Pengaruh Pemberian Aromaterapi Lavender Terhadap Kualitas Tidur Anak Usia Sekolah Yang Di Rawat Inap Di RSUD Dr. Pirngadi Medan

(1)

PENGARUH PEMBERIAN AROMATERAPI LAVENDER

TERHADAP KUALITAS TIDUR ANAK USIA SEKOLAH

YANG DIRAWAT INAP DI RSUD Dr. PIRNGADI

MEDAN

SKRIPSI Oleh Nenci Sihaloho

101101012

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

(3)

Judul : Pengaruh Pemberian Aromaterapi Lavender Terhadap Kualitas Tidur Anak Usia Sekolah Yang Di Rawat Inap Di RSUD Dr. Pirngadi Medan

Nama Mahasiswa : Nenci Sihaloho

Nim : 101101012

Jurusan : S-1 Ilmu Keperawatan

Tahun : 2014

ABSTRAK

Tidur adalah salah satu kebutuhan dasar manusia, dengan kualitas tidur yang baik diharapkan memberikan peningkatan kesehatan dan membantu mempercepat tumbuh kembang pada anak usia sekolah. Masalah tidur sering dijumpai pada anak terutama anak usia sekolah yang mengalami rawat inap di rumah sakit. Masalah kualitas tidur pada anak dapat menimbulkan resiko gangguan tumbuh kembang, masalah tingkah laku dan suasana hati. Dalam penanganan masalah kualitas tidur pada anak usia sekolah yang dirawat inap dapat dilakukan dengan pemberian aromaterapi lavender, yaitu salah satu pengobatan non farmakologi dengan menggunakan bau-bauan yang berasal dari tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh pemberian aromaterapi lavender terhadap kualitas tidur anak usia sekolah yang dirawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan. Desain penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimen dengan pendekatan pre post test design. Populasi dalam penelitian ini adalah anak usia sekolah (6-12 tahun) sebanyak 31 orang anak pada bulan April-Mei 2014. Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah accidental sampling. Analisis data menggunakan uji statistik wilcoxon. Dari hasil analisa data diperoleh negative ranks 11,00, positive ranks 220,00, dan nilai T 11,00. Berdasarkan hasil uji ini didapatkan nilai P value adalah 0,000 dengan demikian p value < α (0,000<0,05) dan skor Z diperoleh sebesar -4,146 maka Hipotesa alternatif (Ha) diterima. Penelitian ini membuktikan bahwa aromaterapi lavender dapat meningkatkan kualitas tidur. Maka disarankan untuk menerapkannya sebagai salah satu intervensi dalam meningkatkan kualitas tidur anak usia sekolah yang dirawat inap.


(4)

Title : The Effect of the Use of Lavender Aromatherapy on The Sleep Quality of School age Children Being Hospitalized in RSUD Dr. Pirngadi Medan

Student’s Name : Nenci Sihaloho Student’s ID Number : 101101012

Department : faculty of Nursing Academic Year : 2014

ABSTRACT

Sleep is human’s basic needs, with decent quality sleep it is expected to improve health and help boost the growth of school age children. Sleep problem is frequently encountered on children especially school age children who are being hospitalized. School age children quality sleep problems can lead to growth disorder, behaviour and moods. To tackle problems in sleep quality of school age children being hospitalized, lavender aromatherapy can be implemented, which is one of non-pharmacological treatment incorporating scent originated from plants. This research aimed to identify the effect of using lavender aromatherapy on sleep quality of school age children being hospitalized in RSUD Dr. Pirngadi Medan. Research design used was quasi exsperimental along with pre post test design approach. The population in this research involved school age children (6-12 years old) totaling 31 children in April-May 2014. Sample collection technique was accidental sampling. Data was analyzed by using wilcoxon. The results of analysis obtained shows negative ranks 11,00, positive ranks 220,00, and T 11,00. Based on this test, the P value obtained is 0,000, so p value < α (0,000<0,05) and score of Z obtained was -4,146 therefore alternative hypothesis is accepted. This research proves that lavender aromatherapy can boost sleep quality. It is suggested that it be applied as one of the interventions in improving sleep quality of school age children being hospitalized.


(5)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pengaruh Pemberian Aromaterapi Lavender Terhadap Kualitas Tidur Anak Usia Sekolah yang Dirawat Inap Di RSUD Dr. Pirngadi Medan”, yang merupakan salah satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan Sarjana Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah memberi dukungan dan membimbing penulis. Baik tenaga, ide-ide, moril maupun pemikiran. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Nur Asnah Sitohang, S.Kep, Ns., M.Kep selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dalam memberikan pengetahuan, bimbingan, petunjuk, saran, masukan dan arahan yang sangat membantu sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini tepat pada waktunya.

3. Siti Saidah Nasution, S.Kep, M.Kep, Sp. Mat, selaku dosen penguji 1 4. Roxsana Devi Tumanggor, S.Kep, Ns., M.Nurs, selaku dosen penguji 2

5. Wardiyah Daulay, S.Kep, Ns., M.Kep selaku dosen pembimbing akademik yang selalu memberi motivasi kepada penulis.


(6)

6. Seluruh dosen dan staf pengajar serta civitas akademika Fakultas Keperawatan USU yang telah memberikan bimbingan selama masa perkuliahan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas ilmu yang telah kalian berikan dengan keberkahan.

7. Teristimewa kepada kedua orang tua saya, ayahanda tercinta Haposan Sihaloho dan ibunda tersayang Rohana Sihotang dan seluruh keluarga saya abang serta kakak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan penuh baik moril maupun material dan selalu memberikan doa dan nasehat kepada penulis.

8. Dan juga buat teman-teman seperjuangan KBK F.Kep 2010 yang selalu saling mendukung dan memberi semangat serta sama-sama berjuang hingga akhir. 9. Terkhusus untuk teman-teman terkasih Merliani, Puji, Dame, Frida, Yanti,

Trionyta, Novikha, dan Ida yang selalu ada dan saling mendukung satu sama lain.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini terdapat banyak kekurangan dan masih jauh dari kata sempurna, oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi peningkatan dan pengembangan profesi keperawatan selanjutnya.

Medan, Juli 2014


(7)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Lembar Pengesahan ... ii

Prakata ... iii

Daftar Isi ... v

Daftar Skema ... vii

Daftar Tabel ... viii

Abstrak ... ix

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah Penelitian ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Tidur ... 8

2.2 Konsep Kualitas Tidur ... 14

2.3 Konsep Anak Usia Sekolah ... 17

2.4 Konsep Aromaterapi ... 21

2.5 Konsep Rawat Inap ... 30

BAB 3. KERANGKA PENELITIAN 3.1 Kerangka Konseptual ... 34

3.2 Defenisi Operasional ... 35

3.3 Hipotesa Penelitian ... 37

BAB 4. METODE PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian ... 38

4.2 Populasi dan Sampel ... 39

4.3 Waktu dan Tempat ... 40

4.4 Pertimbangan Etik ... 40

4.5 Instrumen Penelitian ... 41

4.6 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 42

4.7 Tehnik Pengumpulan Data ... 43

4.8 Analisa Data ... 45

BAB 5. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian ... 47


(8)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ... 58 6.2 Saran ... 59 DAFTAR PUSTAKA ... 61 LAMPIRAN

1. Inform consent 2. Kuesioner penelitian

3. Prosedur pelaksanaan tehnik aromaterapi lavender dengan cara inhalasi 4. Surat uji validitas

5. Uji Reliabilitas Kuesioner

6. Olahan Data SPSS : Data Demografi

7. Hasil Kuesioner Sebelum Diberikan Aromaterapi Lavender (pre test) 8. Hasil Kuesioner Sesudah Diberikan Aromaterapi Lavender (post test) 9. Olahan Data SPSS : Skor Kualitas Tidur Sebelum dan Sesudah 10.Uji Hipotesis

11.Jadwal tentatif penelitian 12.Taksasi dana penelitian 13.Komisi Etik Penelitian 14.Surat Penelitian 15.Daftar riwayat hidup


(9)

DAFTAR SKEMA

Skema 1. Tahapan tidur ... 13 Skema 3.1 Kerangka konseptual penelitian ... 34


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.2 Defenisi operasional variabel penelitian ... 35 Tabel 4.1 Desain penelitian ... 38 Tabel 5.1 Distribusi responden berdasarkan data demografi anak usia sekolah di

RSUD dr. Pirngadi Medan (n=22) ... 48 Tabel 5.2 Distribusi responden berdasarkan kualitas tidur anak usia sekolah yang

dirawat inap sebelum diberikan aromaterapi lavender Di RSUD Dr.

Pirngadi Medan 2014 ... 49 Tabel 5.3 Distribusi responden berdasarkan kualitas tidur anak usia sekolah yang

dirawat inap sesudah diberikan aromaterapi lavender Di RSUD Dr.

Pirngadi Medan 2014 ... 49 Tabel 5.4 Pengaruh aromaterapi lavender terhadap kualitas tidur anak usia sekolah


(11)

Judul : Pengaruh Pemberian Aromaterapi Lavender Terhadap Kualitas Tidur Anak Usia Sekolah Yang Di Rawat Inap Di RSUD Dr. Pirngadi Medan

Nama Mahasiswa : Nenci Sihaloho

Nim : 101101012

Jurusan : S-1 Ilmu Keperawatan

Tahun : 2014

ABSTRAK

Tidur adalah salah satu kebutuhan dasar manusia, dengan kualitas tidur yang baik diharapkan memberikan peningkatan kesehatan dan membantu mempercepat tumbuh kembang pada anak usia sekolah. Masalah tidur sering dijumpai pada anak terutama anak usia sekolah yang mengalami rawat inap di rumah sakit. Masalah kualitas tidur pada anak dapat menimbulkan resiko gangguan tumbuh kembang, masalah tingkah laku dan suasana hati. Dalam penanganan masalah kualitas tidur pada anak usia sekolah yang dirawat inap dapat dilakukan dengan pemberian aromaterapi lavender, yaitu salah satu pengobatan non farmakologi dengan menggunakan bau-bauan yang berasal dari tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh pemberian aromaterapi lavender terhadap kualitas tidur anak usia sekolah yang dirawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan. Desain penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimen dengan pendekatan pre post test design. Populasi dalam penelitian ini adalah anak usia sekolah (6-12 tahun) sebanyak 31 orang anak pada bulan April-Mei 2014. Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah accidental sampling. Analisis data menggunakan uji statistik wilcoxon. Dari hasil analisa data diperoleh negative ranks 11,00, positive ranks 220,00, dan nilai T 11,00. Berdasarkan hasil uji ini didapatkan nilai P value adalah 0,000 dengan demikian p value < α (0,000<0,05) dan skor Z diperoleh sebesar -4,146 maka Hipotesa alternatif (Ha) diterima. Penelitian ini membuktikan bahwa aromaterapi lavender dapat meningkatkan kualitas tidur. Maka disarankan untuk menerapkannya sebagai salah satu intervensi dalam meningkatkan kualitas tidur anak usia sekolah yang dirawat inap.


(12)

Title : The Effect of the Use of Lavender Aromatherapy on The Sleep Quality of School age Children Being Hospitalized in RSUD Dr. Pirngadi Medan

Student’s Name : Nenci Sihaloho Student’s ID Number : 101101012

Department : faculty of Nursing Academic Year : 2014

ABSTRACT

Sleep is human’s basic needs, with decent quality sleep it is expected to improve health and help boost the growth of school age children. Sleep problem is frequently encountered on children especially school age children who are being hospitalized. School age children quality sleep problems can lead to growth disorder, behaviour and moods. To tackle problems in sleep quality of school age children being hospitalized, lavender aromatherapy can be implemented, which is one of non-pharmacological treatment incorporating scent originated from plants. This research aimed to identify the effect of using lavender aromatherapy on sleep quality of school age children being hospitalized in RSUD Dr. Pirngadi Medan. Research design used was quasi exsperimental along with pre post test design approach. The population in this research involved school age children (6-12 years old) totaling 31 children in April-May 2014. Sample collection technique was accidental sampling. Data was analyzed by using wilcoxon. The results of analysis obtained shows negative ranks 11,00, positive ranks 220,00, and T 11,00. Based on this test, the P value obtained is 0,000, so p value < α (0,000<0,05) and score of Z obtained was -4,146 therefore alternative hypothesis is accepted. This research proves that lavender aromatherapy can boost sleep quality. It is suggested that it be applied as one of the interventions in improving sleep quality of school age children being hospitalized.


(13)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Upaya peningkatan kualitas hidup dan perlindungan kesehatan anak telah dilakukan pemerintah antara lain dengan mengadakan skrining bayi baru lahir, deteksi dini tumbuh kembang anak, upaya kesehatan sekolah (UKS), penjaringan kesehatan siswa kelas 1 SD/SMP/SMA/sederajat, pengembangan puskesmas peduli remaja dan puskesmas mampu tatalaksana kasus kekerasan terhadap anak. Upaya-upaya tersebut akan terus ditingkatkan oleh pemerintah sebagai bentuk kepedulian terhadap kesehatan anak di Indonesia ( Direktorat Anak, 2012).

Tingkah laku anak-anak berbeda dengan orang dewasa. Anak-anak belum mampu mengendalikan emosi atau perasaannya dan belum mempunyai tanggung jawab yang besar. Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Anak yang mengalami masalah kesehatan juga sangat mempengaruhi proses perkembangannya (Wong, 2008).

Aktivitas fisik anak usia sekolah secara umum semakin tinggi sehingga anak sangat rentan untuk terkena penyakit yang bisa mengganggu proses pertumbuhan dan perkembangannya. Apabila anak dalam kondisi sakit maka orang tua akan segera membawanya ke pelayanan kesehatan, dan seringkali anak harus dirawat inap untuk


(14)

proses penyembuhannya. Anak yang tidak terbiasa dengan kondisi di rumah sakit akan banyak mengalami kesulitan dalam proses penyembuhan tersebut. Lingkungan rumah sakit dapat menyebabkan stress dan kecemasan pada anak terutama pada tingkah laku anak. Pada anak yang dirawat di rumah sakit akan muncul tantangan-tantangan yang harus dihadapinya seperti perpisahan, penyesuaian dengan lingkungan yang asing baginya dan tenaga kesehatan yang menanganinya, pergaulan dengan anak-anak yang sakit serta pengalaman mengikuti terapi yang menyakitkan (Wong, 2008).

Rawat inap atau hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan darurat mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah. Lingkungan rumah sakit dapat menimbulkan trauma bagi anak seperti lingkungan fisik rumah sakit, tenaga kesehatan baik dari sikap maupun pakaian putih yang dikenakan oleh perawat. Dengan adanya stressor tersebut, anak dapat mengalami distress seperti gangguan tidur, pembatasan aktivitas, distress psikologis mencakup marah, takut, sedih, dan rasa bersalah. Gangguan tidur adalah salah satu masalah yang paling sering muncul pada anak yang dirawat inap di rumah sakit. Hal ini dikarenakan anak merasa asing dengan lingkungan di rumah sakit yang berbeda jauh dengan lingkungan rumah, sehingga berdampak pada kualitas tidur yang buruk bagi anak. Dan ini akan menjadi salah satu penyebab gangguan tumbuh kembang pada anak (Wong, 2008).


(15)

Tidur merupakan bagian hidup manusia yang memiliki porsi banyak, rata-rata hampir seperempat hingga sepertiga waktu digunakan untuk tidur. Tidur merupakan proses yang diperlukan oleh manusia untuk memungkinkan sistem syaraf pulih setelah digunakan selama satu hari, memulihkan energi kepada tubuh, khususnya kepada otak dan sistem syaraf (The Word Book Encylopedia, 2008). Fisiologi tidur dimulai dari irama sirkandian yang merupakan irama yang dialami individu yang terjadi selama 24 jam. Irama sirkandian mempengaruhi pola fungsi mayor biologik dan fungsi perilaku. Perubahan temperatur tubuh, denyut nadi, tekanan darah, sekresi hormon, ketajaman sensori dan suasana hati juga tergantung pada pemeliharaan siklus sirkandian. Irama sirkandian meliputi siklus rutin bangun tidur yang dapat dipengaruhi oleh cahaya, temperatur dan faktor eksternal seperti aktivitas sosial dan pekerjaan rutin (Potter & Perry, 2005).

Populasi anak yang dirawat di rumah sakit mengalami peningkatan yang dramatis. Persentase anak yang dirawat dirumah sakit saat ini mengalami masalah yang lebih serius dan kompleks dibandingkan kejadian hospitalisasi pada tahun-tahun sebelumnya. Hampir empat juta anak dalam satu tahun mengalami rawat inap. Rata-rata anak mendapat perawatan selama enam hari. Selain membutuhkan perawatan yang spesial dibanding pasien lain, anak sakit juga mempunyai keistimewaan dan karakteristik tersendiri karena anak-anak bukanlah miniatur dari orang dewasa atau dewasa kecil. Dan waktu yang dibutuhkan untuk merawat penderita anak-anak 20-45% lebih banyak daripada untuk merawat orang dewasa (Wong, 2003). Pada anak


(16)

yang mengalami sakit memerlukan waktu tidur lebih banyak dari normal. Namun demikian, keadaan sakit dan lingkungan fisik rumah sakit menjadikan anak kurang tidur atau tidak dapat tidur sama sekali.

Meningkatnya masalah kesehatan pada anak usia sekolah yang dirawat inap di rumah sakit menjadi penting untuk dieksplorasi. Hal ini beralasan karena dapat menyebabkan resiko terjadi gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak baik dari segi perkembangan fisik, psikologis, sosial, maupun spiritual. Salah satunya adalah masalah gangguan tidur yang dialami anak yang dirawat inap di rumah sakit. Penanganan gangguan tidur dapat dibagi menjadi dua cara yaitu : secara farmakologi dan non farmakologi. Secara farmakologi dapat diberikan obat-obatan sedatif hipnotik seperti golongan benzodiazepim. Namun pada anak pemberian obat sangat tidak efektif dilakukan karena mengingat anak usia sekolah yang masih dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat signifikan sehingga sangat beresiko menyebabkan gangguan dan perubahan dalam tubuh. Dengan demikian penatalaksanakan non farmakologi menjadi alternatif yang aman diantaranya adalah dengan cara tidur sehat universal, terapi stimulus kontrol, terapi restriksi tidur, terapi relaksasi dan biofeedback (Potter & Perry, 2005).

Penanganan kualitas tidur anak salah satu diantaranya dapat dilakukan dengan pemberian aromaterapi lavender. Aromaterapi adalah suatu terapi yang meliputi penggunaan minyak esensial yang berasal dari tanaman, yang dapat digunakan sebagai salah satu terapi alternatif dengan memanfaatkan uap minyak/minyak atsiri


(17)

(esensial oil) dan melibatkan organ penciuman manusia. Bau yang segar, harum, merangsang sensori, reseptor dan akhirnya mempengaruhi organ yang lain (Niken, 2007). Lavender merupakan minyak esensial yang biasa digunakan untuk membuat tidur. Efek dari lavender adalah terjadinya proses pelepasan zat-zat neurokimia yang bersifat eoforik, relaksan, sedatif atau stimulan menurut keperluannya sehingga menimbulkan tidur. Aroma sedatif seperti bau dari minyak lavender member efek stimulasi nuchleus raphe yang kemudian akan melepaskan zat neurokimia serotonin. Serotonin merupakan neurotransmitter yang mengatur permulaan tidur. Pada penelitian ini dilakukan pemberian aromaterapi dengan pemakaian melalui eksterna yaitu dengan cara inhalasi. Minyak esensial ini dapat diberikan dengan kertas tissu, kedua belah tangan, alat penguapan, pewangi ruangan dan lain-lain. Dan semua cara pemberian ini efektif dalam situasi yang tepat.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Jawad (2008) dengan tujuan melihat efektivitas aromaterapi lavender terhadap kualitas tidur lansia di Desa Hamparan Perak, Kab. Deli Serdang juga merupakan salah satu pembuktian bahwa aromaterapi lavender dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas tidur. Hasil dari penelitian yang dilakukan adalah bahwa ada pengaruh aromaterapi lavender terhadap peningkatan kualitas tidur pada lansia, karena aroma sedatifnya dapat mengeluarkan zat kimia serotonin yang dapat lebih mudah memudahkan tidur pada lansia.

Berdasarkan latar belakang diatas peneliti merasa penting melakukan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pemberian aromaterapi lavender dalam


(18)

meningkatkan kualitas tidur anak. Berdasarkan penelusuran literatur yang dilakukan, belum ada ditemukan laporan penelitian tentang pengaruh pemberian aromaterapi lavender terhadap kualitas tidur anak usia sekolah yang mengalami rawat inap di rumah sakit di Indonesia khususnya di Medan. Atas dasar ini, penelitian ini penting untuk dilakukan agar diperoleh hasil yang lebih akurat dan nyata tentang pengaruh pemberian aromaterapi lavender terhadap kualitas tidur anak usia sekolah yang dirawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan.

1.2 RUMUSAN MASALAH PENELITIAN

Sesuai dengan teori dan latar belakang diatas, maka masalah penelitian yang dapat dirumuskan adalah apakah ada pengaruh pemberian aromaterapi lavender terhadap kualitas tidur anak usia sekolah yang dirawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan ?

1.3 TUJUAN PENELITIAN 1.3.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui pengaruh pemberian aromaterapi lavender terhadap kualitas tidur anak usia sekolah yang dirawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan. 1.3.2 Tujuan khusus

1. Untuk mengidentifikasi karakteristik responden anak usia sekolah yang dirawat inap.

2. Untuk mengidentifikasi kualitas tidur anak usia sekolah yang dirawat inap sebelum pemberian aromaterapi lavender.


(19)

3. Untuk mengidentifikasi kualitas tidur anak usia sekolah yang dirawat inap sesudah pemberian aromaterapi lavender.

4. Untuk menguji pengaruh pemberian aromaterapi lavender terhadap kualitas tidur anak usia sekolah yang dirawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan manfaat kepada berbagai pihak yaitu :

1.4.1 Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengembangkan teori keperawatan anak bahwa aromaterapi lavender dapat digunakan sebagai salah satu intervensi untuk meningkatkan kualitas tidur anak.

1.4.2 Praktek keperawatan

Hasil penelitian ini dapat menerangkan fakta teruji bagi praktik keperawatan ditatanan pelayanan kesehatan baik di rumah sakit maupun di masyarakat bahwa aromaterapi lavender dapat dijadikan sebagai salah satu intervensi non farmakologi untuk meningkatkan kualitas tidur anak.

1.4.3 Penelitian Keperawatan

Dapat digunakan sebagai data tambahan pada pengembangan penelitian selanjutnya dalam ruang lingkup yang sama.


(20)

1.4.4 Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan baru dalam menerapkan metodologi penelitian dan memberikan asuhan keperawatan untuk meningkatkan kualitas tidur anak yang dirawat inap dengan menggunakan aromaterapi lavender.


(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Tidur

2.1.1 Defenisi Tidur

Tidur adalah suatu keadaan relatif tanpa sadar yang penuh ketenangan tanpa kegiatan yang merupakan siklus yang berulang-ulang dan masing-masing menyatakan fase kegiatan otak dan badan yang berbeda, dapat dibangunkan oleh sebuah rangsangan sensori atau stimulus lain dari lingkungan (Tarwoto dan Wartonah,2010).

Tidur merupakan kebutuhan dasar manusia yang merupakan mekanisme untuk memulihkan tubuh dan fungsinya, memelihara energi dan kesehatan, memiliki manfaat untuk memperbaharui sel-sel tubuh yang rusak, mengeliminasi racun-racun dan memulihkan tubuh baik secara fisik maupun emosional agar dapat bertahan hidup (Potter & Perry, 2005).

2.1.2 Fisiologi Tidur

Siklus tidur dan bangun diatur secara terpusat diotak dan dipengaruhi oleh kebiasaan sehari-hari dan lingkungan. Fisiologi tidur merupakan pengaturan kegiatan tidur yang melibatkan hubungan mekanisme cerebral yang secara bergantian agar mengaktifkan dan menekan pusat otak untuk dapat tidur dan bangun. Tidur terjadi hanya ketika perhatian dan aktifitas menurun. Pengaturan kegiatan tidur melibatkan


(22)

dua mekanisme otak yaitu Reticular Activating System (RAS) dan Bulbar Synchronizing Region (BSR) (Taylor, Lilis & LeMone, 2001).

RAS berada di batang otak bagian atas yang dipercaya terdapat sel-sel khusus yang menyebabkan seseorang terjaga yang disebabkan oleh terjadinya pelepasan catecholamines seperti norepinephrine diserabut syaraf RAS (Potter & Perry, 2005). Sedangkan BSR berada di pons dan otak tengah yang merupakan bagian otak yang mengandung sel-sel khusus yang menghasilkan serotonin yang dapat menyebabkan seseorang tidur (Tarwoto & Wartonah, 2010).

Berbagai neurotransmitter juga terlibat dalam proses terjadinya tidur seperti norepinefrin, acetylcholine, serotonin, dopamin, dll yang berfungsi sebagai komunikasi antara saraf-saraf di RAS yang dilepaskan dari axon untuk mengikatkan dirinya dengan reseptor spesifik pada sel saraf lainnya (Taylor, Lilis & LeMone, 2001). Serotonin adalah neurotransmiter utama menurunkan aktifitas RAS sehingga menyebabkan tidur dan pada keadaan sadar, saraf-saraf dalam RAS melepaskan katekolamin seperti norepinefrin (Tarwoto & Wartonah, 2010).

Perangsangan pada beberapa daerah spesifik otak dapat menimbulkan keadaan tidur dengan sifat-sifat mendekati tidur alami. Daerah perangsangan yang paling mencolok adalah nucleus raphe yang terletak diseparuh bagian bawah pons dan medulla. Daerah ini merupakan lembaran tipis nuklei. Serat saraf dari nuklei ini menyebar secara luas diformasio retikularis dan juga keatas menuju talamus,


(23)

neokorteks, hipotalamus dan sebagian besar daerah sistem limbik. Selain itu serat-serat juga menyebar kebawah menuju medulla spinalis, berakhir diradiks posterior dimana serat-serat ini dapat menghambat sinyal-sinyal nyeri yang masuk. Juga telah diketahui bahwa ujung serat dari neuron raphe ini mensekresikan serotonin. Juga bila seekor binatang diberi obat menghambat serotonin, maka binatang tersebut seringkali tidak dapat tidur selama beberapa hari berikutnya. Oleh karena itu, dianggap bahwa serotonin merupakan bahan transmitter utama berkaitan dengan timbulnya keadaan tidur (Taylor, Lilis & LeMone, 2001).

2.1.3 Tahapan Tidur

Setiap malam seseorang mengalami dua tipe yang saling bergantian. Tahapan tidur normal ada dua yaitu, tahapan tidur Non Rapid Eye Movement (NREM) dan tahapan tidur Rapid Eye Movement (REM). Tahapan tidur ini memiliki karakteristik tertentu yang dianalisis dengan bantuan Elektroencefalograph (EEG) yang menerima dan merekam gelombang otak, Elektrooculogram (EOG) yang merekam pergerakan mata dan Elektromyograph (EMG) yang merekam tonus otot (Taylor, Lilis & LeMone, 2001).

2.1.3.1Tidur Non Rapid Eye Movement (NREM)

Tidur NREM juga disebut sebagai tidur gelombang lambat. Craven & Hirnle,(2000) menjelaskan bahwa karakteristik dari tidur NREM adalah 75% sampai 80% dari total waktu tidur orang dewasa normal yang ditandai dengan aktifitas mental tubuh yang minimum. Tidur NREM ini terdiri dari 4 stadium tidur yang


(24)

memiliki karakteristik tertentu. Pada setiap stadium dari tidur NREM akan mengalami beberapa perubahan seiring dengan bertambahnya usia dimana terdapat peningkatan kuantitas dari stadium satu dan dua serta penurunan kuantitas dari stadium tiga dan empat.

Stadium I

Merupakan stadium paling ringan yang artinya jika seseorang tidur, masih dapat dibangunkan dengan mudah (Tarwoto & Wartonah, 2010). Karakteristik NREM tahap I menurut Potter & Perry (2005), yaitu merupakan tahap yang paling awal dari tidur, tahapan ini berakhir dalam beberapa menit, terjadi penurunan fisiologis dimulai dari penurunan secara bertahap tanda-tanda vital dan metabolisme, seseorang dengan mudah terbangun oleh stimulus sensori seperti suara dan ketika terbangun seseorang merasa seperti telah melamun. Juga ditandai dengan aktifitas EEG frekuensi tinggi amplitudo rendah (Ganong, 2002).

Stadium II

Pada fase ini seseorang lebih rileks tetapi masih dapat dibangunkan dengan memanggil namanya dan merupakan periode tidur bersuara (Potter & Perry, 2005). Pada tahap ini terjadi kumparan tidur (Sleep Spindle), dan terjadi letupan-letupan gelombang mirip alfa (Ganong, 2002). Karakteristiknya adalah bola mata berhenti bergerak, tonus otot masih berkurang, tidur lebih dalam dari fase pertama, fase ini berlangsung 50-55% dari total waktu tidur (Taylor, Lilis & LeMone, 2001).


(25)

Kemajuan relaksasi, untuk terbangun relatif mudah dan tahapan berakhir 10-20 menit (Potter & Perry, 2005).

Stadium III

Fase tidur ini lebih dalam dari fase sebelumnya. Karakteristiknya adalah tanda-tanda vital menurun tetapi tetap teratur, otot-otot dalam keadaan santai penuh, seseorang akan sulit dibangunkan dan jarang bergerak, serta peningkatan fungsi penyimpanan energi (Potter & Perry, 2005). Fase ini berlangsung 10% dari total waktu tidur atau selama 15-30 menit (Craven & Hirnle, 2000).

Stadium IV

Fase ini merupakan tidur yang lambat dan dalam dengan karakteristiknya adalah sangat sulit untuk dibangunkan, pernafasan dan nadi menurun, tekanan darah menurun, suhu menurun dan metabolisme lambat dan otot-otot relaksasi (Potter & Perry, 2005).

2.1.3.2Tidur Rapid Eye Movement (REM)

Tahap tidur REM sangat berbeda dari tidur NREM. Tidur REM adalah tahapan tidur yang paling aktif. Pola nafas dan denyut jantung tidak teratur dan tidak terjadi pembentukan keringat. Sepanjang tidur malam yang normal tidur REM berlangsung selama 5-30 menit dan biasanya muncul rata-rata setiap 90 menit, dimana tidur REM yang pertama terjadi dalam waktu 80-100 menit sesudah orang


(26)

tersebut tidur. Karakteristik tidur REM yaitu lebih sulit dibangunkan dibandingkan dengan tidur NREM, pada orang dewasa normal REM yaitu 20-25% dari tidur malamnya, jika individu terbangun pada tidur REM biasanya terjadi mimpi, tidur REM penting untuk keseimbangan mental, emosi, juga berperan dalam belajar, memori dan adaptasi (Tarwoto & Wartonah, 2010).

Skema 1. Tahapan Tidur (dikutip dari fundamental of nursing by Potter & Perry) (2005)

Mengantuk

Stadium 1 NREM Stadium 2 NREM Stadium 3 NREM

REM Stadium 4 NREM

Stadium 2 NREM Stadium 3 NREM

2.1.4 Fungsi Tidur

Fungsi tidur yang adekuat secara jelas tidak diketahui (Hidayat, 2006). Walaupun demikian kekurangan tidur dalam waktu yang lama dapat menyebabkan kematian. Manfaat tidur yaitu untuk menjaga keseimbangan mental, emosional, kesehatan, mengurangi stress pada paru, kardiovaskuler,endokrin, dan lain-lain.

Potter & Perry (2005) menyebutkan bahwa salah satu teori mengatakan tidur adalah saat untuk memulihkan dan mempersiapkan energi untuk periode berikutnya. Denyut nadi saat tidur juga menurun yang dapat memelihara jantung. Tidur dapat


(27)

memulihkan proses biologis, dimana selama tahapan NREM stadium 4 tubuh mengeluarkan hormon pertumbuhan yang memperbaiki sel-sel epitel penting seperti sel-sel otak. Tidur NREM berfungsi sebagai waktu untuk memulihkan fisik. Sintesa protein juga berlangsung selama tidur.

Tahapan tidur REM penting untuk pemulihan kognitif dengan meningkatnya kelancaran aliran darah cerebral, meningkatnya aktivitas cortisol, meningkatnya konsumsi oksigen yang membantu penyimpanan memori dan proses belajar (Potter & Perry, 2005). Tidur REM berfungsi sebagai waktu untuk memulihkan mental dan emosional.

2.2 Konsep Kualitas Tidur 2.2.1 Pengkajian Kualitas Tidur

Kualitas tidur adalah suatu keadaan yang dapat dilihat dari kemampuan individu dalam mempertahankan tidur dan mendapat kebutuhan tidur yang cukup dari tidur REM dan NREM, pada sebagian orang ditentukan oleh kuantitas tidur (Alcott,2007). Kualitas tidur dapat diketahui dengan melakukan pengkajian yang meliputi data subjektif dan objektif (Craven & Hirnle, 2000).

Data subjektif merupakan kriteria yang sangat penting untuk menentukan kualitas tidur seseorang melalui pernyataan subjektif mengenai kualitas tidur yang dialaminya. Pernyataan subjektif ini sangat bervariasi pada individu (Potter & Perry, 2005). Dalam pernyataan subjektif, individu biasanya melaporkan pengalaman tidur yang dialami berkaitan dengan total waktu tidur, lamanya waktu yang dibutuhkan


(28)

untuk tertidur, frekuensi seringnya terbangun pada malam hari dan waktu bangun dipagi hari (Craven & Hirnle,2000).

Data objektif dapat dilihat dari pemeriksaan fisik dan diagnostik (Tarwoto & Wartonah, 2010). Pemeriksaan fisik dapat diobservasi dari penampilan wajah seperti adanya lingkaran hitam disekitar mata, mata sayu dan konjungtiva merah. Dapat juga dilihat dari perilaku dan tingkat energi individu seperti perilaku iritabel, kelelahan, respon lambat, sering menguap, bingung, postur tubuh tidak stabil dan tangan tremor serta pusing dan mual. Dari pemeriksaan diagnostik dapat dilakukan dengan merekam proses tidur dengan alat-alat seperti EEG (electroencephalogram) untuk melihat aktivitas listrik otak, EMG (electromyogram) untuk pengukuran tonus otot dan EOG (electrooculogram) untuk melihat pergerakan mata (Potter & Perry, 2005).

Walaupun pengukuran kualitas tidur dengan perekaman proses tidur dengan EEG, EMG, EOG dalam hal ini data objektif memberikan hasil yang valid namun dengan pengukuran kualitas tidur menggunakan data subjektif sangat dibutuhkan dalam mengkaji kualitas tidur. Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Vitiello et al (2004) yang meneliti tentang korelasi antara hasil yang didapatkan beberapa partisipan yang diukur kualitas tidurnya secara subjektif dengan menggunakan Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) dan secara objektif dengan menggunakan polysomnography memiliki hubungan yang sangat signifikan meliputi variabel jumlah waktu tidur, waktu yang dihabiskan di tempat tidur, latensi tidur, dan efisiensi tidur. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Cohen (1997, dalam Bukit, 2003) juga


(29)

melaporkan korelasi antara pengukuran tidur dengan data objektif yang dilakukan oleh teman sekamar dan laporan pribadi mencapai angka 0,84 yang mengindikasikan bahwa korelasi yang sangat kuat.

Sehubungan dengan hal diatas pengukuran kualitas tidur dengan menggunakan alat-alat EEG, EOG, dan EMG merupakan pengukuran kualitas tidur yang standard, namun tidak memungkinkan untuk dilakukan pada penelitian ini karena alat yang tidak tersedia, sehingga pengukuran kualitas tidur dengan menggunakan data subjektif dengan menggunakan kuesioner PSQI dan data observasi dapat menjadi parameter kualitas tidur yang digunakan dalam penelitian ini.

2.2.2 Kualitas Tidur Anak Usia Sekolah

Lama tidur yang dibutuhkan seseorang tergantung pada tahap perkembangan atau usianya. Semakin tua usia seseorang, semakin sedikit pula lama tidur yang diperlukan atau dengan kata lain waktu yang diperlukan untuk tidur bagi anak-anak lebih banyak jika dibandingkan dengan orang dewasa. Pola tidur normal pada anak usia sekolah adalah 10 jam per hari. Kebiasaan tidur setiap orang adalah bervariasi tergantung pada kebiasaan yang dibawa semasa perkembangannya menjelang dewasa, aktivitas pekerjaan, usia, kondisi kesehatan dan lain sebagainya (Tarwoto & Wartonah, 2010).

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengkaji kualitas tidur anak usia sekolah adalah total waktu tidur anak, waktu yang dibutuhkan anak untuk dapat tidur,


(30)

jumlah atau frekuensi terjaga pada anak selama tidur, perasaan anak saat bangun tidur, persepsi anak tentang kedalaman tidur, dan persepsi anak tentang kepuasan tidur.

Kebutuhan tidur yang cukup ditentukan selain oleh faktor jumlah jam tidur (kuantitas), juga oleh faktor kedalaman tidur (kualitas tidur). Seseorang dapat tidur dengan waktu yang pendek, namun dengan kedalaman tidur yang cukup. Sehingga dengan demikian, pada saat bangun tidur, akan terasa segar kembali dan pola tidur yang demikian tidak akan mengganggu kesehatan. Kurang tidur yang sering terjadi dan berkepanjangan, dapat mengganggu kesehatan fisik dan mempengaruhi sistem syaraf, menyebabkan terjadinya perubahan suasana kejiwaan (psikis), kurang tanggap terhadap adanya rangsangan (lamban), dan kurang dapat berkonsentrasi (Ramadhan, 2008).

Ada beberapa tanda yang perlu diperhatikan pada anak yang kurang istirahat atau tidur, yaitu : mengungkapkan rasa lelah, lingkar hitam disekitar mata, tremor dan postur tubuh tidak stabil, konsentrasi menurun dan respon lambat, pusing dan mual, konjungtiva merah, menangis, rewel, cengeng, bingung, dan sering menguap (Ramadhan, 2008).

Faktor yang mempengaruhi kualitas maupun kuantitas tidur secara umum antara lain adanya penyakit serta rasa nyeri, keaadaan lingkungan yang tidak nyaman


(31)

dan tidak tenang, kelelahan, emosi tidak stabil, beberapa jenis obat-obatan dan penggunaan alkohol (Ramadhan, 2008).

2.3 Konsep Anak Usia Sekolah 2.3.1 Defenisi Anak Usia Sekolah

Anak usia sekolah adalah anak yang berumur 6 sampai 12 tahun yang masih duduk di sekolah dasar dari kelas 1 sampai kelas 6 dan perkembangan sesuai usianya( Wong, 2008).

Rentang kehidupan yang dimulai dari usia 6 sampai mendekati 12 tahun memiliki berbagai label, yang masing-masing menguraikan karakteristik penting dari periode tersebut. Periode usia pertengahan ini sering kali disebut usia sekolah atau masa sekolah (Wong, 2008).

2.3.2 Tugas Perkembangan Anak Usia Sekolah a) Perkembangan Biologis

Selama masa kanak-kanak pertengahan, pertumbuhan tinggi dan berat badan terjadi lebih lambat tetapi pasti jika dibandingkan dengan masa sebelumnya. Antara usia 6-12 tahun, anak-anak akan mengalami pertumbuhan sekitar 5 cm per tahun untuk mencapai tinggi badan 30-60 cm dan berat badannya akan bertambah hampir dua kali lipat, bertambah 2-3 kg per tahun. Tinggi rata-rata anak usia 6 tahun adalah sekitar 116 cm dan berat badannya sekitar 21 kg; tinggi rata-rata anak usia 12 tahun adalah sekitar 150 cm dan berat badannya mendekati 40 kg. Pada periode ini, anak


(32)

laki-laki cenderung sedikit lebih tinggi dan kadang-kadang sedikit lebih berat dari anak perempuan ( Wong, 2008).

b) Perkembangan Psikososial

Masa kanak-kanak pertengahan adalah periode perkembangan psikoseksual yang dideskripsikan oleh Freud sebagai periode laten, yaitu waktu tenang antara fase Odipus pada masa kanak-kanak awal dan erotisisme masa remaja. Selama waktu ini, anak-anak membina hubungan dengan teman sebaya sesama jenis setelah pengabdian pada tahun-tahun sebelumnya dan didahului ketertarikan pada lawan jenis yang menyertai pubertas ( Wong, 2008).

Menurut Erikson perkembangan psikososial ada 2 tahap yaitu tahap industri atau pencapaian dan tahap inferioritas atau perasaan kurang berharga. Dimana tahap industri, anak usia sekolah ingin mengembangkan keterampilan dan berpartisipasi dalam pekerjaan yang berarti dan berguna secara sosial. Dengan tumbuhnya rasa kemandirian, anak usia sekolah ingin terlibat dalam tugas yang dapat dilakukan sampai selesai. Sedangkan pada tahap inferioritas, anak usia sekolah tidak dipersiapkan untuk memikul tanggung jawab yang terkait dengan perkembangan rasa pencapaian, perasaan kurang berharga dapat timbul dari anak itu sendiri dan dari lingkungan sosial nya (Wong, 2008).


(33)

c) Perkembangan Kognitif

Tahap operasional konkret menurut J.Piaget adalah anak mampu menggunakan proses berpikir untuk mengalami peristiwa dan tindakan. Pemikiran egosentris yang kaku pada tahun-tahun prasekolah digantikan dengan proses pikiran yang memungkinkan anak melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain. Selama tahap ini anak mengembangkan pemahaman mengenai hubungan antara sesuatu hal dan ide. Anak mengalami kemajuan dari pembuat penilaian berdasarkan apa yang mereka lihat (pemikiran perseptual) sampai membuat penilaian berdasarkan alasan mereka (konseptual) ( Wong, 2008).

d) Perkembangan Moral

Menurut Kohlberg, pola pikir anak mulai berubah dari egosentrisme ke pola pikir logis, mereka juga bergerak melalui tahap perkembangan kesadaran diri dan standar moral. Anak mempelajari standar-standar untuk perilaku yang dapat diterima, bertindak sesuai dengan standar tersebut dan merasa bersalah jika melanggarnya. Anak usia sekolah mampu menilai suatu tindakan berdasarkan niat dibandingkan akibat yang dihasilkannya. Peraturan dan penilaian tidak lagi bersifat mutlak dan otoriter serta lebih banyak kebutuhan dan keinginan orang lain. Mereka mampu memahami dan menerima bagaimana memperlakukan orang lain dan seperti bagaimana yang anak inginkan ( Wong, 2008).


(34)

e) Perkembangan Spiritual

Perkembangan spiritual pada anak usia sekolah mempunyai batasan berfikir yang sangat konkret, tetapi pelajar yang baik dan memiliki kemauan besar untuk mengenal Tuhan. Mereka menggambarkan Tuhan adalah “sayang” dan “membantu” dan mereka sangat tertarik dengan adanya surga dan neraka. Dengan perkembangan kesadaran diri dan perhatian terhadap peraturan, anak takut masuk neraka karena kesalahan dalam perbuatannya. Anak usia sekolah ingin dan berharap dihukum apabila mereka melakukan kesalahan dan jika diberi pilihan anak lebih memilih hukuman yang sesuai dengan kejahatannya. Sering kali anak menggambarkan penyakit dan cedera adalah hukuman karena kelakuan yang buruk yang nyata maupun kelakuan buruk dalam pikiran anak. Konsep agama harus dijelaskan kepada anak dalam istilah yang konkret. Anak merasa nyaman dengan berdoa atau melakukan ritual agama lainnya, dan aktivitas ini merupakan bagian kegiatan sehari-hari anak. Hal ini dapat membantu anak dalam melakukan koping dalam menghadapi situasi yang mengancam ( Wong, 2008).

f) Perkembangan Sosial

Anak usia sekolah akan bersosialisasi dengan kelompok teman sebaya. Selain orang tua dan sekolah, kelompok teman sebaya memberi sejumlah hal yang penting kepada temannya yang lain. Anak usia sekolah memiliki budaya mereka sendiri, disertai rahasia, adat istiadat, dan kode etik yang meningkatkan rasa solidaritas


(35)

kelompok dan melepaskan diri dari kelompok orang dewasa. Identifikasi dengan teman sebaya memberi pengaruh kuat bagi anak dalam memperoleh kemandirian dari orang tua. Bantuan dan dukungan kelompok memberi anak rasa aman yang cukup untuk menghindari resiko penolakan dari orang tua yang disebabkan oleh setiap kemenangan kecil dalam perkembangan kemandirian (Wong, 2008).

2.4 Konsep Aromaterapi 2.4.1 Pengertian Aromaterapi

Aromaterapi berasal dari dua kata yaitu aroma dan terapi. Dimana aroma berarti bau harum atau bau-bauan dan terapi berarti pengobatan. Aromaterapi adalah salah satu cara pengobatan penyakit dengan menggunakan bau-bauan yang umumnya berasal dari tumbuh-tumbuhan serta berbau harum, gurih enak dan biasanya disebut dengan minyak atsiri (Agusta, 2000).

Aromaterapi adalah suatu terapi yang meliputi penggunaan minyak esensial yang berasal dari tanaman, yang dapat digunakan sebagai salah satu terapi alternatif dengan memanfaatkan uap minyak/minyak atsiri (esensial oil) dan melibatkan organ penciuman manusia.

2.4.2 Aromaterapi Lavender

Lavender oil yang umum digunakan dalam perawatan memiliki nama latin lavunda angustifolia. Minyak lavender ini berasal dari bunga lavender, wanginya segar sekaligus menenangkan. Minyak esensial ini sangat aman sehingga dapat


(36)

digunakan untuk mengobati luka. Kandungan zat aktif yang dimiliki lavender berkasiat sebagai penghilang rasa sakit, antiseptik, meregenerasi sel kulit dan menenangkan sel saraf, mengatasi ketegangan otot, dan mengatasi gangguan pencernaan. Minyak lavender dapat digunakan sebagai campuran minyak pijat, diteteskan pada air mandi untuk berendam, inhalasi atau pewangi ruangan dan memberikan efek relaksasi. Lavender dikenal dengan sebutan bahasa latin lavandula officinalis L. Vera. Minyak lavender diperoleh dengan cara distilasi bunga. Komponen kimia utama yang dikandungnya adalah ester jenis linalil asetat, linalool, alkohol, oksida, keton dan aldehid (Agusta, 2000).

Minyak levender sangat bersifat serba guna, sangat cocok untuk merawat kulit terbakar, terkelupas, dan juga membantu kasus insomnia/sulit tidur. Aromanya berkasiat membangkitkan kesehatan, cinta, dan kedamaian (Agusta, 2000). Lavender juga bersifat analgesik; untuk nyeri kepala, nyeri otot, bersifat antibakterial, antifungal, antiinflamasi, antiseptik, dan penenang (Price, 1997). Sejauh ini tidak ada kontraindikasi yang diketahui dan tidak terdapat iritasi atau sensitisasi jika digunakan pada kulit dan juga tidak mengiritasi mukosa. lavender adalah aromaterapi yang sangat aman yang banyak digunakan untuk keperluan-keperluan rumah tangga dan wanginya yang banyak digemari (Price, 1997).

2.4.3 Sifat Teraupetik Aromaterapi

Bau yang segar, harum, merangsang sensori, reseptor dan akhirnya mempengaruhi organ yang lain. Berbeda dengan obat kimiawi sintetis, pemakaian minyak esensial tumbuhan sebagai bahan aromaterapi tidak dianggap benda asing


(37)

oleh tubuh, sehingga tidak memperberat kerja organ-organ tubuh minyak esensial masuk ke sirkulasi tubuh dan menuju organ sasaran untuk memberikan reaksi (Niken, 2007).

Aromaterapi yang dipakai bisa berupa pengharum ruangan, dupa (incense stick), cologne/parfum, minyak esensial yang dibakar bersama air diatas tungku kecil, atau bentuk-bentuk yang lainnya. Aromaterapi selalu dihubungkan dengan hal-hal menyenangkan agar membuat jiwa, tubuh dan pikiran merasa relaks dan bebas. Aromaterapi digunakan untuk relaksasi dan pengobatan.

Banyak alasan mengapa minyak esensial atau aromaterapi perlu diikutsertakan dalam proses penyembuhan penyakit, karena minyak esensialnya memiliki banyak sifat yang positif dan memberikan efek seperti yang diinginkan seperti antiseptik, antibiotik, analgetik, sedatif dan sebagainya, tetapi hanya sedikit yang memiliki kekurangan seperti yang bersifat mengiritasi kulit seperti daun kayu manis, daun cengkeh. Hal penting mengapa minyak esensial disukai adalah karena aromanya yang menyenangkan. Bahan ini banyak sekali digunakan dalam keperluan rumah tangga (contohnya lemon dan lavender) dan diterima dengan baik oleh karena jauh lebih menyenangkan dan aman bila dibandingkan dengan pemakaian karbol. Aromanya sendiri akan memberikan efek dan manfaat kepada orang yang menggunakannya (Price, 1997).


(38)

a. Antiseptik dan Antibiotik

Minyak esensial memiliki kerja dan efek yang multiple misalnya minyak esensial yang dipakai dalam pengobatan infeksi respiratorius, minyak ini bukan saja memberikan kasiat antiseptik, tetapi juga mukolitik, anti inflamasi dan seterusnya. Contoh lainnya adalah penggunaan minyak esensial dalam sistem pencernaan yang sekalipun bersifat antiseptik, kerja minyak esensial ini tidak mengganggu kerja flora usus serta fungsi sekresi saluran cerna sehingga berbeda dengan antibiotik yang tidak dikehendaki. Penggunaan minyak esensial merupakan cara yang pasti untuk menghindari fenomena timbulnya resistensi pada mikroba karena essence aromatic dapat membunuh secara selektif strain kuman yang resisten. Beberapa minyak esensial yang berkhasiat antiseptik dan antibiotik antara lain lavender, peppermint, cengkih, mawar, lemon dan lain sebagainya. Sifat antiseptik minyak esensial ini juga dapat digunakan sebagai sarana yang sangat menyenangkan dan efektif untuk desinfeksi udara dalam ruangan tertutup, sehingga ideal untuk digunakan dalam kamar klien, unit luka bakar, bagian resepsionis, ruang tunggu dan lain-lain (Price, 1997).

b. Analgesik

Banyak minyak esensial memiliki sifat analgesik hingga derajat tertentu dan mengapa terjadi demikian tampaknya tidak ada keterangan yang dapat menjelaskan, mengingat rasa nyeri itu sendiri merupakan masalah yang rumit. Namun diperkirakan


(39)

sifat analgetik ini terjadi akibat efek antiinflamasi, sirkulasi serta detoksifikasi dan juga sifat anastesi dari minyak esensial itu sendiri. Senyawa fenol yang terdapat pada minyak cengkeh sudah dikenal sebagai obat yang dapat menghilangkan pegal, nyeri otot, dan sakit gigi. Pada kulit, minyak yang kaya dengan senyawa terpene memiliki efek analgesik, khususnya obat yang mengandung paracymene (Price, 1997).

Beberapa minyak esensial memiliki sifat sedatif universal sebagai pereda nyeri, misalnya chamomile, canaga ordorata, citrus bergamia, cengkeh, lavender dan masih banyak jenis minyak esensial lain berkhasiat sebagai analgesik.

c. Pengatur Keseimbangan

Aromaterapi memiliki khasiat yang benar-benar dirasakan untuk mengatur keseimbangan. Minyak esensial merupakan campuran yang komplek dari berbagai konsistensi alami sebagian diantaranya bersifat stimulant sementara sebagian lainnya bersifat sedatif sehingga satu minyak esensial bias saja memperlihatkan efek stimulasi pada suatu keadaan lain. Efek ini dikenal sebagai efek adaptogenik. Salah satu contoh minyak esensial yang dapat digunakan sebagai pengatur keseimbangan tekanan darah yaitu kenanga atau canaga ordorata (Price, 1997).

d. Hormonal

Sebagian minyak esensial memiliki kecenderungan untuk menormalkan sekresi hormonal dan kerjanya ini diperkirakan terjadi secara langsung atau hipofise. Kerja yang mirip hormon ini dari ekstrak tanaman dilaporkan tidak memiliki efek


(40)

samping. Contoh dari minyak esensial yang bersifat hormonal yaitu pinus, geranium, rosemary yang dapat merangsang korteks kelenjar adrenal, ekstrak biji fanel memiliki efek estrogenic (Price, 1997).

e. Sedatif

Dimasa lampau, sifat-sifat sedatif pada minyak esensial hamper dianggap sebagai lelucon, namun saat ini beberapa jenis minyak esensial sudah diselidiki dan ternyata efektif sebagai sedatif. Jenis-jenis minyak esensial tersebut adalah lavender yang dapat menenangkan sistem saraf pusat karena kandungan citronella serta senyawa monoterpena lainnya.

Lavender dikenal sebagai minyak penenang dan kini banyak digunakan dalam bangsal rumah sakit untuk membantu pasien tidur, efek sedatif pada lavender diperkirakan terjadi sebagian karena adanya senyawa-senyawa coumarin dalam minyak tersebut sekalipun kandungannya rendah.

Selain memiliki banyak manfaat aromaterapi juga memiliki efek yang tidak diinginkan. Namun demikian, efek ini sangat jarang dan kebanyakan terjadi setelah pemberian yang overdosis. Selain itu efek samping yang terjadi biasanya sebagai akibat penyalahgunaan minyak esensial, misalnya menggunakan minyak esensial untuk menggugurkan kandungan ataupun anak-anak yang meminum minyak esensial ini langsung dari botolnya (Agusta, 2000).


(41)

Efek yang biasanya ditimbulkan yaitu iritasi pada kulit, iritasi pada membran mukosa, fototoksisitas, nefrotoksitas. Namun hal ini baru terjadi jika penggunaan aromaterapi yang tidak sesuai dengan ketentuan dan overdosis. Namun kebanyakan minyak esensial dilaporkan aman digunakan karena hanya sedikit yang dapat menyebabkan efek yang tidak diinginkan.

2.4.4 Cara Penggunaan Aromaterapi

Ada banyak cara yang dapat digunakan dalam pemakaian aromaterapi, baik pemakaian melalui interna maupun eksterna. Pemakaian melalui interna yaitu melalu oral dan pemakaian melalui eksterna yaitu dengan cara pijat, rendaman, kompres dan inhalasi (Agusta, 2000).

Inhalasi merupakan cara konservatif pada pemakaian minyak esensial dalam lingkungan asuhan kesehatan. Minyak esensial ini dapat diberikan dengan kertas tissue, kedua belah tangan, alat penguapan, pewangi ruangan dan lain-lain. Dan semua cara pemberian ini efektif dalam situasi yang tepat.

2.4.5 Cara Kerja Aromaterapi a. Absorbsi melalui kulit

Berdasarkan kelarutannya dalam lipid yang ditemukan dalam stratum korneum, minyak esensial dianggap mudah diserap. Penyerapan senyawa-senyawa ini berlangsung ketika senyawa ini melewati lapisan epidermis kulit dan masuk ke


(42)

dalam kompleks saluran limfe serta darah, kelenjar keringat, saraf, serta masuk ke dalam aliran darah dan menuju kesetiap sel tubuh untuk bereaksi (Agusta, 2000).

Ada banyak faktor yang menentukan kecepatan dan kuantitas setiap substansi dalam menembus kulit, namun secara umum kulit merupakan membran semipermeabel yang sedikit banyak mudah ditembus oleh substansi. Sifat-sifat fisikokimia molekul seperti berat molekul serta susunan spasial liposolubilitas, koefisien difusi dan disosiasi merupakan dasar terjadinya penetrasi kulit.

b. Pemberian melalui nasal

Akses lewat jalur nasal merupakan cara yang paling cepat dan efektif untuk pengobatan permasalahan emosional seperti susah tidur, stres, depresi dan juga beberapa tipe nyeri kepala. Hal ini karena hidung mempunyai hubungan langsung dengan otak yang bertanggung jawab dalam memicu respon efek aromaterapi untuk mencapai otak.

Jika minyak esensial dihirup, molekul-molekul atsiri dalam minyak tersebut akan terbawa oleh arus turbulen ke langit-langit hidung. Pada langit-langit hidung terdapat silia yang menjulur dari sel-sel reseptor kedalam saluran hidung. Kalau molekul minyak tertahan pada silia, suatu impuls akan ditransmisikan lewat bulbus olfaktorius dan traktus olfaktorius ke dalam sistem limbik. Proses ini akan memacu respon memori dan emosional yang lewat hipotalamus yang bekerja sebagai pemancar serta regulator menyebabkan pesan tersebut dikirim kebagian otak yang


(43)

lain dan bagian tubuh lainnya. Pesan yang diterima akan diubah menjadi kerja sehingga terjadi pelepasan zat-zat neurokimia yang bersifat eoforik, relaksan, sedatif, atau stimulan menurut keperluan tubuh. Kemudian serabut-serabut dari nervus olfaktorius membawa impuls kedalam bagian otak yang kecil tetapi signifikan yaitu lokus seruleus dan nucleus raphe. Noreadrenalin terkonsentrasi dalam lokus seruleus dan serotonin dalam nucleus raphe. Selanjutnya aroma sedatif seperti bau minyak lavender memberi efek stimulasi nucleus raphe yang kemudian akan melepaskan zat neurokimia serotonin. Serotonin merupakan neurotransmitter yang mengatur permulaan tidur (Somer & Elizabeth, 1999).

2.4.6 Penggunaan Aromaterapi Lavender untuk Meningkatkan Kualitas Tidur Menurut Potter & Perry (2005), fisiologi tidur dimulai dari irama sirkandian yang merupakan irama yang dialami individu yang terjadi selama 24 jam. Irama sirkandian mempengaruhi pola fungsi mayor biologik dan fungsi perilaku. Perubahan temperatur tubuh, denyut nadi, tekanan darah, sekresi hormon, ketajaman sensori dan suasana hati juga tergantung pada pemeliharaan siklus sirkandian. Irama sirkandian meliputi siklus rutin bangun tidur yang dapat dipengaruhi oleh cahaya, temperatur dan faktor eksternal seperti aktivitas sosial dan pekerjaan rutin.

Dari beberapa terapi dalam penanganan kualitas tidur pada anak tersebut salah satu diantaranya dapat dilakukan dengan pemberian aromaterapi lavender. Lavender merupakan minyak esensial yang dapat digunakan untuk mempengaruhi tidur. Tetesan campuran minyak esensial lavender akan membantu menghasilkan tidur bagi


(44)

pasien dengan kandungan minyak esensialnya yang merupakan zat penenang akan memudahkan terjadinya tidur.

Jika minyak esensial dihirup, molekul-molekul atsiri dalam minyak tersebut akan terbawa oleh arus turbulen kelangit-langit hidung. Pada langit-langit hidung terdapat bulu-bulu halus (silia) yang menjulur dari sel-sel reseptor kedalam saluran hidung. Bila molekul minyak terkunci pada bulu-bulu maka suatu impuls elektromagnetik akan ditransmisikan lewat bulbus olfaktorius dan traktus olfaktorius kedalam sistem limbik (amindala serta hipokampus). Proses ini akan memicu respon memori dan emosional yang lewat hipotalamus yang bekerja sebagai pemancar serta regulator menyebabkan pesan tersebut dikirim kebagian otak yang lain dan bagian tubuh lainnya. Pesan yang diterima akan diubah menjadi kerja sehingga terjadi pelepasan zat-zat neurokimia yang bersifat eoforik, relaksan, sedatif atau stimulan menurut keperluannya.

Noradrenalin terkonsentrasi dalam lokus seruleus dan serotonin dalam nucleus raphe. Selanjutnya aroma sedatif seperti bau minyak lavender memberi efek stimulasi nucleus raphe yang kemudian akan melepaskan zat neurokimia serotonin. Serotonin merupakan neurotransmitter yang mengatur permulaan tidur (Somer & Elizabeth, 1999).


(45)

2.5 Konsep Rawat Inap 2.5.1 Defenisi Rawat Inap

Rawat inap atau hospitalisasi merupakan keadaan krisis yang mengharuskan anak dirawat atau tinggal di rumah sakit untuk mendapatkan perawatan intensif, yang menyebabkan terjadi perubahan psikis pada anak. Keadaan ini terjadi karena anak berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru sehingga kondisi tersebut menjadi faktor penyebab buruknya kualitas tidur pada anak ( Wong, 2008).

Rawat inap merupakan pengalaman bagi individu karena faktor penyebab kualitas tidur yang buruk yang dialami dan menimbulkan perasaan yang tidak nyaman dan aman, seperti: lingkungan yang asing, berpisah dengan orang terdekat, kehilangan kebebasan dan kemandirian, pengalaman yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan dan perilaku petugas rumah sakit (Wong, 2008).

2.5.2 Dampak Rawat Inap

Perawatan di rumah sakit merupakan masalah besar dan menimbulkan ketakutan, kecemasan, bagi anak. Dampak rawat inap yang dialami anak akan menimbulkan stress dan rasa tidak nyaman. Efek dan jumlah stress tergantung pada persepsi anak terhadap diagnosa penyakit dan pengobatan (Supartini, 2004).

Anak-anak dapat bereaksi terhadap stress rawat inap sebelum mereka masuk, selama dirawat, dan setelah pemulangan mereka ke rumah. Anak akan cenderung lebih manja, akan meminta perhatian lebih dari orang tua. Stress yang umumnya


(46)

terjadi berhubungan dengan rawat inap adalah takut dengan lingkungan rumah sakit, kegiatan rumah sakit, tindakan perawat yang menyakitkan dan takut akan kematian. Konsep sakit yang dimiliki anak bahkan lebih penting dibandingkan usia dan kematangan intelektual dalam memperkirakan tingkat kecemasan sebelum dirawat. Reaksi rawat inap pada anak bersifat individual dan tergantung pada tahapan usia perkembangan anak. Emosional pada anak sering ditunjukkan dengan ekspresi menagis, marah dan berduka sebagai bentuk yang wajar dalam mengatasi stress akibat rawat inap ( Wong, 2008).

Anak sering menganggap sakit adalah hukuman untuk perilaku buruk, hal ini terjadi karena anak masih mempunyai keterbatasan koping. Anak juga mempunyai kesulitan dalam pemahaman mengapa mereka sakit, tidak bisa bermain dengan teman sebayanya, mengapa mereka terluka dan nyeri sehingga mereka harus ke rumah sakit dan harus mengalami rawat inap. Reaksi anak tentang hukuman yang diterimanya dapat bersifat tidak kooperatif, menyebabkan anak menjadi marah. Sehingga anak kehilangan kontrol sehubungan terganggunya fungsi motorik yang mengakibatkan berkurangnya percaya diri pada anak, sehingga tugas perkembangan yang sudah dicapai akan terhambat ( Wong, 2008).

2.5.3 Reaksi Anak Usia Sekolah Terhadap Sakit dan Rawat Inap

Anak usia sekolah membayangkan rawat inap di rumah sakit adalah perpisahan dengan orang tua, merasa tidak nyaman, aktivitas dan kemandiriannya


(47)

terbatas dan terhenti. Anak akan bertanya mengapa berada di rumah sakit, bingung, dan bermacam pertanyaan yang akan ditanya dikarenakan anak tidak mengetahui yang sedang terjadi ( Wong, 2008). Reaksi rawat inap pada anak bersifat individual dan sangat bergantung pada tahapan usia perkembangan anak. Pengalaman sebelumnya di rumah sakit, sistem pendukung yang tersedia dan kemampuan koping yang dimiliki anak ( Supartini, 2004).

Menurut Wong (2008) reaksi anak terhadap sakit dan rawat inap dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : perkembangan anak terhadap sakit berbeda-beda sesuai tingkat perkembangan anak. Berkaitan dengan umur anak, semakin muda anak maka akan semakin sukar baginya untuk menyesuaikan diri mereka tentang pengalaman di rumah sakit; Pengalaman rawat inap di rumah sakit sebelumnya, apabila anak pernah mengalami perawatan yang tidak menyenangkan saat di rawat inap, akan menyebabkan anak takut dan trauma, dan sebaliknya apabila saat dirawat inap anak mendapatkan perawatan yang baik dan menyenangkan maka anak akan lebih kooperatif pada perawat dan dokter; dukungan keluarga, anak akan mencari dukungan dari orang tua dan saudara kandungnya untuk melepaskan tekanan akibat penyakit yang dideritanya; dan perkembangan koping dalam menangani stresor pada anak baik dalam menerima keadaan bahwa anak harus dirawat inap, maka akan lebih kooperatif anak tersebut dalam menjalani perawatan di rumah sakit.

Stresor yang dihadapi anak usia sekolah yang dirawat inap adalah lingkungan yang baru dan asing, pengalaman yang menyakitkan dengan tindakan keperawatan,


(48)

terapi, berpisah dengan orang tua dalam arti sementara. Anak usia sekolah membayangkan dirawat inap merupakan hukuman, terpisah, merasa tidak nyaman dan keterbatasan aktivitas. Anak menjadi ingin tahu dan bingung, anak selalu bertanya kenapa orang itu, mengapa berada di rumah sakit, bermacam pertanyaan anak yang akan ditanyakan karena anak tidak mengetahui apa yang sedang terjadi (Schulte, 2001).


(49)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

3.1 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual adalah hubungan yang berkaitan antara satu konsep dengan konsep lainnya dengan masalah-masalah yang akan diteliti. Kerangka konsep ini berguna untuk menghubungkan dan menjelaskan secara panjang lebar tentang suatu topik yang dibahas (Setiadi, 2007).

Kerangka konseptual dalam penelitian ini menggambarkan aromaterapi lavender (variabel independen) mempengaruhi kualitas tidur ( variabel dependen) pada anak usia sekolah yang dirawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan.

Dari uraian tersebut, maka dapat digambarkan kerangka konsep penelitian sebagai berikut :

Anak usia sekolah yang dirawat inap di rumah sakit Variabel Independen Aromaterapi Lavender Kualitas tidur : • Baik • Buruk Variabel Dependen

Kualitas tidur : -Lama waktu tidur -Waktu yang dibutuhkan untuk tidur -Frekuensi terbangun -Perasaan saat bangun tidur


(50)

Keterangan :

: Diteliti

: Hubungan

Skema 3.1. Kerangka penelitian pengaruh pemberian aromaterapi lavender terhadap kualitas tidur anak usia sekolah yang dirawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan.

3.2 Defenisi Operasional

Tabel 3.2

Defenisi operasional variabel penelitian No Variabel

Penelitian

Defenisi Operasional

Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur 1 Variabel

Independen: Aromaterapi Lavender

Aromaterapi adalah suatu terapi yang meliputi

penggunaan minyak esensial lavender yang berasal dari tanaman, yang dapat digunakan sebagai salah satu terapi alternatif dengan memanfaatkan uap minyak dan melibatkan organ penciuman anak, digunakan untuk meningkatkan

kualitas tidur pada


(51)

anak dengan cara pemberian aroma lavender melalui penguapan yaitu minyak esensialnya diteteskan pada

kertas tisu, kemudian meminta anak menghirup aromanya sambil menarik nafas dalam yang dilakukan sebanyak

10 kali. Meletakkan tisu di atas

bantal anak selama

satu malam. Besoknya peneliti memberikan

kembali minyak lavender pada tisu yang baru dan menyuruh anak mengulangi

menghirup dan meletakkan kembali diatas bantal anak. Pagi harinya responden ditanya kembali kualitas tidurnya setelah dua kali pemberian sekaligus peneliti melakukan

observasi pada anak di ruang rawat inap RS Pirngadi Medan. 2 Variabel

Dependen: Kualitas Tidur

Kualitas tidur adalah laporan anak usia sekolah di ruang rawat inap

Instrumen berupa kuesioner dengan

Kualitas tidur buruk = 0-7


(52)

RSUD Dr. Pirngadi secara subjektif tentang keadaan tidur yang dialaminya, yang dinilai dengan menggunakan

kuesioner kualitas tidur yang meliputi: total jam waktu tidur anak perhari, lama waktu yang dibutuhkan anak untuk dapat tertidur, frekuensi terbangun

selama tidur, perasaan waktu bangun tidur, kedalaman tidur yang dipersepsikan anak, dan kepuasan tidur anak. Serta data observasi (objektif) yang dilakukan peneliti. jumlah 15 yang terdiri dari : Kuesioner kualitas tidur sebanyak 6 pertanyaan dan 9 data observasi.

Kualitas tidur baik = 8-15

3.3 Hipotesa Penelitian

Hipotesa dalam penelitian ini adalah hipotesa alternatif (Ha) yaitu ada pengaruh pemberian aromaterapi lavender terhadap kualitas tidur anak usia sekolah yang dirawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan.


(53)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian Quasi eksperimen dengan menggunakan pre post test design. Penelitian ini menggunakan satu kelompok penelitian dimana kelompok tersebut diobservasi sebelum dilakukan intervensi kemudian diobservasi lagi sesudah intervensi.

Rancangan ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Pre Test Perlakuan Post Test

01 X 02

Sumber : Notoatmodjo, 2010

Keterangan :

01 = Pengukuran kualitas tidur anak sebelum diberikan intervensi

aromaterapi lavender

02 = Pengukuran kualitas tidur anak setelah diberikan intervensi

aromaterapi lavender


(54)

4.2 Populasi dan Sampel 4.2.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah anak yang berusia 6-12 tahun yang dirawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan sebanyak 31 orang anak pada bulan April-Mei 2014 (Diperoleh dari buku rawatan ruang rawat inap Melati dan Mawar, 2014).

4.2.2 Sampel

Sampel merupakan bagian populasi yang terjangkau yang digunakan menjadi subjek penelitian. Pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu dari keseluruhan populasi karena populasi dalam penelitian ini ≤ 100. Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah accidental sampling. Dari 31 responden didapatkan 22 responden yang memenuhi kriteria penelitian sedangkan 9 responden tidak dimasukkan sebagai sampel karena tidak memenuhi kriteria penelitian yaitu karena lama rawat inap hanya 2 hari.

Kriteria inklusi dari penelitian ini adalah anak usia sekolah yaitu 6-12 tahun, bersedia menjadi responden, telah mengalami rawat inap minimal 3 hari, dapat berbahasa Indonesia dengan baik, tingkat kesadaran compos mentis, tidak menderita gangguan penciuman, dan orang tua setuju anaknya menjadi responden.

Kriteria eksklusi dari penelitian ini adalah anak dengan kebutuhan khusus (anak autism, anak dengan penyakit hidrosefalus, penurunan kesadaran, anak yang mengalami post-operasi, anak yang hiperaktif, anak yang berada di ruangan isolasi,


(55)

anak dengan penyakit kronis), dan anak yang mengkonsumsi obat-obatan jenis sedatif.

4.3 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April - Mei 2014 di ruang rawat inap Melati dan Mawar di RSUD Dr. Pirngadi Medan. Jumlah responden yang diperoleh peneliti di ruang rawat inap Melati perminggu rata-rata didapat 6 orang anak dan di ruang rawat inap Mawar rata-rata perminggu 2 orang. Dilakukan di rumah sakit ini karena merupakan rumah sakit tipe B rujukan wilayah Sumatera Utara yang merupakan rumah sakit pendidikan dan penelitian, lokasinya mudah dijangkau dan strategis, dan pengurusan surat izin penelitian yang mudah sehingga dapat memudahkan peneliti mengambil sampel sesuai dengan kriteria sampel yang sudah ditentukan peneliti.

4.4 Pertimbangan Etik

Etika dalam penelitian ini setelah sidang proposal selesai peneliti mengajukan permohonan etika penelitian dari komite etika setempat yaitu dari Komite Etik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Peneliti kemudian mengajukan izin penelitian kepada Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Setelah surat izin diberikan, peneliti mengajukan permohonan penelitian ke Direktur RSUD Dr. Pirngadi Medan, kemudian Kepala Instalasi Rawat Inap dan kepala ruangan rawat inap. Sesudah diterima oleh pihak rumah sakit, peneliti menemui dan menjelaskan kepada keluarga dan calon responden tentang tujuan, manfaat penelitian dan proses


(56)

penelitian. Calon responden yang bersedia berpartisipasi melakukan penelitian maka harus mengisi lembar persetujuan (informed consent) dan yang tidak bersedia maka peneliti tidak memaksa dan tetap menghormati hak-hak tanpa ada tekanan fisik maupun psikologis (dalam hal ini orang tua responden sebagai aspek legalitas).

Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan nama lengkap tetapi mencantumkan inisial atau memberi kode pada masing-masing lembar kuesioner pengumpulan data. Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti dan hanya kelompok data tertentu saja yang disajikan sebagai hasil penelitian.

4.5 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian ini berisi data demografi, kuesioner kualitas tidur dan data observasi yaitu mengobservasi fisik anak apakah ada tanda dan gejala kurang tidur . Instrumen ini disusun berdasarkan tinjauan pustaka dan dikonsultasikan ke dosen pembimbing, serta telah dilakukan revisi oleh dosen pembimbing. Bagian yang direvisi adalah pertanyaan kuesioner kualitas tidur no 1-6 dan tambahan data observasi.

4.5.1 Kuesioner Data Demografi

Kuesioner data demografi disusun oleh peneliti yang terdiri dari usia, jenis kelamin, suku bangsa, agama, pengalaman dirawat, dan lama dirawat. Data demografi responden digunakan untuk menggambarkan karakteristik responden.


(57)

4.5.2 Kuesioner Kualitas Tidur pada Anak Usia Sekolah

Instrumen penelitian tentang kualitas tidur anak yang dirawat inap terdiri dari 6 pertanyaan dan 9 data observasi. Penilaian menggunakan lembar observasi kuesioner kualitas tidur dengan cara menetapkan bobot jawaban terhadap tiap-tiap pertanyaan. Apabila jawaban pertanyaan benar diberi skor 1 dan apabila jawaban dari pertanyaan salah diberi skor 0. Sedangkan penilaian lembar data observasi jika menjawab ada diberi skor 0 dan jika menjawab tidak ada diberi skor 1. Total skor diperoleh terendah 0 dan tertinggi 15. Perhitungan data hasil pengukuran dikategorikan berdasarkan rumus statistik menurut Sudjana(1992).

Panjang kelas =

= 7,5 = 8

Dengan demikian maka kualitas tidur anak usia sekolah dikategorikan sebagai berikut : kualitas tidur buruk = 0 – 7 dan kualitas tidur baik =8–15. Semakin tinggi skor maka semakin baik kualitas tidur anak yang dirawat inap.

4.6 Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas adalah suatu instrumen akan dikatakan valid bila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat. Uji yang digunakan peneliti untuk mengetahui validitas kuesioner kualitas tidur pada anak usia sekolah yang dirawat inap adalah dengan menggunakan tehnik content validity (>0,7) yang membuktikan instrumen lebih valid. Uji validitas ini dilakukan oleh staf dosen bagian keperawatan anak strata magister keperawatan USU yaitu Ibu Farida L. Siregar, S,Kep Ns, M.Kep. Dilakukan dengan cara


(58)

mengajukan kuesioner kualitas tidur anak yang dirawat inap kepada penguji validitas kemudian dikoreksi dengan hasil content validity index (CVI) 0,916 sehingga dapat disimpulkan bahwa kuesioner dalam penelitian ini sudah valid.

Reliabilitas menunjukkan pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data. Hal ini berarti menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dengan menggunakan alat ukur yang sama. Uji reliabilitas dilakukan pada 20 orang orangtua anak usia sekolah di Ruangan Rawat Inap RSUD Dr. Pirngadi Medan, dimana bukan sampel yang diteliti. Uji reliabilitas dilakukan pada bulan Maret 2014. Pada proses penelitian ini kuesioner kualitas tidur anak yang dirawat inap menggunakan komputerisasi dengan analisis Kuder Richardson-20 (KR-20) dimana koefisiennya harus > 0,7 agar dianggap reliabel maka kuesioner ini layak digunakan ( Polit & Hungler, 2004). Hasil uji reabilitas diperoleh 0,8325 sehingga dapat disimpulkan bahwa kuesioner dalam penelitian ini sudah reliabel.

4.7 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan di ruangan rawat inap Melati dan Mawar RSUD Dr. Pirngadi Medan selama bulan April 2014 sampai dengan Mei 2014. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah yaitu mengajukan permohonan ijin kepada bagian pendidikan Fakultas Keperawatan USU Medan. Setelah itu mengajukan permohonan ijin pelaksanaan penelitian kepada Direktur RSUD Dr. Pirngadi Medan, kepala instalasi rawat inap dan kepala ruangan.


(59)

Sesudah ijin penelitian diberikan, peneliti mendata anak yang dirawat inap yang memenuhi kriteria inklusi untuk dijadikan responden. Kemudian peneliti menjelaskan kepada keluarga dan calon responden tentang tujuan, manfaat penelitian dan proses penelitian yang akan dilakukan serta dampak yang mungkin terjadi selama dan setelah proses pengumpulan data.

Sesudah anak bersedia menjadi responden penelitian maka peneliti memberikan lembaran informed consent sebagai bentuk persetujuan kepada orang tua responden, dan meminta orang tua responden untuk memberikan tanda tangannya pada lembar persetujuan tersebut. Kemudian peneliti melakukan pengumpulan data (pre test) dengan melakukan wawancara tentang data responden dan melakukan observasi yaitu peneliti mengobservasi fisik anak terkait tanda dan gejala anak yang kurang tidur selama 15 menit.

Intervensi dilakukan sebanyak 2 kali dengan durasi pemberian selama 20 menit dengan prosedur, sebelumnya peneliti mempersiapkan alat dan bahan yaitu kertas tisu, pipet tetes dan minyak esensial lavender. Kemudian peneliti menyemprotkan aromaterapi lavender pada bantal, sprei, dan sekitar tempat tidur responden. Selanjutnya peneliti meneteskan minyak lavender sebanyak 5 tetes keatas kertas tisu dan meminta responden menghirup aromanya sambil menarik nafas dalam yang dilakukan sebanyak 10 kali. Kemudian meletakkan kertas tisu diatas bantal responden selama satu malam. Dan besoknya mengulangi kembali tindakan tersebut.


(60)

Setelah melakukan intervensi sebanyak 2 kali yaitu pada hari pertama dan kedua, pada hari ketiga dilakukan pengumpulan data kembali (post test) dengan tehnik wawancara dan observasi selama 15 menit. Instrumen yang digunakan sama dengan instrumen saat pre test. Pada saat penelitian jumlah responden yang diperoleh peneliti di ruang rawat inap perminggu rata-rata didapat 8 orang anak. Penelitian dilakukan di ruang melati yaitu ruang rawat umum, ruang terapi, dan ruang isolasi serta di ruangan mawar. Selama proses penelitian, peneliti tidak menemukan adanya responden yang mengundurkan diri dari penelitian.

4.8 Analisa Data

Setelah semua data terkumpul, maka peneliti melakukan analisa data dengan memeriksa kembali semua kuesioner satu per satu yaitu identitas serta data responden dan memastikan bahwa semua jawaban telah diisi sesuai dengan petunjuk.

Pengolahan data dilakukan melalui beberapa tahap yaitu : (1). tahap editing yang dilakukan untuk memeriksa ketepatan dan kelengkapan kuesioner yang diisi oleh responden; (2). tahap coding dengan mengoreksi ketepatan dan kelengkapan data responden kemudian diberi kode oleh peneliti secara manual sebelum diolah dengan menggunakan komputer; (3). tahap scoring dan entri data memberikan penilaian terhadap item-item yang perlu diberikan penilaian dan memasukkan data yang telah dikumpulkan; (4). tahap analisis memasukkan data yang telah diberi kode ke dalam tabel dan selanjutnya dianalisis.


(61)

4.8.1 Analisa Univariat

Analisa univariat yang digunakan adalah analisa statistik deskriptif untuk menyajikan karakteristik responden yaitu data demografi umur, jenis kelamin, suku bangsa, agama, pengalaman dirawat, dan lama dirawat disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase. Kuesioner kualitas tidur pada anak usia sekolah yang dirawat inap sebelum dan sesudah diberikan aromaterapi lavender dengan skala ordinal disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase

4.8.2 Analisa Bivariat

Analisa ini menggunakan uji statistik wilcoxon yang merupakan uji dua sampel berhubungan (variabel dependen dan independen), dimana terdapat tahap sebelum (pre test) dan sesudah (post test). Dalam penelitian ini skala yang digunakan adalah skala ordinal. Jika hasil uji menunjukkan nilai p=0,000<0,05 maka dapat disimpulkan ada pengaruh pemberian aromaterapi lavender terhadap kualitas tidur anak usia sekolah yang dirawat inap. Hasil disajikan dalam bentuk tabel.


(62)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini, peneliti menguraikan hasil penelitian dan pembahasan mengenai pengaruh aromaterapi lavender terhadap kualitas tidur anak usia sekolah yang dirawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan, dengan jumlah responden sebanyak 31 orang. 5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Analisa Univariat

Analisa univariat untuk mengetahui data demografi mengenai responden yang mendapat pemberian aromaterapi lavender yang sedang dirawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan.

Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan mulai dari April 2014 sampai Mei 2014 di ruang rawat inap RSUD Dr. Pirngadi Medan. Hasil penelitian ini menguraikan karakteristik demografi responden, kualitas tidur anak usia sekolah yang dirawat inap sebelum dan sesudah intervensi pemberian aromaterapi lavender.

a) Karekteristik demografi responden

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden berusia antara 6-8 tahun, yaitu sebanyak 13 (59,1%). Jenis kelamin mayoritas laki-laki yaitu sebanyak 15 (68,2%). Mayoritas responden bersuku Batak yaitu sebanyak 13 (59,1%). Mayoritas beragama Islam yaitu sebanyak 13 (59,1%). Mayoritas tidak pernah dirawat sebelumnya yaitu sebanyak 13 (59,1%). Mayoritas lama rawat inap di rumah sakit 3 hari yaitu sebanyak 15 responden (68,2%). Dapat dilihat pada tabel 5.1


(63)

Tabel 5.1

Distribusi responden berdasarkan data demografi anak usia sekolah di RSUD dr. Pirngadi Medan (n=22)

Karakteristik Frekuensi Persentase (%)

Usia Responden (Anak) : • 6-8 tahun

• 9-10 tahun • 11-12 tahun

13 2 7 59,1 9,1 31,8 Jenis Kelamin :

• Laki-laki • Perempuan 15 7 68,2 31,8 Suku : • Batak • Jawa • Melayu • Lain-lain 13 5 3 1 59,1 22,7 13,6 4,5 Agama : • Islam • Kristen 13 9 59,1 40,9 Pengalaman dirawat :

• Pernah • Tidak Pernah

9 13

40,9 59,1 Lama Rawat :

• 3 hari • 4 hari

• 5 hari 15 5 2 68,2 22,7 9,1 b) Kualitas tidur anak sebelum diberikan aromaterapi lavender


(64)

Berdasarkan hasil penelitian sebelum diberikan aromaterapi lavender diperoleh frekuensi kualitas tidur buruk sebanyak 21 orang (95,5%) dan kualitas tidur baik sebanyak 1 orang (4,5%). Dapat dilihat pada tabel 5.2

Tabel 5.2

Distribusi responden berdasarkan kualitas tidur anak usia sekolah yang dirawat inap sebelum diberikan aromaterapi lavender Di RSUD Dr. Pirngadi Medan 2014

Variabel Frekuensi Persentase

(%) Kualitas tidur buruk

Kualitas tidur baik

21 1

95,5 4,5

c) Kualitas tidur anak sesudah diberikan aromaterapi lavender

Berdasarkan hasil penelitian sesudah diberikan aromaterapi lavender diperoleh frekuensi kualitas tidur buruk sebanyak 2 orang (9,1%) dan kualitas tidur baik sebanyak 20 orang (90,9%). Dapat dilihat pada tabel 5.3

Tabel 5.3

Distribusi responden berdasarkan kualitas tidur anak usia sekolah yang dirawat inap sesudah diberikan aromaterapi lavender Di RSUD Dr. Pirngadi Medan 2014.

Variabel Frekuensi Persentase

(%) Kualitas tidur buruk

Kualitas tidur baik

2 20

9,1 90,9


(65)

5.1.2 Analisa Bivariat

Analisa bivariat digunakan untuk menguji pengaruh aromaterapi lavender terhadap kualitas tidur anak usia sekolah yang dirawat inap di RSUD dr. Pirngadi Medan. Dalam menganalisa data secara bivariat, pengujian data dilakukan dengan menggunakan uji statistik wilcoxon yaitu menguji pengaruh aromaterapi lavender terhadap kualitas tidur anak usia sekolah yang mengalami rawat inap.

a) Pengaruh aromaterapi lavender terhadap kualitas tidur anak usia sekolah yang di rawat inap di RSUD dr. Pirngadi Medan

Pengaruh aromaterapi lavender terhadap kualitas tidur anak usia sekolah yang dirawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan dianalisa dengan uji statistik wilcoxon dengan tingkat kepercayaan 95% (α= 0,05). Dari hasil analisa diperoleh negative ranks 11,00, positive ranks 220,00. Oleh karena jumlah rangking negatif lebih kecil dibandingkan rangking positif maka nilai T yang digunakan adalah rangking negatif (11,00). Berdasarkan hasil uji ini, didapatkan nilai p value adalah

0,000 dengan demikian p value < α (0,000<0,05) dan skor Z sebesar -4,146, maka hipotesa alternatif (Ha) diterima. Dari analisa tersebut dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara pemberian aromaterapi lavender terhadap kualitas tidur anak usia sekolah yang dirawat inap di RSUD dr. Pirngadi Medan. Dapat dilihat pada tabel 5.4.


(66)

Tabel 5.4

Pengaruh aromaterapi lavender terhadap kualitas tidur anak usia sekolah yang dirawat inap Di RSUD Dr. Pirngadi Medan bulan April sampai dengan Mei 2014 (n=22)

Variabel Positive

Ranks

Negative Ranks

T Z Nilai P

Kualitas tidur pre-test

Kualitas tidur post-test 220,00 11,00 11,00 -4,146 0.000

5.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden berusia 6-8 tahun sebanyak 13 orang (59,1%). Hal ini sesuai dengan pernyataan Wong (2008), yang menyatakan periode usia pertengahan disebut dengan usia sekolah atau masa sekolah dengan rentang usia 6-12. Periode ini dimulai dengan masuknya anak kelingkungan sekolah, yang memiliki dampak signifikan dalam perkembangan dan hubungan anak dengan orang lain. Dimana pada anak usia sekolah secara umum aktivitas fisik semakin tinggi, sehingga anak sangat rentan untuk terkena penyakit yang bisa mengganggu proses pertumbuhan dan perkembangannya. Apabila anak dalam kondisi sakit, maka orang tua akan segera membawanya ke pelayanan kesehatan dan seringkali anak harus dirawat inap untuk proses penyembuhannya.

Hasil penelitian berdasarkan jenis kelamin responden menunjukkan sebagian besar berjenis kelamin laki-laki sebanyak 15 orang (68,2%). Hal ini dikarenakan jumlah pasien anak usia sekolah yang menjalani rawat inap di ruang RSUD Pirngadi


(67)

lebih banyak yang berjenis kelamin laki-laki. Wong (2008) menyatakan anak perempuan pada umumnya lebih adaptif terhadap stresor dibandingkan dengan anak laki-laki sehingga anak laki-laki lebih banyak yang dirawat di rumah sakit dibandingkan dengan anak perempuan. Hurlock (2004) menyatakan jenis kelamin anak akan mempengaruhi aktivitas bermain anak. Anak laki-laki lebih banyak melakukan permainan yang menghabiskan energi dibandingkan anak perempuan, sehingga anak laki-laki lebih berisiko terkena penyakit atau cidera.

Hasil penelitian berdasarkan riwayat pernah dirawat inap di rumah sakit menunjukkan sebagian besar responden belum pernah dirawat di rumah sakit yaitu 13 orang (59,1%). Berdasarkan pernyataan Supartini (2004), menyatakan reaksi anak terhadap hospitalisasi berbeda-beda, sesuai dengan tahapan usia perkembangan anak, pengalaman sebelumnya terhadap sakit, sistem pendukung yang tersedia dan kemampuan koping yang dimilikinya dan tidak ada hubungan antara pengalaman pernah dirawat dengan kualitas tidur anak.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan sebagian besar lama rawat inap responden 3 hari yaitu sebanyak 15 orang (68,2%). Hal ini dikarenakan anak belum mengenal lingkungan dan prosedur pengobatan yang akan dijalani. Pada anak yang baru masuk ke rumah sakit. Pada awalnya sangat sulit berinteraksi dengan orang lain bahkan dengan orang asing. Respon yang muncul, anak cenderung menangis atau marah ketika didekati, bahkan tidak segan-segan ia merajuk pada orangtuanya. Atas bantuan dari orangtua pasien yang selalu ada disamping klien, semua hambatan dapat teratasi dengan baik. Sebagian anak yang telah 4-5 hari dirawat cenderung bisa


(68)

berinteraksi dengan baik, bahkan ia merespon ketika kita berinteraksi dengannya (Wong,2008).

a) Kualitas tidur responden sebelum dan sesudah diberikan aromaterapi lavender. Kualitas tidur merupakan suatu keadaan yang dapat dilihat dari kemampuan individu dalam mempertahankan tidur dan mendapat kebutuhan tidur yang cukup dari tidur REM dan NREM (Kozier & Erb, 1987). Kualitas tidur dapat diidentifikasikan dari beberapa parameter tidur dan dalam penelitian ini meliputi lama waktu tidur, waktu yang dibutuhkan untuk tidur, frekuensi terbangun, perasaan saat bangun, kedalaman tidur dan kepuasan tidur.

Berdasarkan hasil penelitian sebelum diberikan aromaterapi lavender diperoleh frekuensi kualitas tidur buruk 21 orang (95,5%) dan kualitas tidur baik 1 orang (4,5%). Hasil ini terkait juga dengan pengalaman dirawat pada anak. Anak yang baru pertama kali mengalami rawat inap akan mengalami banyak tantangan seperti perpisahan, penyesuaian dengan lingkungan yang asing baginya dan tenaga kesehatan yang menanganinya, pergaulan dengan anak-anak yang sakit serta pengalaman mengikuti terapi sehingga akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas tidur pada anak. Faktor lain yang juga mempengaruhi yaitu penyakit serta rasa nyeri, lingkungan yang tidak nyaman dan tenang, kelelahan, emosi yang tidak stabil, dan penggunaan obat-obatan. Sedangkan sesudah diberikan aromaterapi lavender diperoleh frekuensi kualitas tidur buruk 2 orang (9,1%), dan kualitas tidur baik 20 orang (90,9%). Hasil ini sesuai dengan pendapat Macdonald (1995) yang


(69)

menyebutkan bahwa dengan pemberian aromaterapi lavender dapat mempengaruhi tidur, dijelaskan bahwa beberapa tetes minyak esensial lavender dapat membantu menghasilkan tidur bagi klien. Aromaterapi lavender ini akan bekerja di otak dengan mekanisme terjadinya pelepasan zat-zat neurokimia yang bersifat eoforik, relaksan, sedatif atau stimulant sehingga menimbulkan efek tidur bagi klien.. Perangsangan pada daerah spesifik otak dapat menimbulkan keadaan tidur dengan sifat-sifat mendekati tidur alami. Serabut-serabut dari nervus olfaktorius membawa impuls kedalam bagian otak yang kecil tetapi signifikan yaitu lokus seruleus dan nucleus raphe. Noradrenalin terkonsentrasi dalam lokus seruleus dan serotonin dalam nucleus raphe. Selanjutnya aroma sedatif seperti bau minyak lavender memberi efek stimulasi nucleus raphe yang kemudian akan melepaskan zat neurokimia serotonin. Diketahui serotonin merupakan neurotransmitter yang mengatur permulaan tidur sehingga latensi tidur atau waktu yang dibutuhkan untuk dapat tertidur menjadi lebih cepat (Tarwoto & Wartonah, 2010).

b) Pengaruh pemberian aromaterapi lavender terhadap kualitas tidur anak usia sekolah yang di rawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan.

Aromaterapi lavender merupakan suatu terapi yang meliputi penggunaan minyak esensial yang berasal dari tanaman lavender (lavunda angustifolia), yang dapat digunakan sebagai salah satu terapi non farmakologi dengan memanfaatkan minyak esensial lavender dan melibatkan organ penciuman manusia. Minyak lavender dapat digunakan sebagai minyak pijat, diteteskan pada air mandi untuk


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Nenci Sihaloho

Tempat Tanggal Lahir : Tukka, 16 Desember 1991

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jln Dwiwarna Gang Bersama No. 7B Pasar VI

Padang Bulan, Medan

No. HP : 081397067036

Email

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. Juli 1998 - Juni 2004 : SD Negeri 173477 Tukka

2. Juli 2004 - Juni 2007 : SMP Negeri 1 Pakkat

3. Juli 2007 - Juni 2010 : SMA Swasta RK Santa Maria Pakkat