5. Nilai ja dan js untuk beberapa unsur

Unsur A

(Nomor massa)

ja

(barns)

js

(barns)

H 1 0.3 20

Li 6 64 2

Be 9 0.009 6.1

C 12 0.0045 4.8

O 16 0.0016 4.1

Ca 49 0.43 9.5

II.5.3.5 REAKTOR NUKLIR

Reaktor nuklir adalah tempat terjadinya reaksi pembelahan inti (nuklir) atau dikenal dengan reaksi fisi berantai yang terkendali. Bagian utama dari reaktor nuklir yaitu: elemen bakar, perisai, moderator dan elemen kendali. Reaksi fisi berantai terjadi apabila inti dari suatu unsur dapat belah (Uranium-235, Uranium-233) bereaksi dengan neutron termal/lambat yang akan menghasilkan unsur-unsur lain dengan cepat serta menimbulkan energi panas dan neutron-neutron baru. Reaktor nuklir berdasarkan fungsinya dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:

1. Reaktor Penelitian/Riset

2. Reaktor Daya (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir/PLTN)

Pada reaktor penelitian, yang diutamakan adalah pemanfaatan radiasi neutron yang dihasilkan dari reaksi nuklir untuk keperluan berbagai penelitian dan produksi radioisotop. Sedangkan panas yang dihasilkan dirancang sekecil mungkin, sehingga dapat dibuang ke lingkungan. Pengambilan panas pada reaktor dilakukan dengan sistem pendingin yang terdiri dari sistem pendingin primer dan sistem pendingin sekunder. Panas yang berasal dari teras reaktor dibawa ke sistem pendingin primer kemudian dilewatkan melalui alat penukar panas dan selanjutnya panas dibuang ke lingkungan melalui sistem pendingin sekunder.


(38)

Perlu diketahui bahwa pada alat penukar panas sistem pendingin primer dan sstem pendingin sekunder tidak terjadi kontak langsung antara uap/air yang mengandung radiasi dengan air pendingin yang dibuang ke lingkungan.

Fasilitas Reaktor Serba Guna digunakan selain untuk kegiatan-kegiatan penelitian di bidang ilmu dan teknologi nuklir juga untuk melayani kegiatan iradiasi nuklir. Penelitian di bidang teknologi nuklir dititikberatkan pada penelitian di bidang bahan bakar nuklir, fisika reaktor, dan pelatihan teknisi reaktor, sedangkan pelayanan kegiatan iradiasi nuklir dilakukan untuk penelitian uji material dan produksi isotop. Selain fasilitas iradiasi yang berada di teras reaktor, juga terdapat fasilitas iradiasi yang berada di luar teras melalui tabung berkas radiasi S1 hingga S6 seperti yang ditunjukkan pada gambar (2.6). Tentang penggunaan S1 hingga S6 dapat dijelaskan sebagai berikut : Tabung berkas S1 digunakan sebagai fasilitas Iodine Loop, tabung berkas S2 digunakan untuk radiografi neutron, tabung berkas S3 belum digunakan, tabung berkas S4 digunakan untuk spektrometer neutron tiga sumbu. Tabung berkas S5 dilengkapi dengan tabung berkas neutron untuk menyalurkan berkas neutron ke gedung Neutron Guide Hall, serta sebagian berkas neutron digunakan untuk difraktometer neutron empat lingkaran. Terakhir, tabung berkas S6 digunakan sebagai difraktometer neutron untuk pengukuran tegangan sisa.


(39)

B S +

B S +

.

K o n f ig u r a s i t e r a s r e a k t o r R S G - G A S d e n g a n F a s ilit a a s Ir a d ia s i B S + B E B E B E B E B S + B E B E

B E B E B E

F E 0 ,7 2

F E F E 0 ,7 4

F E 0 ,6 2

B E

F E 0 ,7 6

F E

F E

C E IP 2 2 ,1 4 F E

F E F E 0 ,6 1

B E F E F E C E F E F E 0 ,3 2

C E

F E

F E F E 0 ,7 6

IP 1 1 ,5 0 F E 0 ,9 0

F E C E F E B E F E C E F E F E 0 ,8 4

IP 3 1 ,6 7 F E 0 ,7 3

B E

F E

F E

C E

F E 0 ,9 3

F E C E F E F E B E F E 0 ,6 8

F E

F E IP 4 2 ,0 4 C E

F E

F E F E 0 ,7 2

B E B E B E

F E 0 ,9 4

F E 0 ,8 9

F E F E 0 ,7 7

B E B E

B S +

B E B E B E B E B E B E B E B S +

B E B S +

B E

P N R S 0 ,8 0 R S 4 0 ,5 4 R S 3 0 ,5 6 R S 2 0 ,5 1 R S 1 0 ,4 8

B E B E 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 0

B e r y lliu m B lo c k R e fle c to r A B C D E F G H J

K RP

T F

K e te r a n g a n :

S 6

S 2

S 1

N D T

S 3 S 5

S 4

N R

F E : E le m e n b a k a r C E : E le m e n k e n d a li

B E : E le m e n r e fle k to r

B S + : E le m e n r e fle k to r d e n g a n p e n y u m b a t

IP : Ir a d ia tio n P o s itio n F E

B E B S +

C E

IP

C IP : C e n tr a l Ir a d ia tio n P o s itio n

P N R S : P n e u m a tic R a b b it S y s te m

H Y R S : H y d r a u lic R a b b it S is te m

P R T F : P o w e r r a m p te s t fa c ility N R : N e u tr o n R a d io g r a p h y

N D T : N e u tr o n T r a n s m u ta tio n D o p in g F a c ility R S

P N R S C IP

N R

N D T 2 ,3 6 2 ,3 9

2 ,4 3 2 ,2 3 C IP

d e t ) / n / c m ( 1 0 r m a l n e u t r o n t e

F l u k s 1 4 2

S1 : fasilitas Iodine Loop S2 : fasilitas radiografi neutron S4 : fasilitas spektrometer neutron tiga sumbu

S5 : fasilitas difraktometer empat sumbu S6 : difraktometer tegangan sisa


(40)

II.5.3.6 SISTEM RABIT

Fasilitas iradiasi Rabbit System merupakan fasilitas iradiasi yang digunakan untuk produksi radioisotop dan untuk penelitian aktivasi neutron. Ada dua jenis Rabbit System, yaitu Hydraulic Rabbit dan Pneumatic Rabbit System. Hydraulic Rabbit menggunakan air sebagai media pengangkut kapsul iradiasi, sedangkan pada Pneumatic rabbit menggunakan gas nitrogen. Di samping sebagai media pengangkut, air dan nitrogen tersebut berfungsi sebagai pendingin kapsul selama iradiasi berlangsung. Fasilitas iradiasi tersebut dapat digunakan untuk iradiasi sampel dengan waktu singkat (beberapa detik) sampai waktu relatif panjang (4-6 jam). Untuk sampel yang mempunyai isotop dengan waktu paruh pendek (orde detik) digunakan pneumatic rabbit yang dapat melakukan pengiriman lebih cepat dari hydraulic rabbit, sedangkan sampel yang mempunyai isotop dengan waktu paruh panjang menggunakan hydraulic rabbit. Untuk melaksanakan iradiasi suatu sampel di dalam fasilitas Rabbit System diperlukan suatu wadah yang disebut kapsul rabbit. Ada dua jenis kapsul rabbit yaitu kapsul jenis Polietilen yang hanya dipakai untuk wadah sampel dengan waktu iradiasi pendek (maksimum 40 menit) dan kapsul jenis Al-1050 yang digunakan untuk wadah sampel dengan waktu iradiasi panjang. Untuk meningkatkan ketelitian dalam menganalisis suatu sampel dengan menggunakan metode Analisis Aktivasi Neutron (AAN), maka perlu diketahui besarnya fluks neutron di dalam kedua jenis kapsul tersebut.


(41)

Gambar 2.7 Kapsul untuk iradiasi cuplikan material pada fasilitas sistem Rabbit

II.5.3.7 ANALISIS AKTIVASI NEUTRON

Seiring dengan kemajuan teknologi, ketepatan data hasil uji menjadi persyaratan penting. Kandungan unsur suatu produk teknologi harus benar-benar diketahui dengan presisi tinggi. Adanya unsur pengotor yang melampaui nilai batas tertentu menjadikan suatu produk tidak dapat dilempar kepasar internasional.

Disamping itu, limbah industri yang akan dibuang kelingkungan harus memenuhi baku mutu agar tidak merusak lingkungan, dimana unsur yang terkandung di dalamnya harus diketahui dengan tepat. Ketepatan data kandungan unsur dalam batuan tambang akan menentukan kelayakan nilai tambang. Dalam bidang medis, banyak hal yang dapat diungkap jika diketahui dengan pasti unsur-unsur yang terdapat dalam darah, rambut dan lain-lain. Untuk menjawab persoalan diatas dan masih banyak lagi bidang-bidang yang dapat ditangani, dapat diselesaikan dengan baik menggunakan metode Analisis Aktivasi Neutron.


(42)

Sesuai namanya teknik Analisis Aktivasi Neutron adalah teknik untuk analisis unsur kimia dalam suatu bahan dengan cara mengaktifkan atau membuat radioaktif inti atom yang akan diselidiki dengan menembaknya dengan partikel neutron. Sumber neutron yang digunakan adalah berasal dari suatu reaktor nuklir. Prinsip dasar AAN adalah meradiasi cuplikan di dalam reaktor nuklir. Inti atom di dalam cuplikan yang diiradiasi akan bereaksi dengan neutron sehingga terjadi suatu proses aktivasi yang menghasilkan suatu radionuklida tertentu. Radionuklida yang terbentuk akan memancarkan sinar-γ dan mungkin juga sekaligus sinar-β. Sinar-γ dan sinar-β yang dipancarkan mempunyai tenaga yang spesifik dan mencirikan nuklida pemancarnya. Intensitas dari sinar-γ dan sinar-β yang dihasilkan akan sebanding dengan jumlah radionuklida yang terbentuk. Jumlah radionuklida yang terbentuk akan tergantung pada kelimpahan isotop alamiahnya, serta sebanding pula dengan massa unsur yang ada di dalam target tersebut. Dengan melakukan pengukuran terhadap energi sinar-γ yang terbentuk maka dapat ditetapkan unsur yang terkandung di dalam cuplikan. Lebih lanjut, jika intensitas setiap energi-γ ini sebanding dengan massa unsur di dalam cuplikan, maka apabila dilakukan pengukuran terhadap setiap sinar-γ , dapat ditetapkan jumlah unsur tersebut.

Keunggulan teknik AAN adalah mempunyai kepekaan tinggi dibanding dengan metode analisis lain seperti gravimetri, kalorimetri, spektrografi dan spektrometri massa, sebagaimana ditunjukkan dalam gambar (2.8). Teknik AAN juga mampu menganalisis banyak unsur kelumit dalam suatu cuplikan dan dalam satu kali pengukuran sampai pada orde ppm (1x10-6) bahkan untuk unsur-unsur tertentu pada orde ppb (1x10-9). Sampai saat ini teknik AAN telah berhasil menganalisis multi unsur kelumit sampai 52 unsur sebagai mana ditunjukkan gambar 2.9


(43)

Analisis Aktivasi Neutron

Spektroskopi

Spektrografi

odet

Kalorimetri

e

Gravitrimetri

10-0 10-2 10-4 10-6 10-8

M

Tingkat Kepekaan

Gambar 2.8 Perbandingan kepekaan metode analisis


(44)

Teknik AAN telah berkembang di banyak negara dan sampai saat ini merupakan metode analisis teruji. Reaksi inti atom bekerja pada daerah sekitar 10 -12 m. Oleh karena itu, teknik AAN akan menghasilkan analisis dengan akurasi dan presisi tinggi. Aplikasi teknik AAN untuk analisis multi unsur dalam berbagai jenis cuplikan bidang lingkungan, geologi dan biologi telah banyak dilakukan pada kegiatan / penelitian seperti yang dilakukan di BATAN, yaitu di Yogyakarta, Bandung, Jakarta dan Serpong. Kemampuan peralatan dan teknik ini perlu dimanfaatkan secara umum untuk masyarakat dalam rangka mendukung pembangunan di segala bidang.

Untuk cuplikan mengandung unsur W gram dan telah diiradiasi dengan neutron, maka radioaktivitas yang dihasilkan dapat dihitung dengan persamaan sbb. :

) e 1 .( . f M

N . . W

A= θ A. σ − −λt (2.12) Dimana : A : Aktivitas radionuklida ( s-1 )

W : Berat unsur (g)

M : Berat atom unsur (g/mol)

NA : Bilangan Avogadro ( 6,02 x 1023 mol-1 )

θ : Koeffisien kelimpahan target radionuklida di dalam unsur f : Densitas fluks neutron thermal ( n.cm-2. s-1 ) ,

σ : Penampang lintang aktivasi ( barn )

λ : Laju peluruhan produk radionuklida [ = 0,693/T1/2 (s) ]

t : Waktu iradiasi neutron ( s ) dan T1/2: Umur paruh radionuklida

Parameter M, NA, σ dan λberkaitan dengan karakteristik unsur yang dianalisis.

Pada analisis aktivasi, dengan adanya pancaran sinar-γ yang mempunyai energi yang berbeda tergantung pada jenis radionuklida yang dihasilkan , maka dengan


(45)

30

memperhatikan sinar-γ spesifik dan aktivitas yang dihasilkan (A), selanjutnya dilakukan pengukuran terhadap nilai pencacahan (R).

) e .( f M

. . .I N W . .I . A

R t

. A

λ −

− ε σ θ =

ε

= 1 (2.13) dengan,

I : Kelimpahan sinar-γ (rasio pancaran sinar-γ spesifik dan disintegrasi )

ε : Effisiensi pencacahan dari detektor yang digunakan.

Secara teoritis dari persamaan (2.12) , nilai R dapat ditentukan dan dengan demikian nilai W dapat ditentukan pula; akan tetapi apabila terdapat fluktuasi fluks neutron dan ketidak-pastian penampang lintang aktivasi akan menyulitkan menetapkan akurasi unsur yang dicari. Untuk itu, biasanya digunakan pengukuran pembanding dengan cara menyertakan bahan standard dari unsur –unsur yang terkandung dalam cuplikan.


(46)

BAB III

MATODOLOGI PENELITIAN

III.1 PEMILIHAN BAHAN BAKU

Serat ijuk yang dipergunakan pada penelitian ini diperoleh dari Sibolangit sekitar 40 km dari kota medan. Untuk pembuatan papan komposit dipergunakan serat ijuk pendek dengan variasi panjang serat yang berbeda sebagai pengisi dan resin polyester tak jenuh sebagai matriknya, dimana resin poliester tersebut tidak akan mengeras sebelum dicampurkan dengan zat pengeras / katalis. Pada penelitian ini dipergunakan katalis MEKP (Methyl Ethyl Ketone Peroxyde), yang berfungsi sebagaizat pengeras, untuk mempersingkat waktu pengerasan.

III.2 PARAMETER YANG DIGUNAKAN

Parameter yang digunakan pada penelitian ini meliputi beberapa variable diantaranya : variabel tetap yaitu kandungan unsur serat ijuk, kandungan kimia serat ijuk, densitas serat ijuk dan variabel berubah yaitu kekuatan impak komposit serat ijuk dengan fraksi volum dan panjang serat yang berbeda, serapan papan komposit terhadap radiasi neutron untuk komposit serat ijuk dengan fraksi volum dan panjang serat yang berbeda.

III.3 METODE PENELITIAN

Metode penelitian pada penelitian ini terbagi atas dua tahapan. Tahapan pertama adalah penelitian sebelum serat ijuk yang di bentuk menjadi papan komposit, dan tahap yang kedua setelah ijuk dibentuk menjadi papan komposit.


(47)

III.3.1 VARIABEL TETAP III.3.1.1 MASSA JENIS

Untuk menentukan berat jenis serat ijuk dipergunakan metode piknometer. Langkah – langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Ijuk yang berdiameter 0,1 – 0,4 mm dibersihkan dari kotoran yang menempel. b. Setelah itu dikeringkan, lalu direndam kedalam larutan alkohol 70% selama

1 jam

c. Ijuk yang telah direndam pada larutan alkohol 70% selama 1 jam, dikeringkan.

d. Ijuk dipotong kecil - kecil

e. Piknometer 25 ml kosong ditimbang.

f. Kedalam piknometer dimasukkan 25ml aquades , lalu ditimbang. Dicatat massa aquades.

g. Ijuk dimasukkan kedalam piknometer hingga padat, lalu timbang. Catat massa ijuk

h. Dihitung berat jenis serat ijuk.

III.3.1.2 KANDUNGAN KIMIA SERAT IJUK

Untuk menentukan kandungan kimia yang terkandung di dalam serat ijuk dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Penyerbukan serat ijuk yang akan diuji

a. Serat ijuk dihaluskan dengan menggunakan Willey Mill b. Disaring dengan menggunakan screen shaker


(48)

2. Analisa sampel Kadar Air

Penentuan kadar air dilakukan berdasarkan pada SNI 14-0496-1989.

a. Timbang berat kering botol timbang yang telah dipanaskan di dalam oven pada suhu 105 ± 3 oC selama 1 jam, setelah itu didinginkan di dalam desikator hingga suhu kamar. Lalu ditimbang kembali dengan ketelitian 0,5 mg. b. Timbang 1-2 gr sampel dalam botol timbang, masukkan ke oven. Buka

tutupnya dan dipanaskan selama 3 jam pada suhu 105 ± 3 oC.

c. Setelah 3 jam, tutup botol ditimbang di dalam oven ( dikerjakan dalam oven ). Botol timbang dimasukkan ke dalam desikator dan didinginkan hingga suhu kamar setelah itu ditimbang kembali dengan ketelitian 0,5 mg.

d. Ulangi pengeringan sampel yang akan diuji hingga mempunyai berat tetap (selisih penimbangan tidah boleh lebih dari 0,1 %)

e. Penentuan kadar air dengan menggunakan rumus :

1 2 1

(%)

B B B air

Kadar = − (3.1)

Dimana : B1 : Massa sempel sebelum dipanaskan (gr)

B2 : Massa sempel setelah dikeringkan (gr)

Kadar Selulosa

Penentuan kadar selulosa dilakukan berdasarkan SNI 14-0444-1989, sebagai berikut :

a. Kondisikan agar suhu air, asam asetat dan natrium hidroksida tetap 20 ± 0,2 ºC.


(49)

b. Cawan masir dan botol timbang dipanaskan pada oven suhu 105 ± 3 ºC sampai berat tetap. Dinginkan dalam desikator sampai suhu kamar lalu ditimbang dengan ketelitian 0,5 mg.

c. Timbang 3,0 gr sampel

d. Masukkan sampel kedalam gelas piala 250 ml. Thermostat diatur pada suhu 20 ± 0,2 ºC, hingga suhu reaksi tetap 20 ºC.

e. Basahi sampeli dengan 15 ml larutan natrium hidroksida 17,5 % dan di maserasi dengan batang pengaduk selama 1 menit. Tambahkan 10 ml Natruim hidroksida 17,5 % dan aduk selama 45 detik. Penambahan 10 ml Natrium hidroksida 17,5 % berikut aduk selama 15 detik.

f. Biarkan campuran dalam termostat selama 3 menit.

g. Tanpa mengeluarkan gelas piala dalam termostat, tambahkan 10 ml natrium hidroksida 17,5 % dan aduk selama 10 menit.

h. Lakukan penambahan hingga 3 x 10 ml natrium hirdroksida 17,5 % setelah 2,5 ; 5 ; 7,5 menit. Biarkan dalam thermostat selama 30 menit dalam keadaan tertutup.

i. Tambahkan 100 ml air suling (suhun 20 ºC) dan biarkan selama 30 menit j. Tuangkan campuran sampel kedalam cawan masir (yang dilengkapi dengan

labu isap), kemudian isap dengan pompa vacum, kemudian bersihkan gelas piala dengan menggunakan 25 ml natrium hidroksida 8,3 % pada 20 º C. k. Cuci endapan dengan 5 x 50 ml air suling (suhu 20 º C). Filtrat yang di dapat

dipergunakan untuk menentukan selulosa dan .

l. Pindahkan cawan masir ke labu isap yang lain dan endapan dicuci dengan 400 ml air suling.

m. Tambahkan asam asetat 2N pada suhu 20 º C dan aduk selama 5 menit.

n. Cuci endapan dengan air suling ( suhu kamar ) g, sampai bebas asam, diuji dengan kertas lakmus.


(50)

o. Dikeringkan endapan dengan cara memasukkan cawan masir ke oven (105 ± 3 ºC ). Didinginkan dalam desikator dan ditimbang, ulangi perlakuan tersebut sampai berat tetap.

p. Dihitung kadar g-selulosa dengan menggunakan rumus :

% 100

ker ×

=

ing sampel

Massa

endapan Massa

Selulosaα (3.3)

q. Untuk menentukan selulosa dan , masukkan filtrat dan yang diperoleh kedalam labu ukur 500 ml, tambahkan air suling hingga level yang ditentukan. r. Pipet 50 ml filtrat kedalam erlenmeyer 500 ml

s. Tambahkan 10 ml Kalium dicromat 0,4N

t. Tambahkan 90 ml Asam Sulfat pekat. Jaga supaya suhunya tidak mencapai 130 ºC selama oksidasi. Aduk selama 10 menit.

u. Dinginkan pada suhu kamar dan masukkan kedalam erlenmeyer liter. Tambahkan 500 ml air suling.

v. Tambahkan 2 gr Kalium Yodida, aduk dan biarkan selama 5 menit.

w. Titrasi dengan 0,1N Natrium tio sulfat, tambahkan indikator larutan kanji dekat titik akhir titrasi. Titik akhir terjadi pada perubahan warna dari biru tua ke hijau muda.

x. Buat blanko dengan penambahan 50 ml Natrium hidroksida 0,5N pada suhu yang sama.

y. Perhitungan kadar selulosa ( dan ) dengan menggunakan rumus :

W N V V dan

selulosa


(51)

Dimana : V1 : Kebutuhan Na2S2O3 pada titrasi filtrat

V2 : Kebutuhan Na2S2O3 pada titrasi blanko

N : Normalitas Na2S2O3

W : berat sempel kering oven (gr)

6,85 : mg selulosa setara dengan 1 miliequivalent dari K2Cr2O7

Kadar Hemiselulosa

Penentuan kadar air dilakukan berdasarkan SNI 14-1561-1989, sebagai berikut : a. Timbang 1 gr sample, lalu dimasukkan kedalam labu distilasi

b. Tambahkan 100 ml Asam klorida 3,85N dan beberapa butir batu didih. Diberi tanda batas permukaan larutan lalu pasangkan pada alat destilasi.

c. Isi corong pisah dengan Asam klorida 3,85N sampai tanda batas dan pasang kondensor.

d. Lakukan pemanasan dan diatur kecepatan destilasi hingga diperleh kira-kira 25 ml distilat per 10 menit. Ditampung distilat yang dihasilkan melalui corong yang dilengkapi kertas saring kedalam gelas ukur 500ml.

e. Pertahankan volume larutan dalam labu distilasi dengan mengatur penambahan Asam Klorida dari corong pemisah.

f. Hentikan distilasi setelah diperoleh distilat sebanyak 270 ml. Dilakukan pengujian furfural dalam distilat tetes terakhir dengan cara meneteskannya pada kertas saring yang telah dibasahi larutan aniline asetat. Apabila timbul warna merah jambu lanjutkan distilasi sampai distilat terakhir tidak mengandung furfural (volume distilat maksimal 360 ml)

g. Tuangkan distilat secara kuantitatif kedalam gelas-gelas ke dalam gelas piala yang telah berisi 40 ml larutan floroglusinol sampai terjadi pengendapan. h. Bila volume total belum mencapai 400 ml tambahkan Asam Klorida 3,85N


(52)

i. Lakukan pengujian furfural terhadap cairan jernih diatas endapan. Apabila timbul warna merah jambu tambahkan larutan floroglusinol sampai terjadi pengendapan.

j. Timbang berat kering cawan Gooch dan media penyaring yang akan dipergunakan sebagai saringan.

k. Lakukan penyaringan dengan menggunakan cawan Gooch dengan kertas saring dan asbes sebagai media penyaring. Cuci endapan dengan 150 ml air suling.

l. Keringkan cawan Gooch yang berisi endapan dalam lemari pengering pada suhu 150 ± 3°C selama 2 jam lalu didinginkan.

m. Tempatkan cawan Gooch yang berisi endapan kedalam gelas piala 100 ml, ditambahkan 20 ml Etanol 95% kedalam cawan Gooch, kemudian ditempatkan dalam penagas air 60°C dan biarkan selama 10 menit.

n. Keluarkan gelas piala dan cawan Gooch lalu dilakukan pengisapan untuk menghilangkan Etanol.

o. Ulangi kembali menempatkan cawan Gooch yang berisi endapan kedalam gelas piala 100 mL, ditambahkan 20 ml etanol 95% kedalam cawan Gooch, kemudian ditempatkan dalam penagas air 60°C dan biarkan selama 10 menit dan mengeluarkan lagi gelas piala dan cawan Gooch lalu dilakukan pengisapan untuk menghilangkan etanol sampai larutan Etanol tidak lagi berwarna.

p. Cawan Gooch yang berisi endapan dikeringkan dalam lemari pengering pada suhu 150 ± 3°C selama 4 jam. Setelah itu didinginkan dalam desikator dan timbang. Ulangi pengeringan dan penimbangan sampai diperoleh berat tetap dan ditetapkan sebagai a.

q. Hitung kadar hemiselulosa dalam sample dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :


(53)

(

)

0 0 100 0052

, 0

× +

=

B f a

X (3.5)

Dimana : X : Kadar hemiselulosa (%)

a : berat endapan kering tanur (gr) b : berat sample kering tanur (gr)

0,0052 : factor kelarutan furfural floroglusional f : factor koreksi yang bernilai :

0,8949 bila a < 0,03 gr 0,8866 bila a 0,03 – 0,30 gr 0,8824 bali a > 0,30 gr

Kadar Lignin

Penentuan kadar lignin dilakukan berdasarkan SNI 14-0492-1990 (RSNI 3), adalah sebagai berikut :

a. Timbang (1,0 ± 0,1)gr sample

b. Ekstrasi sample dengan alkohol benzene 1 : 2

c. Dipindahkjan sample uji bebas ekstraktif ke dalam gelas piala 50 ml kemudian ditambahkan asam sulfat 72% sebanyak 15,0 ml. Penambahan dilakukan secara perlahan-lahan dalam bak perendam dalam temperature (20 ±1) °C sambil diaduk dan maserasi dengan batang pengaduk selama 2 samapi 3 menit.

d. Setelah terdispersi sempurna, ditutup gelas piala dengan kaca alroji dan dibiarkan didalam bak perendam selama 2 jam dan dilakukan pengadukan sekali-sekali selama proses berlangsung.


(54)

e. Tambahkan air suling sebanyak 300 ml ke dalam labu erlenmeyer 1000 ml dan sample dipindahkan dari dari gelas piala secara kuantitatif. Air suling ditambahkan lagi sampai volumenya 575 ml, sehingga konsentrasi asam sulfat menjadi 3%.

f. Larutan dipanaskan dalam erlenmeyer sampai mendidih dan dibiarkan di atas penangas air selama 4 jam dengan api kecil. Dijaga agar volume larutan tetap. g. Dinginkan dan diamkan sampai endapan lignin yang terbentuk mengendap

sempurna.

h. Larutan didekantasikan dan endapan dipindahkan secara kuantitatif ke cawan masir dengan dilapisi kertas yang telah ditimbang sebelumnya.

i. Endapan lignin di cuci sampai terbebas dari asam dengan air panas ( uji dengan lakmus )

j. Cawan masir berisi endapan lignin dikeringkan dalam oven (105±3)°C, lalu dinginkan dalam desikator dan ditimbang samapi berat konstan.

k. Pengerjaan dilakukan dua kali penetapan (duplo)

l. Hitung kadar lignin yang terkandung didalam sample dengan menggunakan persamaan :

= ×10000 B

A

x (3.6)

Dengan : x : kadar lignin ( % )

A : Berat endapan lignin ( gr ) B : Berat sample kering oven ( gr )

Kadar Abu

Penentuan kadar abu dilakukan berdasarkan SNI 14-0442-1989, adalah sebagai berikut :


(55)

a. Masukkan cawan porselen yang telah di isi sampel dalam tanur pada suhu 950 ± 25 ºC selama lebih kurang 3 jam atau hingga sisa pembakaran berwarna putih.

b. Dinginkan cawan dan sisa pembakaran hingga suhu ruang uji. c. Timbang sisa pembakaran

d. Penentuan kadar abu dengan menggunakan rumus

100%

ker ×

=

sampel ing

berat

pembakaran sisa

berat abu

Kadar (3.7)

III.3.1.3 KANDUNGAN UNSUR SERAT IJUK

Penentuan kandungan unsur yang terdapat didalam serat ijuk dilakukan dengan cara kualitatif dengan menggunakan metode analisis aktivasi neutron.

Untuk menentukan kandungan unsur pada serat ijuk dilakukan sebagai berikut : 1. Kalibrasi MCA ( Multi Canal Analisist )

Kalibrasi MCA dilakukan dengan menggunakan sampel standart yang memancarkan sinar .

2. Iradiasi serat ijuk dengan neutron

Serat ijuk yang akan di iradiasi dimasukkan kedalam tiga tempat iradiasi. Dimana ketiga tempat iradiasi tersebut memiliki waktu radiasi yang berbeda-beda, yaitu :

1. Untuk waktu iradiasi pendek ( t = 1 menit ) serat ijuk di tempatkan pada NRS1

2. Untuk waktu iradiasi sedang ( t = 15 menit ) serat ijuk di tempatkan pada NRS2

3. Untuk waktu iradiasi panjang ( t = 1 jam ) serat ijuk di tempatkan pada NRS3.


(56)

Setelah itu serat ijuk yang telah teraktivasi tersebut dicacah dengan menggunakan detektor Hp Ge dan dianalisis dengan MCA dengan lama pencacahan 200-1200 detik setelah mengalami peluruhan 2-3 hari.

CUPLIKAN/ STANDAR (orde mg / μg )

PERLAKUAN AWAL DENGAN PROSES KIMIA

IRADIASI di REAKTOR : a). Irad. pendek: orde detik b). Irad sedang : orde menit c). Irad. panjang: orde jam/hari

PENENTUAN BANYAK UNSUR

DENGAN AAN

HASIL ANALISIS KUALITATIF: Jumlah dan jenis unsur yang terkandung dlam cuplikan yang dianalisis.


(57)

III.3.2 PEMBENTUKAN PAPAN KOMPOSIT SERAT IJUK PENDEK III.3.2.1 BAHAN – BAHAN

Bahan – bahan yang dipergunakan pada pembuatan papan komposit ijuk serat pendek adalah sebagai berikut :

1. Serat ijuk

Serat ijuk yang dipergunakan diperoleh dari Sibolangit sekitar 40 km dari kota medan. Cara pemilihan serat ijuk yang dipergunakan adalah sebagai berikut : a. Dipilah – pilah serat ijuk yang akan dipergunakan. Dipilih ijuk yang

berdiameter 0,1 – 0,4 mm.

b. Serat ijuk dipotong – potong ± 10 cm

c. Serat ijuk dibersihkan dengan menggunakan air yang mengalir untuk menghilangkan kotoran / debu yang menempel pada ijuk.

d. Serat dijemur dibawah sinar matahari hingga kering.

e. Serat direndam di dalam alkohol 70 % selama 1 jam, setelah itu dikeringkan kembali.

f. Serat ijuk lalu dipotong – potong kembali dengan ukuran 5 mm, 10 mm dan 15 mm.

2. Resin Polyester dengan merek dagang Yukalac, tipe 157 BQTN – EX 3. Katalis Methyl Ethyl Ketone Peroxida (MEKP) sebagai katalisator

4.Wax yang berfungsi sebagai lapisan pelekang pada alat pencetak agar papan komposit yang dibentuk tidak lengket pada alat pencetak.

5. Aseton untuk membersihkan alat pencetak

III.3.2.2 PEMBUATAN PAPAN KOMPOSIT

1.Alat pencetak dibersihkan dengan kuas yang telah dibasahi aseton.

2.Wax dioleskan pada permukaan alat pencetak agar papan komposit yang dicetak tidak melekat pada cetakan.


(58)

3.Resin Poliester decampurkan dengan katalis MEKP di dalam beaker plastic dengan perbandingan antara resin dan katalis 100 : 1, kemudian diaduk.

4.Campuran resin dengan katalis di campurkan dengan serat ijuk yang telah dipotong - potong dengan ukuran yang ditentukan, dimasukkan kedalam beaker glass plastik , diaduk hingga merata.

5.Kemudian di tuang ke dalam alat pencetak.

6.Dipasangkang sepasang spacer pada sisi kanan dan kiri alas cetakan, dengan ketebalan 2,5 mm.

7.Cetakan ditutup dan ditekan dengan alat penekan manual. 8.Dibiarkan selama 18 jam pada suhu kamar.

III.3.3 VARIABEL BERUBAH III.3.3.1 KEKUATAN IMPAK

Pengujian kekuatan impak papan komposit ijuk serat pendek bertujuan untuk mengetahui ketangguhan papan komposit ijuk serat pendek terhadap pembebanan dinamis. Penentuan kekuatan impak dilakukan berdasarkan standard pengujian ASTM nomor: D - 256 ,dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Papan komposit di potong-potong dengan panjang ± 60,00 mm, lebar 13,50 mm 2. Papan komposit yang telah dipotong diletakkan pada span yang berjarak 40,00

mm

3. Godam di posisikan tepat diatas papan komposit

4. Godam di lepaskan tiba-tiba menumbuk papan komposit. 5. Dicatat energi yang dihasilkan.

III.3.3.2 SERAPAN NEUTRON PADA PAPAN KOMPOSIT IJUK SERAT PENDEK

Penentuan serapan neutron dilakukan pada lokasi SN 3 seperti ditunjukkan gambar 3.2. Penentuan serapan neutron dilakukan berdasarkan langkah-langkah sebagai berikut :


(59)

44

1. Hitung/ukur cacah neutron tanpa sempel (latar belakang) sebanyak 3 kali.

2. Tempatkan papan komposit pada bagian depan sumber neutron lalu diukur cacah neutron yang melaluinya sebanyak 3 kali.

3. Tambahkan papan komposit yang kedua lalul diperlakukan sama seperti langkah b.

4. Seterusnya hingga papan komposit yang keempat

Gambar 3.2 Neutron Scattering Laboratory

Colimator radiasi

neutron Sampel Detektor BF3 Gambar 3.3 Sket pengambilan data serapan neutron


(60)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 VARIABEL TETAP IV.1.1 MASSA JENIS

Persamaan yang dipergunakan untuk menentukan massa jenis menggunakan persamaan (2.1)

1 1 2 2 G G ρ × = ρ

Diperoleh data-data seperti pada tabel 4.1

Tabel 4.1 Data pengukuran densitas serat ijuk

Piknometer 10 ml

Hasil Pengukuran Massa ( gr ) Rata-rata No. Pengukuran

1 2 3 4 5 (gr)

1 Piknometer kosong 15,31 15,30 15,30 15,31 15,31 15,306 2 Piknometer berisi aquadest 25,57 25,57 25,57 25,57 25,56 25,568 3 Piknometer berisi serat ijuk 26,67 26,66 26,67 26,67 26,66 26,666

Dari data diperoleh :

G1 = Piknometer berisi aquadest - Piknometer kosong = 10,262 gr

G2 = Piknometer berisi serat ijuk - Piknometer kosong = 11,36 gr 1= 1,00 gr/cm3

3 3 / 136 , 1 / 1 262 , 10 360 , 11 cm gr cm gr G G ijuk serat ijuk serat aquadest aquadest serat ijuk serat = × = × = ρ ρ ρ ρ


(61)

IV.1.2 KANDUNGAN KIMIA SERAT IJUK

Kadar air

Sebelum kandungan kimia serat ijuk ditentukan terlebih dahulu dilakukan penyerbukan serat ijuk yang dipergunakan, setelah itu ditentukan kadar air serat ijuk. Dimana pada penentuan kadar air berdasarkan persamaan (3.1) ini diperoleh data sebagai berikut :

Berat awal sampel 1 = 1,0506 gr Berat awal Sampel 2 = 1,0509 gr

Berat sampel 1 setelah pemanasan = 0,9596 gr Berat sampel 2 setelah pemanasan = 0,9538 gr

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 895 , 8 rata rata air Kadar 24 , 9 100 0509 , 1 9538 , 0 0509 , 1 2 air Kadar 66 , 8 100 0506 , 1 9596 , 0 0506 , 1 1 air Kadar = − = × − = = × − = Selulosa

Untuk menentukan kadar hemiselulosa menggunakan persamaan (3.2) dan (3.3) sebagai berikut

= ( 2 − 1)× ×0,00675×50×10000

W N V V total selulosa Kadar 100% ker × = ing sampel Massa endapan Massa Selulosaα


(62)

Berat awal sampel 1 = 1,0760 gr Berat awal sampel 2 = 1,0793 gr Berat endapan sampel 1 = 0,1591 gr Berat endapan sampel 2 = 0,1524 gr Berat kering sampel 1 = 0,9797 gr Berat kering sampel 2 = 0,9827 gr Pemakaian tio (Na2S2O3 ) 1 = 35,00 ml

Pemakaian tio (Na2S2O3 ) 2 = 35,10 ml

Blanko = 49,40 ml

Normalitas tio (Na2S2O3 ) = 0,1042

0 0 0

0 51,69

100 9797 , 0 50 00675 , 0 1042 , 0 ) 00 , 35 40 , 49 (

1= − × × × × =

total Selulosa Kadar 0 0 0

0 51,17

100 9827 , 0 50 00675 , 0 1042 , 0 ) 10 , 35 40 , 49 (

2= − × × × × =

total Selulosa Kadar 0 0 54 , 51 = −rata rata total Selulosa Kadar 00 0 0

1 100 16,24

9797 , 0 1591 , 0 = × = α Selulosa

2 10000 15,5100

9827 , 0 1524 , 0 = × =

α

Selulosa

Kadarα1 Selulosa=

(

51,69−16,24

)

00=35,4500

Kadarα2 Selulosa=

(

51,17−15,51

)

00=35,6600

Kadarα Selulosa ratarata =35,5600


(63)

Hemiselulosa

Untuk menentukan kadar hemiselulosa menggunakan persamaan (3.5) sebagai berikut

(

)

0 0 100 0052 , 0 × + = B f a X

Diperoleh data-data sebagai berikut : Berat awal sampel 1 = 1,0737 gr Berat awal sampel 2 = 1,0776 gr Berat endapan sampel 1 = 0,1738 gr Berat endapan sampel 2 = 0,1664 gr Berat kering sampel 1 = 0,9776 gr Berat kering sampel 2 = 0,9812 gr

faktor kelarutan furfural floroglusional = 0,0052

faktor koreksi ( f ) yang bernilai = 0,8949 bila a < 0,03 gr 0,8866 bila a 0,03 – 0,30 gr 0,8824 bali a > 0,30 gr

(

)

0 0 0

0 16,24 100 9776 , 0 887 , 0 0052 , 0 1738 , 0

1= + × × =

sa Hemiselulo Kadar

(

)

0 0 0

0 15,51 100 9812 , 0 887 , 0 0052 , 0 1664 , 0

2= + × × =

sa Hemiselulo Kadar


(64)

Lignin

Untuk menentukan kadar lignin menggunakan persamaan (3.6) sebagai berikut 0 0 100 × = B A x Diperoleh data-data sebagai berikut:

Berat awal sampel 1 = 1,0760 gr Berat awal sampel 2 = 1,0793 gr Berat endapan sampel 1 = 0,4221 gr Berat endapan sampel 2 = 0,4235 gr Berat kering sampel 1 = 0,9797 gr Berat kering sampel 2 = 0,9827 gr

0 0 0

0 43,08

100 9797 , 0 4221 , 0

1= × =

Lignin Kadar

10000 43,1000

9827 , 0 4235 , 0

2= × =

Lignin Kadar

Kadar Ligninratarata=43,0900 Kadar abu

Untuk menentukan kadar abu dipergunakan persamaan (3.7) :

100% ker × = sampel ing berat pembakaran sisa berat abu Kadar

Diperoleh data-data sebagai berikut: Berat awal sampel = 5,0572 gr Berat kering sampel = 4,6046 gr Berat sisa pembakaran = 0,1168 gr


(65)

0 0

0 0

54 , 2

100 6046 , 4

1168 , 0

=

× =

abu Kadar

abu Kadar

Tabel 4.2 Data Kandungan Kimia Serat Ijuk

Pengujian Kadar (%)

Kadar Air 8,895

Selulosa 51,54

Hemiselulosa 15,88

Lignin 43,09

Kadar Abu 2,54

Berdasarkan data pada tabel 4.2 diperoleh bahwa kadar selulosa serat ijuk 51,54%. Bila dibandingkan dengan rotan, kadar selulosa serat ijuk lebih besar dari rotan yang hanya mengandung 37%-44% selulosa. Ini berarti keteguhan lentur serat ijuk lebih tinggi dibandingkan rotan. Begitu juga hal nya dengan kadar lignin pada serat ijuk bila dibanding dengan rotan lebih tinggi yaitu sekitar 43% sedangkan rotan berkisar 13%-24%. Ini menunjukkan bahwa serat ijuk lebih kuat dibanding rotan karena ikatan antar serat juga semakin kuat.


(66)

IV.1.3 KANDUNGAN UNSUR SERAT IJUK

Kalibrasi MCA

Sebelum MCA dipergunakan, terlebih dahulu MCA dikalibrasi dengan menggunakan sumber sinar- standart (unsur Co-56 dan Co-60) . Hasil kalibrasi MCA ini dapat dilihat pada Lampiran-1 . Dari kalibrasi MCA ini diperoleh hubungan antara nomor kanal dengan energi.

Penentuan kandungan unsure serat ijuk

Serat ijuk yang akan diiradiasi terlebih dahulu dimasukkan kedalam tempat iradiasi NRS1 selama 1 menit, untuk menentukan unsur dengan waktu paroh yang kecil, sedangkan untuk menentukan unsur dengan waktu paroh sedang, dimasukkan kedalam tempat iradiasi NRS2 dan diiradiasi selama 15 menit dan untuk menentukan unsur dengan waktu paroh panjang serat ijuk dimasukkan kedalam NRS3 dan diiradiasi selama 1 jam. Dari lampiran-2 diperoleh kandungan unsur serat ijuk seperti yang ditunjukkan pada tabel 4.3.

Tabel 4.3 Kandungan Unsur Serat Ijuk Nomor

Kanal

Energi

(keV) Unsur T½

jth (barn) 6105,03 1642,04 Cl-38 37,25 menit 0,423 6746,79 1809,73 Mn-56 2,58 jam 13,2 5678,69 1524,06 K-42 12,36 jam 1,45 2065,19 554,27 Br-82 35,3 jam 2,58 1224,05 328,52 La-140 40,27 jam 9,34 1036,58 319,96 Cr-51 27,7 hari 15,2 4811,34 1291,30 Fe-59 44,5 hari 1,31 1038,72 278,78 Hg-203 46,61 hari 4,35 3313,16 889,21 Sc-46 83,81 hari 26,3 4155,87 1115,38 Zn-65 243,9 hari 0,726


(67)

Berdasarkan data pada tabel 4.3 terlihat bahwa serat ijuk mengandung banyak unsur-unsur logam. Berdasarkan penelitian Mulyadi R (1990), serat ijuk mengandung 55,83% karbon dan 0,15% nitrogen . Ini berarti bahwa unsur-unsur logam yang terkandung dalam serat ijuk dapat dipergunakan sebagai pemerlambat neutron selain unsur karbon.

IV.2 VARIABEL BERUBAH IV.2.1 KEKUATAN IMPAK

Pengujian kekuatan impak papan komposit ijuk serat pendek bertujuan untuk mengetahui ketangguhan papan komposit ijuk serat pendek terhadap pembebanan dinamis, menggunakan metode Charpy. Hasil pengujian ditunjukkan pada tabel 4.4.

Tabel 4.4 Data pengujian impak papan komposit serat ijuk

Sampel No Panjang (mm)

Lebar (mm)

Tebal (mm)

Luas (mm²)

Energi S (J)

Impak S (kJ/m²)

Rata-rata Impak 1 60,90 14,70 2,30 32,81 0,18 5,48

2 63,80 12,60 2,30 28,98 0,17 5,86 5.67

I.1

3 58,40 12,60 2,40 30,00 0,17 5,67

1 65,60 13,80 3,30 45,54 0,28 6,15

2 70,00 13,80 3,40 46,92 0,31 6,61 6.42

I.2

3 67,10 14,00 3,40 47,60 0,31 6,51

1 69,10 14,00 3,20 44,80 0,32 7,14

2 65,50 13,40 3,60 48,24 0,35 7,26 7.18

I.3


(68)

Tabel 4.4 Lanjutan

1 66,00 13,50 2,50 33,75 0,21 6,22

2 67,20 14,20 2,60 36,92 2,25 6,77 6.61

II.1

3 65,60 13,50 2,60 35,10 0,24 6,84

1 66,40 14,00 4,30 60,20 0,43 7,14

2 67,30 14,01 3,90 54,99 0,41 7,46 7.19

II.2

3 68,40 14,00 3,90 54,60 0,38 6,96

1 66,60 15,00 3,30 49,50 0,41 8,28

2 68,20 14,00 3,40 47,60 0,38 7,98 8.08

II.3

3 65,90 14,40 3,30 47,52 0,38 7,99

1 60,70 13,60 3,00 40,80 0,26 6,37

2 66,20 14,20 3,30 46,86 0,32 6,83 6.68

III.1

3 60,90 14,60 2,90 42,34 0,29 6,85

1 70,40 14,60 3,20 46,72 0,37 7,92

2 70,20 14,30 3,40 48,62 0,39 8,02 8.04

III.2

3 67,30 15,00 3,10 46,50 0,38 8,17

1 69,60 14,30 3,70 52,91 0,48 9,07

2 78,00 13,20 4,00 52,80 0,51 9,66 9.30

III.3

3 69,60 14,70 4,30 63,21 0,81 9,18

Keterangan tabel : I Berarti fraksi berat serat 2,0 gr 1 Berarti panjang serat 0,5 cm II Berarti fraksi berat serat 3,0 gr 2 Berarti panjang serat 1,0 cm III Berarti fraksi berat serat 4,0 gr 3 Berarti panjang serat 1,5 cm


(69)

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6

Panjang serat (cm)

K

e

ku

at

an

I

m

p

ak

(kJ/

m

2)

Fraksi berat 2,0 gr Ffaksi berat 3,0 gr Fraksi berat 4,0 gr

Gambar 4.1 Kekuatan Impak antara panjang serat dengan fraksi berat

Dari data tabel 4.3 terlihat jelas bahwa semakin besar fraksi berat maka dibutuhkan lebih banyak energi untuk kekuatan impak. Ini berarti bahwa papan komposit serat ijuk semakin rapuh terhadap pembebanan dinamis.

IV.2.2 SERAPAN NEUTRON PAPAN KOMPOSIT SERAT IJUK

Cuplikan/sampel yang telah di iradiasi di letakkan ke SN3. Lalu papan komposit dicacah dengan cacahan/menit tertentu dengan memvariasi ketebalannya dengan cara menambah satu-persatu lempeng komposit serat ijuk.

Hasil pencacahan variasi ketebalan serat ijuk dapat dilihat pada Tabel 4.4 sampai 4.15 dan gambar 4.2 sampai 4.5 yang menunjukkan bahwa semakin tebal papan komposit serat ijuk maka semakin banyak neutron yang terserap.


(1)

Cacah/menit Tebal Sampel

(mm) 1 2 3 Rata-rata

Background 3 4 2

Blanko 10225 10210 10431 10288

1 3831 4074 4091 3998

1+2 1361 1405 1436 1400 1+2+3 542 552 515 536

1+2+3+4 210 181 219 203

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000

0 2 4 6 8 10 12

tebal sampel (mm)

cacah

/m

en

it

Panjang serat 1,5 cm Panjang serat 1,0 cm Panjang serat 1,5 cm

Gambar 4.5 Grafik antara cacah/menit dengan tebal sampel dengan fraksi berat 4,0 gr

Evi Christiani S. : Karakterisasi Ijuk Pada Papan Komposit Ijuk Serat Pendek Sebagai Perisai Radiasi Neutron, 2008. USU e-Repository © 2008


(2)

62

Berdasarkan data – data serapan neutron yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa panjang serat tidak mempengaruhi serapan neutron. Yang mempengaruhi serapan neutron adalah fraksi berat yang terkandung didalam papan komposit tersebut.


(3)

V.1 KESIMPULAN

1 Dari hasil pengamatan dan analisa serat ijuk diperoleh : • Massa jenis serat ijuk = 1,136 gr/cm3

• kandungan kimiawi yang dikandung serat ijuk : kadar air 8,895 % ; kadar selulosa total 51,54 % ; kadar hemiselulosa 15,88 % ; lignin 43,09 % ; kadar abu 2,54 %.

• Serat ijuk mengandung unsur – unsure :

Cl-38, Mn-56, K-42, Br-82, La-140, Cr-51, Fe-59, Hg-203, Sc-46, Zn-65

2. Dari hasil pengukuran papan komposit ijuk serat pendek diperoleh bahwa : • Kekuatan impak semakin besar jika panjang serat ijuk yang

dipergunakan pada papan komposit ijuk semakin panjang, hal ini disebabkan semakin banyak energi yang dibutuhkan untuk mematahkannya , sehingga papan komposit tersebut semakin rapuh terhadap pembebanan dinamis.

• Berdasarkan data hasil pengamatan/pengukuran, serat ijuk ternyata mengandung unsur-unsur logam yang dapat dipergunakan sebagai perisai radiasi neutron sehingga dapat dirancang perisai (shielding) neutron yang lebih murah, mudah didapat dan berbobot ringan bila dibandingkan dengan perisai neutron yang saat ini dipergunakan (beton dan berrilium)

• Daya serap papan komposit serat ijuk pendek tidak dipengaruhi oleh panjang serat ijuk tetapi fraksi berat serat ijuk pada papan komposit.

Evi Christiani S. : Karakterisasi Ijuk Pada Papan Komposit Ijuk Serat Pendek Sebagai Perisai Radiasi Neutron, 2008. USU e-Repository © 2008


(4)

64

V.2 SARAN

Mengingat Indonesia adalah negara yang kaya akan berbagai macam jenis tumbuh-tumbuhan yang mengandung serat alam seperti serat ijuk, penulis berharap penelitian tentang perisai radiasi neutron pada komposit yang menggunakan serat alam sebagai pengisinya dikembangkan lagi pada serat alam lainnya yang belum pernah diteliti.


(5)

A. Ikram, 2006, Neutron News, Volume 17, Hal 12-17, Jakarta

David N.-S.Hon, 1994, Journal of Cellulose, Vol.1, No.1, Chapman & Hall, London, U.K.

Derek Hull, 1988, An Introduction to Composite Materials, Cambridge University Press, London, U.K.

E. Giri Rachman Putra Bharoto, E. Santoso, Y. A. Mulyana, Neutron News, 2007 Vol. 18 , Jakarta.

Ferdinand L. Singer, Andrew PYTEL, penerjemah : Darwin Sebayang, 1995, Ilmu Kekuatan Bahan, Erlangga, Jakarta.

James F. Shackelford, 1996, Introduction to Materials Science for Engineer , Prentice Hall.

John G. Haygreen, Jim L. Bowyer, penterjemah : Sutjipto A. Hadikusumo, 1989, Hasil Hutan dan Ilmu Kayu, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, Indonesia.

Mohammad Prayoto, Marsongkohadi, Jasif Iljas, Roestan Roekmantara, Haryoto Djojosubroto, 1978, Pengantar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir, Badan Tenaga Atom Nasional, Jakarta.

Mulyadi Rachmad, 1990, Tesis, Kuat Tarik dan Daya Serap Netron pada Komposit Orthotropik Resin Polyester-Serat Ijuk, Jakarta.

Peter C. Powell, 1983, Engineering with Polymers, Chapman and Hall, New York.

Evi Christiani S. : Karakterisasi Ijuk Pada Papan Komposit Ijuk Serat Pendek Sebagai Perisai Radiasi Neutron, 2008. USU e-Repository © 2008


(6)

Rancangan Standar Nasional Indonesia, Cara Uji Kadar Lignin Kayu dan Pulp (Metode Klason), Badan Standardisasi Nasional, Indonesia.

R.E. Smallman, R.J. Bishop, penerjemah : Sriati Djaprie, 2000, Melalurgi Fisik Modern dan Rekayasa Material, Edisi keenam, Erlangga, Jakarta.

Standar Nasional Indonesia 14-0442-1989, Cara Uji Kadar Abu Kertas, Dewan Standardisasi Nasianal, Indonesia

Standar Nasional Indonesia 14-0444-1989, Cara Uji Kadar Selulosa dalam Pulp, Dewan Standardisasi Nasianal, Indonesia

Standar Nasional Indonesia 14-0496-1989, Cara Uji Kadar Air, Kayu, Pulp, Kertas dan Karton, Dewan Standardisasi Nasianal, Indonesia

Standar Nasional Indonesia 14-1561-1989, Cara Uji Pentosan dalam Kayu, Dewan Standardisasi Nasianal, Indonesia

Shinroku Saito, penerjemah : Tata Surdia MS.Met.E, 2000, Pengetahuan Bahan Teknik, PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

Walter Bartky, Joseph E. Mayer, Warren C. Johnson, Cyril S. Smith, William H. Zachariasen, 1962, Nuclear Physics, The University of Chicago Press, Chicago, Illinois U.S.A.