Perkebunan Kelapa Sawit Pola Kemitraan PT. Anugerah Tani Bersama dengan Masyarakat (Kasus Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan)
STRATEGI DAN KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA
PERKEBUNAN KELAPA SAWIT POLA KEMITRAAN
PT. ANUGERAH TANI BERSAMA DENGAN MASYARAKAT
(KASUS PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN
BANYUASIN, SUMATERA SELATAN)
SULISTIANAWATI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
(2)
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam Tugas Akhir saya yang berjudul :
“Strategi dan Kelayakan Pengembangan Usaha Perkebunan Kelapa Sawit Pola Kemitraan PT. Anugerah Tani Bersama dengan Masyarakat (Kasus Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan)”
Merupakan gagasan dan hasil penelitian laporan akhir saya sendiri, dengan bimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Tugas Akhir ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain.
Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Februari 2010
Sulistianawati F052050065
(3)
ABSTRACT
SULISTIANAWATI. Feasibility and Strategy Development of Oil Palm Plantation Business Patterns Partnership PT.Anugerah Tani Bersama with Local People (Case of Oil Palm Plantation in Musi Banyuasin Region, South Sumatera). Supervised by H. MUSA HUBEIS as Committee Chairperson, and HARTRISARI HARDJOMIDJOJO as member.
Problems that become the base of oil palm development is how to find a mutually beneficial synergy between farmers and companies in the cultivation of oil palm plantation with the partnership pattern. Goal of this research is to evaluate the prospects of partnership between PT Anugerah Farmers Co (PT ATB) with ‘owner’ land farmers, to analyze the feasibility of cultivation of oil palm plantation partnership for PT ATB and farmers, and determine strategic development priorities of partnerships by the oil palm plantation partnership between PT ATB with the farmers.
Types of data used in this study the data in the form of investment costs, operating costs, and organizational management, partnership and farmers' income. The data in this study include primary and secondary data. Analysis carried out on various aspects relating to the strategy and the feasibility of developing oil palm plantations with the partnership developed, the partnership model, the analysis of plasma farmers' income, financial feasibility analysis, internal and external analysis. PT. ATB implement core-plasma partnership pattern with the farmers. Partnership core-plasma system that is applied is 60:40 partnership system. The results of the analysis indicate that the development plan of plantation and factory, in the technical assumptions and economic can be met, then the standard can be met quite feasible in all feasibility criteria. Total project investment will be recovered (PBP) in 9.87 years and net cash value (NPV) projects amounted to Rp 446.039 billion. Cash value of this project is equivalent to the internal exchange rate (IRR) of 34.15% (before interest), or 27.55% (after interest).
Internal factors that became the strength of the partnership are the land, marketing, finance, credibility to access capital, government relations and public relations. While the factors that are considered to be the weaknesses are experience to build plantation, research and development, and management information system. External factors that become opportunity for partnership is local government support, availability of farmers land, banking support, and the prospects of oil palm. While the factors considered as a threat is political and security situation of the world.
According to the results of QSPM analysis matrix, the prior alternative strategies is the SO (strengths and opportunities) based strategy is maximize cooperation partnerships with the potential of land owned by the community.
Keywords : feasibility, internal and external factors, palm oil, strategic development, the partnership pattern
(4)
RINGKASAN
SULISTIANAWATI. Strategi Dan Kelayakan Pengembangan Usaha Perkebunan Kelapa Sawit Pola Kemitraan PT. Anugerah Tani Bersama Dengan Masyarakat (Kasus Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan). Di bawah bimbingan H. MUSA HUBEIS sebagai Ketua dan HARTRISARI HARDJOMIDJOJO sebagai Anggota
Komoditas kelapa sawit merupakan primadona perdagangan ekspor Indonesia sejak dekade lalu. Minyak sawit sebagai hasil pengolahan buah kelapa sawit utama merupakan minyak nabati paling berpotensi dalam perdagangan minyak nabati dunia.
Permasalahan yang menjadi landasan pengembangan kelapa sawit adalah bagaimana menemukan sinergi yang saling menguntungkan antara petani dan perusahaan di dalam pengusahaan perkebunan kelapa sawit dengan pola kemitraan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi prospek kemitraan antara PT Anugerah Tani Bersama (PT ATB) dengan petani ‘pemilik’ lahan, menganalisis kelayakan pengusahaan perkebunan kelapa sawit dengan pola kemitraan bagi PT ATB dan petani, dan menentukan prioritas stratejik pengembangan kemitraan pengusahaan perkebunan kelapa sawit dengan pola kemitraan antara PT ATB dengan petani.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data biaya investasi, biaya operasi, manajemen dan organisasi, pola kemitraan dan pendapatan petani. Berdasarkan sumbernya, data terdiri dari data primer dan data sekunder. Teknik pengambilan contoh yang digunakan dalam penelitian adalah metode purposive sampling, yaitu memilih secara sengaja contoh yang diteliti sebagai responden. Analisis dilakukan terhadap berbagai aspek yang berkaitan dengan strategi dan kelayakan pengembangan perkebunan kelapa sawit dengan pola kemitraan yang dikembangkan, yaitu model kemitraan, analisis pendapatan petani plasma, analisis kelayakan finansial, analisis internal dan eksternal.
PT. ATB menerapkan pola kemitraan inti-plasma dengan petani. Melalui pola kemitraan, secara kualitatif dapat diketahui peluang yang dapat dimanfaatkan dan ancaman yang dapat dihilangkan melalui kerjasama kemitraan. Sistem kemitraan inti plasma yang diterapkan adalah sistem kemitraan 60:40. Hasil analisis menunjukkan bahwa rencana pengembangan kebun dan pabrik, dalam kondisi asumsi-asumsi teknis dan ekonomis dapat dipenuhi, maka standar cukup layak dapat dipenuhi pada semua kriteria kelayakan. Investasi total proyek akan terpulihkan (PBP) dalam waktu 9,87 tahun dan nilai tunai netto (NPV) proyek adalah sebesar Rp 446,039
miliar. Nilai tunai proyek ini setara dengan tingkat imbalan internal (IRR) sebesar 34,15 % (sebelum bunga) atau 27,55 % (setelah bunga). Secara umum hasil analisis aspek finansial, dengan asumsi-asumsi teknis dan ekonomi terpenuhi menunjukkan rencana pengembangan kebun dan pabrik sesuai kriteria kelayakan usaha dengan batas kritis relatif aman.
Berdasarkan hasil perbandingan proyeksi bagi hasil, menunjukkan bahwa pola kemitraan 60:40 yang dilaksanakan oleh PT ATB memberikan pendapatan rataan bagi petani Rp 6,629,298 per tahun hektar, sedangkan dengan pola bagi hasil 80:20 akan memberikan pendapatan Rp 3,531,028 per tahun hektar.
(5)
Faktor internal yang menjadi kekuatan bagi kemitraan adalah lahan, pemasaran, keuangan, kredibilitas mendapat akses modal, hubungan pemerintah dan hubungan masyarakat. Sedangkan faktor yang dinilai menjadi kelemahan adalah pengalaman dalam membangun kebun. Faktor eksternal yang menjadi peluang bagi kemitraan adalah dukungan pemerintah daerah, ketersediaan lahan petani, dukungan perbankan, dan prospek kelapa sawit. Sedangkan faktor yang dinilai sebagai ancaman adalah situasi politik dan keamanan dunia.
Berdasarkan hasil analisis matriks QSPM, alternatif strategi yang menjadi prioritas adalah strategi yang berbasis pada SO (strengths and opportunities). Alternatif strategi yang diusulkan adalah sebagai berikut (1) Melaksanakan kerjasama kemitraan dengan memaksimalkan potensi lahan yang dimiliki oleh masyarakat, (2) Memaksimalkan peran serta masyarakat dan keterlibatan masyarakat dalam pemilikan lahan perkebunan. (3) Mengembangkan pola kemitraan yang saling menguntungkan baik bagi perusahaan inti dan petani, (4) Menciptakan sinergi yang baik antara perusahaan dan petani mitra, (5) Melakukan sosialisasi yang baik dalam pelaksanaan program kemitraan kepada msyarakat, (6) Melakukan kerjasama dengan pihak lain yang telah memiliki pengalaman dalam membangun kebun dan pabrik kelapa sawit, dan (7) Menciptakan peluang kerjasama kemitraan dengan alternatif komoditas perkebunan yang lain.
Kata kunci : faktor internal dan eksternal, kelapa sawit, kelayakan, pola kemitraan, strategi pengembangan
(6)
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh Karya Tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya Tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
(7)
STRATEGI DAN KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT POLA KEMITRAAN PT. ANUGERAH TANI BERSAMA
DENGAN MASYARAKAT(KASUS PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN BANYUASIN, SUMATERA SELATAN)
SULISTIANAWATI
Tugas Akhir
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada
Program Studi Industri Kecil Menengah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2010
(8)
Judul Tugas Akhir : Strategi dan Kelayakan Pengembangan Usaha Perkebunan Kelapa Sawit Pola Kemitraan PT. Anugerah Tani Bersama dengan Masyarakat (Kasus Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan)
Nama Mahasiswa : Sulistianawati
Nomor Pokok : F052050065
Disetujui, Komisi Pembimbing
Prof.Dr.Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA Dr.Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA
Ketua Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana
Industri Kecil Menengah
Prof.Dr.Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA Prof.Dr.Ir. H. Khairil A. Notodiputro, MS
(9)
(10)
PRAKATA
Puji dan syukur dipanjatkan kepada hadirat Allah SWT atas segala karunia dan anugerah yang diberikan-Nya, sehingga Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Industri Kecil Menengah, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dapat diselesaikan.
Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini tidak akan selesai tanpa dukungan dan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini disampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof.Dr.Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA, sebagai ketua komisi pembimbing atas bimbingan dan dorongannya dalam penulisan dan penyelesaian Tugas Akhir.
2. Dr.Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA, sebagai anggota komisi pembimbing atas motivasi dan bimbingan yang telah diberikan dalam penulisan dan penyelesaian Tugas Akhir ini.
3. Dr.Ir. Sapta Raharja, DEA, sebagai penguji luar komisi dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.
4. Seluruh staf pada Program Studi Industri Kecil Menengah, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor yang telah banyak membantu selama kuliah berlangsung.
5. Keluarga penulis, adik-adik yang senantiasa memberikan semangat hingga Tugas Akhir ini selesai.
6. Suami penulis, Ir. Budi Purwanto, ME dan ananda tercinta Kenang Ina Versiggi Subud atas segala pengorbanan yang tiada henti, baik moril dan materil, sehingga penulisan Tugas Akhir ini dapat terselesaikan dengan baik.
7. Teman-teman angkatan VI Program Studi Industri Kecil Menengah, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan kepada semua pihak yang telah membantu selesainya Tugas Akhir ini.
Akhirnya penulis berharap, semoga Tugas Akhir ini berguna dan dapat memberikan kontribusi bagi semua pihak yang berkepentingan. Maka dari itu, saran dan kritik membangun sangat diharapkan untuk perbaikan dan penyempurnaan di masa mendatang.
Bogor, Februari 2010 Penulis
(11)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Lumajang pada tanggal 2 Maret 1965, sebagai anak pertama dari 5 (lima) bersaudara dari Bapak (alm.) Manilan dan Ibu (almh.) Suwarti. Pendidikan Sarjana ditempuh di Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan lulus tahun 1989. Pada tahun 2005 penulis diterima pada Program Studi Industri Kecil Menengah, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Penulis bekerja pada PT Primakelola Agribisnis Agroindustri sejak 2001 – sekarang.
Penulis menikah pada bulan Desember 1991 dengan Ir. Budi Purwanto, M.E dan dikaruniai 1 (satu) orang anak bernama Kenang Ina Versiggi Subud. Sebagai tugas akhir di Sekolah Pascasarjana, penulis melaksanakan penelitian berjudul “Strategi dan Kelayakan Pengembangan Usaha Perkebunan Kelapa Sawit Pola Kemitraan PT. Anugerah Tani Bersama dengan Masyarakat (Kasus Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan)” di bawah bimbingan Prof.Dr.Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA dan Dr.Ir. Hartrisari Harmidjojo, DEA.
(12)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN... ix
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang... 1
1.1.1. Karakteristik Komoditi ... 1
1.1.2. Potensi Industri Kelapa Sawit Indonesia ... 3
1.1.3. Pohon Industri ... 4
1.1.4. Permasalahan Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit ... 7
1.2. Perumusan Masalah... 8
1.3. Tujuan Penelitian... 8
II. LANDASAN TEORI ... 9
2.1. Kerangka Teoritis Kemitraan... 9
2.1.1. Dasar Kebijakan... 10
2.1.2. Manfaat Kemitraan ... 10
2.1.3. Pola Kemitraan Inti Plasma dalam Perkebunan Kelapa Sawit ... 11
2.2 Kelayakan Investasi ... 13
2.2.1. Net Present Value ... 14
2.2.2. Payback Period ... 15
2.2.3.Internal Rate of Return ... 16
2.2.4. Net B/C ... 16
2.2.5. Break Event Point ... 17
2.2.6. Analisis Sensitivitas ... 17
2.3. Strategi Perusahaan ... 18
2.3.1. Konsep Strategi Perusahaan ... 18
2.3.2. Aspek Internal Perusahaan... 19
2.3.3. Aspek Eksternal Perusahaan ... 20
2.4. Hasil Penelitian Terdahulu... 20
III. METODE KAJIAN ... 23
3.1 Kerangka Pemikiran Kajian ... 23
3.2. Lokasi dan Jadwal... 25
3.3. Pengumpulan Data ... 25
3.3.1. Jenis Data ... 25
3.3.2. Teknik Pengambilan Contoh... 26
3.4. Metode Analisis ... 27
3.4.1. Analisis Prospek Kemitraan... 27
3.4.2. Kelayakan Investasi ... 27
3.4.3. Analisis Matriks EFE dan IFE ... 27
3.4.4. Analisis SWOT ... 30
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33
4.1. Keadaan Umum Perusahaan ... 33
4.1.1. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan... 33
(13)
4.2. Evaluasi Rencana Kemitraan PT Anugerah Tani Bersama dan Petani... 35
4.2.1. Kekuatan ... 36
4.2.2. Kelemahan ... 38
4.2.3. Peluang ... 39
4.2.4. Ancaman ... 41
4.3. Analisis IFE dan EFE... 41
4.3.1. Faktor Lingkungan Internal ... 42
4.3.2. Faktor Lingkungan Eksternal ... 43
4.4. Analisis SWOT Kemitraan ... 43
4.5. Alternatif Usulan Strategi ... 46
4.6. Analisis Kelayakan Kerjasama Kemitraan ... 46
4.6.1. Analisis Kelayakan Usaha ... 46
4.6.2. Proyeksi hasil dan pembagian... 51
4.7. Analisis Perbandingan proyeksi hasil kemitraan ATB dengan sistem bagi hasil 80:20 ... 57
4.8. Implikasi Manajerial... ... 61
KESIMPULAN DAN SARAN... 63
1. Kesimpulan ... 63
2. Saran ... 64
DAFTAR PUSTAKA ... 65
(14)
DAFTAR TABEL
No. Halaman 1. Luas areal perkebunan Kelapa Sawit menurut kelompok perkebunan pada
tahun 1997 – 2005... 3
2. Luas perkebunan Kelapa Sawit per provinsi... 4
3. Produk turunan CPO dan fungsinya dalam industri lain... 6
4. Hasil penelitian terdahulu yang relevan... 21
5. Jenis dan jumlah responden ... 26
6. Model matriks IFE dan EFE ... 28
7. Penentuan bobot faktor strategik dengan metode Delphi ... 29
8. Penentuan rating faktor strategik dengan metode Delphi ... 30
9. Matriks SWOT... 31
10. QSPM... 32
11. Dokumen dan legalitas... 34
12. Posisi lokasi kebun PT. ATB secara geografis dan batas fisik ... 34
13. Deskripsi faktor internal dan eksternal dari petani, PT ATB dan kemitraan petani – PT ATB ... 35
14.Analisis Faktor Internal... 42
15.Analisis Faktor Eksternal ... 43
16.Matriks SWOT... 44
17.Analisis Matriks QSP... 45
18.Proyeksi produksi TBS, CPO dan PKO perusahaan inti ... 47
19.Perbandingan hasil analisis sensitivitas ... 50
20.Proyeksi hasil kemitraan antara petani dan PT ATB per tahun hektar ... 54
21. Proyeksi hasil bagi PT ATB melalui pengusahaan kebun dengan kemitraan per tahun hektar (60%)... 55
22. Proyeksi hasil bagi petani plasma melalui kerjasama kemitraan dengan PT ATB per tahun hektar (40%)... 56
23.Perbandingan pola kemitraan 80:20 dan pola kemitraan 60:40 secara umum ... 57
24.Proyeksi perbandingan hasil kemitraan inti plasma 60:40 dan bagi hasil 80:20 ... 60
(15)
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Jumlah produksi minyak nabati utama dunia dalam juta metric ton ... 1
2. Produksi minyak Kelapa Sawit Indonesia dari tahun 2003-2007 ... 2
3. Pohon industri Kelapa Sawit... 5
4. Mekanisme program kemitraan terpadu... 13
5. Kerangka pemikiran kajian ... 24
6. Tren pertumbuhan konsumsi CPO Dunia ... 39
(16)
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Kuesioner... 68
2. Proyeksi biaya total proyek ... 76
3. Rencana biaya investasi kebun per hektar... 77
4. Proyeksi pendanaan ... 78
5. Proyeksi produksi dan harga TBS, CPO dan PK ... 79
6. Proyeksi produksi TBS, penjualan, pendapatan dan cicilan pinjaman... 80
7. Proyeksi arus kas ... 81
(17)
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.1.1. Karakteristik Komoditi
Komoditas kelapa sawit merupakan primadona perdagangan ekspor Indonesia sejak dekade lalu. Kelapa sawit kini menjadi tanaman perkebunan yang penting dan selalu menjadi sorotan utama dalam kinerja peningkatan kesejahteraan masyarakat di Indonesia. Minyak sawit sebagai hasil pengolahan buah kelapa sawit utama merupakan minyak nabati paling berpotensi dalam perdagangan minyak nabati dunia, karena memiliki potensi pasar besar yang masih dapat dikembangkan.
Produksi minyak sawit dunia mencapai 43,22 juta Metric Ton (MT) atau 32,29% dari total produksi minyak nabati utama dunia pada tahun 2008 (USDA, 2008), sebagaimana ditampilkan dalam Gambar 1. Ton atau MT adalah satuan berat yang sama dengan 1.000 kg (Wikipedia bahasa Indonesia, 2009).
Gambar 1. Jumlah produksi minyak nabatiutama dunia dalam juta metric ton (USDA, 2008)
(18)
2
Hingga akhir tahun 2008, total volume produksi minyak nabati dunia mencapai 133,87 juta MT. Produksi minyak nabati dunia masih didominasi oleh produksi minyak kelapa sawit, dengan jumlah produksi mencapai 43,22 juta MT dan diikuti kemudian oleh produksi minyak kedelai 37,55 juta MT.
Produksi minyak sawit oleh perkebunan besar di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya. Menurut data Badan Pusat Statistik (2007), produksi minyak sawit pada tahun 2007 mencapai angka 11,81 juta ton dengan rataan pertumbuhan per tahun mencapai 28%. Produksi minyak kelapa sawit ditampilkan dalam Gambar 2.
Gambar 2. Produksi minyak kelapa sawit Indonesia dari tahun 2003-2007 (BPS, 2003-2007)
Ekspor minyak sawit Indonesia juga terus meningkat tahun 2007 adalah 4.661 Ton dengan nilai 7.036 ribu US$ (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2009). Selain meningkatkan pendapat negara melalui ekspor, kelapa sawit juga menjadi sumber penerimaan pajak yang besar. Pajak bumi dan bangunan yang dapat diperoleh Rp. 26,263 miliar, dengan asumsi luas areal perkebunan kelapa sawit sekitar 5.247.171 hektar dan dengan tarif pajak Rp. 5.000 per hektar per tahun (Darmosarkoro, 2006).
(19)
3
1.1.2. Potensi Industri Kelapa Sawit Indonesia
Pengelolaan perkebunan kelapa sawit di Indonesia dilakukan oleh tiga kelompok usaha, yaitu Perkebunan Rakyat (PR), Badan Usaha Miliki Negara Negara (BUMN) dan Perkebunan Besar Swasta (PBS). Ketiga pengelola perkebunan tersebut terus mengembangkan areal perkebunan kelapa sawit melalui berbagai pola kerjasama, khususnya kerjasama antara perkebunan rakyat dengan perkebunan besar, baik BUMN maupun swasta melalui pola kemitraan (KKPA atau bentuk lainnya).
Puncak kinerja bisnis kelapa sawit Indonesia dimulai pada tahun 1990. Pemerintah merencanakan pertumbuhan pasar hingga tahun 2010 untuk pasar domestik sekitar 4-6% per tahun, sedangkan pertumbuhan pasar ekspor 8% per tahun.
Luas areal perkebunan kelapa sawit yang terbesar pada tahun 2005, adalah milik perkebunan besar swasta (PBS), yaitu 3.003.080 ha atau sekitar 53,6% dari total luas areal perkebunan kelapa sawit yang mencapai 5.597.158 ha. Di lain pihak, luas areal perkebunan kelapa sawit milik perusahaan rakyat (PR) sebesar 1.917.037 ha atau sekitar 34,3% dan luas areal perkebunan kelapa sawit milik perkebunan besar negara (BUMN) sebesar 677.041 ha atau sekitar 12,1% dari total luas areal perkebunan kelapa sawit (BPS, 2007).
Tabel 1. Luas areal perkebunan kelapa sawit menurut kelompok perkebunan dari tahun 1997 – 2005
Luas Areal (Ha) Tahun
PR BUMN PBS Total (Ha)
Pertumbuhan (%)
1997 824.298 443.008 1.194.521 2.461.827 -
1998 890.506 489.143 1.409.134 2.788.783 13,3
1999 1.038.289 516.447 1.617.427 3.172.163 13,7
2000 1.190.154 528.716 2.050.739 3.393.421 7,0
2001 1.206.154 541.105 2.227.078 3.974.337 17,1
2002 1.222.154 545.105 2.349.387 4.116.646 3,6
2003 1.854.394 662.803 2.766.360 5.283.557 28,4
2004 1.904.944 675.090 2.867.527 5.447.561 3,1
2005 1.917.037 677.041 3.003.080 5.597.158 2,7
Pertumbuhan rataan 11,1
(20)
4
Areal tanaman kelapa sawit terluas pada tahun 2007 adalah Provinsi Riau 1,4 juta ha (23,19%), kemudian berturut-turut Provinsi Sumatera Utara 1,04 juta ha (17,18%), Sumatera Selatan 600 ribu ha (9,98%), Kalimantan Tengah 467 ribu ha (7,68%) dan Jambi 448 ribu ha (7,37%), seperti disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 2. Luas perkebunan kelapa sawit per provinsi (dalam Ha)
Provinsi 2002 2003 2004 2005 2006
Nanggroe Aceh Darussalam
257.684 262.151 249.011 254.261 283.283
Sumatera Utara 886.612 919.680 844.882 894.911 1.044.230
Sumatera Barat 270.047 306.496 279.798 282.518 310.281
Riau 1.238.106 1.319.659 1.340.036 1.277.703 1.409.715
Jambi 429.209 456.327 372.804 403.477 448.027
Sumatera Selatan 516.928 502.481 497.933 548.678 606.667
Bengkulu 70.409 80.218 126.252 147.125 162.440
Lampung 131.362 137.721 145.542 148.535 164.786
Bangka Belitung 90.065 94.886 119.635 130.037 138.367
Riau Kepulauan - - 6.849 13.698 14.936
Jawa Barat 6.251 6.242 8.070 8.744 10.666
Banten 16.983 19.200 12.614 14.076 17.322
Kalimantan Barat 406.372 416.807 358.175 381.791 434.459
Kalimantan Tengah 221.034 241.615 401.663 434.481 467.120
Kalimantan Selatan 138.634 141.638 172.650 134.621 146.320
Kalimantan Timur 191.146 201.871 171.581 201.236 219.906
Sulawesi Tengah 47.029 43.743 48.236 48.334 53.220
Sulawesi Selatan 83.085 78.932 13.925 16.018 19.244
Sulawesi Tenggara 13.285 4.078 4.106 466 613
Sulawesi Barat - - 52.476 57.476 61.590
Papua 52.817 49.812 51.051 39.090 43.232
Irian Jaya Barat - - 11.540 16.540 18.502
Jumlah 5.067.058 5.283.557 5.288.829 5.453.816 6.074.926
Sumber : Deptan, 2008
1.1.3. Pohon Industri
Beragam produk dapat dihasilkan dari tanaman kelapa sawit. Seluruh bagian tanaman buah sawit merupakan bagian yang memiliki kegunaan sangat beragam, terutama untuk sumber minyak dan lemak nabati. Berbagai produk yang dapat dihasilkan dari kelapa sawit dapat dilihat pada pohon industri kelapa sawit pada . Pengembangan industri pengolahan produk turunan minyak sawit juga memiliki manfaat yang sangat besar, karena dapat memberikan nilai tambah yang lebih tinggi. Di lain berbagai produk turunan minyak sawit (CPO), dapat dimanfaatkan dalam berbagai industri lain, dapat dilihat pada Tabel 3.
(21)
5 Gambar 3. Pohon industri kelapa sawit (Deperin, 2006)
(22)
6
Berdasarkan Gambar 3, kelapa sawit menghasilkan minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil atau CPO), inti kelapa sawit (Palm Kernel Oil atau PKO), tempurung, serat, tandan kosong dan sludge. CPO dan PKO adalah bahan baku yang penting dalam basic oleochemicals karena fatty acid dan fatty acid methylester diturunkan dari kedua minyak tersebut. Kedua bahan baku tersebut merupakan sumberdaya yang cukup berlimpah dan ramah lingkungan sehingga keberadaan keduanya sebagai stok bahan baku oleokimia menjadi lebih penting di abad ke-21.
Tabel 3. Produk turunan CPO dan fungsinya dalam industri lain (Gelder, 2004)
No Jenis Industri /
Produk Fungsi / Kegunaan CPO
1 Kulit Softening, Dressing, Polishing, Treating Agent
2 Metal Cutting Oil, Coolant, Buffing, Polishing Compound
3 Pertambangan Surface Active Agent, Oil Well Drilling
4 Karet Vulcanizing Agent, Softener, Mould-Release Agent
5 Elektronik Insulation, Special Purpose Plastic Component
6 Pelumas Biodegradable Base Oils, Hydraulic Fluids
7 Cat dan Coating Resin, Drying Oil, Protective Coating
8 Percetakan Printing Ink, Paper Coating, Photographic Printing, De-inking Surfactant
9 Plastik Stabilizer, Plasticizer, Mould-Release Agent, Lubricant, Anti-Static Agent, Antifogging Aid, Polymerization Emulsifier
10 Biofuel Metil Ester, Alkohol
11 Lilin Waxes, Polishes
12 Sabun dan
Deterjen
Surfaktan 13 Health-Personal
Care
Culture Media, Tabletting Aid, Sabun, Sampo, Krim, Lotion
14 Pangan Emulsifier, Confectionery, Specialty Fat, Cake, Pastry, Margarin, Es Krim
(23)
7
1.1.4. Permasalahan Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit
Permasalahan pengembangan perkebunan kelapa sawit yang sering menjadi penghambat adalah :
1. Keterbatasan adopsi teknologi pemeliharaan tanaman (Darmosarkoro, 2006). Petani tidak memiliki kemampuan untuk membangun kebun kelapa sawit dengan baik, disebabkan adanya penerapan kultur teknis tidak tepat seperti penanaman, pemeliharaan, aplikasi pupuk, manajemen panen dan kesalahan dalam interpretasi kelas kesesuaian lahan.
2. Keterbatasan modal petani untuk membangun kebun kelapa sawit. Biaya investasi pembangunan kelapa sawit per hektar berkisar Rp. 34.000.000 - Rp. 40.000.000, dengan grace periode selama empat tahun.
3. Perusahaan banyak menghadapi konflik seperti penguasaan lahan, demonstrasi dan pencurian ketika menjalankan usahanya.
4. Konflik sosial seperti ketidakharmonisan hubungan antara pekebun, masyarakat sekitar dan instasi terkait. Masalah-masalah sosial tersebut dapat berlanjut menjadi masalah lainnya seperti okupasi lahan, masalah ketersediaan lahan dan perizinan, serta tindakan kriminal seperti penjarahan produk.
5. Persoalan ketersediaan input produksi (bibit yang baik, pupuk dan pestisida) sehingga menyebabkan rendahnya produktivitas lahan sawit. Bibit sawit palsu hanya menghasilkan sekitar 60% dari potensi yang dihasilkan bibit unggul (Samhadi, 2006).
(24)
8
1.2. Perumusan Masalah
Menemukan sinergi yang saling menguntungkan antara petani dan perusahaan didalam pengusahaan perkebunan kelapa sawit dengan pola kemitraan, dapat dijabarkan sebagai berikut :
a.Bagaimana prospek kemitraan dapat dilakukan dalam kegiatan pengusahaan perkebunan kelapa sawit ?
b.Bagaimana kelayakan usaha PT ATB dan petani pola kemitraan ?
c.Bagaimana mengidentifikasikan dan merumuskan strategi di dalam pengusahaan perkebunan kelapa sawit dengan pola kemitraan ?
1.3. Tujuan Penelitian
a.Mengevaluasi prospek kemitraan antara PT Anugerah Tani Bersama (PT ATB) dengan petani ‘pemilik’ lahan.
b. Menganalisis kelayakan pengusahaan perkebunan kelapa sawit dengan pola kemitraan bagi PT ATB dan petani.
c.Menentukan prioritas strategik pengembangan kemitraan pengusahaan perkebunan kelapa sawit dengan pola kemitraan antara PT ATB dengan petani.
(25)
II. LANDASAN TEORI
2.1. Kerangka Teoritis Kemitraan
Kemitraan pada dasarnya mengacu pada hubungan kerjasama antar pengusaha yang terbentuk antara usaha kecil menengah (UKM) dengan usaha besar. Kemitraan yang baik dilaksanakan dengan pembinaan dan pengembangan dalam salah satu atau lebih bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, permodalan, sumber daya manusia (SDM) dan teknologi.
Kamus besar bahasa Indonesia menyebutkan arti kata mitra adalah teman, kawan kerja, pasangan kerja, rekan. Kemitraan diartikan sebagai hubungan atau jalinan kerjasama sebagai mitra. Menurut Undang-Undang No. 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil, kemitraan didefinisikan sebagai ”kerjasama antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah dan atau Usaha Besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan”. Dengan rumusan seperti itu, para pelaku bisnis berada dalam posisi yang setara, mitra sejajar sekalipun secara ekonomis, mereka bekerja pada skala usaha yang berbeda.
Linton (1997) mendefinisikan kemitraan sebagai suatu sikap menjalankan bisnis yang diberi ciri dengan hubungan jangka panjang, suatu kerjasama bertingkat tinggi, saling percaya dan tiadanya kedudukan ”pembeli dan penjual” tradisional.
Hafsah (1999) mendefinisikan kemitraan sebagai suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua belah pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Seperti bisnis pada umumnya, dalam pola kemitraan, pelaku bisnis haruslah memiliki dasar-dasar etika bisnis yang dipahami bersama dan dianut sebagai landasan dalam menjalankan kemitraan.
(26)
10
2.1.1. Dasar Kebijakan
Pemerintah telah menetapkan landasan hukum untuk mendukung program kemitraan. Landasan hukum tentang kemitraan di Indonesia tertera dalam Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah, diantaranya :
1. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 1 tentang dasar demokrasi ekonomi.
2. Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 1232/KMK.013/ 1989 tentang penyisihan sebagian laba BUMN untuk pengusaha golongan ekonomi lemah dan koperasi, yang kemudian ditindaklanjuti dengan Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 316/KMK/.016/1994.
3. Undang-Undang No. 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil a. Pasal 11 tentang Iklim Usaha
b. Pasal 26 s/d 32 tentang Kemitraan
4. Peraturan Pemerintah No. 44 tahun 1997 tentang Kemitraan a. Pasal 2 s/d 8 tentang Pola Kemitraan
b. Pasal 9 s/d 22 tentang Iklim Usaha dan Pembinaan Kemitraan
c. Pasal 23 s/d 28 tentang Koordinasi dan Pengendalian
2.1.2. Manfaat Kemitraan
Pengembangan kelembagaan kemitraan dalam sistem agribisnis telah memberikan dampak positif bagi keberhasilan pengembangan sistem agribisnis. Dampak positif tersebut (Sumardjo dan Darmono, 2004) adalah :
1. Keterpaduan dalam sistem pembinan yang saling mengisi antara materi pembinaan dengan kebutuhan riil petani, meliputi permodalan sarana, teknologi, bentuk usaha bersama atau koperasi dan pemasaran.
2. Kejelasan aturan atau kesepakatan, sehingga menumbuhkan kepercayaan dalam hubungan kemitraan bisnis yang ada.
(27)
11
Kesepakatan tentang aturan, perubahan harga, dan pembagian hasil harus dibuat secara adil oleh pihak-pihak yang bermitra. Dengan demikian, tujuan, kepentingan dan kesinambungan bisnis dari kedua pihak dapat terlaksana dan saling menguntungkan.
3. Keterkaitan antarpelaku dalam sistem agribisnis (hulu-hilir) yang mempunyai komitmen terhadap kesinambungan bisnis. Komitmen ini menyangkut mutu dan kuantitas, serta keinginan saling melestarikan hubungan dengan menjalin kerjasama saling menguntungkan secara adil.
4. Terjadinya penyerapan tenaga kerja yang cukup banyak dan berkesinambungan di sektor pertanian.
2.1.3. Pola Kemitraan Inti Plasma dalam Perkebunan Kelapa Sawit
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 dalam pasal 27 huruf (a), menjelaskan bahwa pola inti plasma adalah ”hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar sebagai inti yang membina dan mengembangkan usaha kecil yang menjadi plasmanya melalui penyediaan lahan, penyediaan sarana produksi, pemberian bimbingan teknis manajemen usaha dan produksi, perolehan penguasaan dan peningkatan teknologi yang diperlukan bagi peningkatan efisiensi dan produktivitas usaha”.
Program inti plasma dalam pengembangan perkebunan kelapa sawit memerlukan keseriusan baik pihak petani selaku plasma yang mendapat bantuan dalam upaya mengembangkan usahanya, maupun pihak inti usaha besar atau menengah yang mempunyai tanggungjawab sosial untuk membina dan mengembangkan usaha kecil sebagai mitra usaha untuk jangka panjang.
Pola kerjasama kemitraan inti plasma dengan kepemilikan lahan oleh petani, pada umumnya dengan pola kerjasama bagi
(28)
12
hasil (profit sharing). Petani sebagai ‘pemilik’ lahan, menyerahkan seluruh lahan kepada perusahaan inti untuk mendapatkan hak guna usaha (HGU) dan sebagai imbalannya, petani mendapatkan pembagian keuntungan 20% dari total keuntungan pengusahaan kebun kelapa sawit.
Dalam perkembangannya, pola inti plasma mengalami penyempurnaan menjadi pola kemitraan terpadu. Pola ini melibatkan beberapa pihak, yaitu (1) Petani/Kelompok Tani atau usaha kecil, (2) Usaha besar atau menengah sebagai perusahaan inti, dan (3) Bank.
Hubungan kerjasama antara kelompok petani/petani dengan perusahaan inti, dibuat seperti halnya hubungan antara Plasma dengan Inti di dalam Pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR). Petani merupakan plasma dan perusahaan besar sebagai inti. Kerjasama kemitraan ini kemudian menjadi terpadu dengan keikut sertaan pihak bank yang memberi bantuan pinjaman bagi pembiayaan usaha petani plasma.
Menurut Bank Indonesia (1997), pola kemitraan terpadu memiliki prinsip-prinsip berikut :
a. Hubungan bisnis antara usaha besar dan usaha kecil yang bermitra memiliki keterkaitan.
b. Kemitraan atas dasar hubungan bisnis yang menguntungkan. c. Adanya unsur pembinaan dan pengembangan oleh usaha
besar dan bank untuk usaha kecil.
d. Adanya komitmen dan rasa kebersamaan antara pihak-pihak yang bermitra.
e. Hak dan kewajiban masing-masing mitra diatur dalam Nota Kesepakatan Bank dengan usaha besar dan usaha besar dengan usaha kecil, atau Bank dengan usaha besar dan usaha kecil.
(29)
13
Mekanisme Program Kemitraan Terpadu dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Mekanisme program kemitraan terpadu (Bank Indonesia, 2008)
2.2. Kelayakan Investasi
Tujuan dari prinsip pengelolaan keuangan adalah memberikan pemahaman tentang cara perusahaan memperoleh dan mengalokasikan dana yang dimilikinya dan memberikan pemahaman tentang menguji kelayakan suatu investasi (keputusan investasi) untuk semua bagian dari perusahaan, yaitu produksi, pemasaran, sumber daya manusia (SDM) dan lainnya juga sangat terpengaruh oleh keputusan investasi ini.
Investasi merupakan penanaman modal (baik modal tetap maupun modal tidak tetap) yang digunakan dalam proses produksi untuk
(30)
14
memperoleh keuntungan. Selain menjadi faktor yang sangat penting bagi kontinuitas masa depan perusahaan, investasi juga dipandang sebagai topik yang secara konseptual sulit dan kompleks.
Menurut Van Horne (2002) menyatakan bahwa keputusan investasi merupakan keputusan terpenting dari tiga keputusan dalam penciptaan nilai tambah bagi perusahaan, dimana dua keputusan yang lain yaitu keputusan pembiayaan dan keputusan deviden.
Menurut Warsini (2003), semakin besar dan semakin penting suatu usulan investasi, maka semakin tinggi prosedur administrasi dan pihak yang mempunyai wewenang menerima atau menolak investasi tersebut. Untuk itu perusahaan mengadakan klasifikasi proyek menurut kategori-kategori tertentu (aspek legalitas, teknis, manajemen, lingkungan, dan lain-lain). Semakin besar investasi yang dibutuhkan, akan semakin terperinci analisisnya.
Setelah semua informasi yang diperlukan terkumpul, maka investasi tersebut dapat dinilai atau dievaluasi tingkat kelayakannya. Umar (2003) menyebutkan bahwa pada dasarnya terdapat lima metode untuk menilai kelayakan finansial suatu investasi, yaitu : (1) Net Present Value (NPV); (2) Payback period (PBP); (3) Internal rate of return (IRR); (4) Net Bt/C; (5) Break Event Point (BEP). Selain itu, menurut Gitinger (1986), suatu proyek investasi senistif bisa berubah akibat empat masalah utama, yaitu harga, keterlambatan, pelaksanaan, kenaikan biaya, dan perkiraan hasil yang akan diperoleh.
Ukuran kelayakan yang digunakan dalam penelitian ini mencakup :
2.2.1. NPV
Nilai NPV adalah selisih antara nilai sekarang investasi dengan nilai sekarang penerimaan kas bersih di masa yang akan datang. Adapun hal yang diperhatikan dalam metode ini adalah: (1) menentukan nilai sekarang dari investasi, (2) menentukan nilai sekarang penerimaan kas bersih di masa mendatang, (3) menentukan tingkat suku bunga yang relevan.
(31)
15
Apabila NPV positif berarti investasi layak untuk dilaksanakan (diterima), sebaliknya apabila NPV negatif berarti investasi tidak layak untuk dilaksanakan (ditolak) (Gittinger, 1986) .
∑
=
+
−
=
nt
t
i
Ct
Bt
NPV
0
(
1
)
Dimana : Bt = penerimaan kas bersih tahun ke t Ct = biaya proyek tahun ke t
i = tingkat suku bunga n = umur proyek
2.2.2. PBP
PBP merupakan metode yang menunjukkan berapa lama suatu investasi dapat kembali. PBP menunjukkan perbandingan antara initial cash investment dengan cash flownya dan hasilnya merupakan satuan waktu. Menurut Damodaran (2001) proyek yang mempunyai tingkat pengembalian lebih cepat dianggap mempunyai tingkat risiko lebih rendah bila dibandingkan dengan proyek yang mempunyai tingkat pengembalian yang lebih lama. Apabila PBP kurang dari suatu periode yang telah ditentukan atau lebih cepat tingkat pengembaliannya, maka investasi itu layak dilakukan. Apabila tidak, maka investasi tidak layak untuk dilaksanakan. Secara matematik menghitung PBP berikut (Damodaran, 2001) :
Nilai Investasi
PBP = X 1 tahun
Kas Masuk Bersih
Metode ini relatif sederhana dalam cara perhitungannya, namun memiliki kelemahan yaitu tidak memperhatikan aliran kas masuk.
(32)
16
2.2.3. IRR
Metode ini menggunakan tingkat pengembalian atas investasi yang dihitung dengan mencari tingkat diskonto (discount rate) yang akan menjadikan jumlah nilai sekarang total arus kas sama dengan jumlah nilai sekarang total biaya investasi atau tingkat diskonto yang menjadikan NPV bernilai nol (Umar, 2003). Jika nilai IRR lebih besar dari tingkat diskonto, maka proyek layak untuk dilaksanakan. Sedangkan jika nilai IRR lebih kecil dari tingkat diskonto, maka proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan (Gray dalam Latifah, 2009).
NPV1 = Nilai NPV yang positif (Rp) NPV2 = Nilai NPV yang negatif (Rp)
i1 = discount rate nilai NPV yang positif (%) i2 = discount rate nilai NPV yang negatif (%)
i* = IRR (%)
2.2.4. Net B/C
Net B/C merupakan perbandingan jumlah nilai bersih sekarang yang positif dengan jumlah nilai bersih sekarang yang negatif. Angka ini menunjukkan tingkat besarnya tambahan manfaat pada setiap tambahan biaya sebesar satu satuan. Jika diperoleh nilai net B/C > 1, maka proyek layak dilaksanakan, tetapi jika nilai B/C < 1, maka proyek tidak layak untuk dilaksanakan (Gittinger, 1986). Angka ini menunjukkan tingkat besarnya tambahan manfaat pada setiap tambahan biaya sebesar satu satuan, dinotasikan sebagai berikut :
) (
* 2 1
2 1 1 i i NPV NPV NPV i i − − + =
(untuk Bt-Ct > 0) (untuk Bt-Ct < 0)
∑
∑
= = + − + − = n t t i i n t t t t i B C i C B C B Net 0 0 ) 1 ( ) 1 ((33)
17
Bt = benefit bruto pada tahun ke-t (Rp) Ct = benefit bruto pada tahun ke-t (Rp) n = umur ekonomis usaha (tahun) i = tingkat suku bunga (%)
t = periode investasi (i = 1,2,3....n)
2.2.5.BEP
BEP atau titik pulang pokok atau titik impas adalah suatu analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan antar beberapa variabel di dalam kegiatan perusahaan, seperti luas produksi atau tingkat produksi yang dilaksanakan, biaya yang dikeluarkan, serta pendapatan yang diterima perusahaan. Menurut Umar (2003), keadaan pulang pokok merupakan keadaan dimana penerimaan pendapatan perusahaan adalah sama dengan biaya yang ditanggungnya.
BEP adalah suatu keadaan dimana perusahaan dalam operasionalnya tidak menderita kerugian dan tidak memperoleh keuntungan atau pada keadaan tersebut posisi keuntungan dan kerugian sama dengan nol (Alwi, 1993). Rumus perhitungan BEP adalah :
BEP (unit) = Biaya tetap : marjin kontribusi per unit BEP (Rp) = Biaya tetap : {1-(biaya variabel : penjualan)
2.2.6. Analisis Sensitivitas
Analisis Sensitivitas merupakan suatu teknis analisa untuk menguji secara sistematis apa yang akan terjadi pada penerimaan suatu proyek apabila terjadi perubahan dengan perkiraan-perkiraan yang dibuat dalam perencanaan. Menurut Gittinger (1986), pada bidang pertanian, proyek yang sensitif dapat dicirikan oleh empat masalah utama, yaitu harga, keterlambatan pelaksanaan, kenaikan biaya dan perkiraan hasil yang akan diperoleh. Menurut Husnan (1996), peubah-peubah yang digunakan pada analisis sensitivitas dapat berubah dari yang
(34)
18
sudah diasumsikan dapat mempengaruhi arus kas. Peubah-peubah tersebut, antara lain volume produksi, harga jual per unit, biaya tetap dan biaya variabel.
2.3. Strategi Perusahaan
2.3.1. Konsep Strategi Perusahaan
Pengambilan keputusan strategik selalu berkaitan dengan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan perusahaan. Perencanaan strategis dengan menganalisa faktor-faktor strategik perusahan seperti kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats) yang ada pada saat ini atau disingkat SWOT.
Menurut Rangkuti (2005), analisa SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisa ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats).
Analisis SWOT dilakukan dengan mengidentifikasi lingkungan eksternal maupun internal. Identifikasi lingkungan eksternal penting untuk memonitor, evaluasi dan pengumpulan informasi dari lingkungan eksternal dan internal yang bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor strategi.
SWOT merupakan akronim dari Strengths (kekuatan), Weaknesses (kelemahan), Opportunities (peluang) dan Threats (ancaman). Lingkungan eksternal terdiri dari peluang dan ancaman, yaitu hal-hal yang berada di luar organisasi. Lingkungan internal terdiri dari kekuatan dan kelemahan, yaitu hal-hal yang berada dalam lingkup organisasi mencakup struktur, budaya dan sumber daya (Rangkuti, 2005).
Analisis SWOT didasarkan pada asumsi bahwa suatu strategi yang efektif adalah memaksimalkan kekuatan dan peluang, serta
(35)
19
meminimalkan kelemahan dan ancaman. Identifikasi dari SWOT adalah :
a. Strengths (Kekuatan)
Kekuatan adalah sumber daya, keterampilan atau keunggulan lain relatif terhadap pesaing dan kebutuhan dari pasar yang dilayani. Kekuatan merupakan suatu kompetensi berbeda (distinctive competence) yang memberi perusahaan suatu keunggulan komparatif dalam pasar. Kekuatan berkaitan dengan sumber daya keuangan, citra, kepemimpinan, pasar, hubungan pembeli - pemasok, dan lain-lain.
b. Weaknesses (Kelemahan)
Kelemahan merupakan keterbatasan atau kekurangan dalam sumber daya, keterampilan, dan kemampuan yang secara serius menghalangi kinerja efektif suatu industri.
c. Opportunities (Peluang)
Peluang merupakan situasi utama yang menguntungkan dalam lingkungan perusahaan/industri. Identifikasi dari segmen pasar, perubahan-perubahan dalam keadaan bersaing, perubahan teknologi, dan hubungan pembeli-pemasok menunjukan suatu peluang.
d. Threats (Ancaman)
Ancaman merupakan situasi utama yang tidak menguntungkan dalam lingkungan suatu perusahaan. Ancaman adalah rintangan-rintangan utama bagi posisi sekarang atau yang diinginkan. Masuknya pesaing baru, pertumbuhan pasar yang lambat, daya tawar pembeli–pemasok yang meningkat, perubahan teknologi, kebijakan baru dapat merupakan ancaman bagi keberhasilan suatu industri.
2.3.2. Aspek Internal Perusahaan
Dalam proses pengambilan keputusan strategis suatu perusahaan, baik yang berkaitan dengan misi ataupun tujuan perusahaan selalu berusaha untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi
(36)
20
faktor-faktor internal yang ada. Analisis faktor-faktor internal perusahaan dilakukan berdasarkan kredibilitas mendapatkan modal, pengalaman perusahaan dalam menangani proyek, sarana dan prasarana yang dimiliki, hubungan perusahaan dengan pemerintah daerah, sistem organisasi dan manajemen, visi dan misi, hubungan masyarakat, budaya kerja perusahaan, SDM, keuangan, penelitian dan pengembangan, dan lain-lain.
Hal-hal di atas digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor kekuatan perusahaan yang harus dimaksimalkan dan faktor-faktor kelemahan perusahaan yang harus diatasi. Kekuatan perusahaan adalah faktor-faktor yang mendukung penyelenggaraan program beradasarkan unsur internal perusahaan.
2.3.3. Aspek Eksternal Perusahaan
Analisis faktor eksternal digunakan untuk mendukung rencana strategik pengembangan perusahaan. Faktor-faktor eksternal perusahaan dapat dianalisis berdasarkan dukungan pemerintah setempat, dukungan perbankan, prospek komoditi, budaya masyarakat, situasi politik dan keamanan dunia, keberadaan LSM daerah, tren ekonomi dan perkembangan teknologi.
Hal ini digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor berupa peluang yang dapat dimanfaatkan dan faktor ancaman yang harus dihindari. Peluang disini adalah hal-hal dari luar perusahaan yang apabila dicermati dan dimanfaatkan dengan baik, dapat menjadi keunggulan perusahaan.
2.4. Hasil Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian terdahulu tentang komoditas perkebunan (kelapa sawit, karet) antara lain dilakukan oleh Haryadi (2004), Alamsyah (1997) Adrizal (1995) dan Nasution (1997) dapat dilihat pada Tabel 4.
(37)
21
Tabel 4. Hasil penelitian terdahulu yang relevan
No Peneliti Judul Tujuan Metode Analisis Hasil
1 Haryadi (2004) Evaluasi Kemitraan Petani Sawit di Perkebunan Kelapa Sawit PT. Citra Sarana di Kabupaten Kuantan Singingi Propinsi Riau.
a. Melihat gambaran umum responden baik itu petani mitra maupun non mitra,
b. Mengetahui dan menganalisa atribut-atribut yang menjadi prioritas bagi petani mitra dalam mengikuti program kemitraan,
c. Mengetahui dampak dari program pelaksanaan kemitraan terhadap kemajuan petani mitra,
d. Mengetahui dan menganalisa atribut-atribut yang harus diperbaiki
kinerjanya.
a. Analisis Deskriptif, b. Analisis Thurstone, c. Uji Tanda,
d. Gross Margin, e. Khi-kuadrat, f. Analisis Kuadran.
Pelaku kemitraan sangat mengharapkan dampak positif dari kerjasama tersebut. Bagi petani mitra, umumnya telah merasakan dampak positif dari kemitraan, yang ditandai dengan adanya peningkatan pendapatan, tambahan modal, lapangan kerja baru, bertambahnya ilmu
pengetahuan dan adanya kepastian pasar bagi produk yang dihasilkan.
2 Alamsyah
(1997)
Membandingkan Perbedaan Pola Kemitraan dalam Pengembangan Karet Rakyat : Suatu Analisis Ekonomi Kelembagaan (Studi Kasus di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan
a. Mengetahui lingkup kerjasama dan kinerja masing-masing organisasi petani, sehingga diketahui kekuatan dan kelemahannya,
b. Melihat aspek institusi (kelembagaan) dan aspek pemasaran dalam pelaksana-an kemitrapelaksana-an ypelaksana-ang saling mendukung antara petani dan mitra usahanya, c. Mempelajari dampak perbedaan
kelem-bagaan kemitraan terhadap tingkat pendapatan, pengembangan usaha, dan potensi pembentukan modal petani.
Analisis deskriptif Hasil dari penelitian ini menunjukkan kemitraan utamanya menyangkut jual beli produk bahan olah karet (bokar) petani dengan bentuk dan mutu yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama, aspek kelembagaan dalam kemitraan
berlangsung kondusif dan saling menguntungkan.
(38)
22
Lanjutan Tabel 4.
No Peneliti Judul Tujuan Metode Analisis Hasil
3 Adrizal (1995) Kajian Investasi Sistem Penunjang Keputusan Untuk Investasi Agroindustri, Kasus Industri Bikatein di Sumatera Barat.
merekayasa model sistem penunjang keputusan yang dapat menjadi landasan pengambilan keputusan investasi dengan mempertimbangkan harmonisasi antar unsur yang terkait dalam sistem.
a. Analisis usaha ternak
b. Analisis kelayakan finansial
Data usaha ternak yang digunakan sebagai masukan model pendapatan peternak dan data usaha tani yang berguna sebagai masukan model kelayakan industri. 4 Nasution (1997) Analisis Distribusi Laba
antara Perusahaan Inti Dengan Petani Plasma Dalam Proyek PIR-TRANS Sawit XYZ
a. Mengetahui distribusi laba antara perusahaan inti dan petani plasma sejak konversi dilaksanakan (tahun 1995) sampai dengan semester I/1997
b. Mengetahui terwujud tidaknya kondisi yang saling
menguntungkan antara perusahaan inti dan petani plasma
a. Studi pustaka data sekunder
b. Acak Distratifikasi data primer
c. Analisis Finansial
Selama periode 2,5 tahun setelah konversi, ternyata masih terdapat banyak petani plasma yang menghasilkan penerimaan di bawah standar kebutuhan hidup minimum yang pada saat itu menurut Biro Pusat Statistik (1995) Rp. 250.000 per bulan per petani, sementara hasil penelitian menunjukkan angka penerimaan hanya Rp. 90.841,- per bulan per petani untuk luasan 2 ha per petani
(39)
III. METODE KAJIAN
3.1. Kerangka Pemikiran Kajian
Sinergi yang saling menguntungkan antara petani dan perusahaan (PT ATB) dalam pengusahaan perkebunan merupakan faktor penting dalam usaha pengembangan perkebunan kelapa sawit. Pelaksanakan kerjasama kemitraan antara perusahaan dan petani dilakukan dengan terlebih dahulu mengetahui prospek kerjasama pola kemitraan secara umum, untuk itu dilakukan evaluasi berdasarkan analisa deskriptif analisis SWOT terhadap masing-masing pihak. Melalui hasil analisis tersebut dapat diketahui apakah melalui kerajasma kemitraan akan dapat diperoleh manfaat yang lebih baik bagi petani maupun bagi perusahaan.
Tahapan selanjutnya adalah melakukan analisis kelayakan kemitraan melalui analisis kelayakan usaha secara umum, yang kemudian dilanjutkan dengan menentukan proyeksi hasil yang diterima secara keseluruhan dari hasil kerjasama kemitraan, proyeksi hasil yang diterima oleh perusahaan dan proyeksi hasil yang akan diterima oleh petani. Untuk menilai apakah proyeksi hasil yang diterima petani memiliki preferensi yang lebih baik, perlu dilakukan pembandingan dengan alternatif kemitraan lain. Alternatif yang dipilih sebagai pembanding adalah pola kemitraan bagi hasil 80:20 yang telah lazim digunakan dalam usaha kemitraan (Alamsyah, 1997).
Tahapan selanjutnya adalah menentukan strategi-strategi pengembangan kemitraan melalui analisis IFE dan EFE matriks kerjasama kemitraan untuk menentukan faktor-faktor dalam SWOT. Kemudian alternatif strategi yang dipilih ditentukan melalui penilaian prioritas alternatif strategi dengan menggunakan matriks QSPM. Tahapan dan alur kerangka pemikiran diilustrasikan dalam Gambar 5.
(40)
24
Gambar 5. Kerangka pemikiran kajian
Analisis SWOT PT. Anugerah Tani Bersama
(ATB)
Evaluasi Rencana Kemitraan PT ATB
Analisis Kelayakan Kemitraan
Strategi Pengembangan Kemitraan Aspek Internal
Kemitraan
Aspek Eksternal Kemitraan Prospek
Kemitraan Analisis SWOT
Petani
Kelayakan Finansial Usaha (NPV, IRR,
PI, PBP, BEP)
Proyeksi hasil bagi petani dan PT ATB
Perbandingan pola kemitraan 80:20
(41)
25
3.2. Lokasi dan Jadwal
Penelitian berlokasi di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan dengan kegiatan meliputi pengumpulan data sekunder, kajian pustaka, pengambilan data primer di lapangan, analisis data dan penulisan laporan. Waktu pelaksanaan penelitian selama 5 (lima) bulan, dimulai Nopember 2007 sampai dengan Maret 2008.
3.3. Pengumpulan Data 3.3.1. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data biaya investasi, biaya operasi, manajemen dan organisasi, pola kemitraan dan pendapatan petani. Berdasarkan sumbernya, data terdiri dari data primer dan data sekunder :
a. Data primer diperoleh dengan wawancara langsung melalui alat bantu kuesioner (Lampiran 1) kepada direksi, manajer dan asisten PT Anugerah Tani Bersama (ATB), pemerintah daerah Kabupaten Musi Banyuasin (Asisten Daerah 2, BAPPEDA dan Dinas Perkebunan) dan petani sebagai mitra (pengurus koperasi, manajer koperasi dan petani), dengan total responden berjumlah 55 orang. Pengumpulan data di lapangan disertai dengan pengamatan untuk mengetahui situasi, kondisi sosial ekonomi di sekitar penelitian dan mengetahui ketersediaan sarana prasarana yang telah ada di lokasi penelitian.
b. Data sekunder diperoleh melalui penelusuran kepustakaan berbagai publikasi serta data statistik dari Badan Pusat Statistik (BPS), hasil-hasil penelitian terdahulu, Direktorat Jenderal Perkebunan, Departemen Pertanian, Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin, dan lembaga lain yang terkait. Di samping itu, dilakukan pula konfirmasi dengan berbagai pihak yang berkepentingan dalam hal ini masyarakat, perusahaan swasta dan pemerintah daerah.
(42)
26
3.3.2. Teknik Pengambilan Contoh
Teknik pengambilan contoh yang digunakan dalam penelitian adalah metode purposive sampling, yaitu memilih secara sengaja contoh yang diteliti sebagai responden. Metode ini digunakan dengan dasar pertimbangan responden menguasai permasalahan dan cukup mewakili aspirasi dari pihak-pihak yang terkait.
Responden yang dipilih dari perusahaan terdiri dari direksi, manajer dan asisten, dari pemerintah daerah Kabupaten Musi Banyuasin terdiri dari Asisten Daerah Dua (ASDA 2), BAPPEDA dan Dinas Perkebunan, serta dari mitra terdiri dari pengurus koperasi, manajer koperasi dan petani. Jenis dan jumlah responden dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Jenis dan jumlah responden
No. Kriteria Responden Jumlah (orang)
1 Responden perusahaan a. Direktur Utama b. Direktur Operasional c. Manajer
d. Asisten
1 1 1 1
2 PEMKAB
a. ASDA 2 b. BAPPEDA c. Dinas Perkebunan
1 1 1
3 MITRA
a. Pengurus Koperasi b. Manajer Koperasi c. Ketua Kelompok Tani d. Petani
8 4 18 18
(43)
27
3.4. Metode Analisis
Analisis dilakukan terhadap berbagai aspek yang berkaitan dengan strategi dan kelayakan pengembangan perkebunan kelapa sawit dengan pola kemitraan yang dikembangkan, yaitu model kemitraan, analisis pendapatan petani plasma, analisis kelayakan finansial, analisis internal dan eksternal.
3.4.1. Analisis Prospek Kemitraan
Analisis prospek kemitraan dilakukan dengan cara mendiskripsikan kekuatan dan kelemahan petani plasma dan PT ATB sebagai perusahaan inti. Melalui deskripsi tersebut, secara kualitatif dapat diketahui peluang yang mungkin dimanfaatkan, ancaman yang dapat dihilangkan dan kelemahan yang dapat diatasi melalui kerjasama kemitraan.
3.4.2. Kelayakan Investasi
Ukuran kelayakan yang digunakan dalam penelitian ini mencakup : NPV, PBP, IRR, BEP, Net B/C dan analisis sensitivitas. Peubah yang digunakan untuk melihat hasil analisis sensitifitas adalah harga jual produk dan produktivitas yang dihasilkan.
3.4.3. Analisis Matriks EFE dan IFE
Analisis lingkungan eksternal atau External Factor Evaluation (EFE) digunakan untuk mengetahui faktor yang dapat dimanfaatkan dan faktor ancaman yang harus dihindari. Analisis EFE dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut (David, 2004) :
i. Tentukan dalam kolom 1 faktor strategis eksternal yang menjadi peluang dan ancaman dan internal yang menjadi kekuatan dan kelemahan perusahaan
ii. Berikan bobot untuk masing-masing faktor dalam kolom 2, dari 0,0 (tidak penting) hingga 1,0 (paling penting). Penjumlahan dari seluruh bobot yang diberikan semua faktor harus sama dengan 1,0.
(44)
28
iii. Berikan peringkat 1-4 untuk masing-masing faktor kunci dalam kolom 3, tentang seberapa efektif strategi perusahaan dalam merespon faktor tersebut, dengan memberi skala mulai dari 4 (sangat baik) hingga 1 (di bawah rataan).
iv. Kalikan masing-masing bobot faktor dengan peringkatnya untuk menentukan nilai tertimbang.
v. Jumlahkan skor dari masing-masing peubah untuk menentukan total dari skor bagi perusahaan.
Adapun bentuk matriks IFE dan EFE dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Model matriks IFE dan EFE Faktor Internal/Eksternal Bobot (a)
Peringkat (b)
Skor (axb) A. Kekuatan/Peluang
1. ... 2. ... n ...
Jumlah (A) B. Kelemahan/Ancaman
1. ... 2. ... n ...
Jumlah (B)
Dalam matriks IFE, total keseluruhan nilai yang dibobot berkisar antara 1,0–4,0 dengan nilai rataan 2,5. Nilai di bawah 2,5 menandakan bahwa secara internal perusahaan lemah dan nilai di atas 2,5 menunjukkan posisi internal yang kuat. Total nilai 4,0 menunjukkan perusahaan mampu menggunakan kekuatan yang ada untuk mengantisipasi kelemahan dan total nilai 1,0, berarti perusahaan tidak dapat mengantisipasi kelemahan dengan menggunakan kekuatan yang dimilikinya.
Dalam matriks EFE, total keseluruhan nilai yang dibobot tertinggi adalah 4,0 yang mengindikasikan bahwa perusahaan mampu merespon peluang yang ada dan menghindari ancaman di
(45)
29
pasar industri. Nilai terendah adalah 1,0 yang menunjukkan strategi yang dilakukan perusahaan tidak dapat memanfaatkan peluang atau tidak menghindari ancaman yang ada. Setelah tersusun matriks IFE dan EFE, dilakukan kombinasi alternatif strategi dengan menggunakan matriks SWOT.
Penentuan bobot setiap variabel eksternal dan internal dilakukan dengan menggunakan metode Delphi dengan selang pembobotan mulai dari 0,0 (tidak penting) sampai dengan 1,0 (sangat penting). Total bobot yang diberikan harus berjumlah sama dengan 1 (Marimin, 2004).
Penentuan rating dilakukan terhadap semua faktor baik internal maupun eksternal, yang kemudian hasilnya dirata-ratakan, dengan selang penilaian 1 sampai dengan 4. Nilai yang diperoleh dari matriks EFE mengindikasikan seberapa efektif perusahaan merespon peluang dan ancaman, sedangkan matriks IFE mengindikasikan seberapa besar kekuatan dan kelemahan mempengaruhi perusahaan (David, 2004).
Tabel 7. Penentuan bobot faktor strategik dengan metode Delphi Tingkat
Kepentingan Faktor
Strategik
1 2 3 4
Jumlah
Responden Rataan Bobot
1 X Y Z a A
2 B B
3 N
Jumlah R
Keterangan :
1 sampai dengan 4 adalah tingkat kepentingan faktor strategik 1 sampai dengan n adalah faktor-faktor strategik yang digunakan a = {(X*2)+(Y*3)+(Z*4)} adalah sama dengan jumlah responden
(46)
30
Tabel 8. Penentuan rating faktor strategik dengan metode Delphi Penilaian
Faktor
Strategik 1 2 3 4
Total Nilai
Jumlah Responden
Bobot
1 X Y Z A q A
2 B B
3 N
Jumlah R
Keterangan :
1 sampai dengan 4 adalah tingkat kepentingan faktor strategik 1 sampai dengan n adalah faktor-faktor strategik yang digunakan A = {(X*2)+(Y*3)+(Z*4)}
A = (a:q)x100%
3.3.4. Analisis SWOT
Matriks SWOT merupakan alat untuk merumuskan berbagai alternatif strategi yang diterapkan, dimana analisis ini menggambarkan secara jelas peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matriks ini dapat menghasilkan empat tipe kemungkinan alternatif strategik, yaitu strategi SO merupakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang, strategi ST merupakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk menghindari/mengurangi dampak ancaman, strategi WO bertujuan untuk memperbaiki kelemahan dengan memanfaatkan peluang dengan meminimalkan kelemahan dan strategi WT, yaitu meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman. Bila diterapkan secara akurat, asumsi sederhana ini mempunyai kekuatan yang sangat besar atas rancangan suatu strategi yang berhasil. Kombinasi dari faktor internal dan eksternal dalam Matriks SWOT dapat dilihat pada Tabel 9 (Rangkuti, 2005).
(1)
77
Lampiran 3. Biaya investasi kebun per hektar
TBM-0
TBM-1
TBM-2
TBM-3
Jumlah
TBM-0*)
13.631.042
-
-
-
13.631.042
TBM-1
-
3.545.623
-
-
3.545.623
TBM-2
-
-
4.157.720
-
4.157.720
TBM-3
-
-
-
5.376.371
5.376.371
Subtotal
13.631.042
3.545.623
4.157.720
5.376.371
26.710.756
IDC
2.044.656
2.883.198
3.939.336
5.336.692
14.203.882
Jumlah**)
15.675.699
6.428.821
8.097.056
10.713.063
40.914.638
Akumulasi
15.675.699
22.104.520
30.201.575
40.914.638
40.914.638
Catatan:
*)
mencakup biaya bahan tanaman dari pembibitan (awal dan utama)
**)
tidak mencakup biaya pengadaan lahan
(2)
78
Lampiran 4. Proyeksi pendanaan
2008
2009
2010
2011
2012
Total
PERKEBUNAN
Jumlah Pembiayaan Perkebunan
48.522.139.329
56.348.072.984
42.370.503.452
43.313.791.765
44.040.242.755
234.594.750.285
Pinjaman Maksimum
65%
31.539.390.564
36.626.247.440
27.540.827.244
28.153.964.647
28.626.157.790
152.486.587.685
Minimum Pembiayaan Sendiri
35%
16.982.748.765
19.721.825.545
14.829.676.208
15.159.827.118
15.414.084.964
82.108.162.600
KEBUN DAN PABRIK
Investasi diluar IDC
Pembiayaan Sendiri
35%
16.174.046.443
15.971.416.908
27.877.201.858
20.299.168.689
4.704.324.625
85.026.158.524
Pembiayaan Pinjaman
65%
30.037.514.823
29.661.202.830
51.771.946.308
37.698.456.137
8.736.602.875
157.905.722.973
Subtotal
46.211.561.266
45.632.619.738
79.649.148.166
57.997.624.827
13.440.927.500
242.931.881.497
IDC
Pembiayaan Sendiri
35%
808.702.322
3.750.408.636
9.687.266.425
14.185.231.692
17.018.665.140
45.450.274.216
Pembiayaan Pinjaman
65%
1.501.875.741
6.965.044.610
17.990.637.647
26.344.001.714
31.606.092.403
84.407.652.115
Subtotal
2.310.578.063
10.715.453.246
27.677.904.072
40.529.233.407
48.624.757.543
129.857.926.331
Jumlah Pembiayaan yang dibutuhkan
Pembiayaan Sendiri
35%
16.982.748.765
19.721.825.545
37.564.468.283
34.484.400.382
21.722.989.765
130.476.432.740
Pembiayaan Pinjaman
65%
31.539.390.564
36.626.247.440
69.762.583.955
64.042.457.852
40.342.695.278
242.313.375.088
Jumlah
100%
48.522.139.329
56.348.072.984
107.327.052.238
98.526.858.233
62.065.685.043
372.789.807.828
Modal
48.522.139.329
104.870.212.314
212.197.264.552
310.724.122.785
372.789.807.828
372.789.807.828
(3)
79
Lampiran 5. Proyeksi produksi dan harga TBS, CPO dan PK
TBS
CPO
PK
Produksi
Harga
Nilai
Produksi
Harga
Nilai
Produksi
Harga
Nilai
ton
Rp/Kg
juta Rp
Ton
Rp/Kg
juta Rp
ton
Rp/Kg
juta Rp
2009
-
1.142
-
-
5.397
-
-
2.968
-
2010
-
1.183
-
-
5.591
-
-
3.075
-
2011
-
1.224
-
-
5.783
-
-
3.181
-
2012
10.500
1.264
13.270
2.310
5.974
13.799
473
3.285
1.552
2013
31.500
1.304
41.063
6.930
6.162
42.700
1.418
3.389
4.804
2014
62.500
1.343
83.926
13.750
6.347
87.271
2.813
3.491
9.818
2015
103.500
1.381
142.973
22.770
6.529
148.672
4.658
3.591
16.726
2016
160.000
1.419
227.077
35.200
6.708
236.127
7.200
3.689
26.564
2017
204.000
1.456
297.080
44.880
6.883
308.921
9.180
3.786
34.754
2018
228.000
1.492
340.279
50.160
7.054
353.841
10.260
3.880
39.807
2019
252.000
1.528
384.977
55.440
7.221
400.321
11.340
3.971
45.036
2020
273.000
1.562
426.405
60.060
7.383
443.399
12.285
4.060
49.882
2021
291.000
1.595
464.173
64.020
7.539
482.673
13.095
4.147
54.301
2022
301.000
1.627
489.774
66.220
7.691
509.295
13.545
4.230
57.296
2023
306.000
1.658
507.364
67.320
7.837
527.585
13.770
4.310
59.353
2024
301.000
1.688
508.008
66.220
7.977
528.255
13.545
4.387
59.429
2025
293.000
1.716
502.836
64.460
8.112
522.877
13.185
4.461
58.824
2026
282.000
1.743
491.612
62.040
8.240
511.205
12.690
4.532
57.511
2027
274.000
1.769
484.739
60.280
8.362
504.058
12.330
4.599
56.707
2028
266.000
1.794
477.094
58.520
8.478
496.108
11.970
4.663
55.812
2029
250.000
1.817
454.169
55.000
8.587
472.270
11.250
4.723
53.130
2030
242.000
1.838
444.885
53.240
8.689
462.617
10.890
4.779
52.044
2031
226.000
1.859
420.056
49.720
8.785
436.797
10.170
4.832
49.140
2032
218.000
1.878
409.298
47.960
8.874
425.611
9.810
4.881
47.881
(4)
80
Lampiran 6. Proyeksi produksi TBS, penjualan, pendapatan dan cicilan pinjaman
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
Produksi TBS (ton)
10.500 31.500 62.500 103.500 160.000 204.000 228.000 252.000
273.000
291.000 301.000 306.000
Harga TBS per Kg (Rp)
1.264 1.304 1.343 1.381 1.419 1.456 1.492 1.528
1.562
1.595 1.627 1.658
Penj. (juta Rp)
13.270 41.063 83.926 142.973 227.077 297.080 340.279 384.977
426.405
464.173 489.774 507.364
HPP (juta Rp)
6.608 15.692 32.219 53.227 66.822 80.590 92.901 106.868
122.056
138.506 154.950 171.872
Keunt. Ops (juta Rp)
6.662 25.372 51.706 89.747 160.255 216.491 247.378 278.110
304.349
325.667 334.824 335.492
Keunt. Kotor sblm peny.
50%
62%
62%
63%
71%
73%
73%
72%
71%
70%
68%
66%
Repayment 35% (juta Rp)
14.372 29.374 50.041 79.477 103.978 119.098 134.742
149.242
162.461 171.421 177.577
Pend. Bersih (juta Rp)
6.662 11.000 22.332 39.706 80.778 112.512 128.281
143.368
155.107
163.207 163.403 157.915
Pend. Bersih per Ha (thsds Rp)
4.164 6.875 13.958 24.816 50.487 70.320 80.175 89.605
96.942
102.004 102.127 98.697
PEMBAYARAN PINJAMAN
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
Pinj. (juta Rp)
242.313 264.288 274.558 265.701 226.079 156.012 60.317
(65.378)
-
-
-
Bunga 15% (juta Rp)
36.347 39.643 41.184 39.855 33.912 23.402 9.047
(9.807)
-
-
-
Repayments (juta Rp)
14.372 29.374 50.041 79.477 103.978 119.098 134.742
(75.185)
-
-
-
Pinj. Bersih (juta Rp)
227.941 234.914 224.517 186.224 122.101 36.915 (74.425)
-
-
-
-
Sisa Pinj. (juta Rp)
242.313 264.288 274.558 265.701 226.079 156.012 60.317 (65.378)
-
-
-
-
8
(5)
81
Lampiran 7. Proyeksi arus kas
!"
65% 242.932 129.858 242.313 130.476 213.583 678.706 455.897 1.668.445
!##$ - - - - 46.212 2.311 31.539 16.983 - - - - 0 0 - 0 -
!##% - - - - 45.633 10.715 36.626 19.722 - - - - (0) (0) 0 0 0
!#&# - - - - 79.649 27.678 69.763 37.564 - 261 - - (261) (261) 0 (261) 0
!#&& - - - - 57.998 40.529 64.042 34.484 - 819 - - (819) (819) (261) (1.080) (5)
!#&! 15.351 5.558 1.050 8.744 13.441 48.625 40.343 21.723 - 1.646 - - (1.646) 7.097 (1.080) 6.018 (22)
!#&' 47.503 12.227 3.465 31.812 - - - 36.347 2.827 14.372 - (53.546) (21.734) 6.018 (15.716) 120
!#&( 97.089 24.657 7.563 64.869 39.643 3.232 29.374 3.675 (75.924) (11.055) (15.716) (26.771) (314)
!#&) 165.397 39.451 13.776 112.170 41.184 3.933 50.041 17.613 (112.771) (600) (26.771) (27.371) (535)
!#&* 262.692 43.396 23.426 195.870 39.855 4.902 79.477 43.413 (167.647) 28.224 (27.371) 852 (547)
!#&+ 343.674 47.736 32.854 263.084 33.912 6.460 103.978 65.827 (210.177) 52.908 852 53.760 17
!#&$ 393.648 52.509 40.392 300.747 23.402 8.454 119.098 80.877 (231.831) 68.916 53.760 122.676 1.075
!#&% 445.357 57.760 49.108 338.489 9.047 10.639 134.742 97.162 (251.590) 86.899 122.676 209.576 2.454
!#!# 493.282 63.536 58.520 371.226 (9.807) 12.983 (75.185) 113.342 (41.334) 329.892 209.576 539.467 4.192
!#!& 536.974 69.890 68.616 398.468 - 19.904 - 120.649 (140.554) 257.914 539.467 797.382 10.789
!#!! 566.590 76.879 78.072 411.640 - 25.859 - 126.387 (152.246) 259.394 797.382 1.056.776 15.948
!#!' 586.938 84.566 87.305 415.067 - 32.081 - 129.282 (161.363) 253.704 1.056.776 1.310.479 21.136
!#!( 587.684 93.023 94.467 400.194 - 38.438 - 126.727 (165.166) 235.028 1.310.479 1.545.508 26.210
!#!) 581.701 102.325 101.152 378.224 - 44.677 - 122.008 (166.684) 211.540 1.545.508 1.757.047 30.910
!#!* 568.716 112.558 107.089 349.068 - 50.694 - 115.066 (165.761) 183.308 1.757.047 1.940.355 35.141
!#!+ 560.765 123.814 114.457 322.495 - 56.388 - 108.802 (165.191) 157.304 1.940.355 2.097.659 38.807
!#!$ 551.921 136.195 122.226 293.499 - 61.790 - 101.724 (163.514) 129.985 2.097.659 2.227.644 41.953
!#!% 525.400 149.814 126.362 249.224 - 66.861 - 89.963 (156.824) 92.400 2.227.644 2.320.044 44.553
!#'# 514.661 164.796 134.550 215.315 - 71.384 - 81.147 (152.531) 62.784 2.320.044 2.382.828 46.401
!#'& 485.937 181.276 138.220 166.442 75.495 67.718 (143.213)
!#'! 473.492 199.403 146.659 127.430 78.979 57.060 (136.039)
8
(6)