ANALISIS HABITAT MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) DI HUTAN DESA CUGUNG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG GUNUNG RAJABASA LAMPUNG SELATAN

(1)

ANGGA PRAMUDYA

Penelitian tentang karakteristik habitat dan ukuran kelompok monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) telah dilakukan di hutan Desa Cugung, Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Gunung Rajabasa telah dilakukan pada bulan Oktober-November 2014 dengan metode jalur berpetak dan metode concentration count. Ukuran kelompok monyet ekor panjang berkisar antara 17-22 individu. Karakteristik habitat pada tingkat pohon didominasi oleh pohon dahu (Dracontomelon sp) degan Indeks Nilai Penting (INP) 49,94%, tingkat tiang didominasi oleh kakao (Theobroma cacao) dengan INP 65,61%, tingkat pancang didominasi oleh kopi (Coffea robusta) dengan INP 102,06% dan tingkat semai didominasi oleh kopi dengan INP 49,64%. Pohon tidur monyet ekor panjang adalah pohon dahu, jengkol (Archidendron pauciflorum) dan matoa (Pometia pinnata) dengan karakteristik pohon yang memiliki banyak cabang, berdaun lebat dan berada diatas bukit dengan vegetasi yang rapat.

Kata kunci: Hutan Desa Cugung, Gunung Rajabasa, monyet ekor Panjang, ukuran kelompok, habitat.


(2)

ABSTRACT

LONG-TAILED MACAQUE (Macaca fascicularis) HABITAT ANALYSIS IN CUGUNG VILLAGE FOREST KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN

LINDUNG GUNUNG RAJABASA SOUTH LAMPUNG By

ANGGA PRAMUDYA

Habitat characteristics and group size of long-tailed macaques were observed in Cugung forest, Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Gunung Rajabasa, on October-November, 2014. Teracced path and concentration count were applied. Its group size is 17-22 individuals. The habitat was dominated by dahu (Dracontomelon sp., Importance Value Index, IVI 49.94%) on tree level, cacao (Theobroma cacao, IVI 65.61%) on pole level, coffee (Coffea robusta, sapling, IVI 102.06%; seedling, IVI 49.64%). Sleeping trees include dahu, jengkol (Archidendron pauciflorum), motoa (Pometia pinnata), found in the dense hill with branches.

Keywords: Cugung Forest, Gunung Rajabasa, long-tailed macaque, group size, habitat.


(3)

ANGGA PRAMUDYA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA KEHUTANAN

Pada

Jurusan Kehutanan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2015


(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kotabumi, pada tanggal 19 Juni 1992. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, pasangan Bapak Suryadi dan Ibu Ratih Dwi Hartini, dengan dua adik yaitu Yosal Ardyan Baskara dan Riski Rahma Putri.

Penulis menamatkan pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) di Darma Wanita Kotabumi pada tahun 1998. Kemudian pada tahun 1998 penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri 1 Rejosari Kotabumi yang diselesaikan pada tahun 2004, dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 7 Kotabumi yang diselesaikan pada tahun 2007, kemudian melanjutkan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 3 Kotabumi yang diselesaikan pada tahun 2010.

Tahun 2010 penulis tercatat sebagai mahasiswa pada Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan mengambil Jurusan Kehutanan. Penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan baik internal maupun eksternal kampus. Organisasi internal kampus yang pernah diikuti yaitu Himpunan Mahasiswa Kehutanan (HIMASYLVA), Unit Kegiatan Mahasiswa Fakultas Forum Study Islam


(7)

(UKMF-Hutan (KPH) Banten, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten dan melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik di Desa Margasari, Kecamatan Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur.


(8)

PERSEMBAHAN

Bismillahirahmannirohim

Dengan penuh rasa bangga aku persembahkan karya kecil kepada kedua orang

tuaku, Ayahanda (Suryadi) dan Ibunda (Ratih Dwi Hartini) tercinta, yang

selalu memberikan doa, perhatian dan kasih sayangnya sampai saat ini. Adikku

tersayang Yosal Ardyan Baskara (Oca) dan Riski Rahma Putri (Riris), yang

selalu menyemangati dan menghadirkan kebahagiaan. Teman-teman

se-angkatan 2010 (Sylvaten) terimakasih untuk bantuan, kebersamaan dan

motivasi.


(9)

Apabila kamu bersyukur niscaya akan Aku Tambahkan nikmat-Ku, dan apabila kamu kufur maka adzab-Ku sangat pedih.

(Q.S. Ibrahim : 7)

Harga kebaikan manusia diukur menurut apa yang telah lakukan, apabila anda berbuat baik kepada orang lain, maka anda telah berbuat baik

terhadap diri sendiri. (Angga Pramudya)

Manusia tidak selamanya benar dan tidak selamanya salah, kecuali ia yang selalu mengoreksi diri dan membenarkan kebenaran orang lain atas

kekeliruan diri sendiri. (Angga Pramudya)


(10)

SANWACANA

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT, shalawat teriring salam kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Alhamdulillah, atas izin-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan karya ilmiah yang berjudul Analisis habitat monyet ekor panjang (Macaca fascicukaris) di hutan Desa Cugung Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Gunung Rajabasa Lampung Selatan" skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, hal ini disebabkan oleh keterbatasan yang ada pada penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan guna langkah penulis berikutnya yang lebih baik. Namun terlepas dari keterbatasan tersebut, penulis mengharapkan skripsi ini akan bermanfaat bagi pembaca.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa bantuan dan kemurahan hati dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada:


(11)

(3) Ibu Dra. Elly Lestari Rustiati, M.Sc., selaku Pembimbing II, yang telah meluangkan waktunya serta memberikan arahan, bimbingan dan masukan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

(4) Ibu Dr. Bainah Sari Dewi, S. Hut., M. Sc., selaku Sekretaris Jurusan Kehutanan dan pembahas, yang memberikan saran dan kritikan kepada penulis dalam penyusunan skripsi.

(5) Bapak Afif Bintoro, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah membantu penulis dan menjadi orang tua selama menuntut ilmu di Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan mereka semua yang telah diberikan kepada penulis. Penulis berharap kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Bandar Lampung, 2 Juni 2015 Penulis,


(12)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR... v

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 3

1.5. Kerangka Pemikiran... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA... 8

2.1. Biologi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) ... 8

2.1.1. Klasifikasi... 8

2.1.2. Morfologi... 8

2.2. Habitat... 11


(13)

2.3. Perilaku... ... 14

2.3.1. Daerah jelajah... ... 15

2.3.2. Reproduksi ... 16

2.3.3. Populasi... 16

2.3.4. Ukuran dan Komposisi Kelompok... ... 17

2.4. Setatus Konservasi dan Ancaman... ... 18

III. METODE PENELITIAN ... 19

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 19

3.2. Alat dan Bahan ... 20

3.3. Jenis Data ... 20

3.3.1. Data Primer... ... 20

3.3.2. Data Sekunder... 20

3.4. Batasan Penelitian ... 21

3.5. Metode Pengumpulan Data... .. 21

3.5.1. Pendahuluan... 21

3.5.2. Pengumpulan Data dan Cara Kerja... 22

3.5.2.1. Ukuran Kelompok... 22

3.5.2.2. Analisis Habitat... 23


(14)

iii

3.6. Analisis Data ... 26

3.6.1. Ukuran Kelompok Monyet Ekor Panjang... ... 26

3.6.2. Analisis Vegetasi... .. 26

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 29

4.1. Data Administrasi Lokasi Penelitian ... 29

4.2. Topografi... 29

4.3. Iklim ... 30

4.4. Tanah... 30

4.5. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat ... 31

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

5.1.Karakteristik Habitat Monyet Ekor Panjang... 33

5.2. Ukuran Kelompok Monyet Ekor Panjang... 37

5.3. Analisis Vegetasi Sebagai Pakan Alami Monyet Ekor Panjang ... 45

5.4. Pohon Tidur Monyet Ekor Panjang ... 55

5.5. Satwa Lain ... 58

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 62

6.1.Kesimpulan ... 62

6.2.Saran ... 63


(15)

(16)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Perbandingan ukuran tubuhMacaca fascicularisjantan dan betina 10 2. Jenis dan bagian yang dimakan oleh monyet ekor panjang di Bukit

Banten ... 12 3. Lokasi aktivitas monyet ekor panjang di hutan desa Cugung

KPHL Gunung Rajabasa ... 35 4. Ukuran kelompok monyet ekor panjang di hutan Desa Cugung

KPHL Gunung Rajabasa ... 38 5. Struktur Umur dan jenis kelamin Monyet ekor panjang di hutan

Desa Cugung, KPHL Gunung Rajabasa ... 40 6. Indeks Nilai Penting spesies pohon dan Perdu pada fase pohon,

tiang, pancang, dan semai di hutan Desa Cugung KPHL

Gunung Rajabasa ... 46 7. Jenis dan Bagian yang dimakan Oleh Monyet Ekor Panjang di

hutan Desa Cugung, KPHL Gunung Rajabasa ... 50 8. SDR di habitat Monyet Ekor Panjang di Hutan Desa Cugung

KPHL Gunung Rajabasa ... 54 9. Jenis pohon tidur dan perjumpaan kelompok monyet ekor

panjang di Hutan Desa Cugung KPHL Gunung Rajabasa... 56 10. Satwa lain di hutan Desa Cugung KPHL Gunung Rajabasa... 58


(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Kerangka pemikiran analisis habitat monyet ekor panjang (Macaca

fascicularis) di hutan Desa Cugung, KPHL Gunung Rajabasa... . 6 2. Desa Cugung, KPHL Gunung Rajabasa Kecamatan Rajabasa

Kabupaten Lampung Selatan. ... 19 3. Layout metode Jalur Berpetak Untuk Analisis Habitat Monyet

Ekor Panjang (Macaca fascicularis)... 24 4. Jalur aktivitas dan pohon tidur monyet ekor panjang di hutan desa

Cugung, KPHL Gunung Rajabasa (Setiawan, 2014) ... 34 5. Perjumpaan monyet ekor panjang di hutan Desa Cugung, KPHL

Gunung Rajabasa... 41 6. Kelompok monyet ekor panjang di hutan Desa Cugung KPHL

Gunung Rajabasa ... 43 7. Jantan dominan (Jantan alfa) pada titik ke empat pohon tidur

monyet ekor panjang di hutan Desa Cugung, KPHL Gunung

Rajabasa ... 44 8. Pakan alami monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) di hutan

Desa Cugung KPHL Gunung Rajabasa ... 52 9. Pakan alami monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) di hutan

Desa Cugung KPHL Gunung Rajabasa ... 53 10. Kelompok monyet ekor panjang sedang berada di pohon tidur

pada pagi hari di hutan Desa Cugung, KPHL Gunung Rajabasa... 57 11. Elang alap jambul sedang terbang mengitari lokasi 2 monyet ekor


(18)

vi

12. Biawak berada di Lokasi 4 di hutan Desa Cugung, KPHL Gunung

Rajabasa... 60 13. Cecah yang berada di Lokasi 3 hutan Desa Cugung KPHL


(19)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Gunung Rajabasa merupakan satu dari empat gunung (Pesagi, Tanggamus, Betung, Rajabasa) yang ada di Propinsi Lampung. Gunung Rajabasa berada pada kawasan Register 3 yang di dalamnya memiliki hutan lindung. Hutan memiliki peranan penting dalam menjaga nilai ekologi, sosial dan ekonomi bagi makhluk hidup. Oleh karena itu, pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan harus dilaksanakan secara tepat dan berkelanjutan

Dalam pengelolaan hutan untuk terwujudnya keberlangsungan fungsi ekonomi, ekologi dan sosial, seluruh kawasan hutan dibagi menjadi unit-unit kewilayahan dalam skala manajemen dalam bentuk Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) (Pasal 17 UU No 41 Tahun 1999). Kesatuan pengelolaan hutan untuk pengelolaan hutan Gunung Rajabasa, yaitu Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Gunung Rajabasa.

Desa Cugung merupakan salah satu desa di bawah pengawasan KPHL Gunung Rajabasa karena desa ini memiliki hutan desa yang berada di kawasan Gunung Rajabasa. Hutan Desa Cugung memiliki keanekaragaman satwa yang tinggi khususnya jenis primata seperti siamang, beruk, lutung, cecah, dan moyet ekor


(20)

2

Monyet ekor panjang merupakan jenis satwa yang hidup di atas pepohonan (arboreal) tetapi dapat di jumpai melakukan aktivitasnya di lantai hutan. Monyet ekor panjang membentuk kelompok beranggotakanmulti male-multi female group yaitu kelompok yang lebih dari satu jantan dan betina dewasa dalam satu kelompok (Crockett dan Wilson, 1980).

Karakteristik habitat monyet ekor panjang di kawasan Hutan Desa Cugung KPHL Gunung Rajabasa belum banyak diketahui, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai habitat monyet ekor panjang ini. Analisis habitat yang dilakukan diharapkan juga dapat memperoleh data tentang ukuran dan karakteristik kelompok monyet ekor panjang dan ketersediaan pakan alami.

1.2. Rumusan Masalah

1. Mengetahui karakteristik habitat monyet ekor panjang di hutan Desa Cugung, KPHL Gunung Rajabasa, Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung Selatan.

2. Mengetahui ukuran kelompok monyet ekor panjang di hutan Desa Cugung, KPHL Gunung Rajabasa, Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung Selatan.

3. Mengetahui ketersediaan pakan alami monyet ekor panjang di hutan Desa Cugung, KPHL Gunung Rajabasa, Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung Selatan.


(21)

1.3. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui karakteristik habitat monyet ekor panjang di hutan Desa Cugung, KPHL Gunung Rajabasa, Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung Selatan.

2. Mengetahui ukuran kelompok monyet ekor panjang di hutan Desa Cugung, KPHL Gunung Rajabasa, Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung Selatan.

3. Mengetahui ketersediaan pakan alami monyet ekor panjang di hutan Desa Cugung, KPHL Gunung Rajabasa, Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung Selatan.

4. Mengetahui karakteristik pohon tidur monyet ekor panjang di hutan Desa Cugung, KPHL Gunung Rajabasa, Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung Selatan.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan data dan informasi tentang:

1. Habitat monyet ekor panjang sebagai upaya konservasi di Desa Cugung, KPHL Gunung Rajabasa.


(22)

4

2. Ukuran kelompok monyet ekor panjang di hutan Desa Cugung, KPHL Gunung Rajabasa.

3. Jenis dan ketersediaan pakan alami dari habitat monyet ekor panjang yang ada di hutan Desa Cugung, KPHL Gunung Rajabasa.

4. Karakteristik pohon tidur monyet ekor panjang di hutan Desa Cugung, KPHL Gunung Rajabasa, Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung Selatan.

1.5. Kerangka Pemikiran

Gunung Rajabasa memiliki banyak potensi, salah satu potensi yang dimiliki adalah sumber daya hutan. Berbagai kegiatan direncanakan untuk mendukung hal tersebut, dimulai dengan pemantapan pengelolaan sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya serta optimalisasi pemanfaatan sumberdaya hutan secara lestari dan berkelanjutan yang dilakukan langsung dibawah pengawasan KPHL Gunung Rajabasa (KPHL Gunung Rajabasa, 2014).

Hutan Desa Cugung memiliki keanekaragaman jenis satwa yang cukup tinggi, salah satunya adalah monyet ekor panjang. Monyet ekor panjang merupakan satu di antara satwa liar yang ditemukan di hutan Desa Cugung. Menurut Yolanda (2012), Keanekeragaman jenis vegetasi yang tinggi menyediakan banyak sumber pakan dan tempat berlindung monyet ekor panjang. Sehingga hutan desa menjadi habitat bagi monyet ekor panjang untuk melangsungkan hidupnya.


(23)

karena itu perlu dilakukan pengamatan untuk mengetahui ukuran kelompok dan karakteristik kelompok yang ada dalam suatu kelompok monyet ekor panjang. Pengamatan dilakukan dengan metodeConcentration Count(Bismark, 2009). Semua makhluk hidup mempunyai tempat hidup yang disebut habitat (Soemarwoto, 1983). Habitat memegang peranan penting dalam mengendalikan kehidupan satwa liar, seperti pakan, naungan, air dan ruang. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis habitat untuk mengetahui karakteristik habitat yang menjadi tempat tinggal monyet ekor panjang. Karena monyet ekor panjang hidup dan berkembang dengan karakteristik habitatnya sendiri. Menentukan karakteristik habitat sangat diperlukan untuk upaya konservasi terhadap jenis primata ini. Pohon pakan menjadi faktor utama yang sangat penting diketahui, karena pakan memegang peran yang sangat menentukan kelangsungan hidup satwa liar. Pakan monyet ekor panjang adalah buah, biji, daun dan serangga (Chandra, 2006). Kelimpahan pakan mempengaruhi pola pesebaran dan habitat monyet ekor panjang, oleh karna itu perlunya analisis habitat untuk mengetahui ketersediaan pakan yang ada di hutan Desa Cugung KPHL Gunung Rajabasa (Gambar 1). Selain pohon pakan, pohon tidur juga menjadi salah satu faktor yang sangat penting untuk diketahui. Lokasi tidur yang berupa pohon menjadi salah satu aspek ekologis yang penting diketahui. Lokasi tidur merupakan area yang digunakan oleh primata untuk tidur (Anderson, 1998). Monyet ekor panjang merupakan


(24)

6

Gambar 1. Kerangka pemikiran analisis habitat monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) di hutan Desa Cugung, KPHL Gunung Rajabasa.

primata yang menggunakan pohon tidur sebagai tempat beristirahat serta berlindung dari gangguan predator.

Mengetahui jenis-jenis pohon pakan dan pohon tidur dilakukan dengan analisis vegetasi. Analisis vegetasi dilakukan dengan metode jalur berpetak, yaitu membuat sebuah plot di sepanjang jalur aktivitas monyet ekor panjang (Soegianto, 1994; Gopal dan Bhardwaj, 1979; Kusmana, 1997; Indriyanto, 2006). Mengetahui

KPHL Gunung Rajabasa Hutan Desa Cugung Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Ukuran kelompok Habitat Analisis Habitat Pohon Tidur Pohon Pakan Concentration Count Analisis Vegetasi Karakteristik Pohon Pakan dan Pohon Tidur

Ketersediaan Pohon Pakan dan Pohon Tidur, Serta Ukuran dan Karakteristik

Kelompok Monyet Ekor Panjang

Karakteristik Kelompok


(25)

bagaimana karakteristik pohon tempat monyet ekor panjang ini tidur dan berlindung. Data yang di peroleh dapat digunakan sebagai dasar ilmiah dalam menata kualitas habitat monyet ekor panjang dalam upaya konservasi yang ada di hutan Desa Cugung.


(26)

8

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Biologi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) 2.1.1. Klasifikasi

Monyet ekor panjang merupakan mamalia dengan klasifikasi sebagai berikut (Napier dan Napier, 1967):

Filum :Chordata

Sub Filum : Vertebrata

Kelas : Mammalia

Ordo : Primata

Sub Ordo : Anthropoidae Famili : Cercopithecidae Sub Famili : Cercotihecidae

Genus :Macaca

Spesies :Macaca fascicularis Raffles

Nama Lokal : Monyet ekor panjang, kera, kethek, kunyuk 2.1.2. Morfologi

Menurut Lekagul dan McNeely (1977), ciri morfologi penting monyet ekor panjang adalah adanya kantong pipi yang berguna untuk menyimpan makanan sementara. Dengan adanya kantong pipi ini, maka monyet ekor panjang dapat memasukkan makanan ke dalam mulut secara cepat dan mengunyahnya.


(27)

antara satu individu dengan individu lainnya. Perbedaan warna ini dapat menjadi indikator yang dapat membantu dalam mengenali individu berdasarkan jenis kelamin berdasarkan umur (Aldrich-Black, 1980).

Monyet ekor panjang yang baru lahir memiliki rambut yang berwarna hitam dengan muka dan telinga berwarna merah muda. Dalam waktu satu minggu, warna rambut pada kulit muka akan memudar dan berubah menjadi abu-abu kemerah-merahan. Setelah kira-kira berumur enam minggu, warna rambut yang hitam pada saat lahir berubah menjadi coklat. Setelah dewasa, rambut kulit berwarna coklat kekuningan, abu-abu atau coklat hitam, tetapi bagian bawah perut dan kaki sebelah dalam selalu lebih cerah. Rambut di atas kepalanya tumbuh kejur (semacam kuncir) ke belakang, dapat membentuk jambul. Rambut di pipi menjurai ke muka, di bawah mata selalu terdapat kulit yang tidak berambut dan berbentuk segi tiga, kulit pada clunis juga tidak berambut (Medway, 1978).

Pada monyet muda sering terdapat jambul di kepala, warna rambut bervariasi menurut umur satwa dan lokasi tempat tinggalnya, sedangkan pada monyet yang umurnya lebih tua mempunyai cambang yang lebat dan mengelilingi mukanya. Monyet ekor panjang mempunyai dua warna utama, yaitu coklat keabu-abuan dan kemerah-merahan dengan berbagai variasi warna menurut musim, umur dan lokasi. Populasi yang hidup di dalam hutan umumnya berwarna lebih gelap dibandingkan dengan yang hidup di pantai (Lekagul & McNeely 1977).


(28)

10

Kriteria pembagian kelas umur primata menurut Bismark (1984) adalah sebagai berikut:

a. Anakan yaitu kelompok monyet ekor panjang dalam populasinya yang berumur 0-1 tahun. Memiliki ciri bulu berwarna hitam, ukuran tubuh yang terkecil dalam populasi dan masih dalam gendongan induknya.

b. Individu muda yaitu kelompok monyet ekor panjang dalam populasi yang berumur antara 4-6 tahun. Belum dewasa secara reproduksi.

c. Individu betina dewasa yaitu kelompok monyet ekor panjang dalam populasinya yang berumur lebih 6 tahun dan dewasa secara reproduksi. Puting susu terlihat jelas.

d. Individu jantan dewasa yaitu kelompok monyet ekor panjang dalam populasinya yang berumur lebih dari 6 tahun. Scrotum besar dan terlihat jelas. Ukuran tubuh lebih besar dari betina dewasa.

Risdiansyah, Harianto dan Nurcahyani, (2014) mengatakan terdapat perbedaan ukuran tubuhMacaca fascicularisberdasarkan jenis kelamin (Tabel 1).

Tabel 1. Perbandingan ukuran tubuhMacaca fascicularisjantan dan betina Jenis kelamin Berat (kg) Panjang tubuh dari kaki

sampai kepala (cm)

Panjang ekor (cm)

Jantan 3,0–8,3 4164,8 4365,5

Betina 2,5–5,6 38,559,3 4054,5


(29)

2.2. Habitat

Habitat merupakan tempat suatu makhluk hidup untuk hidup (Soemarwoto, 1983). Habitat alami monyet ekor panjang adalah rawa-rawa bakau, hutan primer dan sekunder pada ketinggian 2000 meter diatas permukaan laut, perbatasan areal hutan dan pertanian. Monyet ekor panjang juga dapat ditemui di habitat terganggu khususnya daerah riparian (tepi sungai, tepi danau dan sepanjang pantai dan hutan sekunder areal perladangan) (Linburg, 1980).

Komponen habitat yang dapat mengendalikan kehidupan satwa liar sangat tergantung dengan keberadaan dan ketercukupan dari komponen habitat, yang apabila salah satu diantaranya tidak terpenuhi satwa akan mati (Wilson dan Wilson, 1975). Komponen penyusun habitat terdiri dari pakan, naungan, air dan ruang (Irwan, 1992).

Habitat yang sesuai menyediakan semua kelengkapan habitat bagi suatu spesies. Kelengkapan habitat terdiri dari berbagai macam jenis termasuk makanan, perlindungan, dan faktor lain yang diperlukan untuk bertahan hidup dan melangsungkan reproduksinya (Bailey, 1978).

Satwa liar dalam melangsungkan hidupnya memerlukan tempat yang digunakan utuk mencari makan, minum, bermain, dan untuk berkembang biak.


(30)

Tempat-12

tempat semacam ini membentuk suatu kesatuan yang disebut dengan habitat (Alikodra, 1990).

2.2.1. Pakan

Pakan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam menunjang keberlangsungan hidup dan perkembangan makhluk hidup. Menurut Chandra (2006) makanan monyet ekor panjang di Bukit Banten terdapat enam jenis tumbuhan (Tabel 2).

Tabel 2. Jenis dan bagian yang dimakan oleh monyet ekor panjang di Bukit Banten

No Jenis Nama Ilmiah Bagian yang Dimakan 1 Jambu air Syzygium aqueum Daun, bunga dan buah

2 Karet Ficus elastica Buah

3 Kelapa Cocos nicifera Bunga dan buah 4 Mangga Mangifera indica Daun dan buah

5 Soroan Macaranga sp Buah

6 Serta turi Sesbania grandiflora Daun dan buah Sumber: Chandra, 2006

Menurut Anon (2001) selain jenis tumbuhan yang menjadi makanan monyet ekor panjang berupa buah-buahan, daun, dan bunga, juga memakan bermacam-macam makanan termasuk kulit pohon, tunas, biji, serangga, telur burung, tanah liat. 2.2.2. Naungan

Naungan adalah segala tempat dalam habitat yang mampu memberikan perlindungan bagi satwa dari cuaca dan predator, ataupun menyediakan kondisi yang lebih baik dan menguntungkan bagi kelangsungan kehidupan satwa. Monyet ekor panjang merupakan satwa yang sebagian besar hidupnya di atas pepohonan (arboreal), sehingga keberadaan pohon sangat dibutuhkan sebagai pelindung terhadap sengatan panas matahari dan derasnya hujan. Dengan adanya tajuk yang


(31)

Ketersediaan air pada habitat akan dapat mengubah kondisi habitat, yang secara langsung ataupun tidak langsung akan berpengaruh pada kehidupan satwa. Jenis-jenis vertebrata liar mendapatkan air dari berbagai sumber, yaitu air bebas (danau, kolam, ataupun sungai dan air yang terdapat dalam parit), bagian vegetasi yang mengandung air, embun, dan air yang dihasilkan dari proses-proses metabolisme lemak ataupun karbohidrat dari dalam tubuh (Alikodra, 1990).

2.2.4. Ruang

Ruang dibutuhkan oleh satwa untuk mendapatkan cukup pakan, naungan, air dan tempat untuk kawin. Besarnya ruang yang dibutuhkan tergantung ukuran populasi, sementara itu populasi tergantung besarnya satwa, jenis pakan, produktivitas dan keragaman habitat (Bailey, 1978).

Ruang sebagai daerah tempat primata bermain dan bersosialisasi dengan kelompoknya menjadi sangat penting untuk di ketahui, hal ini untuk mengetahui pola pesebaran dan aktivitasnya. Menurut Indriyanto (2006), stratifikasi yang terdapat pada hutan hujan tropis dapat dibagi menjadi lima strata berurutan dari batas kebawah yaitu stratum A, stratum B, stratum C, stratum D, dan stratum E.

a. Stratum A (A-storey) yaitu lapisan tajuk (Kanopi) hutan paling atas yang dibentuk oleh pohon-pohon yang tingginya lebih dari 30 m.


(32)

14

b. Stratum B (B-storey) yaitu lapisan tajuk kedua dari atas yang dibentuk oleh pohon-pohon yang tingginya mencapai 20-30 m.

c. Stratum C (C-storey) yaitu lapisan tajuk ketiga dari atas yang dibentuk oleh pohon-pohon yang tingginya mencapai 4-20 m

d. Stratum D (D-storey) yaitu lapisan tajuk keempat dari atas yang dibentuk oleh spesies tumbuhan semak dan perdu yang tingginya 1-4m. Pada stratum ini juga terdapat dan/atau tidak dibentuk oleh spesies-spesies pohon yang masih muda dan atau dalam fase anakan, terdapat palma-palma kecil, herba besar, dan paku-pakuan besar.

e. Stratum E (E-stratum) yaitu tajuk yang paling bawah yang dibentuk oleh spesies-spesies tumbuhan penutup tanah yang tingginya 0-1m. Keanekaraman spesies pada stratum E lebih sedikit dibandingkan dengan stratum lainnya. Menurut Bismark (1984), struktur hutan berpengaruh nyata terhadap struktur satwa liar yang tinggal di dalamnya, di dalam hutan banyak dijumpai berbagai jenis satwa yang hidup berdampingan, satwa liar saling berinteraksi antar sesama pembentuk rantai makanan yang tak terpisahkan.

2.3. Perilaku

Perilaku merupakan hasil dari perubahan yang berkelanjutan pada otot tubuh sebagai aliran yang tidak terpotong pada tubuh dan pergerakannya. Perilaku juga didefinisikan sebagai suatu tingkat dengan pergerakan jelas terlihat (Huntingford 1984). Menurut Odum (1993), perilaku dalam arti yang luas merupakan tindakan yang tegas dari suatu organisme untuk menyesuaikan diri terhadap keadaan lingkungan guna menjamin hidupnya. Perilaku adalah kebiasaan satwa dalam


(33)

2002).

Menurut Rivando (2013), aktivitas istirahat dilakukan monyet ekor panjang diantara waktu makan dan berpindah tempat. Monyet ekor panjang betina lebih banyak melakukan aktivitas istirahat dibandingkan dengan monyet ekor panjang jantan. Sedangkan monyet ekor panjang jantan banyak melakukan aktivitas berpindah untuk mencari makan.

2.3.1. Daerah Jelajah

Wilayah jelajah merupakan ukuran areal suatu kelompok yang terorganisasi dengan menggunakan tempat untuk keperluan hidupnya. Luas daerah jelajah bervariasi dan tergantung ketersediaan sumberdaya (Susilawati, 2001). Menurut Suratmo (1979), adanya hubungan antara individu binatang baik dalam intraspesifik maupun interspesifik telah membentuk suatu pola-pola tingkah laku. Pola yang sangat penting di antaranya dikenal sebagai daerah jelajah.

Menurut Alikodra (1990), suatu wilayah akan dikunjungi satwa liar secara tetap apabila dapat suplai makanan, minuman, serta mempunyai fungsi sebagai tempat berlindung atau bersembunyi, tempat tidur dan tempat kawin. Wilayah ini disebut wilayah jelajah, sedangkan daerah jelajah adalah suatu tempat beberapa spesies memiliki tempat yang khas, dan selalu dipertahankan dengan aktif, misalnya


(34)

16

tempat tidur (bagi primata), tempat beristirahat (bagi hewan pengerat), dan tempat bersarang (bagi burung).

Menurut Aldrich-Blake (1980) dalam Chivers (1980), pemanfaatan ruang daerah jelajah tidak sama. Pemusatan aktivitas terjadi di sepanjang sungai dengan ditunjukkan dari adanya penyebaran lokasi tidur. Menurut Bismark (1984), pergerakan primata setiap harinya adalah berjalan menuju tempat makan dan pada sore hari bergerak menuju tempat tidurnya. Daerah jelajah monyet ekor panjang adalah sekitar 50-100 hektar per kelompok.

2.3.2. Reproduksi

Usia reproduksi pertama monyet ekor panjang 3,5 sampai 5 tahun, Selang waktu pembiakan (breeding interval) terjadi antara 24-28 bulan, masa gestasi berkisar antara 160-186 hari dengan rata-rata 167 hari. Jumlah anak yang dapat dilahirkan satu ekor dengan berat bayi yang dilahirkan berkisar antara 230-470 gram. Anak monyet ekor panjang disapih pada umur 5-6 bulan. Masa mengasuh anak berlangsung selama 14-18 bulan. Perkawinan dapat terjadi sewaktu-waktu dan ovulasi berlangsung spontan dengan rata-rata pada hari ke-12 sampai ke-13 pada siklus birahi (Napier dan Napier, 1967).

2.3.3. Populasi

Populasi merupakan kumpulan makhluk hidup yang berspesies sama atau memiliki kesamaan genetik dan secara bersama-sama mendiami atau menghuni suatu tempat tertentu dan dalam waktu tertentu (Odum, 1993). Menurut


(35)

bahwa kepadatan rata-rata monyet ekor panjang di Sumatera 30 individu /km2, jumlah individu per kelompok 15, dengan 2 kelompok per km2. Menurut Risdiyansyah, Harianto dan Nurcahyani (2014), di Pulau Condong Darat Desa Rangkai Kecamatan Ketibung Kabupaten Lampung Selatan, kepadatan rata-rata monyet ekor panjang 28 ekor /hektar dari jumlah total individu 140 ekor dengan luas area 5 ha.

2.3.4. Ukuran dan Komposisi Kelompok

Menurut Crockett dan Wilson (1980), salah satu karakteristik primata adalah hidup secara berkelompok. Monyet ekor panjang membentuk kelompok yang disebutmulti male- multi female groupyaitu kelompok yang lebih satu jantan dan betina dewasa dalam satu kelompok dan biasanya tergabung dalam sub kelompok dengan ukuran kelompok bervariasi antara 20-60 individu kelompok.

Menurut Risdiyansyah, Harianto, dan Nurcahyani (2014), kelompok monyet ekor panjang memiliki jumlah individu yang berbeda di tiap tempat. Di pulau Condong terdapat total 140 individu monyet ekor panjang yang terbagi kedalam 3 kelompok besar dan masing-masing kelompok tersebar di setiap titik pengamatan yang terdiri dari titik pertama berjumlah 25 ekor, titik kedua berjumlah 74 ekor dan titik kedua berjumlah 41 ekor.


(36)

18

Pembentukan dan besarnya kelompok monyet ekor panjang bervariasi menurut tipe dan habitatnya. Pada hutan primer kelompok satwa ini berkisar 10 ekor, di hutan bakau berkisar 15 ekor dan di hutan yang telah dikelola oleh manusia terdapat lebih dari 40 ekor. Selain itu, monyet ekor panjang dengan jumlah individu dalam kelompok terdiri dari 14% jantan dewasa, 33,3-35,2% betina dewasa, 50,5% bayi dan anak-anak (Bismark, 1984).

2.4. Status Konservasi dan Ancaman

Monyet ekor panjang tergolong satwa Appendix II CITES 2009, yaitu jenis satwa yang boleh dimanfaatkan tetapi dari hasil budidaya. Menurut daftar merah IUCN versi 3.1 (2009), satwa ini tergolong Least Concern atau beresiko rendah mengalami kepunahan tetapi memerlukan perhatian, sedangkan dalam PP No. 7 Tahun 1999, di Indonesia monyet ekor panjang tidak termasuk satwa yang dilindungi.

Keberadaan predator di alam juga mempengaruhi keberadaan monyet ekor panjang. Predator alami di cagar alam bagi monyet ekor panjang adalah ular sanca (Phytonsp.) dan biawak (Varanussp.), namun jumlah kasus monyet ekor panjang yang di mangsa oleh ular sanca dan biawak hanya sedikit. Kebanyakan jumlah monyet ekor panjang berkurang dikarenakan faktor internal, misalnya sakit, berkelahi dengan anggota kelompok ataupun kecelakaan terjatuh dari pohon. Perilaku satwa juga dapat mempengaruhi penyebaran dan besar kecilnya ukuran kelompok, termasuk perilaku sosial (Trisnawati, 2014).


(37)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian tentang analisis habitat monyet ekor panjang dilakukan di hutan Desa Cugung, KPHL Gunung Rajabasa, Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung Selatan, pada bulan Oktober - November 2014 (Gambar 2).

Gambar 2. Desa Cugung KPHL Gunung Rajabasa Kecamatan Rajabasa Kabupaten Lampung Selatan dengan skala 1:30.000 (Nugraha, 2014)


(38)

20

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah teropong binokuler (Canon), kamera digital Canon EOS 1000 D KID, Global Positioning System (GPS) Garmin Oregon 300, kompas, rol meter, pita meter,Cristen hipsometerdan pisau. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah monyet ekor panjang dan vegetasi yang ada di hutan Desa Cugung, KPHL Gunung Rajabasa, Kabupaten Lampung Selatan.

3.3. Jenis Data 3.3.1. Data Primer

Data primer merupakan data yang secara langsung diambil dari area pengamatan meliputi:

a. Ukuran kelompok monyet ekor panjang, yaitu jumlah anggota dalam satu kelompok, struktur umur dan jenis kelamin monyet ekor panjang.

b. Jenis pohon yang menjadi pakan alami monyet ekor panjang di hutan Desa Cugung.

c. Jenis pohon tidur tempat monyet ekor panjang, yaitu jenis dan karakteristik pohon tidur.

3.3.2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data-data penunjang penelitian meliputi studi literatur meliputi:


(39)

Batasan dari penelitian ini adalah:

a. Penelitian dilakukan sesuai dengan kondisi cuaca yaitu cuaca cerah dan mendung, apabila hujan tidak dilakukan penelitian.

b. Objek penelitian hanya satu kelompok monyet ekor panjang di area penelitian hutan Desa Cugung, KPHL Gunung Rajabasa.

c. Lokasi penelitian dilakukan di areal aktivitas monyet ekor panjang yang ada di hutan Desa Cugung, KPHL Gunung Rajabasa.

3.5. Metode Pengumpulan Data 3.5.1. Pendahuluan

a. Studi pustaka dari buku, jurnal ataupun hasil penelitian terdahulu mengenai monyet ekor panjang.

b. Observasi langsung untuk mengetahui keadaan lokasi penelitian dan menentukan kelompok monyet ekor panjang yang akan diamati. Observasi dilakukan dengan menjelajahi hutan Desa Cugung untuk mencari keberadaan kelompok monyet ekor panjang yang kemudian dibuat titik perjumpaan untuk mempermudah melakukan habituasi nantinya.

c. Habituasi dilakukan untuk membiasakan keberadaan peneliti dengan monyet ekor panjang dalam penentuan jenis pohon pakan dan pohon tidur. Habituasi


(40)

22

dilakukan dengan mengikuti aktivitas harian monyet ekor panjang, mencatat pohon yang menjadi pakan dan pohon yang digunakan untuk tidur. pohon tidur monyet ekor panjang diketahui karena hampir di setiap pagi dan sore hari monyet ekor panjang kembali ke pohon tersebut untuk beristirahat.

3.5.2. Pengumpulan Data dan Cara Kerja 3.5.2.1. Ukuran Kelompok

Monyet ekor panjang adalah jenis primata yang hidup secara berkelompok. Ukuran dalam satu kelompok monyet ekor panjang terdiri lebih dari satu pejantan dan betina, sehingga memungkinkan memiliki ukuran kelompok yang besar. Pengamatan dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan observasi langsung untuk membuat titik pengamatan. Titik pengamatan ditentukan dari intensitas seringnya monyet ekor panjang berada di titik tersebut. Setelah diketahui titik yang menjadi lokasi penelitian, kemudian dilakukan habituasi untuk membiasakan keberadaan peneliti dengan kelompok monyet ekor panjang. Habituasi dilakukan sampai monyet ekor panjang terbiasa dengan peneliti, parameter yang digunakan adalah ketika monyet ekor panjang tidak terlalu sering melakukan kontak mata yang kemudian pergi. Habituasi dilakukan setiap hari selama 21 hari di hutan Desa Cugung.

Ukuran kelompok monyet ekor panjang dilakukan dengan metode concentration count yaitu penghitungan yang dilakukan pada saat monyet berkumpul pada waktu dan tempat yang relatif bersamaan (Bismark, 1984). Pengamatan dilakukan dalam satu kelompok yang ada dalam habitat serta mengamati karakteristik


(41)

panjang di hutan Desa Cugung, KPHL Gunung Rajabasa ditemani dan dibantu oleh mahasiswa jurusan Kehutanan yaitu Frans Hamonangan Nainggolan dan Ekindo Vanesah Sitinjak.

3.5.2.2. Analisis Habitat

Analisis habitat monyet ekor panjang menggunakan metode kombinasi antara metode jalur dan garis berpetak. Dalam metode kombinasi, risalah pohon dilakukan dengan menggunakan metode jalur, sedangkan untuk fase permudaan serta tumbuhan bawah menggunakan metode garis berpetak (Soegianto, 1994; Gopal dan Bhardwaj, 1979; Kusmana, 1997; Indriyanto, 2006).

Pelaksanaan dilakukan dengan observasi langsung dan habituasi untuk mengetahui titik lokasi pohon tidur dan pohon-pohon pakan monyet ekor panjang. Intensitas perjumpaan dengan monyet ekor panjang kemudian dibuat titik koordinat sebagai cara untuk memudahkan dalam menemukan kelompok tersebut. Habituasi menjadi metode yang sangat penting untuk menentukan pohon yang menjadi pakan dan tempat tidur, dengan mengikuti aktivitas monyet ekor panjang dapat diketahui pohon tempat makan dan pohon tidur. Pohon pakan monyet ekor panjang diketahui dengan melihat secara langsung monyet ekor panjang makan di pohon tersebut dan dengan wawancara terhadap seorang petani (abah Masrul) yang ada di dalam kawasan hutan desa, sedangkan untuk pohon tidur diketahui


(42)

24

dengan melihat secara langsung di waktu pagi dan sore hari monyet ekor panjang melakukan aktivitas di pohon tersebut, dengan karakteristik pohon yang digunakan adalah pohon yang banyak memiki cabang dan berada pada wilayah dataran tinggi.

Luas jalur aktivitas monyet ekor panjang dari pohon tidur hingga pohon-pohon pakan adalah + 1,2 Ha, kemudian akan dibagi kedalam plot-plot pengamatan analisis vegetasi, untuk mengetahui komposisi jenis dan struktur vegetasi yang ada dalam mendukung kehidupan monyet ekor panjang.(Gambar 3).

Ketentuan ukuran petak contoh untuk tingkat semai (tinggi < 1,5 m) 2 m x 2 m, tingkat pancang (diameter < 10 cm dengan tinggi > 1,5 m) 5 m x 5 m, tingkat tiang (diameter 10 – 20 cm) 10 m x 10 m dan tingkat pohon (diameter > 20 cm) 20 m x 20 m (Soerianegara & Indrawan 2005).

Gambar 3. Layout metode jalur berpetak untuk analisis habitat monyet ekor panjang (Macaca fascicularis)

Keterangan : A = Petak contoh semai (2x2) m2 B = Petak contoh pancang (5x5) m2 C = Petak contoh tiang (10x10) m2 D = Petak contoh pohon (20x20) m2

Pembagian tingkatan vegetasi dan ukuran petak dibuat menurut tingkat pertumbuhan yang diamati (Kusmara, 1997 dalam Indriyanto, 2006) yaitu:


(43)

tinggi lebih dari 1,5 meter dengan ukuran petak ukur 5 meter x 5 meter. 3. Tingkat tiang (poles) adalah pohon muda yang berdiameter 10 cm sampai

19 cm dengan ukuran petak 10 meter x 10 meter.

4. Tingkat pohon (tree) adalah pohon yang berdiameter 20 cm keatas dengan ukuran petak ukur 20 cm x 20 cm.

Menurut Indryanto (2006) parameter yang diamati dalam analisis vegetasi meliputi:

1. Tingkat semai (seedling) yang diamati jumlah dan jenisnya

2. Tingkat sapihan (sapling) atau pancang yang diamati jumlah dan jenisnya. 3. Tingkat tiang (poles), yang diamati jumlah, diameter, dan jenisnya.

4. Tingkat pohon (tree) yang diamati jumlah, diameter dan jenisnya.

Ketersediaan tumbuhan pakan ditentukan dengan cara menghitung jumlah setiap jenis tumbuhan pakan yang terdapat dalam petak contoh. Data tumbuhan pakan dicatat padatally sheetjenis tumbuhan pakan pada petak contoh. Penelitian pohon tidur di lakukan untuk mengetahui jenis pohon yang dijadikan pohon tidur oleh monyet ekor panjang. Penentuan titik pohon tidur diketahui dari observasi langsung dan habituasi yang dilakukan pada kegiatan pendahuluan.


(44)

26

3.5.3. Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan studi pustaka. Metode ini digunakan untuk mencari, mengumpulkan dan menganalisis data penunjang yang terdapat dalam dokumen resmi yang dipakai sebagai bahan referensi.

3.6. Analisis Data

3.6.1. Ukuran Kelompok Monyet Ekor Panjang

Ukuran kelompok monyet ekor panjang dianalisis secara kuantitatif dan deskriptif. Analisis kuantitatif dilakukan untuk mengetahui nisbah kelamin, yaitu perbandingan antara jumlah individu jantan dan betina dari suatu populasi (Alikodra 2002). Analisis deskriptif merupakan penyajian dalam bentuk tabel serta penguraian dan penjelasan mengenai jumlah, struktur umur dan nisbah kelamin pada kelompok monyet ekor panjang.

3.6.2. Analisis Vegetasi

Hasil analisis vegetasi digunakan untuk mengetahui komposisi jenis dan dominansi. Dominansi suatu jenis pohon ditunjukkan dalam besaran indeks nilai penting (INP). Tingkat semai dan pancang, INP tersebut merupakan penjumlahan nilai kerapatan relatif (KR) dan frekuensi relatif (FR), sedangkan untuk tingkat tiang dan pohon dijumlahkan lagi dengan nilai dominansi relatif (DR). Berikut ini merupakan beberapa persamaan yang digunakan untuk perhitungan besaran-besaran tersebut (Soerianegara & Indrawan 2005)


(45)

Kerapatan (K) menunjukkan jumlah individu dalam suatu petak. Kerapatan setiap sepesies dibedakan berdasarkan tingkat pertumbuhan (semai, pancang, tiang, pohon dan tanaman lain selain pohon). Perhitungan kerapatan dapat diketahui berdasarkan rumus berikut:

K =

KR = x 100%

b. Distribusi/Frekuensi

Distribusi/frekuensi (F) menunjukkan jumlah penyebaran tempat ditemukannya suatu spesies dari semua plot ukur. Dapat dihitung dengan rumus berikut:

F =

FR = x 100%

c. Dominasi

Dominasi (D) digunakan untuk mengetahui spesies yang tumbuh lebih banyak/mendominasi. Perhitungan dominasi dapat diketahui berdasarkan rumus berikut :


(46)

28

D=

DR = x 100%

d. Indeks Nilai Penting

Indeks Nilai Penting (Importance Value Index) adalah parameter kuantitatif yang dapat dipakai untuk menyatakan tingkat dominasi (tingkat penguasaan) spesies-spesies dalam suatu komunitas tumbuhan. Perhitungan INP dapat di peroleh berdasarkan rumus berikut : INP = KR + FR + DR


(47)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1. Data Administrasi Lokasi Penelitian

Desa Cugung secara administratif terletak di Kecamatan Rajabasa Kabupaten Lampung Selatan, luas wilayah Desa Cugung adalah 831 ha yang terdiri dari lokasi pemukiman 50 ha, lokasi pertanian 125 ha, lokasi perkebunan 250 ha, hutan lindung yang dapat dikelola masyarakat sebagai kawasan budidaya 400 ha, dan lokasi perkantoran dan prasarana umum lainnya 6 ha.

Batas-batas wilayah Desa Cugung Kecamatan Rajabasa Kabupaten Lampung Selatan dengan wilayah yang lain adalah sebagai berikut:

1. Sebelah utara berbatasan dengan Gunung Rajabasa 2. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Kunjir 3. Sebelah barat berbatasan dengan Gunung Rajabasa 4. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Kerinjing

Lokasi hutan Desa Cugung terletak disebelah utara dan barat Desa Cugung. 4.2. Topografi

Topografi wilayah KPHL Gunung Rajabasa terdiri dari beberapa group vulkan andestik yang terdiri dari lereng tengah, lereng bawah dan dataran vulkan bergelombang. Wlayah pegunungan, topografi di KPHL Gunung Rajabasa


(48)

30

tergolong berat dengan kelerengan berkisar ± 25 – 45 % atau termasuk ke dalam kelas lereng 4 (curam) dan 5 ( sangat curam).

Topografi di sekitar Gunung Rajabasa secara garis besar dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu dataran rendah umumnya terletak di daerah sekitar pantai, dan dataran tinggi yang bergunung, dengan ketinggian diatas permukaan laut antara 6,2 mdpl sampai dengan 1.280 mdpl (Puncak Gunung Rajabasa).

4.3. Iklim

Berdasarkan kategori tipe iklim Schmidt J.H. Ferguson, hutan Desa Cugung KPHL Gunung Rajabasa termasuk ke dalam wilayah dengan kategori iklim B dengan rata-rata curah hujan 1.298 mm/tahun dengan intensitas 17 mm/hari. Wilayah KPHL Gunung Rajabasa merupakan sumber air bagi penduduk Kalianda dan sekitarnya dan termasuk ke dalam wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Sekampung.

4.4. Tanah

Jenis tanah yang terdapat di kawasan budidaya hutan Desa Cugung wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Model Rajabasa, antara lain:

1. Tanah Latosal

Jenis tanah ini paling banyak hampir menutupi seluruh wilayah barat dan sebagian besar dari bagian tengah. Tanah latosal berwarna coklat tua sampai


(49)

kemerah-Jenis tanah ini adalah hasil pelapukan dari bahan induk turfazam sedimen bantuan plotonik yang bersifat asam, tersebar pada wilayah yang bertopografis berbukit sampai bergunung. Tanah podsolid berwarna merah kuning, juga terdapat di daerah ini tersebar pada wilayah bagian utara Kesatuan Pengelolaan hutan lindung Gunung Rajabasa.

3. Tanah Andosal

Jenis tanah ini adalah pelapukan dari bahan induk komplek turfinmedier dan basah, berwarna coklat sampai coklat kuning. Penyebarannya terdapat pada daerah bertopografis bergelombang sampai bergunung. Jenis tanah ini tidak begitu banyak di Kesatuan Pengelolaan hutan lindung Gunung Rajabasa.

4.5. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat 1. Jumlah Penduduk

Penduduk Desa Cugung berjumlah 539 KK atau 1787 orang yang terdiri dari 890 orang laki-laki dan 897 orang perempuan. Penduduk Desa Cugung yang seluruhnya beragama Islam ini sebagian besar penduduk berasal dari etnis Sunda yang mendominasi dan sisanya berasal dari etnis Lampung, Jawa, Betawi, dan Minang (Badan Pusat Statistik Lampung, 2014).


(50)

32

2. Tingkat Pendidikan dan Matapencaharian

Secara formal tingkat pendidikan masyarakat Desa Cugung rata-rata tamatan SMP dan SMA sederajat. Tingkat pendidikan mulai dari tingkat D-1 sampai dengan S-1 sebanyak 27 penduduk.

Sumber mata pencaharian utama masyarakat adalah sebagai petani dan buruh tani. Sedangkan sisanya terdiri PNS, nelayan, pedagang, buruh, pembantu rumah tangga (Badan Pusat Statistik Lampung, 2014).


(51)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Hutan Desa Cugung, KPHL Gunung Rajabasa, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Habitat monyet ekor panjang di Hutan Desa Cugung berada pada perbukitan yang memiliki wilayah lereng dengan vegetasi beragam antara tanaman pertanian dan kehutanan. Memiliki 4 lokasi yang sering digunakan oleh monyet ekor panjang untuk makan, tidur hingga melakukan aktivitas sosial.

2. Ukuran kelompok monyet ekor panjang di Hutan desa Cugung berjumlah 17-22 individu dengan jumlah tertinggi 22 individu dan terendah 17 individu yang kemungkinan terjadi segregasi di dalam kelompok monyet ekor panjang.

3. Pakan alami monyet ekor panjang yang ada di hutan Desa Cugung berjumlah 21 jenis dengan 19 jenis pakan alami dan 2 jenis dari tanaman masyarakat seperti kakao dan kopi.

4. Pohon tidur yang ada di hutan Desa Cugung memiliki karakteristik pohon yang bercabang, dan daun yang lebat serta berada pada ketinggian dengan vegetasi yang rapat.


(52)

63

6.2. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang analisis kesesuaian habitat monyet ekor panjang sebagai upaya untuk menilai kelayakan dan kesesuaian habitat monyet ekor panjang yang ada di hutan Desa Cugung.

2. Perlu adanya perhatian khusus terhadap tata pengelolaan hutan desa, khususnya di Hutan Desa Cugung terhadap habitat satwa liar khususnya adalah habitat monyet ekor panjang.


(53)

Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Alikodra, H.S,. 2002.Pengelolaan Satwa Liar Jilid I, Fakultas Kehutanan IPB Bogor.

Anderson, J. R. 1998.Sleep, Sleeping site, and Sleep-related activities:

Awakening to their significance.American Journal of Primatology. 46: 63-75.

Anggraeni. I.W.S,. 2013.Populasi Dan Habitat Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo dan Sekitarnya, Surabaya. (skripsi). Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Anon. 2001.Macaca fascicularis.website. Forest departement serawak. Http://www.forestry.serawak .gov.my/forweb/wildlife/fauna/mammal/ itmac.html. di akses 08 september 2014.

Bailey, A.B. (1978). Methods of Social Research. The Free Press London: Collin Mac Millan Publisher.

Berliana, Y, Rizaldi,Wilson. N. 2013.Struktur Kelompok, Daerah Jelajah dan Jenis Makanan Ungko (Hylobates agilis) di Hutan Pendidikan dan

Penelitian Biologi Universitas Andalas.Jurnal Biologi Universitas Andalas ISSN : 2303-2162 Maret 2013 ( 57-63).

Bismark, M., 1984. Biologi dan Konservasi Primata di indonesia. Penerbit Fakultas Pascasarjana IPB. Bogor.


(54)

Chivers, D.J. 1980.The Siamang in Malaya: A Field Study of Primate in Tropical Rain Forest. Contribution on Primatologi. New York.

Chandra, D. 2006. Analisis Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) diBbukit Banten Kelurahan Sidodadi Kecamatan Kedaton Bandar Lampung. Skripsi Sarjana Universitas Lampung. Bandar Lampung.

[CITES] Convention on International Trades in Endangered Species of Wildlife Flora and Fauna. 2009. Macaca fascicularis. Di dalam: CITES species database Indonesia. http://www.cites.org/ [21 September 2014].

Crockett, M.C. and Wilson. 1980. The Ecological Separation of Macaca Nemestrina and Macaca Fascicularis in Sumatra. In: The Macaques: Studies in Ecology, Behavior and Evolution, D. G. Linburg (ed). Van Nostrand Reinhold. New York. Pp. 148-181.

Fakhri K, Priyono B, Rahayuningsih M. 2012. Studi Awal dan Distribusi Macaca fascicularis Raffles di Cagar Alam Ulolanang. Unnes Journal of Life Science1 (2):119-125.

Fitri, R., Rizaldi dan Novarino, W. 2013. Kepadatan Populasi dan Struktur Kelompok Simpai (Presbytis melalophos) serta Jenis Tumbuhan Makanannya di Hutan Pendidikan dan Penelitian Biologi (HPPB) Universitas Andalas. Jurnal Biologi Universitas Andalas (J. Bio. UA.) 2(1) –Maret 2013 : 25-30 (ISSN : 2303-2162).

Gracia, J. E ., F. Barza. 1993.Sleeping sites and lodge trees of the night monkey (Autus azarae)in Bolivia.International of Primatology. 14(3): 467-477. Gopal, B. dan N. Bharwaj. 1979.Element of Ecology. Departement of Botany.

Rajasthan University Jaipur, India.

Huntingford F. 1984. The Study of Animal Behaviour. London: Chapman and Hall.

Irwan, Z.D. 1992.Prinsip-prinsip Ekologi dan Organisasi: Ekosistem, komunitas, dan Lingkungan. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.

Indriyanto. 2006.Ekologi Hutan. Buku. PT. Bumi Aksara. Jakarta.

Iqbal. M. 2011.Pemilihan Lokasi Tidur (Sleeping sites) Kukang Jawa (Nycticebus javanicus E. Geoffroy, 1812) yang di Lepas Liarkan di Kawasan Hutan Gunung Salak Bogor, Jawa Barat. Universitas Jakarta. Depok.


(55)

Macaca fascicularis Ulolanang Raffles di Cagar Alam. Unnes Journal of Science ISSN 2252-6277 November 2012 (1-2).

Fitri, R., Rizaldi dan Novarino, W. 2013. Kepadatan Populasi dan Struktur Kelompok Simpai (Presbytis melalophos) serta Jenis Tumbuhan Makanannya di Hutan Pendidikan dan Penelitian Biologi (HPPB) Universitas Andalas. Jurnal Biologi Universitas Andalas (J. Bio. UA.) 2(1) –Maret 2013 : 25-30 (ISSN : 2303-2162).

Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung. 2014.Rencana Pengelolaan Hutan Lindung Jangka Panjang Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Gunung Rajabasa.Laporan. Tidak dipublikasikan.

Kusmana, C. 1997.Metode Survey Vegetasi. PT Penerbit Institut Pertanian Bogor. Lang, C. K. A. 2006. Primate Factsheets:Long-Tailed Macaque (Macaca

fascicularis) Taxonomy, Morphology & Ecology. http://pin. primate.wisc.edu/ factsheets/long-tailed_macaque [2 Agustus 2011].

Lekagul, B. And Neely .J.A. Mc.1977.Mammals of Thailand. Assosiation for the Concervation of Wildlife SahakambatCo., Bangkok. Bangkok.

Linburg, G,D,. Ed. 1980.The Macaques. Van Nostrand Reinhold Co. New York. Hal. 239-240.

Medway L. 1978.The Wild Mammals of Malaya (Peninsular Malaysia) and Singapore. Second Edition. Kuala Lumpur: Oxford University Press. Napier, J.R. and Napier, P.H. 1967.A Handbook of Living Primate Morphology

Ecologi And Behaviour Of Human Primates. Academic Press London New York.

Nugraha, B. 2014. Peta Lokasi Peta Administrasi Desa Cugung Kecamatan Gunung Rajabasa Kabupaten Lampung Selatan Provinsi Lampung, Oktober 2014. Tidak dipublikasikan. Bandar Lampung.


(56)

Odum, E.P. 1993.Dasar-dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Terjemahkan oleh

Tjahjono Samingan dari buku Fundamentals of Ecology. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Peraturan Perundang-Undangan. 1999. Lampiran Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 41 tahun 1999. Biro Peraturan Perundang-Undangan. Jakarta. Diakses tanggal 21 September 2014 pukul 15.35 Wib.

Qiai, Z., H. Chengming, L. Ming & W. Fuen. 2009. Sleeping sites use by trachypitecus francoisi at nonggang nature reserve China. International Journal of Primatology.30: 353-365.

Reichard, U. 1998.Sleeping sites, Sleeping places, and presleep behavior of gibbons (Hylobates iar).American Journal Primatology. 46: 35-62.

Risdiyansah, Harianto, S.P, Nurcahyani, N dan. 2014. Studi Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Pulau Condong Darat Desa Rangai Kecamatan Ketibung Kabupaten Lampung selatan. Jurnal Sylva Lestari ISSN 2339-0913 Vol. 2 No. 1. Januari 2014 (41—48).

Rivando, R. 2013.Interaksi Antara Monyet Ekor Panjang (Macaca Fascicularis) Dengan Masyarakat di Bukit Banten Kelurahan Sidodadi Kecamatan Kedaton Kota Bandar Lampung. (Skripsi). Sarjana Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Setiawan, T. 2015.Peta Lokasi Peta Koordinat Aktivitas Monyet Ekor Panjang Di Hutan Desa Cugung, Kecamatan Gunung Rajabasa, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung, Januari 2015. Tidak dipublikasikan. Bandar Lampung.

Soemarwoto, O. 1983.Ekologi Lingkungan Hidup dan pembangunan. Jakarta: Penerbit Usaha Nasional.

Soegianto, A. 1994. Ekologi kuantitatif:Metode analisis populasi dan komunitas. Jakarta: Penerbit Usaha Nasional.

Soerianegara I, A Indrawan. 2005.Ekologi Hutan Indonesia. Bogor:

Laboratorium Ekologi Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Suratmo, F.G. 1979.Prinsip Dasar Tingkah Laku Satwa Liar. Fakultas Kehutanan

IPB. Bogor.

Susilawati, D. 2001.Study Tentang Populasi dan Prilaku Harian Monyet Ekor panjang (Macaca fascicularis Raffles, 1821) di Taman Nasional Bukit


(57)

Primates and Some Other Animal in East Kalimantan Folia Primates. Folia Primatologica23 (4): 245-27.

Yolanda, N. 2012.Studi Kondisi Vegetasi Sebagai Habitat Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Bukit Gunung Sulah Kota Bandar Lampung. (Skripsi). Sarjana Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Yuliyanti, D. 2002.Populasi dan Pola Aktivitas Harian Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis Raffles 1821) di Hutan Kota Tirtosari Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Teluk Betung Utara Bandar Lampung. (Skripsi) Sarjana Universitas Lampung. Bandar Lampung.


(1)

63

6.2. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang analisis kesesuaian habitat monyet ekor panjang sebagai upaya untuk menilai kelayakan dan kesesuaian habitat monyet ekor panjang yang ada di hutan Desa Cugung.

2. Perlu adanya perhatian khusus terhadap tata pengelolaan hutan desa, khususnya di Hutan Desa Cugung terhadap habitat satwa liar khususnya adalah habitat monyet ekor panjang.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Aldrich-Blake. 1980. “Long-Tailed Macaquesin Malayan Primates.Ten Years Study in Tropical Rain Forest. By. David J. Chievers. Plenum press. New York. 147 hlm.

Alikodra, H.S. 1990. Dasar-dasar Pembinaan Margasatwa. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Alikodra, H.S,. 2002.Pengelolaan Satwa Liar Jilid I, Fakultas Kehutanan IPB Bogor.

Anderson, J. R. 1998.Sleep, Sleeping site, and Sleep-related activities:

Awakening to their significance.American Journal of Primatology. 46: 63-75.

Anggraeni. I.W.S,. 2013.Populasi Dan Habitat Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo dan Sekitarnya, Surabaya. (skripsi). Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Anon. 2001.Macaca fascicularis.website. Forest departement serawak. Http://www.forestry.serawak .gov.my/forweb/wildlife/fauna/mammal/ itmac.html. di akses 08 september 2014.

Bailey, A.B. (1978). Methods of Social Research. The Free Press London: Collin Mac Millan Publisher.

Berliana, Y, Rizaldi,Wilson. N. 2013.Struktur Kelompok, Daerah Jelajah dan Jenis Makanan Ungko (Hylobates agilis) di Hutan Pendidikan dan

Penelitian Biologi Universitas Andalas.Jurnal Biologi Universitas Andalas ISSN : 2303-2162 Maret 2013 ( 57-63).

Bismark, M., 1984. Biologi dan Konservasi Primata di indonesia. Penerbit Fakultas Pascasarjana IPB. Bogor.


(3)

Chivers, D.J. 1980.The Siamang in Malaya: A Field Study of Primate in Tropical Rain Forest. Contribution on Primatologi. New York.

Chandra, D. 2006. Analisis Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) diBbukit Banten Kelurahan Sidodadi Kecamatan Kedaton Bandar Lampung. Skripsi Sarjana Universitas Lampung. Bandar Lampung.

[CITES] Convention on International Trades in Endangered Species of Wildlife Flora and Fauna. 2009. Macaca fascicularis. Di dalam: CITES species database Indonesia. http://www.cites.org/ [21 September 2014].

Crockett, M.C. and Wilson. 1980. The Ecological Separation of Macaca Nemestrina and Macaca Fascicularis in Sumatra. In: The Macaques: Studies in Ecology, Behavior and Evolution, D. G. Linburg (ed). Van Nostrand Reinhold. New York. Pp. 148-181.

Fakhri K, Priyono B, Rahayuningsih M. 2012. Studi Awal dan Distribusi Macaca fascicularis Raffles di Cagar Alam Ulolanang. Unnes Journal of Life Science1 (2):119-125.

Fitri, R., Rizaldi dan Novarino, W. 2013. Kepadatan Populasi dan Struktur Kelompok Simpai (Presbytis melalophos) serta Jenis Tumbuhan Makanannya di Hutan Pendidikan dan Penelitian Biologi (HPPB) Universitas Andalas. Jurnal Biologi Universitas Andalas (J. Bio. UA.) 2(1) –Maret 2013 : 25-30 (ISSN : 2303-2162).

Gracia, J. E ., F. Barza. 1993.Sleeping sites and lodge trees of the night monkey (Autus azarae)in Bolivia.International of Primatology. 14(3): 467-477. Gopal, B. dan N. Bharwaj. 1979.Element of Ecology. Departement of Botany.

Rajasthan University Jaipur, India.

Huntingford F. 1984. The Study of Animal Behaviour. London: Chapman and Hall.

Irwan, Z.D. 1992.Prinsip-prinsip Ekologi dan Organisasi: Ekosistem, komunitas, dan Lingkungan. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.

Indriyanto. 2006.Ekologi Hutan. Buku. PT. Bumi Aksara. Jakarta.

Iqbal. M. 2011.Pemilihan Lokasi Tidur (Sleeping sites) Kukang Jawa (Nycticebus javanicus E. Geoffroy, 1812) yang di Lepas Liarkan di Kawasan Hutan Gunung Salak Bogor, Jawa Barat. Universitas Jakarta. Depok.


(4)

[IUCN]International Union for Conservation of Nature and Natural Resources. 2009.Macaca fascicularis.Di dalam: IUCN Red List of Least Concern Species. Version 2009.1. http://www.iucnredlist.org [21 September 2014]. Karimullah. 2011. SocialOrganization and mating system of Macaca fascicularis

(long tailed macaques). International Journal of Biology3 (2):23-31.

Fakhri. K, Bambang. P, Margareta. R. 2012. Studi Awal Populasi dan Distribusi Macaca fascicularis Ulolanang Raffles di Cagar Alam. Unnes Journal of Science ISSN 2252-6277 November 2012 (1-2).

Fitri, R., Rizaldi dan Novarino, W. 2013. Kepadatan Populasi dan Struktur Kelompok Simpai (Presbytis melalophos) serta Jenis Tumbuhan Makanannya di Hutan Pendidikan dan Penelitian Biologi (HPPB) Universitas Andalas. Jurnal Biologi Universitas Andalas (J. Bio. UA.) 2(1) –Maret 2013 : 25-30 (ISSN : 2303-2162).

Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung. 2014.Rencana Pengelolaan Hutan Lindung Jangka Panjang Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Gunung Rajabasa.Laporan. Tidak dipublikasikan.

Kusmana, C. 1997.Metode Survey Vegetasi. PT Penerbit Institut Pertanian Bogor. Lang, C. K. A. 2006. Primate Factsheets:Long-Tailed Macaque (Macaca

fascicularis) Taxonomy, Morphology & Ecology. http://pin. primate.wisc.edu/

factsheets/long-tailed_macaque [2 Agustus 2011].

Lekagul, B. And Neely .J.A. Mc.1977.Mammals of Thailand. Assosiation for the Concervation of Wildlife SahakambatCo., Bangkok. Bangkok.

Linburg, G,D,. Ed. 1980.The Macaques. Van Nostrand Reinhold Co. New York. Hal. 239-240.

Medway L. 1978.The Wild Mammals of Malaya (Peninsular Malaysia) and Singapore. Second Edition. Kuala Lumpur: Oxford University Press. Napier, J.R. and Napier, P.H. 1967.A Handbook of Living Primate Morphology

Ecologi And Behaviour Of Human Primates. Academic Press London New York.

Nugraha, B. 2014. Peta Lokasi Peta Administrasi Desa Cugung Kecamatan Gunung Rajabasa Kabupaten Lampung Selatan Provinsi Lampung, Oktober 2014. Tidak dipublikasikan. Bandar Lampung.


(5)

Odum, E.P. 1993.Dasar-dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Terjemahkan oleh

Tjahjono Samingan dari buku Fundamentals of Ecology. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Peraturan Perundang-Undangan. 1999. Lampiran Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 41 tahun 1999. Biro Peraturan Perundang-Undangan. Jakarta. Diakses tanggal 21 September 2014 pukul 15.35 Wib.

Qiai, Z., H. Chengming, L. Ming & W. Fuen. 2009. Sleeping sites use by trachypitecus francoisi at nonggang nature reserve China. International Journal of Primatology.30: 353-365.

Reichard, U. 1998.Sleeping sites, Sleeping places, and presleep behavior of gibbons (Hylobates iar).American Journal Primatology. 46: 35-62.

Risdiyansah, Harianto, S.P, Nurcahyani, N dan. 2014. Studi Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Pulau Condong Darat Desa Rangai Kecamatan Ketibung Kabupaten Lampung selatan. Jurnal Sylva Lestari ISSN 2339-0913 Vol. 2 No. 1. Januari 2014 (41—48).

Rivando, R. 2013.Interaksi Antara Monyet Ekor Panjang (Macaca Fascicularis) Dengan Masyarakat di Bukit Banten Kelurahan Sidodadi Kecamatan Kedaton Kota Bandar Lampung. (Skripsi). Sarjana Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Setiawan, T. 2015.Peta Lokasi Peta Koordinat Aktivitas Monyet Ekor Panjang Di Hutan Desa Cugung, Kecamatan Gunung Rajabasa, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung, Januari 2015. Tidak dipublikasikan. Bandar Lampung.

Soemarwoto, O. 1983.Ekologi Lingkungan Hidup dan pembangunan. Jakarta: Penerbit Usaha Nasional.

Soegianto, A. 1994. Ekologi kuantitatif:Metode analisis populasi dan komunitas. Jakarta: Penerbit Usaha Nasional.

Soerianegara I, A Indrawan. 2005.Ekologi Hutan Indonesia. Bogor:

Laboratorium Ekologi Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Suratmo, F.G. 1979.Prinsip Dasar Tingkah Laku Satwa Liar. Fakultas Kehutanan

IPB. Bogor.

Susilawati, D. 2001.Study Tentang Populasi dan Prilaku Harian Monyet Ekor panjang (Macaca fascicularis Raffles, 1821) di Taman Nasional Bukit


(6)

Barisan Selatan.Skripsi Sarjana FMIPA. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Trisnawati, S.A. 2014.Studi Populasi Dan Habitat Monyet Ekor Panjang (Macaca Fascicularis) di Cagar Alam Pananjung Pangandaran Jawa Barat.(skripsi). Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Wilson, C. C. dan W. L Wilson. 1975. The Influence of Selective Logging on Primates and Some Other Animal in East Kalimantan Folia Primates. Folia Primatologica23 (4): 245-27.

Yolanda, N. 2012.Studi Kondisi Vegetasi Sebagai Habitat Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Bukit Gunung Sulah Kota Bandar Lampung. (Skripsi). Sarjana Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Yuliyanti, D. 2002.Populasi dan Pola Aktivitas Harian Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis Raffles 1821) di Hutan Kota Tirtosari Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Teluk Betung Utara Bandar Lampung. (Skripsi) Sarjana Universitas Lampung. Bandar Lampung.