INVENTARISASI JAMUR DAN BAKTERI YANG BERASOSIASI DENGAN BENIH PADI (Oryza sativa L.) DI LAMPUNG

(1)

INVENTARISASI JAMUR DAN BAKTERI YANG BERASOSIASI DENGAN BENIH PADI (Oryza sativa L.) DI LAMPUNG

Oleh YUKTIKA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA PERTANIAN

Pada

Jurusan Agroteknologi

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(2)

ABSTRAK

INVENTARISASI JAMUR DAN BAKTERI YANG BERASOSIASI DENGAN BENIH PADI (Oryza sativa L.) DI LAMPUNG

Oleh YUKTIKA

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui genus jamur dan bakteri terbawa benih padi yang berasal dari Lampung. Pengambilan sampel benih padi menggunakan sampel acak dengan gulungan kertas yaitu Lampung Utara, Lampung Selatan, Lampung Tengah dan Lampung Timur. Benih-benih diuji dengan metode

pemeriksaan benih kering dan metode inkubasi pada media Potato Sucrose Agar. Benih yang telah direndam selama 2 menit dalam aquades dikeringkan dengan menggunakan kertas tisu. Kemudian benih tersebut diinkubasi didalam media PSA selama 3-5 hari. Setiap cawan petri berisi 15 butir benih padi. Pengamatan dilakukan pada hari ketiga dengan membuat preparat untuk diamati dibawah mikroskop majemuk. Hasil penelitian menunjukkan adanya jamur yang berasosiasi dengan benih padi yang berasal dari empat kabupaten. Lima genus jamur yang ditemukan secara berurutan dari yang paling sering muncul sampai yang jarang muncul adalah Aspergillus (37,9 %), Mucor (33,6 %), Trichoderma (6,3 %), Penicillium (3,9 %) dan Rhizopus (0,6 %).


(3)

(4)

(5)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI. ... i

DAFTAR TABEL. ... iii

DAFTAR GAMBAR. ... iv

I. PENDAHULUAN. ... 1

1.1 Latar Belakang dan Masalah. ... 1

1.2 Tujuan Penelitian. ... 3

1.3 Kerangka Pemikiran. ... 3

1.4 Hipotesis. ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA. ... 7

2.1 Benih Padi. ... 7

2.2 Jenis Patogen Terbawa Benih Padi. ... 8

2.2.1 Bakteri Terbawa Benih Padi. ... 8

2.2.2 Jamur Terbawa Benih Padi. ... 12

2.3 Cara Pengujian Kesehatan Benih. ... 25

III. BAHAN DAN METODE. ... 27

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian. ... 27


(6)

ii

3.3 Metode Penelitian. ... 28

3.3.1 Pengambilan Sampel benih. ... 28

3.3.2 Pengujian Kesehatan Benih Melalui Pemeriksaan Pada Sampel Benih Kering. ... 29

3.3.3 Pengujian Kesehatan Benih dengan Metode Inkubasi pada Media Agar. ... 29

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. ... 30

4.1 Pemeriksaan Benih Kering. ... 30

4.2 Jenis-jenis Jamur yang Berasosiasi pada Benih Padi. ... 31

V. KESIMPULAN. ... 40

PUSTAKA ACUAN. ... 41


(7)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional di masa yang akan datang dan mencukupi kebutuhan pangan Indonesia memerlukan peningkatan produksi padi melalui penyiapan benih bermutu dan tepat waktu. Benih merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan keberhasilan budidaya tanaman. Perannya tidak dapat digantikan oleh faktor lain karena benih sebagai bahan tanaman dan sebagai pembawa potensi genetik terutama untuk varietas-varietas unggul (Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2008).

Benih merupakan produk komersil dengan nilai jual tinggi. Benih juga merupakan salah satu alat penularan patogen tanaman. Benih bermutu adalah benih yang baik yang menjamin pertanaman bagus dan hasil panen tinggi. Saat ini benih bermutu dicerminkan oleh keseragaman biji, daya tumbuh, dan tingkat kemurnian yang tinggi. Syarat benih bermutu harus memiliki enam kriteria yaitu murni dan diketahui nama varietasnya, daya tumbuh tinggi (minimal 80%), vigornya baik, biji sehat yang dipanen dari tanaman tua yang sehat, tidak terinfeksi oleh hama dan patogen (jamur dan bakteri), bersih (tidak tercampur varietas lain, biji rerumputan, dan kotoran lainnya).


(8)

Benih dapat dikatakan sehat apabila benih tersebut telah memenuhi persyaratan fisiologis, genetis, serta tidak mengandung inokulum patogen yang terdiri atas bakteri dan jamur baik secara eksternal maupun internal dalam struktur benih (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura, 1999).

Menurut Nurdin (2003), benih padi yang diinkubasi dengan menggunakan metode kertas hisap menunjukkan bahwa frekuensi mikroorganisme tertinggi adalah Alternaria baik menggunakan metode kertas hisap (90 %) maupun metode PDA (93,33 %), sedangkan mikroorganisme urutan berikutnya pada kedua metode itu berlainan. Pada metode kertas hisap ditemukan bakteri (60 %), Fusarium (50 %), Curvularia (36,66 %) dan Aspergillus (10 %), sedangkan metode PDA ditemukan Fusarium (8,66 %), Aspergillus (26,66 %), Penicillium (26,66 %), Curvularia (16,66 %), Rhizopus (13,33 %), Mucor (3,33 %) dan bakteri (30 %).

Menurut Nurdin (2003), benih padi yang diinkubasi dengan menggunakan metode kertas hisap maupun media agar mikroorganisme yang dominan adalah

Alternaria, Fusarium dan bakteri. Jenis mikroorganisme yang ditemukan pada metode agar lebih banyak (8 jenis) dibandingkan dengan jenis

mikroorganisme yang ditemukan pada metode kertas hisap (5 jenis),

sedangkan persentase perkecambahan benih hampir sama antara kedua metode. Infeksi Alternaria, Fusarium dan bakteri dapat terjadi sejak tanaman padi di lapangan karena ketiga mikroorganisme tersebut merupakan patogen tanaman padi dan bukan mikroorganisme gudang. Fusariun graminearum merupakan jamur hawar pucuk dan kudis tanaman padi yang terbawa benih padi. Bakteri


(9)

3

yang sering berasosiasi dengan benih padi adalah Pseudomonas oryzicola bakteri bintik gabah dan busuk pelepah, Xanthomonas campestris pv. oryzae bakteri hawar daun padi serta X. campestris pv. oryzae bakteri daun bergaris

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui genus jamur dan bakteri terbawa benih padi yang berasal dari Lampung.

1.3 Kerangka Pemikiran

Benih yang sehat sangat penting dalam produksi tanaman pertanian karena

benih merupakan titik awal untuk mendapatkan tanaman yang sehat. Oleh karena itu benih harus bebas dari infeksi dan kontaminasi jamur dan bakteri. Kerugian yang dapat ditimbulkan oleh jamur dan bakteri terbawa benih adalah pertumbuhan tanaman yang kurang baik dan tersedianya sumber inokulum jamur dan bakteri sejak awal tanaman tumbuh di lapangan. Selain itu, mikroorganisme terbawa benih juga dapat menurunkan kualitas benih seperti menurunnya daya kecambah benih, kerusakan bentuk fisik dan warna benih, bahkan beberapa mikroorganisme tertentu tidak saja menurunkan kualitas benih tetapi juga menyebabkan benih yang terinfeksi itu menjadi sangat beracun (Sutopo, 1993).

Salah satu faktor penyebab kurang maksimalnya produksi padi adalah penggunaan benih padi yang tidak bermutu. Salah satu faktor yang menentukan mutu benih


(10)

adalah kesehatan benih yang ditentukan oleh ada atau tidaknya patogen terbawa benih. Benih yang sehat sangat penting dalam produksi tanaman pertanian karena benih merupakan titik awal untuk mendapatkan tanaman yang sehat. Oleh karena itu benih harus bebas dari infeksi dan kontaminasi jamur dan bakteri.

Untuk mencegah kerugian karena serangan jamur dan bakteri terbawa benih maka pengujian mutu patologis (kesehatan benih) sangat penting dilakukan. Pengujian untuk jamur dan bakteri terbawa benih di banyak negara merupakan bagian integral dan inspeksi rutin mutu benih. Akan tetapi, di Indonesia sampai saat ini pengujian kesehatan benih belum bersifat wajib, hanya dilakukan jika ada

permintaan dari konsumen. Apabila status kesehatan benih sudah diketahui, maka diperlukan perlakuan tertentu pada benih untuk mencegah atau mengendalikan dampak yang diakibatkan oleh patogen terbawa benih .

Jamur dan bakteri dapat merusak benih di penyimpanan, namun biasanya organisme tersebut tidak aktif karena untuk pertumbuhannya memerlukan kelembaban yang relatif tinggi. Kondisi yang demikian jarang dijumpai pada penyimpanan benih komersial. Jamur yang menyerang benih di penyimpanan menyebabkan benih kehilangan viabilitas, meningkatkan keasaman lemak bebas, menurunkan kadar gula, menimbulkan bau apek dan perubahan warna benih (Justice dan Bass, 1994).

Inventarisasi adalah pencacatan atau pengumpulan data tentang kegiatan, hasil yang dicapai, pendapat umum dan sebagainya. Salah satu tujuan pentingnya


(11)

5

inventarisasi adalah untuk mengetahui jenis-jenis jamur dan bakteri yang terdapat pada produk simpanan sehingga dapat dijadikan salah satu pertimbangan dalam mengendalikan jamur dan bakteri yang terdapat pada produk pertanian yang disimpan.

Alternaria padwickii merupakan jamur penyebab penyakit stackburn dan hawar bibit yang terbawa benih padi. Jamur ini umumnya bertahan pada benih dan sisa-sisa tanaman sakit dan masuk ke dalam benih dengan cara penetrasi kulit dan menginfeksi gabah sebelum masak. Benih padi yang terinfeksi menunjukkan gejala bercak coklat sampai keputih-putihan dengan tepian berwarna coklat tua dan pada pusat bercak terdapat titik-titik hitam (Semangun,1993). Fusarium dan Curvularia merupakan jamur terbawa benih dari lapangan sedangkan Penicillium merupakan jamur gudang atau jamur yang menginfeksi benih setelah benih berada dalam gudang . Pada umumnya jamur yang terbawa dari lapangan akan berada dalam keadaan dorman selama benih disimpan (Justice dan Bass, 1994) dan dapat bertahan selama penyimpanan benih (Neergaard, 1977). Jamur yang berasosiasi dengan benih padi tidak hanya jamur yang terbawa benih dari lapangan tetapi juga jamur dari gudang, seperti Aspergillus, Penicillium, Rhizopus dan Mucor, yang keempatnya adalah jamur parasit fakultatif (Semangun, 1993).

Benih merupakan sumber utama dan tempat pertama penularan X. oryzae pv. oryzae di lapangan. Koloni X. oryzae pv. oryzae dijumpai pada endosperma. Bakteri ini merupakan bakteri golongan bracilicutes yang menyebabkan penyakit hawar daun bakteri (bacterial leaf blight, kresek disease). X. oryzae pv. oryzae


(12)

memiliki inang cukup beragam yang kebanyakan adalah dari golongan Poaceae seperti Oryza sativa, Leersia spp, Laptochloa spp, Paspalum scrabiculatum dan Zizania. (Agarwal dan Sinclair, 1987). Pada benih besar kemungkinan bakteri dapat terbawa benih ketika daun bendera sudah terserang (menunjukkan gejala HDB) di pertanaman. Benih yang terserang akan menunjukkan pemudaran warna dan gejala bercak seperti terendam air. Bercak lebih terlihat pada benih muda yang masih berwarna hijau di pohon (Cottyn et al., 1994).

Penyakit hawar daun bakteri (HDB) merupakan kendala utama pada seluruh sentra pertanian padi dunia seperti India, Thailand, Filipina, Jepang, Cina dan Indonesia (Agarwal dan Sinclair, 1987). Penyakit ini lebih dikenal dengan

sebutan penyakit kresek yang disebabkan oleh bakteri X. oryzae pv. oryzae. HDB dilaporkan dapat menyebabkan kehilangan hasil panen hingga 60% jika serangan yang terjadi sangat parah, khususnya pada kondisi yang lembab dan berangin kencang (Khaeruni, 2000).

1.4 Hipotesis

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah:

1. Terdapat bermacam-macam genus jamur yang terbawa benih padi di Lampung.

2. Terdapat bermacam-macam genus bakteri yang terbawa benih padi di Lampung.


(13)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Benih Padi

Taksonomi tanaman padi adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Class : Monocotyledonae Ordo : Poales

Familia : Poaceae Genus : Oryza

Species : Oryza sativa L.

Padi termasuk dalam suku padi-padian atau Poaceae (sinonim Graminae atau lumiflorae) dan merupakan tanaman berakar serabut, daun berbentuk lanset (sempit memanjang), urat daun sejajar, memiliki pelepah daun, bunga tersusun sebagai bunga, buah dan biji sulit dibedakan karena merupakan bulir atau kariopsis.


(14)

Pada dasarnya padi merupakan salah satu tanaman budidaya terpenting dalam peradaban manusia. Produksi padi dunia menempati urutan ketiga dari semua serealia setelah jagung dan gandum. Namun demikian, padi merupakan sumber karbohidrat utama bagi mayoritas penduduk dunia. Di Indonesia padi juga merupakan komoditas utama yang dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat Indonesia baik dari kalangan bawah sampai kalangan atas. Pada tahun 1984 Indonesia pernah meraih penghargaan dari PBB (FAO) karena berhasil meningkatkan produksi padi hingga dalam waktu 20 tahun dapat berubah dari pengimpor padi terbesar dunia menjadi negara swasembada beras.

2.2 Jenis Patogen Terbawa Benih Padi

2.2.1 Bakteri Terbawa Benih Padi

1. Xanthomonas

Menurut Agrios (1997), klasifikasi Xanthomonas sebagai berikut:

Kingdom : Procaryotae Divisi : Gracilicutes Class : Proteobacteria Family : Pseudomonadaceae Genus : Xanthomonas


(15)

9

Xanthomonas berbentuk batang, membentuk pigmen kuning yang tidak larut dalam air. Xanthomonas bergerak dengan flagel monotrik atau tidak bergerak dan tidak membentuk spora dan gram negatif atau tidak membentuk zat warna kristal violet sewaktu proses pewarnaan gram sehingga akan berwarna merah bila diamati dengan mikroskop.. Genus Xanthomonas mempunyai banyak jenis yang berbeda-beda dan tergantung dari tumbuhan inangnya. Jenis-jenisnya tersebut digabungkan dalam satu jenis yang besar yaitu Xanthomonas dengan sejumlah patovar karena mempunyai banyak persamaan dalam fisiologisnya.

Xanthomonas memiliki bentuk batang lurus 0,4 -1,0 kali 1,2-3 µm, bergerak dengan satu bulu cambuk polar dan tumbuh pada medium agar dengan konidia berwarna kuning (Semangun, 1996).

Xanthomonas menyebabkan daun bergores bakteri pada padi. Gejala awal berupa garis pendek kebahasan seperti terpecik air panas dengan ukuran lebar 0,5-1,0 mm dan panjang 3-5 mm. Gejala ini berkembang memanjang, biasanya tidak melebar karena dibatasi tulang daun. Pada cuaca lembab, eksudat bakteri keluar dari permukaan garis berupa titik-titik berwarna kuning yang mudah ditularkan kebagian tanaman lain oleh hembusan angin atau gesekan daun. Bercak garis yang tua berwarna coklat muda. Gejala khas dari penyakit daun bergores bakteri adalah tembus cahaya apabila bercak garis dilihat kearah sinar matahari. Bakteri dapat hidup dengan baik pada suhu 280C. Koloni pada media agar berwarna kuning pucat, bulat, halus dan cembung. Bakteri bertahan pada musim ke musim pada sisa-sisa tanaman sakit dan dalam biji. Setelah biji berkecambah bakteri menginfeksi kecambah dengan melalui mulut kulit (Semangun, 1993).


(16)

Gambar 1. Xanthomonas (Sumber : Amrulloh, 2008) .

2. Pseudomonas

Menurut Agrios (1997), klasifikasi Pseudomonas sebagai berikut:

Kingdom : Procaryotae Divisi : Gracilicutes Class : Proteobacteria Family : Pseudomonadaceae Genus : Pseudomonas

Pseudomonas membentuk pigmen yang larut dalam air, berwarna hijau kebiru-biruan atau hijau kekuning-kuningan, bergerak dengan flagel monotrik atau lofotrik, tidak membentuk spora dan gram negatif . Pseudomonas memiliki bentuk batang yang lurus sampai melembung 0,5-1 kali 1,5-4 µm, bergerak dengan satu sampai banyak bulu cambuk polar. Infeksi Pseudomonas dimulai


(17)

11

dari satu titik berwarna jingga. Dari titik ini penyakit meluas kearah ujung daun sebagai suatu garis, yang kemudian berkembang menghasilkan gejala hawar dan akhirnya daun mengering (Semangun, 1996).


(18)

2.2.2 Jamur Terbawa Benih Padi

1. Aspergillus

Menurut Alexopoulos and Mims (1979), klasifikasi Aspergillus sebagai berikut:

Kingdom : Myceteae

Divisi : Amastigomycota Subdivisi : Ascomycotina Class : Ascomycetes Subclass : Plectomycetidae Order : Eurotiales Famili : Eurotiaceae Genus : Aspergillus

Jamur ini mempunyai konidiofor panjang tidak bercabang, ujungnya membengkak dengan fialid dan fialospora yang memancar dari seluruh permukaan.

Pada umumnya jamur ini bersifat saprofitik, dapat merusak hasil pertanian dalam simpanan. Aspergillus flavus membentuk aflatoksin (Semangun,1996).

Beberapa spesies yang merupakan patogen penting pada penyimpanan benih adalah A. fumigatus, A. flavus dan A. oryzae. A. fumigatus mempunyai koloni berwarna hijau tua karena lebatnya konidiafor yang terbentuk dari miselia yang ada di agar. Kepala konidia khas berbentuk kolumnar. Konidiofor pendek, berdinding halus dan berwarna hijau. Vesikula berbentuk gada yang lebar dan


(19)

13

berdiameter 20-30 µm. Fialid terbentuk langsung pada vesikula, seringkali berwarna hijau dan berukuran (6-8)x(2-3) µm. Konidia berbentuk bulat hingga semibulat, berdiameter 2,5-3,0 µm, berwarna hijau dan berdinding kasar hingga berduri. Spesies ini bersporulasi dengan lebat dan bersifat patogen. A. flavus memiliki koloni berwarna hijau kekuningan karena lebatnya konidiofor yang terbentuk. Kepala konidia khas berbentuk bulat kemudian merekah menjadi beberapa kolom dan berwarna hijau kekuningan hingga hijau tua kekuningan. Konidiofor berwarna hialin, kasar dan dapat mencapai panjang 1,0 mm. Vesikula berbentuk bulat hingga semibulat dan berdiameter 25-45 µm. Fialid terbentuk langsung pada vesikula atau pada metula dan berukuran (6-10)x(4,0-5,5) µm. Etula berukuran (6,5-10)x(3-5) µm. Konidia berbentuk bulat hingga semibulat, berdiameter 3,6 µm, hijau pucat dan berduri. Sklerotia sering kali dibentuk pada koloni yang baru, bervariasi dalam ukuran dan dimensi dan berwarna coklat hingga hitam. Sedangkan A. oryzae memiliki koloni yang terdiri dari suatu lapisan konidiofor yang panjang-panjang yang berbaur dengan miselia aerial. Kepala konidia berbentuk bulat, berwarna hijau pucat agak kekuningan dan bila tua menjadi coklat redup. Konidiofor berwarna hialin dengan panjang 4-5 mm dan umumnya berdinding kasar. Vesikula berbentuk semibulat dan berdiameter 40-80 µm. Fialid terbentuk langsung pada vesikula atau pada metula dan berukuran (10-15)x(3-5) µm. Metula berukuran (8-12)x(4-5) µm. Konidia

berbentuk elips bila muda, kemudian menjadi bulat hingga semibulat bila berumur tua, berdiameter 4,5-8,0 µm. Konidia berwarna hijau dan berdinding halus atau sedikit kasar (Gandjar et al., 2000).


(20)

Gambar 3. Aspergillus oryzae (Sumber : Amin, 2013) .

2. Penicillium

Menurut Alexopoulos and Mims (1979), klasifikasi Penicillium sebagai berikut:

Kingdom : Myceteae Divisi : Amastigomycota Subdivisi : Ascomycotina Class : Ascomycetes Subclass : Plectomycetidae Order : Eurotiales Family : Eurotiaceae Genus : Penicillium


(21)

15

Genus Penicillium mempunyai konidiofor yang ujungnya bercabang-cabang seperti sapu. Pada umumnya saprofit dapat merusak hasil-hasil pertanian dalam simpanan. P. citrinum dapat menghasilkan aflatoksin dan toksin citrinin

(Semangun, 1996).

Pembentukan toksin-toksin sangat tergantung dari bahan dan lingkungan. P. citrinum memiliki koloni berwarna biru kehijauan karena lebatnya konidiofor yang terbentuk menyebabkan koloni mirip kulit yang keras. Sebaik koloni berwarna kuning hingga jingga. Konidiofor berukuran (50-200)x(2-3) µm, berdinding halus dan mempunyai metula berjumlah 3-5. Metula berukuran (12-20)x(2-3) µm dan membawa fialid 6-10. Fialid berbentuk botol dan berukuran (8-10)x(2,0-2,5) µm. Konidia terbentuk dalam kolom-kolom berbentuk bulat hingga semibulat, berdinding halus kadang-kadang sedikit kasar, berwarna hialin hingga kehijauan dan berdiameter 2,5-3,0 µm (Gandjar et al., 2000).


(22)

Gambar 4. Penicillium (Sumber : Khusnul, 2012).

3. Fusarium

Menurut Alexopoulos dan Mims (1979) mengklasifikasi Fusarium sebagai berikut:

Kingdom : Myceteae Divisi : Amastigomycota Subdivisi : Deuteromycotina Class : Deuteromycetes Subclass : Coelomycetidae Order : Melanconiales Family : Melanconiaceae Genus : Fusarium


(23)

17

Fusarium mempunyai beberapa macam spora. Konidium yang besar disebut makrokonidium berbentuk sabit atau berbentuk kait dengan ujung runcing. Konidium yang lebih kecil disebut mikrokonidium, mempunyai bentuk yang sama tetapi berbeda dengan makrokonidium. Bentuknya sama tetapi mempunyai ukuran yang lebih kecil (Semangun,1996).

Jamur Fusarium membentuk sedikit makrokonidium yang bersekat 3-5 dengan ujung yang bengkok. Mikrokonidium membentuk rantai atau berkumpul seperti kepala, biasanya tidak bersekat kecuali jika berkecambah. Pada stadium

sempurna jamur membentuk peritesium bulat, halus, hitam kebiruan. Askus bulat panjang, berisi 8 spora terdapat dalam dua bagian yang kurang teratur. Askospora lurus, ujung-ujungnya menyepit, berserat 1-3, kebanyakan bersekat satu. Stadium sempurna dari F. moniliforme adalah Gibberella fujikuroi (Semangun, 1993).

F. moniliforme memiliki koloni berwarna salem, krem pucat, violet hingga merah lembayung. Miselia aerial lebat, tampak hampir seperti kapas hingga seperti beludru, tampak seperti tepung karena bayaknya konidia yang terbentuk yang semula memberikan warna hampir putih kemudian menjadi merah muda. Mikrokonidia membentuk rantai panjang tidak berseptum atau bersepta 1-2 berbentuk gada dengan basisi rata, terdapat dalam jumlah banyak dan berwarna merah muda, serta berukuran (4,3-19,0)x(1,5-4,5,0) µm. Pembentukan

makrokonidia sangat jarang terjadi pada banyak strain. Konidiofor terbentuk sebagai cabang lateral pada hifa dan dapat terdiri dari sel basal yang tunggal yang membawa fialid 2-3 atau terdiri dari metula 2-3. Makrokonidia langsing, bersepta


(24)

3-7, lurus atau sedikit membengkok, berdinding tipis, sel apikal seringkali membengkok dan sel basal berkaki. Apabila konidia bersepta 3 maka berukuran (30-46)x(2,7-3,6) µm, sedangkan bila bersepta 5 maka berukuran (47-58)x(3,1-3,6) µm. Klamidospora tidak ada. Sklerotia jarang terdapat bila ada maka berwarna biru kehitaman dan mungkin sekali hanya pada awal pembentukan perithecia (Gandjar et al., 2000).


(25)

19

4. Alternaria

Menurut Alexopoulos dan Mims (1979), klasifikasi Alternaria sebagai berikut:

Kingdom : Myceteae Divisi : Amastigomycota Subdivisi : Deuteromycotina Class : Deuteromycetes Subclass : Hyphomycetidae Order : Moniliales Family : Dematiaceae Genus : Alternaria

Genus Alternaria memiliki konidiofor tegak dan pendek. Konidium seperti labu, mirip buah murbei, disamping sekat melintang selalu memiliki sekat membujur. Konidium sering membentuk rantai. Alternaria padwickii menyebabkan penyakit Stackburn dengan gejala khas adalah terjadinya bercak pada daun berbentuk oval atau bulat, berwarna coklat tua, mempunyai cincin yang melingkari bercak secara jelas. Bagian tengah bercak pada awalnya berwarna coklat muda kemudian

berangsur-angsur menjadi putih dengan titik-titik hitam yang merupakan sklerotia. Ukuran bercak bervariasi antara 0,3-1 cm (Dirjen Pertanian Tanaman Pangan, 1989).

Pada biji yang terinfeksi mempunyai bercak coklat sampai keputih-putihan dengan tepi coklat tua. Pada pusatnya bercak mempunyai titik-titik hitam. Jamur


(26)

dapat menembus sekam dan masuk kedalam biji, menyebabkan beras berubah warnanya, keriput dan mudah pecah. Alternaria juga dapat menyerang akar dan koleoptil kecambah atau semai muda. Bercak coklat tua sampai hitam. Pada bercak ini kelak juga berbentuk Sklerotium. Alternaria mempunyai konidiofor (66-100)x(4-5) µm, dengan konidium 22-52 x 9-15 µm , berbentuk gada terbalik, seperti buah per, bersekat 3-7 dengan beberapa sekat membujur, seperti murbei dan berwarna coklat tua (Semangun, 1993).


(27)

21

5. Mucor

Menurut Alexopoulos dan Mims (1979), klasifikasi Mucor sebagai berikut:

Kingdom : Mycetae

Divisi : Amastigomycota Subdivisi : Zygomycotina 1 Class : Zygomycetes Subclass : -

Order : Mucorales Family : Mucoraceae Genus : Mucor

Koloni semula berwarna putih kemudian menjadi coklat keabu-abuan dengan tinggi 2-30 mm,dan terdiri dari sporangiofor panjang serta pendek. Sporangiofor bercabang-cabang, cabang yang pendek kadang-kadang membengkok dan dinding mengeras. Sporangia berdiameter samapai 80 µm. Kolumela berbentuk elips yang lebar hingga semibulat. Khlamidospora banyak terdapat dalam sporangiofor dan kadang-kadang dalam kolumela (Gandjar et al., 2000).


(28)

Gambar 7. Mucor (Sumber : Madjid, 2010) .

6. Curvularia

Menurut Alexopoulos dan Mims (1979), klasifikasi Curvularia sebagai berikut:

Kingdom : Myceteae Divisi : Amastigomycota Subdivisi : Deuteromycotina Class : Deuteromycetes Subclass : Hyphomycetidae Order : Moniliales Family : Dematiaceae Genus : Curvularia


(29)

23

Meskipun tidak menimbulkan kerugian yang berarti, jamur ini umumnya terdapat di negara-negara penanam padi. Dari benih yang terinfeksi jamur dapat

menyerang semai, menyebabkan terjadinya hawar semai atau menyebabkan terhambatnya pertumbuhan (Semangun, 1993).

Curvularia geniculata mempunyai warna koloni coklat dan mirip beludru atau kapas. Konidiofor berbentuk tunggal atau berkelompok, tampak sederhana, lurus atau membengkok, berwarna coklat, memiliki panjang 600 µm dan lebar 5-9 µm pada bagian basis. Konidia bersepta empat, umumnya membengkok pada bagian sel yang paling lebar dan paling coklat, sel-sel yang ada di ujung berwarna lebih hialin dan berukuran (18-37)x(8-14 µm) (Gandjar et al., 2000).


(30)

7. Rhizopus

Menurut Alexopoulos dan Mims (1979), klasifikasi Rhizopus sebagai berikut:

Kingdom : Mycetae

Divisi : Amastigomycota Subdivisi : Zygomycotina 1 Class : Zygomycetes Order : Mucorales Family : Mucoraceae Genus : Rhizopus

Rhizopus sp memiliki koloni berwarna keputihan dan menjadi abu-abu

kecoklatan dengan bertambahnya usia biakan, serta mencapai tinggi kurang lebih 10 mm. Stolon berdinding halus atau agak kasar dan hampir tidak berwarna hingga coklat kekuningan. Rhizoid berwarna kecoklatan, bercabang berlawanan arah dengan sporangiofor dapat muncul langsung dari stolon tanpa adanya rhizoid. Sporangiofor dapat tunggal atau berkelompok hingga lima, kadang-kadang

membentuk struktur seperti percabangan garpu, dinding berduri, berwarna coklat gelap hingga coklat kehitaman dan berdiameter 50-200 µm. Kolumela berbentuk bulat, berdiameter 30-120 µm dan berdinding halus atau agak kasar dan

sporangiospora berbentuk bulat atau tidak teratur, seringkali berbentuk poliginal, bergaris-garis pada permukannya dan memiliki panjang sekitar 4-10 µm.


(31)

25

berukuran (8-130)x(16-24) µm. Spesies ini memiliki suhu pertumbuhan optimum 350C, minimum 50-70 C dan maksimum 350-440 C (Gandjar, 2000).

Gambar 9. Rhizopus sp (Sumber : Madjid, 2010).

2.3 Cara Pengujian Kesehatan Benih

Pengujian kesehatan benih adalah pemeriksaan benih dengan menggunakan metode khusus untuk mengetahui adanya mikroorganisme pada benih. Pengujian kesehatan benih dilakukan terhadap jamur dan bakteri terbawa benih. Pengujian kesehatan benih mempunyai empat kepentingan:

1. Inokulum yang terbawa benih dapat berkembang menjadi penyakit yang menyerang pertanaman di lapang sehingga mengurangi nilai komersilnya. 2. Benih yang didatangkan ke daerah baru kemungkinan mengintroduksi

penyakit kedaerah tersebut. Untuk itu tindakan karantina dan sertifikasi (kesehatan benih) sangat penting untuk mencegah penyebaran penyakit dari


(32)

suatu daerah kedaerah lain, dari satu pulau ke pulau lain dan dari benua ke benua lain.

3. Pengujian kesehatan benih mungkin dapat menjelaskan evaluasi kecambah dan penyebab rendahnya presentase daya berkecambah atau buruknya pertumbuhan benih di lapang. Sehingga akan menjadi pelengkap uji daya berkecambah.

4. Hasil pengujian kesehatan benih dapat menunjukkan perlu tidaknya perlakuan untuk mengendalikan patogen terbawa benih atau mengurangi resiko


(33)

27

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman Universitas Lampung dari bulan Februari 2013 sampai April 2013.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih padi , aquades, alkohol 70 % dan Potato Sucrose Agar (PSA).

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain cawan petri, gelas penutup, kaca preparat, pinset, pisau , nampan plastik, tisu, alumunium foil, kantong plastik tahan panas, autoklaf, lampu bunsen, hand sprayer, mikroskop majemuk.


(34)

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Pengambilan Sampel benih

Pengambilan sampel benih padi menggunakan sampel acak dengan gulungan kertas. Lampung terdiri dari 14 kabupaten yaitu Lampung Utara, Lampung Selatan, Lampung Tengah, Lampung Timur, Lampung Barat, Tulang Bawang, Tanggamus, Way Kanan, Pesawaran, Pringsewu, Mesuji, Tulang Bawang Barat, Pesisir Barat dan Metro. Setelah dilakukan sampel acak maka diperoleh 4 kabupaten yaitu Lampung Utara, Lampung Selatan, Lampung Tengah dan Lampung Timur. Lampung Timur terdiri dari 24 kecamatan, Lampung Utara terdiri dari 23 kecamatan, Lampung Tengah terdiri dari 28 kecamatan, Lampung Selatan terdiri dari 17 kecamatan, dari masing-masing kecamatan diambil 1 kecamatan setelah dilakukan sampel acak yaitu kecamatan Way Jepara Lampung Timur, kecamatan Abung Surakarta Lampung Utara, kecamatan Punggur

Lampung Tengah dan kecamatan Jati Agung Lampung Selatan. Untuk tingkat desa dilakukan sampel acak yaitu kecamatan Way Jepara terdiri dari 15 desa, kecamatan Abung Surakarta terdiri dari 9 desa, kecamatan Punggur terdiri dari 9 desa, kecamatan Jati Agung terdiri dari 21 desa dan dilakukan sampel acak dengan gulungan kertas sehingga diperoleh satu desa. Petani yang memiliki produksi padi lebih unggul dan areal tanaman padi yang terluas dijadikan sebagai tempat pengambilan sampel benih padi.

Berdasarkan peraturan ISTA maka dari masing-masing sampel benih padi diambil 40 gram benih padi yang akan dibawa ke Laboratorium.


(35)

29

3.3.2 Pengujian Kesehatan Benih Melalui Pemeriksaan Pada Sampel Benih Kering

Menurut Nurdin (2003), pemeriksaan benih kering dilakukan untuk mengetahui keadaan benih padi yang akan digunakan dalam penelitian. Benih padi diperiksa dan diamati secara langsung. Pemeriksaan dilakukan dengan cara mengamati benih normal, kotoran pada benih dan benih rusak yaitu benih-benih padi yang retak, pecah, terserang hama dan terserang penyakit.

3.3.3 Pengujian Kesehatan Benih dengan Metode Inkubasi pada Media Agar

Menurut Nurdin (2003), pengujian ini lebih didasarkan pada pertumbuhan inokulum, dengan mengamati spora atau konidia yang diambil dari koloni jamur yang tumbuh pada benih setelah inkubasi. Untuk keperluan media digunakan Potato Sucrose Agar (PSA).

Benih yang telah direndam selama 2 menit dalam aquades dikeringkan dengan menggunakan kertas tisu. Kemudian benih tersebut disebar diatas media PSA dan diinkubasi selama 3-5 hari. Setiap cawan petri berisi 15 butir benih padi. Pada saat inkubasi diberi perlakuan gelap dan terang, masing-masing selama 12 jam secara bergantian, perlakuan ini ditujukan untuk merangsang sporulasi jamur terbawa benih.

Pengamatan dilakukan pada hari ketiga dengan membuat preparat untuk diamati dibawah mikroskop majemuk.


(36)

V. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan bahwa jamur yang berasosiasi dengan benih padi yang berasal dari empat kabupaten adalah

Aspergillus, Mucor , Rhizopus , Trichoderma dan Penicillium. Jamur yang dominan tumbuh pada benih padi adalah Aspergillus.


(37)

41

PUSTAKA ACUAN

Agarwal, V.K. and Sinclair, J.B. 1987. Seedborne pathogens, p. 17-76. In Principles of Seed Pathology Vol I. CRC Press, Inc. Florida.

Agrios, G.N. 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Diterjemahkan Oleh Munzir Busnia 713 hlm.

Agrios, G.N. 1997. Plant Pathology. Fourth Edition. Academic Press. USA. 635 pp.

Alexopoulos, C.J. and C.W.Mims. 1979. Introductory Mycology. Third Edition. John Wiley and Sons. New York. 632 pp.

Amrulloh,I. 2008. Uji Potensi Ekstrak Daun Sirih Sebagai Antimikroba Terhadap Bakteri Xhanthomonas oryzae Dan Jamur Fusarium. Universitas Negeri Malang Press. Malang. 69 hlm.

Amin.2013.Fadielunderground.

http://fadielunderground666.blogspot.com/2013/05/aspergillus.html. Diakses tanggal 26 Januari 2014.

Anggun.2013.Mycology

http://www.mycology.adelaide.edu.au/2013/9/10/Fungal_Descriptions /Hyphomycetes_(dematiaceous)/Curvularia/). Diakses tanggal 20 Januari 2014.

Apri.2012.Mycology.

http://www.mycology.com/2012/06/08/Fungal_Descriptions/Hyphom ycetes_(dematiaceous)/Alternaria/). Diakses tanggal 20 Januari 2014. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2008. Mutu Benih Tanaman Pangan.

Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Jawa Barat.

Cottyn, B., M.T. Cerez and T.W. Mew. 1994. Bacteria, p. 29-46. In: T.W. Mew and J.K. Misra (Eds). A Manual of Rice Seed Health Testing. IRRI. Philipines.


(38)

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura. 1999. Pengenalan dan Pengendalian Penyakit Benih. Direktorat Bina Perlindungan Tanaman. Jakarta. 31 hlm.

Gandjar, I. ,R. A. Samson, dan I. Santoso. 2000. Pengenalan Kapang Tropik Umum. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. 136 hlm.

Justice, O.L. dan L.N. Bass. 1994. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. PT.Raja Grafindo Persada. Jakarta. 446 hlm.

Khaeruni, A. 2000. Penyakit Hawar Daun Bakteri pada Padi. http: // tumoutou.net/ 3_sem 1_012/ andi_khaeruni. Htm. Diakses pada tanggal 25 Juni 2013.

Khusnul. 2012. http://perpustakaancyber.blogspot.com/2012/12/penicillium-spp-fungi-ciri-ciri-manfaat-reproduksi.html. Diakses tanggal 26 januari 2014.

Lia. 2011. Wordpress.

http://z47d.wordpress.com/2011/06/09/penyakit-layu-fusarium/). Diakses tanggal 26 Januari 2014.

Madjid. 2010. http://dasar2ilmutanah.blogspot.com/2010/12/fungi-mucor-008.html. Diakses tanggal 25 Januari 2014.

Makfoeld, D. 1993. Mikotoksin Pangan. Kanisius. Yogyakarta. 211 hlm. Masniawati. 2013. Identifikasi Cendawan Terbawa pada Benih Padi Lokal

Aromatik Pulu Mandoti, Pulu Pinjan, dan Pare Lambau asal Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Masnal 1(1):51-59. Neergard, P. 1997. Seed Pathology. Vol.1. John Wiley & Sons. New York. Nurdin, M. 2003. Inventarisasi Beberapa Mikroorganisme Terbawa Benih Padi

yang Berasal dari Talang Padang, Kabupaten Tanggamus, Lampung. J. Hama dan Penyakil Tumbuhan Tropika 3 (2): 47-50.

Samsul. 2011. http://fadliqnoze.blogspot.com/2011/10/blog-post.html. Diakses tanggal 31 Januari 2014.

Semangun, H. 1993. Penyakit-Penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 449 hlm.

Semangun, H. 1996. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 754 hlm.


(39)

43

Sutopo, L. 1993. Teknologi Benih. PT.Raja Grafindo Persada. Jakarta. 248 hlm.


(40)

(41)

45

Tabel 3. Kondisi benih padi yang berasal dari Lampung Selatan

Tabel 4. Kondisi benih padi yang berasal dari Lampung Tengah

Tabel 5. Kondisi benih padi yang berasal dari Lampung Timur


(42)

Tabel 7. Persentase perkecambahan benih dan kemunculan bakteri & jamur yang berasosiasi pada benih padi ( media PSA ) di Lampung Selatan

Tabel 8. Persentase perkecambahan benih dan kemunculan bakteri & jamur yang berasosiasi pada benih padi ( media PSA ) di Lampung Tengah

Tabel 9. Persentase perkecambahan benih dan kemunculan bakteri & jamur yang berasosiasi pada benih padi ( media PSA ) di Lampung Timur


(43)

47

Tabel 10. Persentase perkecambahan benih dan kemunculan bakteri & jamur yang berasosiasi pada benih padi ( media PSA ) di Lampung Utara


(1)

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura. 1999. Pengenalan dan

Pengendalian Penyakit Benih. Direktorat Bina Perlindungan

Tanaman. Jakarta. 31 hlm.

Gandjar, I. ,R. A. Samson, dan I. Santoso. 2000. Pengenalan Kapang Tropik Umum. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. 136 hlm.

Justice, O.L. dan L.N. Bass. 1994. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. PT.Raja Grafindo Persada. Jakarta. 446 hlm.

Khaeruni, A. 2000. Penyakit Hawar Daun Bakteri pada Padi. http: // tumoutou.net/ 3_sem 1_012/ andi_khaeruni. Htm. Diakses pada tanggal 25 Juni 2013.

Khusnul. 2012. http://perpustakaancyber.blogspot.com/2012/12/penicillium-spp-fungi-ciri-ciri-manfaat-reproduksi.html. Diakses tanggal 26 januari 2014.

Lia. 2011. Wordpress.

http://z47d.wordpress.com/2011/06/09/penyakit-layu-fusarium/). Diakses tanggal 26 Januari 2014.

Madjid. 2010. http://dasar2ilmutanah.blogspot.com/2010/12/fungi-mucor-008.html. Diakses tanggal 25 Januari 2014.

Makfoeld, D. 1993. Mikotoksin Pangan. Kanisius. Yogyakarta. 211 hlm. Masniawati. 2013. Identifikasi Cendawan Terbawa pada Benih Padi Lokal

Aromatik Pulu Mandoti, Pulu Pinjan, dan Pare Lambau asal

Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Masnal 1(1):51-59.

Neergard, P. 1997. Seed Pathology. Vol.1. John Wiley & Sons. New York. Nurdin, M. 2003. Inventarisasi Beberapa Mikroorganisme Terbawa Benih Padi

yang Berasal dari Talang Padang, Kabupaten Tanggamus, Lampung.

J. Hama dan Penyakil Tumbuhan Tropika 3 (2): 47-50.

Samsul. 2011. http://fadliqnoze.blogspot.com/2011/10/blog-post.html. Diakses tanggal 31 Januari 2014.

Semangun, H. 1993. Penyakit-Penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 449 hlm.

Semangun, H. 1996. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 754 hlm.


(2)

Sutopo, L. 1993. Teknologi Benih. PT.Raja Grafindo Persada. Jakarta. 248 hlm.


(3)

(4)

Tabel 3. Kondisi benih padi yang berasal dari Lampung Selatan

Tabel 4. Kondisi benih padi yang berasal dari Lampung Tengah

Tabel 5. Kondisi benih padi yang berasal dari Lampung Timur


(5)

Tabel 7. Persentase perkecambahan benih dan kemunculan bakteri & jamur yang berasosiasi pada benih padi ( media PSA ) di Lampung Selatan

Tabel 8. Persentase perkecambahan benih dan kemunculan bakteri & jamur yang berasosiasi pada benih padi ( media PSA ) di Lampung Tengah

Tabel 9. Persentase perkecambahan benih dan kemunculan bakteri & jamur yang berasosiasi pada benih padi ( media PSA ) di Lampung Timur


(6)

Tabel 10. Persentase perkecambahan benih dan kemunculan bakteri & jamur yang berasosiasi pada benih padi ( media PSA ) di Lampung Utara