Kerangka Teori Tinjauan Yuridis Perjanjian Pola Kemitraan Perkebunan Kelapa Sawit Inti-Plasma Antara PT. Boswa Megalopolis Dengan Masyarakat (Suatu Penelitian Di Kabupaten Aceh Jaya)

13 ilmiah, keilmuwan dan terbuka untuk dikritik yang sifatnya konstruktif membangun.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Teori merupakan generalisasi yang dicapai setelah mengadakan pengujian dan hasilnya menyangkut ruang lingkup dan fakta yang luas. 6 Teori adalah suatu sistem yang tersusun oleh berbagai abstraksi yang berinterkoneksi satu sama lainnya atau berbagai ide yang memadatkan dan mengorganisasi pengetahuan tentang dunia. 7 Sedangkan menurut M. Solli Lubis kerangka teori adalah suatu kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui yang dijadikan masukan dalam membuat kerangka berfikir dalam penulisan. 8 Teori adalah suatu sistem yang tersusun oleh berbagai abstraksi yang berinterkoneksi satu dengan yang lainnya atau berbagai ide yang memadatkan dan mengorganisasi pengetahuan tentang dunia ia adalah rencana yang ringkas untuk berfikir tentang dunia dan bagaimana dunia itu bekerja. 9 6 Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1986, hlm. 126. 7 HR. Otje Salman dan Anton F. Susanto, Teori Hukum, Bandung: Refika Aditama, 2005, hlm. 22. 8 M. Solli Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung: Mandar Maju,1994, hlm. 80. 9 HR. Otje Salman dan Anton F. Susanto, Teori Hukum, Bandung: Refika Aditama, 2005, hlm. 22. Universitas Sumatera Utara 14 Dari beberapa pendapat di atas dapat diketahui bahwa maksud kerangka teori adalah pengetahuan yang diperoleh dari tulisan dan dokumen serta pengetahuan kita sendiri yang merupakan kerangka dari pemikiran dan sebagai lanjutan dari teori yang bersangkutan, sehingga teori penelitian dapat digunakan untuk proses penyusunan maupun penjelasan serta meramalkan kemungkinan adanya gejala-gejala yang timbul. Dalam menjawab rumusan permasalahan yang ada, kerangka teori yang digunakan dalam penulisan ini adalah teori kemitraan dan didukung dengan teori kebebasan berkontrak dan teori perlindungan hukum. Dasar pemikiran kemitraan partnership pada dasarnya berada dalam argumen tentang peran dan posisi negara dalam relasi hubungan negara state dan masyarakat society. Penjelasan terhadap hubungan dan relasi ini adalah pengetahuan paling klasik dalam pengetahuan ilmu sosial. Hal ini jelas terlihat karena konsep ini telah dibicarakan sejak tahun 1800-an. Paling tidak ada 3 pemikiran yang telah menjelaskan, yaitu: Perspektif pasar market system yang dapat ditelusuri dalam teori ekonomi klasik dari Adam Smith sampai New Public Management dalam karya David Osborne. Dalam perspektif ini bermula dari pemisahan tegas atau tidak ada hubungan sama sekali antara negara dan masyarakat baik dalam bentuk privat maupun komunitas sampai pandangan yang mengarahkan pelibatan negara dalam urusan pasar yang dikemukakan Keyness dan perubahan manjemen negara untuk beroperasi seperti perusahaan privat. Perspektif demokrasi yang dapat ditelusuri dalam teori Universitas Sumatera Utara 15 demokratic administration sejak Max Weber sampai New Public services dalam karya Denhartd an d Denhartd. 10 Selanjutnya Ian Linton mengartikan kemitraan sebagai: sebuah cara melakukan bisnis dimana pemasok dan pelanggan berniaga satu sama lain untuk mencapai tujuan bisnis bersama. 11 Berdasarkan motivasi ekonomi tersebut, maka prinsip kemitraan dapat didasarkan atas saling memperkuat. Dalam kondisi yang ideal, tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kemitraan secara lebih konkrit yaitu : 12 1. Meningkatkan pendapatan usaha kecil dan masyarakat; 2. Meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan; 3. Meningkatkan pemerataan dan pemberdayaan masyarakat dan usaha kecil; 4. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan, wilayah dan nasional; 5. Meningkatkan ketahanan ekonomi nasional. Konsep kemitraan dapat lebih rinci diuraikan dalam pasal 26 Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, disebutkan bahwa kemitraan dapat dilaksanakan antara lain dengan pola : a. Inti-plasma; b. Subkontrak; 10 Zaini Rohmad, Sudarmo dan Siany Indria Liestyasari, “Kebijakan Kemitraan Publik, Privat dan Masyarakat dalam Perkembangan Pariwisata”, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret, 2009. 11 Ian Linton, Kemitraan, Jakarta: Harlimy, 1997, hlm. 10. 12 Mohammad Jafar Hafsah, Kemitraan Usaha, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1999, hlm.4 . Universitas Sumatera Utara 16 c. Waralaba; d. Perdagangan Umum; e. Distribusi dan Keagenan; dan f. Bentuk-bentuk kemitraan lain, seperti: bagi hasil, kerja sama operasional, usaha patungan joint venture, dan penyebarluasan outsourching. Secara garis besar, perusahaan PT. Boswa Megalopolis yang akan diteliti mempunyai tanggung jawab terhadap mitranya masyarakat dalam memberikan bantuan dan pembinaan mulai dari sarana produksi, bimbingan teknis, sampai dengan pemasaran hasil produksi. Selanjutnya perusahaan inti perusahaan PT. Boswa Megalopolis mengupayakan tersedianya bibit, pupuk, yang diperlukan selama berlangsungnya kegiatan penanaman, serta disamping itu perusahaan juga membantu petani dalam penyediaan modal dan sumber-sumber lainnya. Sedangkan pihak masyarakat petani plasma menyediakan lahan areal tempat menanam dan melaksanakan pemeliharaan secara intensif pada lahan garapan yang diusahakan di bawah pengawasan dan pembinaan teknis perusahaan inti. Kemitraan pengelolaan perkebunan dalam prakteknya dibuat dalam perjanjian oleh para pihak. Hal ini juga dipertegas oleh Peraturan Menteri Pertanian Nomor 940KPTSOT.2101097 tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26PermentanOT.14022007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan yang mewajibkan perjanjian pola kemitraan dituangkan dalam bentuk perjanjian tertulis sesuai kesepakatan para pihak. Universitas Sumatera Utara 17 Pada dasarnya setiap orang bebas melakukan perjanjian. Hal ini sebagai realisasi dari asas kebebasan berkontrak yang semestinya juga harus diimplementasi oleh Pihak Perusahaan dalam melakukan kemitraan perkebunan dengan Masyarakat. Sehingga diharapkan dapat membantu menganalisis masalah perjanjian Pola kemitraan yang akan diteliti. Kebebasan berkontrak merupakan asas penting dalam hukum perjanjian. Pada abad sembilan belas, kebebasan berkontrak sangat diagungkan dan sangat mendominasi teori. Keberadaan asas kebebasan berkontrak tidak dapat dilepaskan dari aliran filsafat ekonomi liberal. Dalam bidang ekonomi berkembang aliran Laissez Faire, yang dipelopori Adam Smith yang menekankan prinsip non intervensi oleh Pemerintah dalam kegiatan ekonomi dan bekerjanya pasar. 13 Adam Smith menolak campur tangan Pemerintah dalam bidang pribadi terutama dalam bidang ekonomi. Campur tangan negara tanpa alasan yang sah merupakan tindakan yang tidak adil, karena melanggar hak individu. Ini berarti bahwa Ia menolak secara mutlak campur tangan Pemerintah dalam kehidupan pribadi, justru pemerintah diberikan tempat yang sentral untuk menegakkan keadilan. 14 Oleh karena tidak ada intervensi pemerintah dalam bidang ekonomi, maka ada kebebasan penuh para pihak dalam hubungan kontraktual. Paham ini dilandasi oleh teori ekonomi kehendak, yakni teori yang menafsirkan bahwa hukum merupakan perintah atau produk suatu 13 Ridwan Khairandy, Itikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, Jakarta: Universitas Indonesia Fakultas Hukum Pasca Sarjana, 2003, hlm. 45. 14 Ibid, hlm. 67. Universitas Sumatera Utara 18 kehendak. Jika seseorang terikat pada kontrak, karena memang ia menghendaki keterikatan tersebut. 15 Kebebasan berkontrak pada dasarnya adalah implementasi dari alam pikiran faham individualis. Mariam Darus Badrulzaman mensyinyalir bahwa kebebasan berkontrak yang dituangkan dalam Buku III KUH Perdata berlatar-belakang pada faham individualisme yang secara embrional lahir dalam zaman Yunani, diteruskan oleh kaum Eficurisen dan berkembang pesat pada abad ke XVIII melalui pemikiran Huge de Groot Grotius, Thomas Hobbes, John Locke dan Rousseau. Puncak perkembangannya dalam periode setelah revolusi Perancis. Faham individualis mengutamakan dan menjunjung tinggi nilai-nilai dan eksistensi individu di dunia ini, termasuk dalam memenuhi kebutuhannya. 16 Penelitian ini juga membutuhkan bantuan dari teori perlindungan hukum, sebagai pisau analisis untuk menjawab permasalahan yang akan diteliti yaitu mengenai bentuk perlindungan hukum terhadap masyarakat dalam perjanjian pola kemitraan perkebunan. Penganut aliran positivisme lebih menitikberatkan kepastian sebagai bentuk perlindungan hukum bagi subjek hukum dari kesewenang-wenangan pihak yang lebih dominan. Subjek hukum yang kurang bahkan tidak dominan pada umumnya kurang bahkan tidak terlindungi haknya dalam suatu perbuatan dan peristiwa hukum. 15 Ibid, hlm. 47. 16 Mariam Darul Badrulzaman, Pembentukan Hukum Nasional dan Permasalahannya, Bandung: Alumni, 1981, hlm. 118-119. Lihat juga pendapat Achmad Ichsan dalam bukunya Hukum Perdata I B, Jakarta: PT. Pembimbing Masa, 1969, hlm. 9. Universitas Sumatera Utara 19 Kesetaraan hukum adalah latar belakang yang memunculkan teori tentang kepastian hukum. Hukum diciptakan untuk memberikan kepastian perlindungan kepada subjek hukum yang lebih lemah kedudukan hukumnya. 17 Kepastian hukum bermuara pada ketertiban secara sosial. Dalam kehidupan sosial, kepastian adalah menyeratakan kedudukan subjek hukum dalam suatu perbuatan dan peristiwa hukum. Dalam paham positivisme, kepastian diberikan oleh negara sebagai pencipta hukum dalam bentuk undang-undang. Pelaksanaan kepastian dikonkretkan dalam bentuk lembaga yudikatif yang berwenang mengadili atau menjadi wasit yang memberikan kepastian bagi setiap subjek hukum. 18 Dalam hubungan secara perdata, setiap subjek hukum dalam melakukan hubungan hukum melalui hukum kontrak juga memerlukan kepastian hukum. Pembentuk undang-undang memberikan kepastiannya melalui Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Perjanjian yang berlaku sah adalah undang-undang bagi para subjek hukum yang melakukannya dengan itikad baik. Subjek hukum diberikan keleluasaan dalam memberikan kepastian bagi masing-masing subjek hukum yang terlibat dalam suatu kontrak. Kedudukan yang sama rata dipresentasikan dalam bentuk itikad baik. Antar subjek hukum yang saling menghargai kedudukan masing-masing subjek hukum adalah perwujudan dari itikad baik. 19 17 Mario A. Tedja, “Teori Kepastian dalam Perspektif Hukum,” http:mariotedja.blogspot.com201212teori-kepastian-dalam-prespektif-hukum.html, diakses 3 Mei 2013 18 Ibid 19 Ibid Universitas Sumatera Utara 20 Kepastian dalam melakukan kontrak tidak hanya dari suatu akibat suatu kontrak yang hendak diinginkan, akan tetapi juga pada substansi kontrak itu sendiri. Pembentuk undang-undang juga mewajibkan kepastian dalam merumuskan suatu kontrak. Pasal 1342 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa kata- kata yang digunakan juga harus jelas sehingga tidak dapat menyimpang dari penafsiran yang sudah dijelaskan. Oleh karena kontrak merupakan undang-undang bagi para subjek hukum maka segala sesuatu yang tertulis harus pasti diartikan oleh para subjek hukum. Jika suatu kontrak tidak memberikan kepastian dalam hal isinya maka kedudukan subjek hukum yang lemah akan tidak terlindungi dan menjadi tidak pasti. 20 Dalam perjanjian kemitraan antara PT. Boswa Megalopolis dengan masyarakat, keaktifan pihak pemerintah sebagai fasilitator dipandang perlu eksistensinya. Masyarakat sebagai petani plasma yang kurang memiliki manajemen serta sumber daya terbatas setidaknya dapat terlindungi hak-haknya guna memperoleh kepastian hukum. Oleh karenanya Pemerintah Kabupaten khususnya di gampong Panggong Kecamatan Krueng Sabee diharapkan untuk benar-benar serius menjadi mediator dalam merealisasikan dan mendukung sepenuhnya atas isi perjanjian hal kerjasama pola kemitraan perkebunan inti-plasma antara PT. Boswa Megalopolis dengan masyarakat dimaksud.

2. Konsepsi

Dokumen yang terkait

POLA KEMITRAAN DAN PENDAPATAN USAHATANI KELAPA SAWIT (Kasus Kemitraan Usahatani Kelapa Sawit Antara PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Bekri dengan Petani Mitra Di Desa Tanjung Jaya Kecamatan Bangun Rejo Kabupaten Lampung Tengah)

4 62 75

Perkebunan Kelapa Sawit Pola Kemitraan PT. Anugerah Tani Bersama dengan Masyarakat (Kasus Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan)

1 8 182

Perkebunan Kelapa Sawit Pola Kemitraan PT. Anugerah Tani Bersama dengan Masyarakat (Kasus Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan)

0 11 98

PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DENGAN POLA KEMITRAAN /INTI PLASMA ANTARA NINIKMAMAK BAWAN DENGAN PT.AMP.PLANTATION DI TANAH ULAYAT BAWAN KECAMATAN AMPEK NAGARI KABUPATEN AGAM.

1 1 40

PERJANJIAN KEMITRAAN DENGAN POLA INTI-PLASMA PADA PETANI KELAPA SAWIT DI KABUPATEN PASAMAN BARAT DITINJAU DARI UU NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH.

0 0 1

TINJAUAN TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN INTI PLASMA KELAPA SAWIT ANTARA PTPN VIII KERTAJAYA DENGAN PETANI KELAPA SAWIT KABUPATEN LEBAK DIKAITKAN DENGAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA.

0 2 1

PERJANJIAN KEMITRAAN DENGAN POLA INTI PLASMAPADA PETERNAK AYAM POTONG BROILERDI PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN JAWA TENGAH - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR) Agus Adi Dewanto

0 0 75

BAB II PENGATURAN POLA KEMITRAAN USAHA PERKEBUNAN ANTARA PERUSAHAAN PERKEBUNAN DENGAN MASYARAKAT A. Tinjauan Umum Pola Kemitraan Perkebunan - Tinjauan Yuridis Perjanjian Pola Kemitraan Perkebunan Kelapa Sawit Inti-Plasma Antara PT. Boswa Megalopolis Denga

0 0 33

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Perjanjian Pola Kemitraan Perkebunan Kelapa Sawit Inti-Plasma Antara PT. Boswa Megalopolis Dengan Masyarakat (Suatu Penelitian Di Kabupaten Aceh Jaya)

0 0 26

Tinjauan Yuridis Perjanjian Pola Kemitraan Perkebunan Kelapa Sawit Inti-Plasma Antara PT. Boswa Megalopolis Dengan Masyarakat (Suatu Penelitian Di Kabupaten Aceh Jaya)

0 0 13