159
Foto 1 dan 2: Foto diambil saat wawancara pada hari Jumat, 29 Agustus 2014. Pukul 10.00-11.15 WIB. Subjek A adalah Gembala jemaat Gereja
Bethany Salatiga. Subjek yang adalah Pendeta beretnis Tionghoa telah menjadi Gembala Jemaat selama 16 tahun.
2. Subjek B Informan Kunci
a. Tempat : Kantor Gembala Jemaat Gereja Bethel Indonesia GBI Salatiga
b. Waktu : Selasa, 2 September 2014, pukul 11.00- 12.25
c. Pokok- pokok penting wawancara
1. Pdt. Gideon Rusli telah menjadi Gembala jemaat di Gereja Bethel Indoenesia GBI
Salatiga selama 14 tahun. Ia menjadi Gembala jemaat terhitung dari tahun 2000 sampai saat ini. Subjek adalah Gembala ke-4 dalam kepemimpinan di gereja Bethel Indonesia
GBI Salatiga. Ia menggantikan posisi ayahnya yaitu Pdt. Andreas Muliatno Rusli, yang juga adalah Gembala jemaat di Gereja Bethel Indoensia GBI Salatiga selama 27 tahun
terhitung dari tahun 1973 sampai 2000. Sebelum dipercayakan memimpin jemaat, ia telah menjadi bagian dari Gereja Bethel Indonesia sejak kecil, bahkan sejak lahir telah terdaftar
menjadi anggota gereja tersebut. Hal tersebut dikarenakan orang tuanya, terutama ayahnya sudah sejak awal melayani di Gereja Bethel Indonesia GBI Salatiga. Subjek
adalah sarjana pendidikan Agama Kristen, lulusan dari sekolah seminari Bethel. Dan saat ini baru saja meyelesaikan S2 di salah satu sekolah tinggi Teologi di kota Solo. Di bawah
kepemimpinannya, gereja Bethel Indonesia GBI Salatiga berhasil membangun bangunan gereja di tanah seluas kurang lebih 5.789 m
2
. Secara kuantitas, jumlah jemaat Gereja Bethel Indonesia GBI Salatiga menunjukan peningkatan. Saat ini tahun 2014
jemaat yang terdaftar mencapai 2500 jiwa, diantaranya 2000 adalah orang dewasa dan 500 adalah anak-anak. Setiap minggunya pada ibadah raya dihadiri lebi dari 1000 jiwa.
Dan telah memiliki 15 pos pelayanan yang tersebar di sekitar daerah Salatiga. Pelayanan di Gereja Bethel Indonesia GBI Salatiga didukung dengan berbagai unit-unit pelayanan
seperti adanya sekolah PAUD, Pusat Pengembangan Anak PPA, dll yang pengelohannya di bawah departemen-departemen pelayanan yang ada dalam gereja.
2. Salah satu yang menjadi penekanan dalam kepemimpinan subjek adalah tentang
keseimbangan. Keseimbangan yang dimaksudkan misalnya keseimbanan ketika kita mengasihi. Tidak hanya mengasihi Tuhan tetapi juga harus mengasihi sesama.
Keseimbangan dalam hal, tidak hanya kerja keras tetapi jangan sampai melupakan keluarga.
3. Hal-hal yang menjadi kunci dalam upaya menjadi gereja yang terus mengalami
pertumbuhan adalah menjalankan sistem gereja yang memiliki tujuan atau dapat dikatakan gereja yang digerakan oleh tujuan. Hal ini menurut subjek merupakan faktor
yang membuat gereja ini terus bertumbuh secara kuantitas maupun kualitas, selain sesungguhnya subjek mengaku bahwa pertumbuhan dan perkembangan yang ditunjukan
160 oleh gereja ini merupakan anugerah Tuhan yang menurutnya merupakan sumber
perkembangan. 4.
Adapun beberapa tujuan dari Gereja Bethel Indonesia GBI Salatiga yang selama ini menggerakan sistem dalam gereja ini, antara lain: a Menjadi gereja yang ada untuk
bersekutu, sehingga yang dilakukan adalah membentuk kelompok sel komsel. Saat ini Gereja Bethel Indonesia GBI Salatiga telah memiliki 80 komsel. Adanya komsel
mengajarkan dan mendorong jemaat untuk tidak tergantung dan terpaku hanya pada ibadah raya minggu di gereja. Tetapi diharapkan dengan adanya kelompok-kelompok sel,
jemaat dapat memiliki komunitas kecil yang membantu pertumbuhanya. b Gereja ada untuk pemuridan. Gereja harus ada untuk berjuang membantu untuk setiap orang di
dalamnya dapat mengalami pertumbuhan menjadi murid Tuhan Yesus. Sehingga dalam Gereja Bethel Indonesia GBI Salatiga terdapat kelas untuk jemaat dapat belajar menjadi
murid Kristus. Jadi yang ditekankan adalah pemuridan. c Gereja ada untuk melayani, maka disediakan kesempatan kepada setiap jemaat untuk mengambil bagian dalam
pelayanan. d Gereja ada untuk penginjilan, dengan menyediakan diri untuk berdoa dan penginjilan. Dan yang terakhir adalah e Gereja ada untuk penyembahan. Kelima hal
tersebut membantu untuk menjadikan gereja dalam kondisi sehat. Ketika gereja sehat maka ia secara alamiah akan bertumbuh.
5. Adanya pengaruh dari kultur sebagai seorang etnis Tionghoa dalam kepemimpinan
subjek . Ia mengaku bahwa dalam kulturnya ia dididik untuk memiliki apa yang ia sebut sebagai daya juang yang tinggi. Karakter ini menjadi sangat berperan dalam proses
menjalankan kepemimpinannya selama 14 tahun. Dengan adanya semangat juang yang tinggi dalam dirinya sebagai pemimpin maka membuat dirinya menjadi pemimpin yang
tidak mudah untuk menyerah ketika berhadapan dengan berbagai kesulitan. Yang tertanam dalam dirinya adalah bagaimana caranya apapun yang dikerjakan harus jadi.
Kondisi ini terlihat juga pada saat ia memimpin rapat. Dalam rapat ia tidak menerima alasan atas kesulitan-kesulitan yang dihadapi tetapi yang ingin dikejar adalah solusi apa
yang bisa dilakukan untuk kesulitan-kesulitan yang ada. Jika rekan-rekan kerja atau pelayanannya yang lain tidak bisa kerjakan maka ia sebagai pemimpin akan langsung
turun tangan. Jadi menurutnya dengan kulturnya sebagai seoarang etnis Tionghoa membuat di dalam dirinya tertanam karakter sebagai seseorang yang ulet, kerja keras, dan
daya juang yang tinggi, yang membuat ia tidak mudah untuk menyerah ketika berhadapan dengan kesulitan.
6. Dalam hal yang berkaitan dengan relasi yang terbangun selama ini antara dirinya sebagai
pemimpin dan orang-orang yang dipimpinnya, ia mendasari relasi tersebut pada sebuah nilai bahwa semua yang ada dalam gereja ini adalah keluarga. Maka secara otomatis
hubungan yang tercipta dalam jemaat, seperti dalam konteks keluarga. Sebagai keluarga, ia berperan sebagai bapak dan jemaat adalah anak-anaknya. Hal tersebut juga dilakukan
oleh dengan rekan-rekan pelayanannya. Subjek mengaku bahwa mereka sebagai satu tim
161 berjuang bersama-sama sebagai sebuah keluarga. Jadi sejauh ini relasi yang terus
dibangun adalah relasi seperti keluarga. 7.
Pemimpin yang memberikan penekanan pada relasi. Baginya kinerja memang penting namun hal-hal yang berkaitan dengan kinerja dapat dibangun. Lebih lanjut ia menyatakan
bahwa kinerja yang baik adalah relasi yang baik terlebih dahulu. Dengan relasi sebagaimana relasi yang tercipta dalam keluarga maka kita akan mampu menggerakan
atau mengerahkan orang untuk dapat meningkatkan kinerjanya. Walaupun secara ideal tidak semua jemaat dapat didekati secara personal namun ia sebagai pemimpin berusaha
kalau ada jemaat baru maka ia menyediakan waktu untuk melakukan kunjungan dan melakukan sentuhan secara personal. Selain sebagai pemimpin ia membentuk tim
perkunjungan untuk memperhatikan jemaat-jemaat yang ada. Disamping itu juga terdapat komunitas-komunitas yang diharapkan mampu menjadi wadah bagi jemaat untuk dapat
saling berbagi dan memperhatikan.
8. Ia pun mengaku bahwa terhadap rekan-rekan pelayanannya, selalu bersikap “
open
”. Mereka diberikan kesempatan dan ruang yang sebesar-besarnya untuk dapat berpendapat.
Dalam rapat atau pertemuan-pertemauan yang sering dilaksanakan dia memberikan kesempatan kepada orang yang dipimpinnya untuk dapat memunculkan ide-ide, dan
selalu mengijinkan orang-orang untuk berbeda pendapat dengannya. Dalam hal mengambil kebijakan juga diperlakukan hal yang sama. Dalam kepemimpinannya ia
berusaha untuk selalu kerja sebagai satu tim. Sebagai wujudnya, ia sebagai pemimpin menyukai adakan pertemuan, untuk dapat mendengarkan dan membicarakan ide-ide dari
rekan-rekan pelayananya yang lain.
9. Subjek memandang posisinya sebagai pemimpin saat ini bukanlah merupakan jabatan. Ia
memandang posisinya sebagai pemimpin lebih sebagai kepercayaan dari Tuhan dan umat. Ia tidak ingin orang mengikutinya karena jabatannya sebagai Pendeta. Yang dia
pahami dan ajarkan selama ini kepada jemaat bahwa ketika ia dipercayakan sebagai pemimpin maka ia sedang berutang kepada jemaat untuk dapat melakukan yang terbaik
dalam melayani jemaat. Sehingga baginya kekuasaan bukanlah tujuan tetapi alat yang dapat digunakan untuk kepentingan umat.
10. Pemahaman tentang visi yang ia anut adalah gambaran tentang masa depan yang lebih
baik. Sebagai pemimpin, visi merupakan bagian penting. Dalam gereja Bethel Indonesia GBI Salatiga, visi gereja selalu dibicarakan minimal 2 kali dalam setahun. Tepatnya
pada awal tahun dan pertengahan tahun untuk terus mengingatkan jemaat untuk visi besar yang dimiliki. Selain itu visi gereja yakni “Menjadi jemaat lokal yang memberkati kota,
bangsa dan dunia dengan pelayanan yang holistik dan terpadu” dijabarkankan ke dalam program-program dalam 5 bidang atau depertemen yang ada. Sehingga menurutnya
ketika orang mengikuti program yang telah direncanakan maka ia akan digiring untuk bergerak ke arah visi gereja. Salah satu wujud dari upaya dalam pergerakan ke arah visi
besar gereja yang merupakan visi bersama adalah ketika HUT gereja menyediakan paket dalam jumlah 800 dampai 1000 untuk dibagikan ke masyarakat kota Salatiga. Itu salah
162 satu wujud dalam menjadi gereja yang dapat memberkati kota Salatiga. Sebagai
pemimpin ada berbagai cara untuk menggerakan orang kepada visi bersama. Hal yang biasa dilakukan subjek adalah melalui mimbar. Selain itu ada pendekatan secara pribadi
yang dilakukan subjek, melalui percakapan secara pribadi berkaitan dengan visi gereja.
11. Gaya kepemimpinan hamba menjadi gaya kepemimpinan yang menurut subjek terapkan.
Selama 14 tahun memimpin subjek akhirnya semakin dipertegas untuk memutuskan menerapkan gaya kepemimpinan hamba Tuhan Yesus Kristus. Wujud dari kepemimpinan
hamba yang menjadi pilihan subjek adalah dengan menyediakan waktu. Menurutnya waktu adalah barang mahal. Ia terus berusaha menyediakan waktu untuk konseling,
bertemu tatap muka untuk dapat berbagi. Selain itu subjek selalu bersedia membantu rekan-rekan pelayanannya yakni para staff yang mengalami kesulitan dalam proses
kerjanya. Ia membantu untuk dapat menterjemahkan langkah-langkah dengan baik. Dengan gaya kepemimpinan yang melayani, ia selalu berusaha untuk membuka diri
untuk terus dapat membantu orang lain, tanpa terkecuali.
12. Sebagai pemimpin, karakter-karakter yang menjadi penekanannya antara lain; kekudusan.
Kekudusan menjadi harga mati dalam kepemimpinannya. Kekudusan yang dimaksud meliputi kekudusan dalam moralitas yang dimiliki, kekudusan dalam seksualitasnya,
kekudusan dalam keuangannya. Walaupun menurutnya tidak ada ada yang 100 yang sempurna, namun dengan terus berusaha hidup dalam kekudusan dalam bagian-bagian
tersebut akan menjadikan ia sebagai pemimpin yang dapat menjadi teladan dan tidak hanya sekedar “ngomong”. Menurutnya ini penting karena banyak Gembala yang “jatuh”
karena korupsi uang jemaat, selingkuh dll. Selain kekudusan, karakter lain yang menjadi penekanan adalah kerendahan hati. Menurutnya kerendahan hati merupakan karakter
yang menjadi kunci dalam gaya kepemimpinan yang melayani.
13. Adanya upaya untuk mengerjakan segala sesuatu dengan “
excellent
”. Ia berusaha menjadi pemimpin yang terus membuka diri menyediakan waktu untuk melayani orang
lain semaksimal mungkin. Dalam berbagai kesempatan ia berusaha memberikan nasehat- nasehat terbaik bagi setiap orang yang membutuhkan nasehatnya sebagai seorang bapak.
14. Cara yang dilakukan subjek dalam mempengaruhi orang-orang yang dipimpinnya adalah
a melalui sentuhan secara personal. Dalam hal ini ia sebagai pemimpin berusaha menyediakan waktu untuk dapat membangun komunikasi pribadi dengan orang-orang
yang dipimpinnya. b Memberikan pengaruh melalui khotbah-khotbahnya di mimbar. Melalui mimbar ia sebagai pemimpin berusaha untuk menggerakan jemaat kepada visi
bersama, serta memberikan pengaruh kepada jemaat untuk berdedikasi pada Kristus. Dan yang terakhir dan utama berkaitan dengan bagaimana caranya mempengaruhi orang-
orang yang dipimpinnya adalah dengan c menjadi teladan. Menurutnya ketika ia berbicara tentang doa maka ia harus mampu memberikan telasdan sebagai seorang yang
berdoa. Ketika ia berbiacara tentang kehidupan keluarga yang baik, maka ia melalui keluarganya harus mampu menunjukan apa yang ia ajarkan kepada jemaat.
163 15.
Dalam menjadi teladan ia berusaha untuk dapat menjadi pemimpin yang berkorban. Wujud dari hal tersebut adalah dengan serius dalam melayani, memberikan hati dan
hidupnya untuk orang lain. Dan ketika hati telah terbuka maka otomatis yang lainnya pun ikut terbuka, termasuk dompet. Tidak bermaksud untuk menyobongkan diri, ia telah
memberikan dua mobil untuk membiayai pembangunan gereja. Menurutnya dalam hal itu, bukan masalah tentang materi, tetapi bagaimana mampu menjadi teladan yang baik.
Dengan menjadi teladan ia mampu menjadi pemimpin mampu memimpin dengan efektif, tanpa harus mengontrol orang lain.
Foto 3: Foto diambil saat wawancara pada hari Selasa, 2 September 2014, pukul 11.00- 12.25. Subjek B informan kunci merupakan Gembala jemaat
Gereja Bethel Indonesia GBI Salatiga. Subjek telah menjadi Gembala jemaat Gereja Bethel Indonesia GBI Salatiga selama 14 empat belas
tahun, terhitung sejak tahun 2000 sampai sekarang tahun 2014.
B. Informan Pendukung