THE CORRELATION BETWEEN PRINCIPAL LEADERSHIP, WORK CLIMATE, AND WORK MOTIVATION TOWARDS THE TEACHERS PERFORMANCE IN BODHISATTVA SCHOOL BANDAR LAMPUNG

(1)

ii ABSTRACT

THE CORRELATION BETWEEN PRINCIPAL LEADERSHIP, WORK CLIMATE, AND WORK MOTIVATION TOWARDS THE

TEACHERS PERFORMANCE IN BODHISATTVA SCHOOL BANDAR LAMPUNG

by

LINDA SUSIANA

The research is aimed to analyze: (1) the correlation between principal leadership and teacher performance in Bodhisattva school Bandar Lampung, (2) the correlation between work climate and teacher performance in Bodhisattva school Bandar Lampung, (3) the correlation between work motivation and teacher performance in Bodhisattva school Bandar Lampung, and (4) the correlation between headmaster leadership, work climate, and work motivation in cooperate with the performance teacher in Bodhisattva school Bandar Lampung.

This research used quantitative correlation. In this research, the population is all of the teacher at Bodhisattva school to 49 teachers as respondents which is divided into 39 teachers as a respondents and 10 teachers as a sampling which is taken by random sampling. The Data collecting used questionnaires instrument.. The Data analysis was done by SPSS 16.0 for Windows (Statistical Product Solution System) by the results sample data is on the normal distribution.

The results of the research shows that there are (1) a positive, strong association between the principal's leadership and teacher performance, it was gotten correlation coefficient rx1y = 0.417 significantly, (2) a positive, strong association between the work climate and teacher performance, it was gotten correlation coefficient rx2y,= 0.655 significantly, (3) a positive, strong association between the work motivation and teacher performance, it was gotten correlation coefficient rx3y,= 0.832 significantly (4) a positive, strong and association between the principal's leadership the principal's leadership, work climate, and work motivated cooperation with teacher performance and it was gotten a correlation coefficient rx1, 2.3 y = 0.937.

Keywords: Leadership, Climate Work, Work Motivation, Teacher Performance.


(2)

iii ABSTRAK

HUBUNGAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, IKLIM KERJA, DAN MOTIVASI TERHADAP KINERJA GURU

DI SEKOLAH BODHISATTVA BANDAR LAMPUNG

Oleh

LINDA SUSIANA

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis (1) hubungan antara kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru di sekolah Bodhisattva Bandar Lampung, (2) hubungan antara iklim kerja dengan kinerja guru di sekolah Bodhisattva Bandar Lampung, (3) hubungan antara motivasi dengan kinerja guru di Sekolah Bodhisattva Bandar Lampung, dan (4) hubungan antara kepemimpinan kepala sekolah, iklim kerja, dan motivasi kerja secara bersama-sama dengan kinerja guru di sekolah Bodhisattva Bandar Lampung

Populasi dalam penelitian ini adalah semua guru di sekolah Bodhisattva sebanyak 49 responden dimana 10 orang digunakan untuk uji validitas dan reabilitasnya. Pengumpulan data menggunakan instrument angket. Analisis data dilakukan dengan SPSS 16.0 for windows (Statistical Product Solution System) dengan hasil sampel data pada distribusi normal.

Kesimpulan penelitian adalah: (1) terdapat hubungan yang positif, erat dan signifikan antara kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru, diperoleh koefisien korelasi rx1y = 0,417, (2) terdapat hubungan yang positif, erat dan signifikan antara iklim kerja dengan kinerja guru, diperoleh koefisien korelasi rx2y = 0,655, (3) terdapat hubungan yang positif, erat dan signifikan antara motivasi dengan kinerja guru, diperoleh koefisien korelasi rx3y = 0,837, (4) terdapat hubungan yang positif, erat dan signifikan antara kepemimpinan kepala sekolah, iklim kerja, dan motivasi kerja secara bersama-sama dengan kinerja guru dengan koefisien korelasi rx1,2,3y = 0,937.


(3)

HUBUNGAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH,

IKLIM KERJA DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA GURU DI SEKOLAH BODHISATTVA BANDAR LAMPUNG

Oleh

LINDA SUSIANA 1123011022

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER TEKNOLOGI PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(4)

HUBUNGAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH,

IKLIM KERJA DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP

KINERJA GURU DI SEKOLAH BODHISATTVA

BANDAR LAMPUNG

(Tesis)

Oleh

LINDA SUSIANA

1123011022

PROGRAM PASCASARJANA TEKNOLOGI PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG


(5)

Judul Tesis : HUBUNGAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, IKLIM KERJA DAN MOTIVASI TERHADAP KINERJA GURU DI SEKOLAH

BODHISATTVA BANDAR LAMPUNG.”

Nama Mahasiswa : Linda Susiana Nomor Pokok Mahasiswa :1123011022

Program Studi : Teknologi Pendidikan

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Dr. Herpratiwi, M.Pd Dr.Irawan Suntoro,M.S NIP 196409141987122001 NIP 195603231984031003

2. Ketua Program Studi Teknologi Pendidikan

Dr.Adelina Hasyim,M.Pd NIP 195310181981122001


(6)

MENGESAHKAN 1. Tim Penguji

Ketua : Dr.Herpratiwi, M.Pd.

Sekretaris : Dr.Irawan Suntoro, M.S

Pembantu Penguji I : Dr.Riswandi, M.Pd.

Pembantu Penguji II : Dr.Adelina Hasyim, M.Pd.

2. Dekan FKIP Universitas Lampung

Dr. Bujang Rahman, M.S. NIP 196003151985031003


(7)

v

LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa :

1. Tesis dengan judul ”HUBUNGAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, IKLIM KERJA DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA GURU DI SEKOLAH BODHISATTVA BANDAR

LAMPUNG.” adalah karya saya sendiri dan saya tidak melakukan

penjiplakan atau pengutipan atas karya penulis lain dengan cara yang tidak sesuai dengan tata etika ilmiah yang berlaku dalam masyarakat akademik atau yang disebut plagiatisme.

2. Hak intelektual atas karya ilmiah ini diserahkan sepenuhnya kepada Universitas Lampung.

Atas pernyataan ini, apabila di kemudian hari ternyata ditemukan adanya ketidakbenaran, saya bersedia menanggung akibat dan sangsi yang diberikan kepada saya, saya bersedia dan sanggup dituntut sesuai dengan hukum yang berlaku.

Bandar Lampung, Maret 2013 Pembuat Pernyataan

Nama : Linda Susiana NPM : 1123011022


(8)

RIWAYAT HIDUP

Linda Susiana, lahir di Teluk Betung pada tanggal 07 Desember 1977, merupakan anak pertama dari lima bersaudara pasangan Bapak Effendi dan Ibu Asiah (almh) Pendidikan formal ditempuh dari SDN 5 Kangkung lulus pada tahun 1990. Melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 3 Teluk Betung dan lulus pada tahun 1993. Kemudian melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama (SMA) Negeri 10 Bandar Lampung dan lulus tahun 1996. Di tahun yang sama melanjutkan pendidikan di Universitas Bandar Lampung (UBL) jurusan Ekonomi dan lulus tahun 2001. Pada tahun 2011 melanjutkan pendidikan pada jenjang program Pascasarjana S2 FKIP Universitas Lampung jurusan Teknologi Pendidikan.

Pengalaman bekerja: 1 Oktober 1997 sampai dengan sekarang bekerja di Sekolah Bodhisattva dan saat ini menjadi Kepala PAUD Bodhisattva dan mengajar di jenjang SMP dan SMA, mata pelajaran yang diampu adalah IPS Terpadu dan Ekonomi.


(9)

iv

MOTTO

Sepatah kata yang bermanfaat, yang membuat seseorang menjadi

tenang setelah mendengarkanya adalah lebih baik daripada seribu

ucapan yang terdiri dari kata-kata yang tidak bermanfaat.

(Dhammapada, VIII, 100)

Berjuang, Berdoa, dan Bertahan untuk mencapai puncak

keberhasilan. (Linda Susiana)


(10)

ix DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ……… ix

DAFTAR TABEL ……… xii

DAFTAR GAMBAR ……….. xiv

DAFTAR LAMPIRAN ……….. xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ………... 1

1.2. Identifikasi Masalah ……….... 10

1.3. Pembatasan Masalah ……….. 11

1.4. Rumusan Masalah ……….. 11

1.5. Tujuan Penelitian ………... 12

1.6. Manfaat Penelitian ……….. 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kinerja Guru ……… 14

2.1.1. Guru Profesional ……… 18

2.2. Kepemimpinan 2.2.1. Pengertian Kepemimpinan ……….. 20

2.2.2. Pendekatan Studi Kepemimpinan ………... 26

2.2.3. Fungsi Kepemimpinan ………. 30

2.2.4. Syarat-syarat Pemimpin ……… 30

2.2.5. Tipe-tipe Kepemimpinan Pendidikan ……….. 31

2.2.6. Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Organisasi Belajar ……… 34

2.3. Iklim Kerja ……….. 39

2.4. Motivasi Kerja ………. 44

2.5. Kajian Penelitian yang Relevan ………. 48

2.6. Kerangka Berpikir ……… 50

2.6.1. Hubungan Antara Kepemimpinan Kepala Sekolah Dengan Kinerja Guru ………... 51

2.6.2. Hubungan Antara Iklim Kerja dengan Kinerja Guru.. 52

2.6.3. Hubungan Antara Motivasi Kerja Dengan Kinerja Guru ………. 53


(11)

x

Iklim Kerja, Dan Motivasi Kerja Dengan

Kinerja Guru ………. 54

2.7. Hipotesis Penelitian ………. 55

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian ……….. 56

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ………. 56

3.3. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel 3.3.1. Populasi ……….. 56

3.3.2. Teknik Pengambilan Sampel ………... 57

3.4. Metode Pengumpulan Data, Jenis Instrumen, dan Data…. 57 3.5. Definisi Konseptual dan Operasional 3.5.1. Variabel Kinerja Guru 3.5.1.1. Definisi Konseptual ……… 57

3.5.1.2. Definisi Operasional ……….. 58

3.5.1.3. Kisi-Kisi Instrumen ……… 58

3.5.1.4. Kalibrasi Instrumen Kinerja Guru ………. 59

3.5.2. Variabel Kepemimpinan Kepala Sekolah 3.5.2.1. Definisi Konseptual ……… 61

3.5.2.2. Definisi Operasional ………. 61

3.5.2.3. Kisi-Kisi Instrumen ……….. 62

3.5.2.4. Kalibrasi Instrumen Kepemimpinan Kepala Sekolah ……….. 63

3.5.3. Variabel Iklim Kerja 3.5.3.1. Definisi Konseptual ……… 64

3.5.3.2. Definisi Operasional ………. 65

3.5.3.3. Kisi-Kisi Instrumen ……….. 65

3.5.3.4. Kalibrasi Instrumen Iklim Kerja ……….. 66

3.5.4. Variabel Motivasi Kerja 3.5.4.1. Definisi Konseptual ………. 67

3.5.4.2. Definisi Operasional ………. 67

3.5.4.3. Kisi-Kisi Instrumen ……….. 68

3.5.4.4. Kalibrasi Instrumen Motivasi Kerja ……. 68

3.6. Teknik Analisis Data ………. 70

3.6.1. Uji Normalitas ……… 70

3.6.2. Uji Homogenitas ……….. 71

3.6.3. Uji Hipotesis ……… 72

3.7. Hipotesis Statistik ……… 73

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian 4.1.1. Deskripsi Data Penelitian ……….. 75

4.1.1.1. Variabel Kepemimpinan Kepala Sekolah. 76 4.1.1.2. Variabel Iklim Kerja ……… 77

4.1.1.3. Variabel Motivasi Kerja……… 79


(12)

xi

4.2.1. Hubungan Antara Kepemimpinan Kepala Sekolah Dengan Kinerja Guru ……… 82 4.2.2. Hubungan Antara Iklim Kerja Dengan

Kinerja Guru ………. 83

4.2.3. Hubungan Antara Motivasi Kerja

Dengan Kinerja Guru………. 84 4.2.4. Hubungan Antara Kepemimpinan Kepala Sekolah, Iklim

Kerja, Dan Motivasi Kerja Dengan Kinerja Guru 85 4.3. Pembahasan Hasil Penelitian ……… 86

4.3.1. Hubungan Antara Kepemimpinan Kepala Sekolah Dengan Kinerja Guru ……… 86 4.3.1. Hubungan Antara Iklim Kerja Dengan Kinerja Guru 89 4.3.1. Hubungan Antara Motivasi Kerja Dengan

Kinerja Guru ……….. 91 4.3.1. Hubungan Antara Kepemimpinan Kepala Sekolah, Iklim

Kerja, Dan Motivasi Kerja Dengan Kinerja Guru . 94 4.4. Keterbatasan Hasil Penelitian ………. 95 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

5.1. Simpulan …….………... 97 5.2. Implikasi

5.2.1. Upaya Peningkatan Kualitas Kepemimpinan Kepala

Sekolah ……….. 98

5.2.2 Upaya Peningkatan Iklim Kerja ……… 100 5.2.3 Upaya Peningkatan Motivasi Kerja Guru ………. 101

5.3. Saran ………... 101

DAFTAR PUSTAKA ……….. 105 LAMPIRAN ……… 108 DAFTAR RIWAYAT HIDUP


(13)

xii

DAFTAR TABEL

No.Tabel Halaman

Tabel 1.1. Jumlah Persentase Kinerja Guru Dalam Pembelajaran…… 4

Tabel 1.2. Data Guru Berdasarkan Relevansi dan Kualifikasinya …... 6

Tabel 2.1. Karakteristik Organisasi Belajar ……… 36

Tabel 3.1. Metode Pengumpulan Data, Jenis Instrumen, dan Sumber Data ……… 57

Tabel 3.2. Kisi-Kisi Instrumen Kinerja Guru ………. 58

Tabel 3.3. Hasil Uji Validitas Instrumen Kinerja Guru ………. 60

Tabel 3.4. Hasil Uji Reliabilitas Kinerja Guru ………….…………. 60

Tabel 3.5 Kisi-Kisi Kepemimpinan Kepala Sekolah ……… 62

Tabel 3.6. Hasil Uji Validitas Instrumen Kepemimpinan Kepala Sekolah . ……….. 63

Tabel 3.7. Hasil Uji Reliabilitas Kepemimpinan Kepala Sekolah … 64 Tabel 3.8. Kisi-Kisi Instrumen Iklim Kerja ………. 65

Tabel 3.9. Hasil Uji Validitas Instrumen Iklim Kerja ……… 66

Tabel 3.10. Hasil Uji Reliabilitas Iklim Kerja ………... 67

Tabel 3.11. Kisi-Kisi Instrumen Motivasi Kerja……….... 68

Tabel 3.12. Hasil Uji Validitas Motivasi Kerja ………. 69

Tabel 3.13. Hasil Uji Reliabilitas Motivasi Kerja ………. 69

Tabel 3.14. Rangkuman Hasil Uji Normalitas Data One Sample Kolmogorov-Smirnov Test ……… 70

Tabel 3.15. Rangkuman Hasil Analisis Uji Homogenitas …………. 71

Tabel 3.16. Uji Keberartian Koefisien Nilai r ……… 73

Tabel 4.1. Sebaran Data Hasil Penelitian ………... 75

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Skor Kepemimpinan Kepala Sekolah 76 Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Skor Iklim Kerja ……… 78


(14)

xiii

Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Skor Kinerja Guru ……… 80 Tabel 4.6. Uji Keberartian Koefisien Nilai r ………... 82 Tabel 4.7. Hubungan Kepemimpinan Kepala Sekolah Dengan

Kinerja Guru ……….. 82 Tabel 4.8. Hubungan Iklim Kerja Dengan Kinerja Guru ………….. 83 Tabel 4.9. Hubungan Motivasi Kerja Dengan Kinerja Guru ……… 84 Tabel 4.10. Hubungan Kepemimpinan Kepala Sekolah, Iklim Kerja, Dan


(15)

xiv

DAFTAR GAMBAR

No.Gambar Halaman

Gambar 2.1. Hubungan Antar Variabel ……… 48

Gambar 4.1. Histogram Kepemimpinan Kepala Sekolah ……… 77

Gambar 4.2 Histogram Iklim Kerja ……… 78

Gambar 4.3. Histogram Motivasi Kerja………. 80

Gambar 4.4. Histogram Kinerja Guru ………. 81


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sistem pendidikan nasional adalah satu keseluruhan yang terpadu dari semua satuan dan kegiatan pendidikan yang berkaitan satu dengan lainnya untuk mengusahakan tercapainya pendidikan nasional. Sistem Pendidikan Nasional memaparkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Sekolah merupakan salah satu lembaga atau organisasi yang dirancang untuk kegiatan pendidikan guna mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Peranan guru sebagai ujung tombak di sekolah sangat penting dalam mencapai tujuan pendidikan, khususnya dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan antara guru dan siswa atas hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan pembelajaran. Proses pembelajaran di sekolah akan efektif serta tujuan


(17)

pembelajaran akan tercapai sangat ditentukan oleh kompetensi dan kinerja guru.

Kinerja guru yang meliputi merencanakan dan melaksanakan pembelajaran, merupakan faktor utama dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Guru mempunyai tugas untuk membimbing, mengarahkan dan juga menjadi teladan yang baik bagi para siswanya. Dengan setumpuk tugas serta tanggung jawab yang di embannya guru harus dapat menunjukkan bahwa dia mampu menghasilkan kinerja yang baik demi terciptanya pendidikan yang bermutu.

Guru merupakan salah satu komponen yang sangat menentukan untuk terselenggaranya proses pendidikan. Keberadaan guru merupakan pelaku utama sebagai fasilitator penyelenggaraan proses belajar siswa. Guru harus memiliki kualitas yang cukup memadai, karena guru salah satu komponen mikro sistem pendidikan yang sangat strategis dan banyak mengambil peran dalam proses pendidikan persekolahan.

Guru yang berkualitas adalah guru yang berkompetensi, yang mampu untuk melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara bertanggung jawab dan layak. Dengan kata lain guru yang berkualitas adalah guru yang memiliki kinerja yang baik. Dengan kinerja yang baik maka akan menghasilkan sumber daya manusia yang memiliki potensi.


(18)

Yayasan Bodhisattva yang beralamat di jalan Dr.Setia Budi No.7/8, Kuripan

– Teluk Betung Barat merupakan salah satu yayasan sosial yang bergerak antara lain di bidang pendidikan dengan mendirikan sekolah yang bernama Sekolah Bodhisattva dari jenjang TK, SD, SMP dan SMA. Jenjang TK didirikan dari tahun 1980, SD tahun 1981, SMP tahun 1986 serta SMA tahun 1997.

Masalah yang dihadapi oleh Yayasan Bodhisattva salah satunya adalah masih rendahnya kinerja guru di sekolah tersebut. Hal ini dapat dilihat dari kurangnya komunikasi antara atasan dengan bawahan, kurangnya rasa pengabdian dan kepedulian terhadap kegiatan yang diselenggarakan oleh sekolah, motivasi yang cenderung rendah, kurangnya tanggung jawab dalam melaksanakan tugas, suasana kerja yang kurang mendukung.

Di sekolah Bodhisattva ini terlihat adanya masalah kinerja guru dalam perencanaan pembelajaran. Pembelajaran dimana guru masih ada yang belum membuat persiapan pembelajaran sebelum mengajar. Selain itu juga terlihat masalah yang berhubungan dengan kinerja guru dalam pelaksanaan pembelajaran. Hal ini dapat dilihat dari guru yang belum dapat mengkondusifkan keadaan kelas menjadi tenang ketika ada siswa yang melakukan keributan dikelas.

Guru dalam pelaksanaan pembelajaran juga belum menggunakan strategi pembelajaran yang bervariasi sehingga yang terjadi pembelajaran terasa


(19)

membosankan bagi siswa dan kinerja yang dihasilkan guru pun belum optimal. Begitu juga dalam disiplin tugas, masih banyak guru-guru yang belum mengikuti peraturan yang ditetapkan di sekolah. Ini dapat terlihat ketika guru tidak hadir dan tidak memberikan tugas kepada guru piket untuk pembelajaran siswa.

Berdasarkan hasil observasi atau penelitian pendahuluan menunjukkan kinerja guru di Sekolah Yayasan Bodhisattva masih cenderung rendah. Hal ini dapat di lihat dari data kinerja guru dalam persiapan maupun pelaksanaan pembelajaran.

Tabel 1.1 Kinerja Guru dalam Pembelajaran.

No. Unit

Kinerja Guru dalam Pembuatan

Bahan Ajar (%)

Pelaksanaan Proses Pembelajaran (%)

Evaluasi (%)

Jumlah Guru

1. SD 16,7 16,7 100 12

2. SMP 76,5 11,8 100 17

3. SMA 20 10 100 20

Jumlah 49

Sumber: Sekolah Bodhisattva

Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa dalam hal pembuatan bahan ajar berupa rencana pelaksanaan pembelajaran di unit SD hanya 16,7% yang membuat RPP dan melaksanakannya sesuai dengan RPP yang dibuatnya. Di unit SMP dalam hal pembuatan bahan ajar 76,5% yang telah melaksanakannya, akan tetapi dalam hal proses pelaksanaannya hanya 11,8% terlaksana. Sedangkan di unit SMA dalam hal pembuatan bahan ajar 20% yang telah melaksanakannya, akan tetapi dalam hal proses pelaksanaannya


(20)

hanya 10% telaksana. Masih banyak guru yang melaksanakan proses pembelajaran yang monoton dan belum menggunakan aneka sumber belajar yang ada. Guru mengajar dengan model pembelajaran yang tidak bervariasi yang mengakibatkan pembelajaran kurang diminati oleh siswa. Guru hanya berorientasi pada tujuan pembelajaran dari pada prosesnya, guru lebih mementingkan tuntasnya materi pembelajaran dan kurang memperhatikan bagaimana proses pembelajarannya.

Hasil wawancara dengan kepala sekolah dan observasi awal di lapangan pun diketahui bahwa pengetahuan guru tentang materi substansial yang menjadi mata ajar, masih sangat kurang dikuasai, silabus yang selama ini dimiliki oleh guru bukan merupakan hasil produksi mereka sendiri sehingga skenario pembelajaran yang dilaksanakan di kelas tidak pernah sama dengan persiapan yang ada secara tertulis, Lembar Kerja Siswa yang ada pun merupakan buatan penerbit.

Kegiatan pembelajaran dapat terlaksana dengan baik jika guru memiliki pengetahuan yang memadai tentang bagaimana merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi kegiatan pembelajaran. Salah satu hal yang mempengaruhi hal tersebut diantaranya adalah kualifikasi guru di tiap jenjang pendidikan. Kualifikasi dan relevansi guru di sekolah Bodhisattva dapat dilihat pada data berikut ini.


(21)

Tabel 1.2. Data guru Bodhisattva

No. Jenjang Sekolah Jumlah Guru

Kualifikasi Pendidikan Sesuai Kualifikasi Tidak Sesuai

1. SD 12 6 6

2. SMP 17 9 8

3. SMA 20 11 9

Sumber: Sekolah Bodhisattva

Berdasarkan data di atas dapat diketahui masih adanya guru yang mengajar tidak berdasarkan kualifikasi latar belakang ilmu yang diampu oleh masing-masing guru.

Hasil observasi awal di lapangan serta wawancara dengan siswa serta hasil pengamatan penulis diketahui juga bahwa masih ada guru yang belum dapat menunjukkan kepribadiannya sebagai seorang guru, belum menjalankan sepenuhnya kode etik guru. Salah satunya adalah kurangnya rasa peduli terhadap perkembangan siswanya.

Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain, dalam hal ini para bawahanya sedemikian rupa sehingga orang lain mau melakukan kehendak pemimpin meskipun secara pribadi hal itu mungkin tidak disenangi. Kepala sekolah sebagai seseorang yang diberi tugas untuk memimpin sekolah, bertanggung jawab atas tercapainya tujuan sekolah.

Kepemimpinan merupakan suatu kekuatan yang sangat penting dalam rangka pengelolaan sekolah. Kepala sekolah adalah pemimpin sekolah yang harus melaksanakan kepemimpinan, oleh karena itu kemampuan pemimpin secara


(22)

efektif merupakan kunci untuk menjadi seorang manajer yang efektif. Agar guru dapat melaksanakan kinerja dengan baik peran kepala sekolah untuk mengefektifkan kepemimpinannya dalam mengelola sumber daya yang ada serta memberi motivasi dan bantuan kepada guru-guru dalam mengatasi permasalahan tersebut sangat penting.

Kepala sekolah di lingkungan pendidikan bertanggung jawab penuh untuk mengelola dan memberdayakan guru agar terus meningkatkan kemampuan kerjanya. Dengan peningkatan segala kemampuan yang dimiliki, guru, merupakan mitra kerja kepala sekolah dapat menampilkan sikap positif terhadap pekerjaannya dan meningkatkan kompetensi profesionalnya sehingga akan berdampak pada peningkatan mutu pendidikan di sekolah.

Berdasarkan observasi terhadap kepemimpinan kepala sekolah di sekolah Yayasan Bodhisattva Bandar Lampung, diketahui bahwa kepala sekolah belum menjalankan tugas dan fungsi kepemimpinannya dengan maksimal. Kepala Sekolah memimpin dengan visi dan misi yang lemah. Kepala Sekolah pun memimpin tapi miskin inovasi yang pada akhirnya membuat sekolah mandek, hanya berjalan di tempat. Kepala sekolah jarang sekali melakukan sharing atau komunikasi dengan guru berkaitan dengan proses pembelajaran, padahal salah satu aspek penting dalam kepemimpinan kepala sekolah adalah perhatian terhadap kualitas pembelajaran dan bersikap responsif terhadap guru dan siswa. Rapat dewan guru yang diadakan dalam satu tahun hanya pada saat akan menentukan kenaikan kelas dan Ujian Nasional. Dalam


(23)

kaitannya dengan kebijakan sekolah, keputusan yang diambil tidak berdasarkan keputusan bersama, kepala sekolah cenderung sepihak. Kepala sekolah juga kurang dalam memotivasi guru dan stafnya untuk memberikan yang terbaik dalam pekerjaan mereka, sehingga mengakibatkan motivasi kerja bawahan cenderung rendah.

Kepala sekolah kurang menyediakan waktu di sekolah untuk membuat rencana bersama-sama dengan guru yang memungkinkan adanya umpan balik demi keberhasilan sekolah. Kepala sekolah cenderung mendelegasikan tugasnya kepada wakil kepala sekolah, namun wakil kepala sekolah juga sibuk dan kurang perhatian terhadap kemajuan sekolah. Hal lain yang juga mencerminkan belum terlaksananya tugas dan fungsi kepala sekolah di sekolah Bodhisattva Bandar Lampung adalah kurangnya pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan pengembangan kemampuan atau kompetensi guru dan staf di sekolah. Selain itu, kepala sekolah kurang berwibawa dalam melaksanakan tugasnya serta belum menguasai pengetahuan dan ketrampilan dalam memimpin warga sekolah.

Iklim kerja atau kondisi kerja adalah semua aspek fisik kerja, psikologi kerja dan peraturan-peraturan kerja yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja dan pencapaian produktifitas kerja. Iklim kerja berkaitan dengan suasana di tempat kerja yang membedakannya dari tempat kerja lain. Iklim kerja akan menjawab apakah tempat tersebut merupakan tempat kerja yang menyenangkan atau tidak. Ia merupakan gabungan antara persepsi,


(24)

keinginan, kebijaksanaan, kebijakan, sistem dan prosedur. Iklim kerja penting karena akan mempengaruhi kinerja individu dan organisasi yaitu membangkitkan atau mengendorkan motivasi dan komitmen seseorang di dalam organisasi.

Berdasarkan observasi, diketahui bahwa iklim kerja di SMA Bodhisattva Bandar Lampung kurang mendukung jika dilihat dari aspek fisik dan internal organisasi. Ditinjau dari aspek fisik, sarana olahraga dan bermain ada tetapi lingkungan dan tata letaknya kurang baik serta letak sekolahan yang di pinggir jalan sehingga menimbulkan kebisingan. Ditinjau dari aspek internal organisasi, suasana yang dialami cenderung tidak menyenangkan karena interaksi yang kurang antara seluruh stakeholders. Di samping itu, iklim kerja di Sekolah Bodhisattva Bandar Lampung juga kurang memberikan semangat kerja terutama guru dan semangat belajar untuk siswa karena kurangnya reward atau penghargaan bagi guru yang berkualitas dan siswa yang berprestasi.

Faktor lain yang juga mempengaruhi kinerja guru adalah motivasi. Besarnya motivasi yang dimiliki seseorang sangat menentukan kualitas perilaku dan sikap yang ditunjukkan dalam kegiatan sehari-hari, terutama pada saat ia bekerja.

Berdasarkan observasi, terlihat bahwa motivasi guru-guru di Sekolah Bodhisattva Bandar Lampung cenderung rendah. Hal tersebut terlihat dari


(25)

ketidakpedulian guru dalam setiap kegiatan yang diadakan oleh sekolah. Proses pelaksanaan pembelajaran model atau metode pembelajaran yang digunakan tidak mengikuti perkembangan era teknolgi dan komunikasi, dan cenderung menggunakan metode ceramah. Motivasi yang dimiliki guru saat ini adalah gaji, hal ini tercermin dari ukuran dalam melakukan pekerjaan adalah uang. Motivasi juga tidak ada dalam melakukan penelitian yang berkaitan dengan masalah-masalah yang mereka hadapi di kelas. Motivasi yang cenderung rendah tersebut salah satu akibat dari kurangnya komunikasi dan motivasi yang diberikan oleh kepala sekolah selaku pemimpin di sekolah.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka secara konseptual masalah yang berkaitan dengan rendahnya kinerja adalah dapat di identifikasi sebagai berikut:

1. Kinerja guru yang masih rendah.

2. Kompetensi guru yang masih cenderung rendah.

3. Manajemen kepemimpinan kepala sekolah yang cenderung otoriter. 4. Sikap mental, meliputi motivasi kerja,disiplin kerja dan etika kerja yang

masih cenderung rendah.

5. Iklim kerja yang kurang kondusif.

6. Sarana dan prasarana yang belum terpenuhi dan tertata dengan baik. 7. Kesempatan berprestasi yang masih minim.


(26)

1.3 Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, maka batasan masalah pada penelitian ini adalah

1. Kinerja guru

2. Kepemimpinan kepala sekolah 3. Iklim kerja sekolah

4. Motivasi kerja guru.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis:

1. Apakah terdapat hubungan antara kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru di Sekolah Bodhisattva Bandar Lampung?

2. Apakah terdapat hubungan antara iklim kerja dengan kinerja guru di Sekolah Bodhisattva Bandar Lampung?

3. Apakah terdapat hubungan antara motivasi kerja dengan kinerja guru di Sekolah Bodhisattva Bandar Lampung?

4. Apakah terdapat hubungan antara kepemimpinan kepala sekolah, iklim kerja, dan motivasi secara bersama-sama dengan kinerja guru di Sekolah Bodhisattva Bandar Lampung?


(27)

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis :

1. Hubungan antara kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru di Sekolah Bodhisattva Bandar Lampung.

2. Hubungan antara iklim kerja dengan kinerja guru di Sekolah Bodhisattva Bandar Lampung.

3. Hubungan antara motivasi kerja dengan kinerja guru di Sekolah Bodhisattva Bandar Lampung.

4. Hubungan antara kepemimpinan kepala sekolah, iklim kerja, dan motivasi kerja secara bersama-sama dengan kinerja guru di Sekolah Bodhisattva Bandar Lampung.

1.6 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian, maka manfaat penelitian ini adalah 1.6.1 Secara Teoritis

1. Memberikan sumbangan ilmu pengetahuan, khususnya teknologi pendidikan kawasan pengelolaan.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan konsep-konsep atau teori-teori yang berkaitan dengan teknologi pendidikan, khususnya pada kawasan pengelolaan sumber daya manusia dalam organisasi belajar.


(28)

1.6.2 Secara Praktis

1. Bagi guru agar dapat meningkatkan kinerjanya dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas.

2. Bagi Kepala sekolah sebagai masukan dalam meningkatkan perannya sebagai pemimpin, sehingga visi dan misi sekolah dapat tercapai.

3. Bagi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan sebagai masukan dalam memberikan pertimbangan dan pembinaan pada satuan di lingkungannya.


(29)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kinerja Guru

Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan sangat ditentukan oleh kesiapan guru dalam mempersiapkan peserta didiknya melalui proses pembelajaraan. Posisi strategis guru untuk meningkatkan mutu hasil pendidikan sangat dipengaruhi oleh kinerjanya. Secara sederhana, arti kinerja (performance) dapat diartikan sebagai unjuk kerja, prestasi kerja, pelaksanaan kerja, atau hasil kerja yang dicapai oleh seseorang atau kelompok (organisasi) dalam waktu tertentu.

Suprihanto (2001: 7) menyatakan bahwa kinerja dapat didefinisikan sebagai hasil kerja seseorang selama periode tertentu yang akhirnya secara nyata dapat tercermin keluaran yang dihasilkan. Pendapat yang hampir sama dikemukakan Hasibuan (2001: 94), yang menjelaskan bahwa kinerja merupakan suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu. Lebih lanjut, Mangkunegara dalam Suyono (2012: 21) menjelaskan bahwa kinerja merupakan hasil kerja


(30)

secara kuantitas dan kualitas yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Tugas utama guru adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi siswa agar potensi siswa berkembang menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Guru yang efektif adalah guru yang mampu melaksanakan tujuh tugas utama guru dan berhasil mewujudkan tujuan pendidikan nasional, seperti pada satuan pendidikan dasar yaitu;

1. Menjaga kesehatan dan keamanan diri, kebugaran jasmani, kesehatan jiwa, serta kebersihan lingkungan.

2. Menjadi manusia yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia yang ditandai dengan kepatuhan menjalankan ajaran agama.

3. Bekerja sama dalam kelompok, tolong-menolong, dan menjaga diri sendiri dalam lingkungan keluarga dan teman sebaya.

4. Peningkatan pemahaman potensi diri, kesadaran sosial yang berkarakter yang ditunjukkan dengan indikator (1) mengenal potensi kekurangan dan kelebihan diri (2) menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan. (3) bekerja sama dalam kelompok, tolong, menolong, dan menjaga diri sendiri dalam lingkungan keluarga dan teman sebaya (4) mematuhi aturan sosial yang berlaku dalam lingkungannya. (5) berkomunikasi dengan jelas dan santun.


(31)

5. Belajar dan berinovasi meliputi (1) menggunakan informasi tentang lingkungan sekitar secara logis, kritis, dan kreatif. (2) menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan kompetitif. (3) menunjukkan rasa keingintahuan yang tinggi dan menyadari potensinya (4) menunjukkan kemampuan memecahkan masalah sederhana dalam kehidupan sehari-hari (5) menunjukkan kemampuan mengenali gejala alam dan sosial di lingkungan sekitar (6) memanfaatkan lingkungan secara produktif dan bertanggung jawab (7) menunjukkan kegemaran membaca dan menulis (8) menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, menulis, dan berhitung.

6. Melakukan kegiatan seni dan budaya lokal.

7. Berwawasan kebangsaan yang ditunjukkan dengan (1) menunjukkan kecintaan dan kepedulian terhadap lingkungan (2) menunjukkan kecintaan dan kebanggaan terhadap bangsa, negara, dan tanah air Indonesia.

Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen menyatakan bahwa kompetensi seorang guru dapat dilihat dari instrument penilaian kinerja guru yang terdiri dari:

1. Kompetensi pedagogik; meliputi penguasaan karakteristik siswa, penguasaan teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik, pengembangan kurikulum, kegiatan pembelajaran yang mendidik, pengembangan potensi siswa, komunikasi dengan siswa, serta penilaian dan evaluasi.


(32)

2. Kompetensi kepribadian; tercermin dalam bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional, menunjukkan pribadi yang dewasa dan teladan, etos kerja yang tinggi serta rasa bangga menjadi guru.

3. Kompetensi sosial; tercermin dalam hal bersikap inklusif, bertindak obyektif, serta tidak diskriminatif, serta komunikasi dengan sesama guru, tenaga kependidikan, orang tua, peserta didik dan masyarakat yang terjalin dengan baik.

4. Kompetensi profesional meliputi penguasaan materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu, serta mengembangkan keprofesionalan melalui tindakan yang reflektif.

Kinerja guru juga dapat dimaknai sebagai kemampuan guru dalam menggerakkan dan memotivasi siswa untuk belajar. Kinerja merupakan penampilan karya atau kemampuan seseorang dalam melaksanankan tugas dalam bentuk kualitas ataupun kuantitas dalam suatu organisasi. Dengan kemampuan yang dimiliki dalam penguasaan bidang pekerjaannnya, memiliki minat untuk melakukannya, adanya kejelasan peran dan motivasi pekerjaan yang baik, maka orang tersebut memiliki landasan yang kuat untuk berprestasi yang lebih baik.


(33)

2.1.1. Guru Profesional

Guru adalah pendidik professional dengan tugas mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan megevaluasi siswa pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Dalam menjalankan tugas guru memiliki cara penyampaian dan kepribadian yang berbeda. Apabila guru telah menemukan prinsip dan tabiatnya, profil yang dimiliki tidak bisa disamakan dengan profil guru yang lain. Dalam mengajar guru yang profesional mampu menyampaikan ilmu pengetahuan, keterampilan dan menggunakan cara tertentu sebagai pengetahuan tersebut yang dapat dimiliki orang lain.

Guru harus memiliki keahlian tertentu dan distandarkan secara kode keprofesian. Bila ia tak punya keahlian menjadi guru maka tidak dapat disebut sebagai guru. Oleh karenanya tidak semua orang bisa menjadi guru, apa lagi guru profesional. Ada sepuluh ciri guru professional yaitu:

1. Selalu punya energy untuk siswanya.

Seorang guru yang baik menatuh perhatian pada siswa di setiap percakapan atau diskusi dengan mereka. Selain itu ia juga punya kemampuan mendengar dengan seksama.

2. Punya tujuan yang jelas untuk pelajaran.

Seorang guru yang baik menetapkan tujuan yang jelas untuk setiap pelajaran dan bekerja untuk memenuhi tujuan tertentu dalam setiap kelas.


(34)

3. Punya ketrampilan mendisiplinkan yang efektif.

Seorang guru yang baik memiliki keterampilan disiplin yang efektif sehingga bisa mempromosikan perubahan perilaku positif di dalam kelas. 4. Punya ketrampilan manajeman kelas yang baik.

Seorang guru yang baik memiliki ketrampilan manajemen kelas yang baik dan dapat memastikan perilaku siswa yang baik, saat siswa belajar dan bekerja sama secara efektif, membiasakan menanamkan rasa hormat kepada seluruh komponen didalam kelas.

5. Bisa berkomunikasi dengan baik terhadap orang tua.

Seorang guru yang baik menjaga komunikasi terbuka dengan orang tua dan membuat mereka selalu update informasi tentang apa yang sedang terjadi di dalam kelas dalam hal kurikulum, disiplin, dan isu lainnya. 6. Punya harapan yang tinggi pada siswanya.

Seorang guru yang baik memiliki harapan yang tinggi ke siswa dan mendorong semua siswa dikelasnya untuk selalu bekerja dan mengerahkan potensi terbaik mereka.

7. Pengetahuan tentang kurikulum.

Seorang guru yang baik memiliki pengetahuan mendalam tentang kurikulum sekolah dan standar-standar lainnya. Mereka dengan sekuat tenaga memastikan pengajaran mereka memenuhi standar-standar itu. 8. Pengetahuan tentang subjek yang diajarkan.

Seorang guru yang baik memiliki pengetahuan yang luar biasa dan antusiasme untuk subyek yang mereka ajarkan. Mereka siap untuk menjawab pertanyaan dan menyimpan bahan menarik bagi para siswa,


(35)

bahkan bekerja sama dengan bidang studi lain demi pembelajaran yang kolaboratif.

9. Selalu memberikan yang terbaik untuk siswa dalam proses pengajaran. Seorang guru yang baik bergairah mengajar dan bekerja dengan anak-anak. Mereka gembira bisa mempengaruhi siswa dalam kehidupan mereka dan memahami dampak atau pengaruh yang mereka miliki dalam kehidupan siswanya, sekarang dan nanti ketika siswanya sudah beranjak dewasa.

10.Punya hubungan yang berkualitas dengan siswa.

Seorang guru yang baik mengembangkan hubungan yang kuat dan saling hormat menghormati dengan siswa dan membangun hubungan yang dapat dipercaya.

2.2. Kepemimpinan

2.2.1. Pengertian Kepemimpinan

Setiap organisasi apapun jenisnya, pasti memiliki dan memerlukan seorang pemimpin yang harus menjalankan kegiatan kepemimpinan bagi keseluruhan organisasi sebagai satu kesatuan. Kepemimpinan merupakan proses yang harus ada dan perlu diadakan dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial. Hidup bermasyarakat memerlukan pemimpin dan kepemimpinan.


(36)

Dalam suatu organisasi peranan pemimpin sangat dominan dimana peranan tersebut dapat mempengaruhi moral kepuasan kerja, keamanan, kualitas kehidupan kerja dan terutama tingkat prestasi suatu organisasi. Kepemimpinan merupakan proses dinamis yang dilaksanakan melalui hubungan timbal balik antara pemimpin dan yang dipimpin. Hubungan tersebut berlangsung dan berkembang melalui transaksi antar pribadi yang saling mendorong dalam mencapai tujuan bersama.

Kepemimpinan berasal dari kata pimpin yang memuat dua hal pokok yaitu: pemimpin sebagai subjek dan yang dipimpin sebagai objek. Kata pimpin mengandung pengertian mengarahkan, membina atau mengatur, menuntun dan juga menunjukkan ataupun mempengaruhi. Dalam mempengaruhi orang, pemimpin dapat melakukannya melalui proses pemotivasian yang dapat menggerakkan seseorang untuk melakukan sesuatu sesuai dengan yang ingin dilakukan oleh pemimpin. Kemampuan mempengaruhi orang lain mengindikasikan adanya suatu komunikasi dan interaksi antara pemimpin dengan yang dipimpin. Oleh karena itu, kepemimpinan menjadi hal yang penting terutama dalam konteks organisasi, sebab kualitas pengaruh yang diterima anggota organisasi akan berdampak pada kinerja anggota yang pada akhirnya berdampak pula pada kinerja organisasi.


(37)

Wahjosumidjo (2002: 349) mengemukakan bahwa dalam praktek

organisasi, kata “memimpin” mengandung konotasi menggerakkan,

mengarahkan, membimbing, melindungi, membina, memberikan teladan, memberikan dorongan, memberikan bantuan dan sebagainya. Unsur penting kepemimpinan adalah pengaruh yang dimiliki seseorang, dan pada gilirannya akibat pengaruh itu bagi orang yang hendak dipengaruhi.

Kepemimpinan menurut J.M. Piffner dalam Herpratiwi (2009: 3) adalah seni mengkoordinasikan dan memberi arah kepada individu atau kelompok untuk mencapai tujuan yang diinginkan, dan kepempimpinan adalah kemampuan mengambil inisiatif dalam situasi sosial untuk menciptakan bentuk dan prosedur baru, merancang dan mengatur pembuatan sehingga dengan begitu akan membangkitkan kerjasama ke arah terciptanya tujuan.

Pemimpin mempunyai tanggung jawab baik secara fisik maupun spiritual terhadap keberhasilan aktivitas kerja dari yang dipimpin, sehingga menjadi pemimpin itu tidak mudah dan tidak akan setiap orang mempunyai kesamaan di dalam menjalankan kepemimpinannya. Seorang pemimpin adalah seseorang yang mempunyai keahlian memimpin, mempunyai kemampuan mempengaruhi pendirian/pendapat orang atau sekelompok orang tanpa menanyakan alasan-alasannya. Wirawan (2002: 135) menjelaskan bahwa


(38)

berusaha merubah sikap, perilaku, nilai-nilai, norma-norma, kepercayaan, pikiran, dan tujuan orang yang dipengaruhi secara sistematis. Disamping itu, seorang pemimpin adalah seseorang yang aktif membuat rencana-rencana, mengkoordinasi, melakukan percobaan dan memimpin pekerjaan untuk mencapai tujuan bersama-sama.

Menurut Moedjiarto (2002: 79), sekolah sebagai suatu organisasi memilliki tujuan yaitu mencapai suatu keunggulan. Sekolah yang unggul pasti dipimpin oleh kepala sekolah yang mempunyai potensi unggul sehingga dapat membawa sekolahnya menempati posisi terbaik di antara sekolah yang lainnya.

Kepemimpinan berlangsung di dalam sebuah organisasi yang dalam arti statis merupakan wadah dalam bentuk suatu struktur organisasi. Di dalam struktur itu terdapat unit-unit kerja sebagai hasil kegiatan pengorganisasian berupa pembidangan dan pembagian pekerjaan dengan menggelompokkan pekerjaan sejenis ke dalam satu unit kerja. Sekolah sebagai suatu organisasi, tidak hanya memerlukan seorang manajer untuk mengelola sumber daya sekolah yang lebih banyak berkonsentrasi pada permasalahan anggaran dan persoalan administrative lainnya, melainkan juga memerlukan pemimpin yang mampu menciptakan sebuah visi dan mengilhami staf dan semua komponen individu yang terkait dengan sekolah. Seorang pemimpin


(39)

akan dikenal dari kemampuannya dalam merumuskan visi yang menjadi impian bersama dari suatu organisasi atau lembaga. Ketajaman, keutuhan, dan keserhanaan visi ini akan membuat sosoknya semakin kuat. Pemimpin sejati juga tidak ragu untuk selalu mencurahkan waktu, skill, dan tenaganya demi mewujudkan visi lembaga yang dipimpinnya, sehingga ia mampu mengelola lembaga pendidikannya dengan baik. Sekolah merupakan bentuk organisasi moral yang kesuksesannya tidak hanya ditentukan oleh kepala sekolah melainkan juga oleh tenaga kependidikan lainnya dan proses sekolah itu sendiri.

Kepemimpinan kepala sekolah merupakan pemimpin dalam tataran institusi organisasi sekolah yang akan menentukan bagaimana kinerja organisasi secara keseluruhan, sedangkan guru adalah pemimpin dalam tataran teknis pembelajaan yang akan menentukan keberhasilan proses pembelajaran guna menghasilkan output pembelajaran/pendidikan yang bermutu.

Menurut Wahjosumidjo (2002: 110), kepala sekolah yang dikehendaki adalah sseseorang yang memiliki karakter atau ciri-ciri baik yang mencakup (1) kepribadian, (2) keahlian dasar, (3) pengalaman dan pengetahuan profesional, (4) diklat dan ketrampilan professional, dan (5) pengetahuan administrasi dan pengawasan kompetensi kepala sekolah.


(40)

Menurut Komariah (2008: 3) kepala sekolah adalah guru yang diberi tugas untuk mengelola sekolah, membuat kebijakan, mengatur tata tertib dan operasional sekolah sehingga tida terjadi kesemrawutan atau diberi kepercayaan untuk menjadi pemimpin sekaligus manajer sekolah. Kepala sekolah sebagai seorang pemimpin seharusnya dalam praktek sehari-hari selalu berusaha memperhatikan dan mempraktekkan fungsi kepemimpinan di dalam kehidupan sekolah, yaitu (1) Kepala sekolah harus dapat memperlakukan sama terhadap orang-orang yang menjadi bawahannya, sehingga tidak terjadi diskriminasi, sebaliknya dapat diciptakan semangat kebersamaan di antara mereka yaitu guru, staf, dan siswa; (2) Sugesti atau saran sangat diperlukan oleh para bawahan dalam melaksanakan tugas. Para guru, staf, dan siswa hendaknya selalu mendapatkan saran anjuran dari kepala sekolah sehingga dengan saran tersebut selalu dapat memelihara bahkan meningkatkan semangat, rela berkorban, rasa kebersamaan dalam melaksanakan tugas masing-masing; (3) Dalam mencapai tujuan setiap organisasi memerlukan dukungan, dana, sarana, dan sebagainya. Kepala sekolah bertanggung jawab untuk memenuhi atau menyediakan dukungan yang diperlukan oleh para guru, staf, dan siswa, baik berupa dana, peralatan, waktu, bahkan suasana yang mendukung; (4) Kepala sekolah berperan sebagai katalisator, dalam arti mampu menimbulkan dan menggerakkan semangat para guru, staf, dan siswa dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan; (5) Kepala sekolah sebagai pemimpin harus dapat


(41)

menciptakan rasa aman di lingkungan sekolah; (6) Kepala sekolah pada hakekatnya adalah sumber semangat bagi para guru, staf, dan siswa. Oleh sebab itu, kepala sekolah harus selalu membangkitkan semangat para guru, staf, dan siswa; (7) Setiap orang dalam kehidupan organisasi baik secara pribadi maupun kelompok, kebutuhannya diperhatikan dan dipenuhi. Penghargaan dan pengakuan ini dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk, seperti kenaikan pangkat, fasilitas, kesempatan mengikuti pendidikan dan sebagainya.

2.2.2. Pendekatan Studi Kepemimpinan

Studi kepemimpinan yang terdiri dari berbagai macam pendekatan pada hakikatnya merupakan usaha untuk menjawab atau memberikan pemecahan persoalan yang terkandung di dalam permasalahan kepemimpinan. Wahjosumidjo (2002: 19) mengatakan bahwa hampir seluruh penelitian kepemimpinan dapat dikelompokkan ke dalam empat macam pendekatan yaitu pendekatan pengaruh kewibawaan, sifat, perilaku, dan situasional. Berikut ini adalah uraian ke empat macam pendekatan tersebut:

1. Pendekatan Pengaruh Kewibawaan (Power Influence Approach)

Menurut pendekatan ini, keberhasilan pemimpin dipandang dari segi sumber dan terjadinya sejumlah kewibawaan yang ada pada para pemimpin, dan dengan cara yang bagaimana para pemimpin menggunakan kewibawaan tersebut kepada bawahan. Pendekatan


(42)

ini menekankan proses saling mempengaruhi, sifat timbal balik dan pentingnya pertukaran hubungan kerjasama antara para pemimpin dengan bawahan. French dan Raven dalam Wahjosumidjo (2002: 21) mengatakan bahwa:

“Berdasarkan hasil penelitian terdapat pengelompokan sumber dari

mana kewibawaan tersebut berasal, yaitu: (1) Legitimate power: bawahan melakukan sesuatu karena pemimpin memiliki kekuasaan untuk meminta bawahan dan bawahan mempunyai kewajiban untuk menuruti atau mematuhinya, (2) Coersive power: bawahan mengerjakan sesuatu agar dapat terhindar dari hukuman yang dimiliki oleh pemimpin, (3) Reward power: bawahan mengerjakan sesuatu agar memperoleh penghargaan yang dimiliki oleh pemimpin, (4) Referent power: bawahan melakukan sesuatu karena bawahan merasa kagum atau membutuhkan untuk menerima restu pemimpin, dan mau berperilaku pula seperti pemimpin, dan (5) Expert power: bawahan mengerjakan sesuatu karena bawahan percaya pemimpin memiliki pengetahuan khusus dan keahlian

serta mengetahui apa yang diperlukan”.

Berdasarkan pendekatan pengaruh kewibawaan, seorang kepala sekolah dimungkinkan untuk menggunakan pengaruh yang dimilikinya dalam membina, memberdayakan, dan memberi teladan terhadap guru sebagai bawahan. Legitimate dan coersirve power memungkinkan kepala sekolah dapat melakukan pembinaan terhadap guru, sebab dengan kekuasaan dalam memerintah dan memberi hukuman, pembinaan terhadap guru akan lebih mudah dilakukan. Sementara itu dengan reward power memungkinkan kepala sekolah memberdayakan guru secara optimal, sebab penghargaan yang layak dari kepala sekolah merupakan motivasi berharga bagi guru untuk menampilkan prestasi terbaiknya. Selanjutnya dengan referent dan expert power, keahlian dan perilaku kepala sekolah yang diimplementasikan dalam bentuk


(43)

rutinitas kerja, diharapkan mampu meningkatkan motivasi kerja para guru.

2. Pendekatan Sifat (The Trait Approach)

Pendekatan ini menekankan pada kualitas pemimpin. Keberhasilan pemimpin ditandai oleh daya kecakapan luar biasa yang dimiliki oleh pemimpin, seperti tidak kenal lelah, intuisi yang tajam, wawasan masa depan yang luas, dan kecakapan meyakinkan yang sangat menarik. Pendekatan ini memandang bahwa pemimpin mempunyai beberapa sifat kepribadian sebagai pemimpin yang dibawanya sejak lahir (Uno, 2008: 56).

Berdasarkan pendekatan sifat, keberhasilan seorang pemimpin tidak hanya dipengaruhi oleh sifat-sifat pribadi, melainkan ditentukan pula oleh ketrampilan (skill) pribadi pemimpin.

3. Pendekatan Perilaku (The Behavior Approach)

Uno (2008: 56) menjelaskan bahwa pendekatan perilaku memandang bahwa untuk menjadi pemimpin, diperlukan latihan kepemimpinan terutama terkait dengan: 1) fungsi kepemimpinan, 2) gaya kepemimpinan. Pendekatan ini ditentukan oleh sikap dan gaya kepemimpinan yang dilakukan oleh pemimpin dalam kegiatannya sehari-hari dalam hal cara memberi perintah, membagi tugas dan wewenang, cara berkomunikasi, cara mendorong semangat kerja bawahan, cara memberi bimbingan dan pengawasan, cara membina disiplin kerja bawahan, dan cara mengambil keputusan.


(44)

Pendekatan perilaku ini mempergunakan acuan sifat pribadi dan kewibawaan. Kemampuan perilaku secara konsepsional telah berkembang kedalam berbagai macam cara dan berbagai macam tingkatan abstraksi.

4. Pendekatan Situasional (Situational Approach)

Pendekatan situasional menekankan pada ciri-ciri pribadi pemimpin dan situasi, mengemukakan dan mencoba untuk mengukur atau memperkirakan ciri-ciri pribadi ini, dan membantu pimpinan dengan garis pedoman perilaku yang bermanfaat yang didasarkan kepada kombinasi dari kemungkinan yang bersifat kepribadian dan situasional (Wahjosumidjo, 2002: 29).

Pendekatan situasional atau pendekatan kontingensi merupakan suatu teori yang berusaha mencari jalan tengah antara pandangan yang mengatakan adanya asas-asas organisasi dan manajemen yang bersifat universal, dan pandangan yang berpendapat bahwa tiap organisasi adalah unik dan memiliki situasi yang berbeda-beda sehingga harus dihadapi dengan gaya kepemimpinan tertentu. Pendekatan situasional dalam kepemimpinan mengatakan bahwa kepemimpinan ditentukan tidak oleh sifat kepribadian individu-individu, melainkan oleh persyaratan situasi sosial.

Pendekatan situasional menekankan pada pentingnya faktor-faktor kontekstual seperti sifat pekerjaan yang dilaksanakan oleh unit pimpinan, sifat iklim eksternal, dan karakteristik para pengikut.


(45)

2.2.3 Fungsi Kepemimpinan

Untuk tercapainya suatu tujuan kepemimpinan, maka seorang pemimpin harus melakukan berbagai fungsi kepemimpinan. Menurut Wahjosumidjo (2002: 40) fungsi-fungsi kepemimpinan yaitu: membangkitkan kepercayaan dan loyalitas bawahan, mengkomunikasikan gagasan kepada orang lain, dengan berbagai cara mempengaruhi orang lain, menciptakan perubahan secara efektif di dalam penampilan kelompok, dan menggerakkan orang lain, sehingga secara sadar orang lain tersebut mau melakukan apa yang dikehendaki.

Pendapat lain dikemukakan oleh Uno ( 2007: 56), yang menyatakan bahwa konsep kepemimpinan yang efektif yaitu : 1) kepemimpinan adalah bagian dari manajemen yang mengandalkan hubungan interpersonal, 2) kepemimpinan tidak mesti menjadi tanggung jawab individu, dan 3) kepemimpinan dapat menjadi instrumen untuk memperbaiki organisasi.

2.2.4. Syarat-syarat Pemimpin

Kunci keberhasilan suatu sekolah pada hakikatnya terletak pada efisiensi dan efektivitas penampilan pemimpinnya, dalam hal ini kepala sekolah. Kepala sekolah dituntut memiliki persyaratan kualitas kepemimpinan yang kuat, sebab keberhasilan sekolah hanya dapat dicapai melalui kepemimpinan kepala sekolah yang berkualitas. Kepala sekolah yang berkualitas yaitu kepala sekolah yang memiliki


(46)

kemampuan dasar, kualifikasi pribadi, serta pengetahuan dan ketrampilan profesional. Keahlian atau kemampuan dasar, yaitu sekelompok kemampuan yang harus dimiliki oleh tingkat pemimpin apapun, yang mencakup:

1. Technical skills, yaitu yaitu: kecakapan spesifik tentang proses, prosedur atau teknik-teknik, atau merupakan kecakapan khusus dalam menganalisis hal-hal khusus dan penggunaan fasilitas, peralatan, serta teknik pengetahuan yang spesifik;.

2. Human skill, yaitu: kecakapan pemimpin untuk bekerja secara afektif sebagai anggota kelompok dan untuk menciptakan usaha kerjasama di iklim kelompok yang dipimpinnya;

3. Conceptual skills, yaitu kemampuan seorang pemimpin melihat organisasi sebagai satu keseluruhan.

Berdasarkan pemaparan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa seorang pemimpin itu harus memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan anggota-anggotanya. Dengan kelebihan-kelebihan tersebut dia bisa berwibawa dan dipatuhi oleh bawahannya dan yang paling lebih utama adalah kelebihan moral dan akhlak.

2.2.5. Tipe-tipe Kepemimpinan Pendidikan

Konsep seorang pemimpin pendidikan tentang kepemimpinan dari kekuasaan yang memproyeksikan diri dalam bentuk sikap memimpin, tingkah laku, dan sifat kegiatan pemimpin yang dikembangkan dalam


(47)

lembaga pendidikannya akan mempengaruhi situasi kerja, semangat kerja guru, sifat hubungan kemanusiaan di antara sesamanya dan akan mempengaruhi kuallitas hasil kerja yang mungkin dapat dicapai oleh lembaga pendidikan yang dipimpinnya.

Menurut Wahab (2008: 134) berdasarkan konsep, sifat, sikap dan cara-cara pemimpin tersebut melakukan dan mengembangkan kegiatan kepemimpinan dalam iklim kerja yang dipimpinnya, maka kepemimpinan pendidikan dapat diklasifikasikan ke dalam empat tipe, yaitu: tipe otoriter, tipe laissez-faire, tipe demokratis, dan tipe pseudo demokrasi.

1. Tipe Otoriter

Pemimpin yang otoriter tidak menghendaki rapat atau musyawarah. Berkumpul atau rapat hanyalah berarti untuk menyampaikan instruksi-instruksi. Setiap perbedaan di antara anggota kelompoknya diartikan sebagai kelicikan, pembangkangan atau pelanggaran disiplin terhadap perintah atau instruksi yang telah diberikan. Inisiatif dan daya pikir anggota semua dibatasi, sehingga tidak diberikan kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya.

2. Tipe Laissez-faire

Dalam tipe kepemimpinan ini pembagian tugas dan kerja sama diserahkan sepenuhnya kepada bawahannya tanpa petunjuk atau saran-saran dari pemimpin. Tingkat keberhasilan organisasi atau


(48)

lembaga semata-mata disebabkan karena kesadaran dan dedikasi beberapa anggota kelompok dan bukan karena pengaruh dari pemimpin. Struktur organisasinya tidak jelas dan kabur, segala kegiatan dilakukan tanpa rencana dan tanpa pengawasan dari pimpinan.

3. Tipe Demokratis

Pemimpin yang demokratis selalu berusaha menstimulasi anggota-anggotanya agar bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan bersama. Dalam tindakan dan usaha-usahanya ia selalu berpangkal pada kepentingan dan kebutuhan kelompoknya dan mempertimbangkan kesanggupan serta kemampuan kelompoknya. Pemimpin selalu berusaha memupuk rasa kekeluargaan dan persatuan. Ia selalu berusaha membangun semangat anggota kelompoknya dalam menjalankan dan mengembangkan daya kerjanya. Di samping itu, ia juga memberikan kesempatan kepada anggota kelompoknya agar mempunyai kecakapan memimpin dengan jalan mendelegasikan sebagian kekuasaan dan tanggungjawabnya.

4. Tipe Pseudo-demokratis.

Pemimpin tipe ini hanya tampaknya saja bersikap demokratis padahal sebenarnya bersikap otokratis, menganut demokrasi semu dan lebih mengarah kepada kegiatan pemimpin yang otoriter dalam bentuk yang halus dan yang yakin dilaksanakan tanpa disadari bahwa tindakan itu bukan tindakan pimpinan yang demokratis.


(49)

2.2.6. Kepemimpian Kepala Sekolah dalam Organisasi Belajar

Konsep organisai belajar muncul dalam konteks perubahan lingkungan dan daya saing, dimana organisasi membutuhkan kompetensi dan kepemimpinan untuk mentransformasikan pengetahuan kepada seluruh anggota organisasi. Dengan dukungan lingkungan organisasi belajar yang kondusif diharapkan dapat diciptakan orang-orang yang berpengetahuan (knowledge people) dengan kompetensi yang dapat diandalkan. Selain itu dukungan kepemimpinan yang memberdayakan (empowerment), artinya memberikan pendelegasian dan dukungan positif kepada setiap anggota organisasi dalam aktivitas pembelajaran dan memperbaiki kinerja.

Menurut Gary Yukl (2010: 133) seorang pemimpin yang partisipatif akan selalu melibatkan dan mendorong usaha-usaha para stafnya serta memudahkan partisipasi orang lain dalam membuat keputusan. Partisipasi memiliki banyak bentuk, dimulai dari melakukan revisi keputusan tentative setelah menerima protes, meminta saran sebelum membuat keputusan, meminta seseorang atau kelompok untuk bersama-sama membuat suatu keputusan, mengizinkan orang lain untuk membuat suatu keputusan yang tergantung pada keputusan final dari pemimpin.


(50)

Sweeney dan McFarlin (2003: 3) mengemukakan bahwa Learning Organization is a film that makes values continous learning and is consistenly looking to adapt and change with its environment.

Organisasi belajar merupakan sebuah proses yang dapat membuat nilai-nilai pembelajaran secara berkesinambungan dan selalu beradaptasi serta berubah dengan lingkungannya secara konsisten.

Menurut Marquad (2002: 247) Learning Organization: A company that learns effectively and collectively and continually transforms itself for better management and use of knowledge, empower people within and outside of the organization to learn as they work; utilize technology to maximize learning and production. Marquat mengungkapkan bahwa organisasi belajar merupakan suatu perusahaan/organisasi yang selalu belajar secara efektif dan bersama terus mentransformasikan dirinya untuk manajemen yang lebih baik dan menggunakan pengetahuan, memberdayakan masyarakat di dalam maupun di luar organisasi untuk selalu belajar saat mereka bekerja; memanfaatkan teknologi untuk memaksimalkan pembelajaran dan produksi.

Karakteristik organisasi belajar memiliki piranti yang berbeda dengan organisasi tradisional. Karakterisitik tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1. berikut.


(51)

Tabel 2.1. Karakteristik Organisasi Belajar.

Karakteristik Organisasi Tradisional Organisasi Belajar 1. Siapa yang belajar? Para manajer/karyawan

yang ditunjuk

Seluruh manajer/karyawan dari semua unit kerja 2. Siapa yang

mengajar?

Pelatih atau narasumber dari luar

Atasan langsung, pelatih dan nara sumber

3. Siapa yang bertanggungjawab?

Departemen Diklat Setiap manajer/karyawan 4. Piranti belajar yang

digunakan?

Kursus, magang, pelatihan formal, bimbingan, rencana pelatihan

Kursus, magang, rencana belajar, tim, mitra kerja, ukuran kinerja, refleksi pribadi.

5. Kapan belajar? Ketika dibutuhkan, saat orientasi atau sesuai kebutuhan.

Sepanjang hayat, untuk jangka panjang

6. Kompetensi apa yang dipelajari?

Teknik Teknis dan manajerial, hubungan pribadi, bagaimana belajar

7. Dimana belajarnya? Ruang kelas, tempat kerja Ruangan rapat, saat melakukan pekerjaan, dimana saja

8. Kapan waktunya? Untuk saat ini sesuai kebutuhan

Untuk masa yang akan dating

9. Motivasi? Ekstrinsik dan terpaksa Instrinsik dan semangat Sumber: Braham dalam Prawiradilaga dan Siregar (2004: 140)

Optimalisasi kepemimpinan kepala sekolah dalam organisasi belajar merupakan salah satu faktor yang amat penting dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam mengoptimalkan peran kepemimpinan kepala sekolah yaitu dengan meningkatkan kinerja guru.

Senge (2002: 190), mengemukakan ada lima disiplin dalam organisasi belajar yaitu:


(52)

1. Berpikir sistem (system thinking)

Suatu usaha manusia merupakan sistem karena senantiasa merupakan bagian dari jalinan tindakan atau peristiwa yang saling berhubungan, meskipun hubungan itu tidak selalu nampak. Suatu organisasi harus mampu melihat pola perubahan secara keseluruhan dengan cara berpikir bahwa segala usaha manusia saling berkaitan, saling mempengaruhi dan membentuk sinergi. 2. Penguasaan pribadi (Personal Mastery).

Setiap orang harus mempunyai komitmen untuk belajar sepanjang hayat dan sebagai organisasi perlu mengembangkan potensinya secara maksimal. Penguasaan pribadi ini merupakan suatu disiplin yang antara lain menunjukkan kemampuan untuk senantiasa mengklasifikasi dan mendalami visi pribadi, memfokuskan energi, mengembangkan kesabaran, dan memandang realitas secara objektif. Suatu organisasi dapat menunjukkan kemampuan untuk senantiasa mengklasifikasi kesabaran dan memandang realitas secara objektif. Kenyataan menunjukkan bahwa seseorang memasuki suatu organisasi dengan penuh semangat, tetapi setelah

merasa “mapan” dalam organisasi itu lalu kehilangan semangatnya.

Oleh karena itu, disiplin ini sangat penting artinya bahkan menjadi landasan untuk organisasi belajar.

3. Pola mental (mental models).

Setiap orang mempunyai pola mental tentang bagaimana memandang dunia sekitarnya dan bertindak atas dasar asumsi atau


(53)

generalisasi dari apa yang dilihatnya itu. Setiap orang berfikir reflektif dan senantiasa memperbaiki gambaran internalnya mengenai dunia sekitarnya, dan atas dasar ini bertindak dan mengambil keputusan yang sesuai.

4. Visi bersama (shared vision).

Organisasi yang berhasil berusaha mempersatukan orang-orang berdasarkan identitas yang sama dan perasaan senasib. Visi bersama ini bukan sekedar rumusan keinginan suatu organisasi melainkan sesuatu yang merupakan keinginan bersama. Visi bersama adalah komitmen bersama dan tekad dari semua orang dalam organisasi bukan sekedar kepatuhan terhadap pimpinan. 5. Belajar beregu (team learning)

Belajar beregu diawali dengan dialog yang memungkinkan regu menemukan jati dirinya. Dengan dialog berlangsung kegiatan belajar untuk memahami pola interaksi dan peran masing-masing anggota dalam regu. Belajar beregu merupakan unsur penting, karena merupakan unit belajar utama dalam organisasi.

Kondisi kepemimpinan yang ada saat ini di sekolah Bodhisattva belum mencerminkan organisasi belajar yang membelajarkan organisasi didalamnya. Kepemimpinan cenderung berlangsung menggunakan tipe kepemimpinan otoriter, pemimpin yang memegang kendali penuh atas semua pengelolaan pendidikan di Sekolah Bodhisattva, sehingga menyebabkan potensi sekolah kurang maksimal. Kemudian bahwa


(54)

pemimpin seharusnya berfikir sistem, mempunyai penguasaan pribadi, mempunyai pola mental, mempunyai visi bersama serta selalu belajar beregu belum di terapkan. Hal ini lah yang membuat rendahnya motivasi guru dan berdampak pada kinerja guru.

2.3. Iklim Kerja

Sekolah sebagai suatu organisasi, terdiri atas beberapa unsur yang saling mempengaruhi satu sama lain. Interaksi unsur-unsur yang ada akan mempengaruhi iklim organisasi. Iklim kerja yang kondusif merupakan bagian yang teramat penting dalam pelaksanaan dan kegiatan tugas dan tanggung jawab dari setiap orang. Iklim sekolah dikatakan kondusif apabila suasana lingkungan sekolah dalam keadaan tenang, tidak mencekam bagi pengembangan pembelajaran dimana suasana setiap personal terlibat di dalam kegiatan pembelajaran (guru, kepala sekolah, murid dan pegawai tata usaha) hatinya tentram, dapat saling berhubungan satu sama lain dalam suasana kekeluargaan dengan bebas dan tanpa rasa takut, serta setiap personal terpenuhi kebutuhan pribadinya.

Iklim kerja merupakan serangkaian keadaan lingkungan kerja yang dirasakan secara langsung atau tidak langsung oleh para pekerja yang merupakan salah satu kekuatan yang mempengaruhi perilaku pekerja. Banyak pengertian iklim kerja yang dikemukakan para ahli, diantaranya adalah:


(55)

Wirawan (2007: 122):

Iklim kerja adalah persepsi anggota organisasi (secara individual dan kelompok) dan mereka yang secara tetap berhubungan dengan organisasi (misalnya pemasok, konsumen, konsultan dan kontraktor) mengenai apa yang ada atau terjadi di lingkungan internal organisasi secara rutin, yang mempengaruhi sikap dan perilaku organisasi dan kinerja anggota organisasi yang kemudian menentukan kinerja organisasi.

Litwin dalam Komariah (2008: 45) menyatakan bahwa iklim organisasi adalah suatu set dari sifat-sifat yang dapat diukur dan suatu lingkungan organisasi yang didasarkan pada konsepsi secara kolektif dari orang-orang yang hidup dan bekerja dari lingkungan organisasi tersebut.

Albizar dalam Karoma (2007: 83) menyatakan, iklim organisasi suasana yang terjadi dalam organisasi yang diciptakan oleh pola hubungan antar pribadi dalam organisasi bersumber dari jenis kepemimpinan yang diterapkan oleh pimpinan dalam melaksanakan tugasnya. Selanjurnya Karoma pun menjelaskan bahwa komponen-komponen yang ada dalam organisasi meliputi komponen manusia dan komponen bukan manusia. Koordinasi antara komponen-komponen dalam organisasi perlu dilakukan untuk memperoleh iklim yang sehat. Hubungan antara komponen-komponen manusia meliputi hubungan kepala sekolah dengan guru-guru, hubungan sesama guru, dan hubungan guru dengan murid.

Kepala sekolah hendaklah berusaha melibatkan guru-guru dalam menentukan kebijakaan sekolah. Usaha melibatkan guru-guru dapat dilakukan dengan memberikan tugas dan tanggung jawab kepada guru-guru mengenai


(56)

kegiatan-kegiatan yang dilakukan. Di samping itu, kepala sekolah harus dapat menghargai usaha-usaha yang telah dicapai oleh guru-guru, serta membantu mereka memecahkan masalah yang mereka hadapi. Keterlibatan guru-guru dapat meningkatkan antusias mereka dalam melaksanakan pekerjaan di sekolah. Sifat antusias ini didorong oleh kesadaran untuk ikut bertanggung jawab atas keberhasilan sekolah mencapai tujuan yang diharapkan serta mendorong mereka untuk bekerja aktif dan korektif.

Kewajiban sekolah adalah menciptakan lingkungan internal sebagai lingkungan yang menyenangkan, serasi, dan bertanggung jawab. Di dalamnya terkandung harapan siswa yang tinggi, sikap guru yang efektif keteraturan dan disiplin kurikulum yang terorganisasi, sistem reward bagi siswa dan guru serta tuntutan belajar yang tinggi.

Kondisi iklim kerja harus diciptakan sedemikian rupa sehingga guru merasa nyaman dalam melaksanakan pekerjaannya. Lingkungan atau iklim yang kondusif akan mendorong pekerja untuk lebih berprestasi sesuai dengna minat dan kemampuannya. Iklim kerja yang menyenangkan menjadi kunci pendorong bagi para guru untuk menghasilkan kinerja yang maksimal.

Johns dalam Ganiru (2008: 37) mengemukakan bahwa iklim kerja ditentukan oleh hubungan sosial orang-orang yang ada dalam lingkungan pekerjaan dan sistem ganjaran yang digunakan untuk memotivasi para pekerja/guru. Hubungan sosial disini merupakan pengertian yang mencakup komunikasi


(57)

baik secara vertikal maupun horizontal, kerjasama dan kejelasan tugas yang diemban masing-masing guru.

Iklim kerja merupakan produk akhir dari perilaku sekelompok orang yang ada dalam lingkungan pekerjaan tersebut, yang meliputi pimpinan puncak, pimpinan tingkat menengah, para pengawas, pimpinan tingkat rendah, serta karyawan. Iklim kerja dapat mempengaruhi kinerja setiap orang yang ada dalam lingkungan pekerjaan tersebut. Ada empat unsur utama yang berperan dalam pembentukan iklim kerja yaitu: (1) pengambilan keputusan praktis, (2) arus komunikasi, (3) motivasi dan (4) perhatian terhadap pekerja. Unsur-unsur yang membentuk iklim kerja tersebut ada bagian yang dapat diamati dan ada pula bagian yang tidak dapat diamati. Bagian yang dapat diamati adalah: (1) sikap, (2) perasaan, (3) nilai-nilai, (4) norma-norma, (5) sportivitas, dan (6) kepuasan kerja.

Steers dalam Ganiru (2008: 38) mengemukakan bahwa iklim kerja menjadi dasar bagi para pekerja untuk menafsirkan dan memahami keadaan sekitar mereka. Beberapa indikator dalam iklim kerja yaitu: (1) struktur tugas, (2) hubungan imbalan-hukuman, (3) sentralisasi keputusan, (4) tekanan pada prestasi, (5) tekanan pada pelatihan dan pengembangan, (6) keamana kerja, (7) keterbukaan, (8) status dan semangat, (9) pengakuan dan umpan balik, serta (10) kompetensi dan keluwesan kerja secara umum.


(58)

Berdasarkan paparan diatas maka dapat disimpulkan bahwa iklim kerja adalah suasana lingkungan pekerjaan yang dilihat, dipikirkan, dan dirasakan oleh seseorang yang tercipta dari hubungan antara pribadi, baik secara vertical, maupun secara horizontal yang tergambar dari: (1) pengambilan keputusan, (2) struktur tugas, (3) pemberian motivasi, (4) arus komunikasi, dan (5) perhatian terhadap pekerja.

Bila iklim kerja cukup nyaman dan komunikasi antar anggota tim berjalan lancar, maka bisa dipastikan performa yang dihasilkan pun tentu akan maksimal. Namun sebaliknya, apabila iklim kerja dipenuhi dengan kekacauan dan diwarnai persaingan yang tidak sehat antar anggota organisasi, maka yang tercipta adalah kejenuhan dari para anggota organisasi yang pada akhirnya akan menurunkan motivasi kerja mereka setiap harinya. Untuk menciptakan iklim kerja yang produktif memang tidak mudah. Butuh kontribusi langsung dari masing-masing anggota organisasi, agar suasana kerja yang nyaman dan menyenangkan bisa tercipta dengan sendirinya. Penciptaan iklim kerja yang kodusif merupakan tanggung jawab pimpinan puncak, dalam hal ini adalah kepala sekolah. Setiap kebijakan yang diambil oleh kepala sekolah akan berpengaruh terhadap iklim kerja. Iklim kerja dapat tercipta karena adanya hubungan yang harmonis antara para pekerja dan besar kecilnya atau volume kerja akan dapat mempengaruhi iklim kerja tersebut. Oleh karena itu kepala sekolah dengan dukungan seluruh guru dan karyawan berupaya menciptakan iklim kerja yang kondusif agar kinerja dan produktivitas para guru dan karyawan dapat lebih ditingkatkan.


(59)

2.4. Motivasi Kerja

Uno (2008 : 1) mengemukakan bahwa motivasi adalah dorongan dasar yang menggerakan seseorang bertingkah laku untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya.

Istilah motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu, yang menyebabkan individu tersebut bertindak atau berbuat. Motif tidak dapat diamati secara langsung, tetapi dapat diinterprestasikan dalam tingkah lakunya, berupa rangsangan, dorongan atau pembangkit tenaga munculnya suatu tingkah laku tertentu. Motivasi pun dapat diartikan sebagai suatu kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan antusiasme dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam individu itu sendiri (intrinstik) maupun dari luar individu (ekstrinstik).

Beberapa teori yang dapat diangkat tentang motivasi dalam kajian ini antara lain adalah:

1. Teori Motivasi Klasik, teori ini dikemukakan F.W. Taylor.

Konsep dasar yang dikemukakan dalam teori klasik ini adalah bahwa seseorang akan bekerja dengan baik apabila orang tersebut berkeyakinan akan memperoleh imbalan yang langsung berkaitan dengan kerjanya. Teori di atas menunjukkan bahwa motivasi berkaitan dengan upah tenaga kerja artinya bahwa besar kecilnya dorong (motif) seseorang dalam melakukan pekerjaan sangat dipengaruhi oleh besar kecilnya imbalan yang


(60)

secara langsung akan diterima. Semakin besar upah/imbalan langsung yang akan diterima oleh pekerja maka akan semakin besar dorong atau motivasi seseorang tersebut dalam melakukan pekerjaan.

2. Teori Motivasi Kebutuhan, teori ini dikemukakan oleh Abraham H. Maslow.

Dasar teori ini, mengatakan bahwa manusia termotivasi untuk berperilaku atau melakukan kegiatan karena adanya berbagai kebutuhan hidup. Abraham Maslow memandang bahwa manusia termotivasi karena lima kebutuhan yang tersusun sebagai sebuah hierarki. Manusia akan termotivasi untuk memenuhi kebutuhan apa saja yang paling kuat baginya pada suatu saat tertentu. Kuatnya suatu kebutuhan tergantung dari situasi yang sedang berjalan dan pengalaman individu itu, mulai dari kebutuhan fisik yang paling mendasar harus dipenuhi untuk memuaskan kebutuhan pada tingkat yang lebih tinggi. Hirarki kebutuhan tersebut umumnya dipenuhi secara sistematis, artinya bahwa kebutuhan yang sudah dipenuhinya akan ditinggalkan untuk memenuhi kebutuhan pada tingkatan berikutnya yang berada pada tingkatan lain.

Konsep hieraki kebutuhan yang dikemukakan oleh A. Maslow adalah sebagai berikut :

a. Kebutuhan fisiologis (phisiological needs), seperti makan, minum, istirahat, sex.

b. Kebutuhan keamanan dan rasa aman (safety and security needs), seperti kondisi kerja yang aman, tabungan, uang pesangon, jaminan pensiun, asuransi.


(61)

c. Kebutuhan harga diri (esteem needs), tercermin dalam status atau kedudukan, kepercayaan diri, pengakuan, reputasi dan prestasi, apresiasi, kehormatan diri, penghargaan

d. Kebutuhan sosial (social needs), tercermin dalam persahabatan, perasaan memiliki dan diterima dalam kelompok, kekeluargaan dan sosial.

e. Kebutuhan aktualisasi diri pemenuhan diri (self actualization needs), tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya.

3. Teori Prestasi, teori ini dikemukakan oleh David C. McClelland.

Teori ini mengatakan seseorang dianggap mempunyai motivasi prestasi yang tinggi, apabila dia mempunyai keinginan untuk berprestasi lebih baik dari pada yang lain dalam banyak situasi. Mc.Clelland menjelaskan bahwa prestasi kita dalam bekerja ditentukan oleh tiga kebutuhan yang ada dalam diri kita, yaitu:

a. Kebutuhan untuk berprestasi (The need for achievement/n-ach). Kebutuhan akan prestasi merupakan dorongan untuk mengungguli, berprestasi sehubungan dengan seperangkat standar, bergulat untuk sukses. Ciri-ciri inidividu yang menunjukkan orientasi tinggi antara lain bersedia menerima resiko yang relatif tinggi, keinginan untuk mendapatkan umpan balik tentang hasil kerja mereka, keinginan mendapatkan tanggung jawab pemecahan masalah. n-ACH adalah motivasi untuk berprestasi , karena itu karyawan akan berusaha mencapai prestasi tertingginya, pencapaian tujuan tersebut bersifat


(62)

realistis tetapi menantang, dan kemajuan dalam pekerjaan. Orang yang memiliki n-ach tinggi biasanya selalu ingin menghadapi tantangan baru dan mencari tingkat kebebasan yang tinggi. Sebab-sebab seseorang memiliki n-ach yang tinggi di antaranya adalah pujian dan imbalan akan kesuksesan yang dicapai, perasaan positif yang timbul dari prestasi, dan keinginan untuk menghadapi tantangan. b. Kebutuhan affiliasi (The need for affiliation/n-affil).

Kebutuhan akan Afiliasi adalah hasrat untuk berhubungan antar pribadi yang ramah dan akrab. Individu merefleksikan keinginan untuk mempunyai hubungan yang erat, kooperatif dan penuh sikap persahabatan dengan pihak lain. Individu yang mempunyai kebutuhan afiliasi yang tinggi umumnya berhasil dalam pekerjaan yang memerlukan interaksi sosial yang tinggi.

c. Kebutuhan kekuasaan (The need for power/n-pow).

Kebutuhan akan kekuasaan adalah kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku dalam suatu cara dimana orang-orang itu tanpa dipaksa tidak akan berperilaku demikian atau suatu bentuk ekspresi dari individu untuk mengendalikan dan mempengaruhi orang lain. McClelland menyatakan bahwa kebutuhan akan kekuasaan sangat berhubungan dengan kebutuhan untuk mencapai suatu posisi kepemimpinan. n-pow adalah motivasi terhadap kekuasaan. Karyawan memiliki motivasi untuk berpengaruh terhadap lingkungannya, memiliki karakter kuat untuk memimpin dan memiliki ide-ide untuk menang.


(1)

102 guru terutama bagi guru-guru yang mengalami kesulitan dalam pekerjaannya. Pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan kompetensi baik untuk kepala sekolah maupun dewan guru dapat diadakan secara rutin, sehingga kepala sekolah dan dewan guru dapat mengetahui informasi-informasi terbaru dalam dunia pendidikan.

Untuk meningkatkan pelaksanaan tugas guru sebagai pembelajar maka kepala sekolah hendaknya dapat lebih memperhatikan fungsinya sebagai pembina. Di samping itu, kepala sekolah sebagai penanggungjawab proses pendidikan di sekolah hendaknya dapat menunjukkan kinerja yang baik yang dapat menjadi panutan bagi guru. Kepala sekolah juga harus mampu memberikan pujian dan penghargaan untuk kinerja guru yang baik serta tidak segan-segan memberikan hukuman bagi guru yang melakukan pelanggaran disiplin kerja.

Kepala sekolah sebagai seorang pemimpin hendaknya dapat menjadikan sekolah sebagai organisasi belajar. Lima disiplin dari Senge yang meliputi berpikir sistem, penguasaan pribadi, pola mental, visi bersama, dan belajar beregu dapat diterapkan secara bersama-sama dengan seluruh warga sekolah, sehingga akan tercapai kinerja dari seluruh warga sekolah dengan baik.


(2)

103 2. Bagi Guru

Keberhasilan guru sangat berhubungan dengan kemampuannya dalam merancang pembelajaran, melaksanakan pembelajaran serta mengevaluasi pembelajaran. Guru harus memiliki kemampuan: (1) kompetensi pedagogik yaitu: kemampuan pemahaman terhadap siswa, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan perkembangan siswa untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya, (2) kompetensi kepribadian yaitu kemampuan pribadi yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi siswa, dan berakhlak mulia, (3) kompetensi sosial yaitu adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan siswa, tenaga kependidikan, orang tua/wali siswa, dan masyarakat sekitar dan (4) kompetensi profesional yaitu penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap struktur dan metodologi keilmuannya.

Guru sebagai agen pembelajaran, fasilitator dan salah satu sumber belajar hendaknya mengetahui dan mematuhi semua peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Guru hendaknya dapat memahami tugas pokok dan fungsinya sebagai guru. Jika setiap guru memiliki empat kompetensi tersebut diatas dan mengimplementasikannya dengan baik maka dapat


(3)

104 dipastikan kinerja guru akan semakin membaik serta visi dan misi sekolah akan dapat terwujud dengan baik pula.

Kinerja akan dapat tercapai dengan baik jika setiap guru pun dapat memahami dan menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan bertanggungjawab, menjalankan kode etik guru dengan baik dan memiliki motivasi yang tinggi serta bersama-sama menciptakan iklim kerja yang kondusif, nyaman dan aman.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Ganiru, Salim. 2008. Pengaruh Pengetahuan Tentang Manajemen, Iklim Kerja dan Konsep Diri Terhadap Kinerja Pejabat Eselon III di Pemerintah Provinsi Maluku Utara. Disertasi. PPS Universitas Negeri Jakarta.

Halil. 2012. Empat Kompetensi Guru Profesional.

http://halil-pkn.blogspot.com/.../empat-kompetensi-guru-professional.html ( Selasa,18 September 2012, pukul 18.43)

Hasibuan, M. 2001. Organisasi dan Motivasi. Jakarta: Bumi Aksara

Herpratiwi. 2009. Kepemimpinan dalam Organisasi Belajar. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Karoma. 2007. Hubungan Latar Belakang Pendidikan Formal Guru, Pengalaman Penataran Guru, Pembinaan Guru, Dan Iklim Sekolah Dengan Kinerja Guru Sekolah Dasar Negeri Kecamatan Talang Kelapa Kabupaten Banyuasin. Tesis PPS Teknologi Pendidikan. Unila.

Komariah, Aan, dan Cepi Triana. Visionary Leadership Menuju Sekolah Efektif. 2008. Jakarta:Bumi Aksara.

Komarudin. 2002. Ensiklopedia Manajemen, Bumi Aksara, Jakarta.

Marsitho. 2011. Hubungan Kompetensi Profesional, Motivasi Kerja dan Persepsi Guru Terhadap Kepemimpinan Kepala Sekolah Dengan Kinerja Guru Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan SMP di Kota Bandar Lampung. PPS Teknologi Pendidikan. Unila

Miarso, Yusufhadi. 2005. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Prenada Media.

Marks.Helen.M. 2003. Principal Leadership and School Performance.

http://www.palmbeachschools.org/dre/documents/schoolleaderMarksn.pdf (Jumat, 9 Nopember 2012, pukul 15.20)


(5)

Marquard. Michael J. 2002. Building the Learning Organization. 2nd edition. Palo Alto Davies-Black Publishing, Inc.

Moedjiarto. 2002. Sekolah Unggul, Metodologi untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan. Surabaya: Duta Graha Pustaka.

Prawiradilaga, Dewi Salma dan Eveline Siregar. 2004. Mozaik Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kencana.

Priyatno, Duwi. 2010. Paham Analisa Statistik Data Dengan SPSS. Jakarta Media Kom.

Riduwan. 2009. Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Sampurno,Agus. 2012. Ciri-Ciri Guru Profesional.

http://gurukreatif.wordpress.com/ (Senin, 5 Nopember 2012, pukul 09.05) Senge, Peter. 2002. The Fifth Discipline, alih bahasa: Ir. Hari Suminto, Batam

Centre, 29432. Interaksa

Suprihanto, Jon. 2001. Penilaian Kinerja dan Pengembangan Karyawan. Yogyakarta: BPFE.

Suyono. 2012. Evaluasi Kinerja Guru Geografi dalam Program Pembelajaran di Sekolah Menengah Atas Kabupaten Lampung Timur. PPS Teknologi

Pendidikan Unila. Lampung.

Talil. 2009. Teaching Practices, Teacher’s Beliefs and Attitudes. http://www.oecd.org/berlin/43541655.pdf 2009

(Jumat, 9 Nopember 2012, pukul 14.29)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, 43 hlm.

Uno., Hamzah B. 2008. Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta: Bumi Aksara.

Wahab, Azis Abdul. 2008. Anatomi Organisasi dan Kepemimpinan Pendidikan. Bandung. Alfabeta

Wahjosumidjo. 2002. Kepemimpinan Kepala Sekolah, Tinjauan Teoritik, dan Permasalahannya. Jakarta: Rajagrafindo Persada.

Widoyoko, Putro Eko. 2012. Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


(6)

Wirawan. 2002. Kapita Selekta Teori Kepemimpinan: Pengantar untuk Praktek dan Penelitian.. Jakarta: Yayasan Bangun Indonesia.

Yukl, Gary. 2010. Leadership In Organization. New York: Prentice-Hall Inc. _____.2010. Teori Motivasi David C.McClelland.

http://www.justelsa.com/2010/05/teori-motivasi-david-c-mcclelland.h ... (Minggu, 11 Nopember 2012, pukul 15.37)

_____.2012. Kompetensi Profesional Guru.

http://www.m-edukasi.web.id/2012/06/kompetensi -profesional-guru.html ( Selasa,18 September 2012, pukul 19.13)

______2012. Instrumen Penilaian Kinerja Guru.

http://www.sdnegerikamalkulonprogo.blogspot.com/2012/05/insturmen-... (Jumat, 8 Maret 2013, pukul 23.00)


Dokumen yang terkait

RELATIONSHIP BETWEEN WORK MOTIVATION, LEADERSHIP, EDUATIONAL NETWORKING AND STAFF ABILITY IN EDUCATIONAL AGENT BANDAR LAMPUNG

0 24 127

THE CORRELATION BETWEEN PRINCIPAL LEADERSHIP, WORK CLIMATE, AND WORK MOTIVATION TOWARDS THE TEACHERS PERFORMANCE IN BODHISATTVA SCHOOL BANDAR LAMPUNG

0 22 101

INFLUENCES OF THE PRINCIPAL’S LEADERSHIP, WORK DISCIPLINE AND SCHOOL WORK CLIMATE, TOWARD TEACHERS’ PERFORMANCE SMPN SUB DISTRICT KOTABUMI KOTA REGENCY NORTH LAMPUNG PENGARUH KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, DISIPLIN KERJA DAN IKLIM KERJA SEKOLAH TERHADAP KIN

0 6 103

THE INFLUENCE OF PRINCIPAL LEADERSHIP, WORK MOTIVATION AND SCHOOL CLIMATE TOWARD JUNIOR HIGH SCHOOL TEACHER’S PERFORMANCE IN SUMBEREJO SUB DISTRICT IN TANGGAMUS REGENCY

0 12 97

Pengaruh Disiplin Kerja, Motivasi Kerja, Gaya Kepemimpinan dan Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Pegawai ( Studi Kasus pada Pegawai Sekretariat Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Republik Indonesia)

0 2 147

The Development of Teachers` Performance Through Competencies, Commitment and Work Motivation

0 3 15

THE CORRELATION BETWEEN ORGANIZATION WORK CLIMATE AND THE TEACHER PERCEPTION ABOUT HEADMASTER TRANSFORMATIONAL LEADERSHIP WITH THE TEACHER AFFECTIVE COMMITMENT AT SENIOR HIGH SCHOOL OF HEALTH IN MEDAN.

0 2 34

THE INFLUENCE OF THE INTERPERSONAL COMMUNICATION, WORK MOTIVATION, AND COMPENSATION OF TEACHERS The Influence of the Interpersonal Communication, Work Motivation, and Compensation of Teachers Toward the Performance of Elementary School Teachers in Magela

0 1 10

INTRODUCTION The Influence of the Interpersonal Communication, Work Motivation, and Compensation of Teachers Toward the Performance of Elementary School Teachers in Magelang City.

0 1 5

117 The Influence of Principal Leadership and Work Motivation to Teachers Performance at Elementary School in District Samarinda Ilir Samarinda Year 2017

0 0 8