Pengantar Ekonomi Islam

(1)

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang masalah

Mungkin masih terngiang jelas dalam ingatan kita, beberapa waktu lalu, seorang pria lansia tewas dalam acara pembagian daging qurban yang berlokasi di masjid Istiqlal, Jakarta. Diduga kakek yang belakangan diketahui bernama Sukiyo (74 tahun) tersebut meninggal akibat terhimpit dan terinjak-injak oleh massa yang tidak sedikit jumlahnya1. Ternyata, peristiwa ini bukanlah yang pertama kali terjadi di negri ini,

negri yang mayoritas penduduknya beragama islam. Pada tahun 2008 yang lalu, di kab. Pasuruan, Jawa Timur, sedikitnya 21 orang meninggal dalam kegiatan

pembagian zakat2. Sungguh, kemiskinan yang meluas di negri ini telah meninggalkan

begitu banyak kepahitan. Ironisnya, di belahan Indonesia lain, kita dapat dengan mudah menemukan masyarakat kita yang sedemikian kaya dan bergelimang harta. Nilai makanan yang sekali mereka santap di restaurant mewah bias jadi senilai dengan penghasilan sebuah keluarga miskin dalam sebulan. Betapa hal ini merupakan kesenjangan social yang luar biasa.

Pada akhirnya, itu semua hanya menunjukkan bahwa ada sesuatu yang tidak beres dalam sistim distribusi pendapatan di negri ini. Mereka yang terlanjur mampu akan semakin giat dalam mengakumulasi sumber daya dan kekayaan dalam

genggamannya. Sebaliknya, mereka yang terlanjur tidak mampu akan semakin miskin dan tidak berdaya yang pada akhirnya timbullah berbagai permasalahan social, seperti angka kriminalitas tinggi, angka pengannguran meningkat, dan lain sebagainya.

Atas dasar inilah, sangat penting bagi setiap individu muslim untuk mengetahui bagaimanakah distrbusi pendapatan yang efektif untuk mengatasi permasalahan ketimpangan social yang berada di tengah-tengah kehidupan manusia ini.

B. Pembatasan Masalah

1 http://www.merdeka.com/peristiwa/ironis-pembagian-daging-kurban-makan-korban-di-istiqlal.html. 16/10/2013

2 http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/nasional/08/09/15/3018-21-korban-tewas-pembagian-zakat-di-pasuruan


(2)

Dikarenakan luasnya pembahasan tentang distribusi pendapatan menurut Islam, maka pembahasan dalam makalah ini dibatasi pada hal-hal berikut :

1. Definisi distribusi pendapatan.

2. Macam-macam distribusi pendapatan.

3. Distribusi pendapatan dalam pandangan Islam.

C. Perumusan Masalah

Untuk mencapai jawaban atas beberapa hal tersebut, maka dirumuskanlah pembahasan ini dalam beberapa pertanyaan berikut :

1. Apakah definisi distribusi pendapatan?

2. Apa sajakah macam-macam distribusi pendapatan?

3. Bagaimanakah distribusi pendapatan dalam pandangan islam?

D. Tujuan

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui beberapa hal sebagai berikut :

1. Definisi distribusi pendapatan

2. Macam-macam distribusi pendapatan

3. Distribusi pendapatan dalam pandangan Islam

E. Manfaat

Berdasarkan tujuan penilitian diatas, makalah ini diharapkan dapat mendatangkan kegunaan, baik itu kegunaan teoritis maupun kegunaan praktis.

1. Kegunaan teoritis

Diharapkan makalah ini dapat menjadi bahan acuan untuk penelitian sejenis dan usaha pengembangan yang lebih lanjut dimasa yang akan datang.

2. Kegunaan Praktis

a. Bagi penulis, makalah ini diharapkan memperdalam dan menambah wawasan penulis

b. Bagi masyarakat, makalah ini diharapkan menambah wawasan masyarakat, dalam hal distribusi pendapatan dalam pandangan Islam.

BAB II Pembahasan A. Definisi Distribusi Pendapatan


(3)

Istilah ini terdiri atas 2 kata, yaitu distribusi dan pendapatan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), distribusi bermakna pembagian, penyaluran, dan pengiriman, sedangkan pendapatan artinya adalah hasil kerja usaha, pencarian, dsb3.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa distribusi pendapatan adalah suatu usaha penyaluran dan pembagian hasil kerja usaha, niaga, ataupun jasa dengan berupa harta atau uang kepada setiap anggota masyarakat.

Muhammad Anas Zarqa, dalam makalahnya mengatakan bahwa distribusi memiliki 4 makna utama, yaitu : Pertukaran (exchange), sumbangan sukarela (voluntary contribution), dan Kepemilikan social (social authority). “Distribusi pendapatan dapat diartikan sebagai sumbangan sukarela menurut prinsip-prinsip kebutuhan dan kewajiban-kewajiban moral tanpa menggunakan kekuatan kekuasaan atau kepemilikan.”4

Apabila dalam suatu wilayah terjadi ketimpangan kekayaan, itu artinya distribusi pendapatan di wilayah tersebut belum berjalan dengan efektif. Ketimpangan

kekayaan yang menciptakan jurang pemisah antara si kaya dan si miskin tersebut bisa jadi karena kesalahan sistim dalam distribusi pendapatan atau bsa jadi karena sistim yang ada belum diaplikasikan secara maksimal dalam kehidupan.

B. Macam-Macam Sistim Distribusi Pendapatan

Secara global, sistim distribusi pendapatan yang dijalankan dalam kehidupan social di dunia ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu sistim distribusi pendapatan kapitalis dan sistim distribusi pendapatan sosialis.

1. Sistim Distribusi Pendapatan Kapitalis

Kaum kapitalis menerapakan prinsip mencari keuntungan yang sebesar-besarnya dengan modal yang sekeci-kecilnya. Oleh karena itu, tidaklah aneh apabila

ketimpangan kekayaan terjadi. Meskipun demikian, ada beberapa kebijakan yang dilakukan untuk mengatasi permassalahan tersebut.

Dalam mengatasi masalah ketimpangan social yang terjadi pada masyarakat Amerika (Negara yang menganut paham kapitalis), ada beberapa kebijakan yang dapat diambil oleh pemerintah, diantaranya adalah :

3 Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia ,KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), Penerbit Balai Pustaka,Jakarta.

4 Iqbal, Munawar, Distributive Justice and Need Fullfilment in an Islamic Economy, International Institue of Islamic Economics, Islamabad, Pakistan, 1988.


(4)

a. Menerapkan Peraturan Upah Minimum

Peraturan ini mewajibkan para majikan atau perusahaan untuk membayar sejumlah upah minimum agar tidak seenaknya menentukan upah para

pekerjanya. Penerapan peraturan ini dinilai mengandung ketidak adilan oleh beberapa orang yang tidak setuju. Bagi para pekerja yang tingkat kecakapan dan penglamannya rendah, pemberlakuan upah minimum yang relative tinggi akan mendorong adanya tingkat upah melampaui tingakatan yang dapat

menyeimbangkan penawaran dan permintaan. Dengan demikian, peraturan ini akan memperbesar biaya tenaga kerja bagi pihak perusahaan dan pada gilirannya akan menurunkan permintaan tenaga kerja dari perusahaan-perusahaan tersebut. Pada akhirnya, pengangguran pun akan meningkat. Jadi, di satu sisi orang-orang berpengalaman rendah yang beruntung sudah sudah memiliki pekerjaan, di sisi lain rekan-rekan mereka yang belum mendapat pekerjaan justru akan dirugikan karena akan sangat sulit mendapat pekerjaan.

Sisi negative lain dari penerapan peraturan ini adalah bahwa pada

kenyataanya para pekerja yang menerima upah minimum itu umumnya adalah dari kalangan kelas menengah, sehungga pemberlakuan ketentuan itu tidak mengenai sasarannya, yaitu kalangan miskin.

b. Kesejahteraan

Banyak sekali kritik-kritik yang dilontarkan terhadap kebijakan ini, yaitu bahwa kebijakan kesejahteraan seperti ini akan mendorong orang-orang yang menjadi penerimanya untuk malas atau bahkan sengaja merekayasa kondisinya sedemikian rupa , seolah-olah ia sangat membutuhkan kebijakan tersebut. c. Pajak Pendapatan Negatif

Yaitu, suatu sistim pajak yang memungut pajak dari kalangan berpenghasilan tinggi dan member subsidi kepada rumah tangga yang berpenghasilan rendah. Pajak ini hanya dipungut dari orang yang memiliki pekerjaan. Oleh karena itu, kebijakan ini belum dikatakan efektif karena tidak dapat membantu orang-orang


(5)

miskin yang memang tidak memperoleh pekerjaan karena berbagai sebab, seperti sakit, penyandang cacat, dll.5

2. Sistim Distribusi Pendapatan Sosialis

Dalam ajaran komunis, Negara merupakan pemilik tunggal atas asset-aset dan kegiatan ekonomi, individu dilarang untuk mempunyai kepemilikan dan

kebebasan untuk bertransaksi. Masyarakat dalam paham sosialis setidaknya terbagi menjadi dua golongan, golongan pertama terdiri dari para kaaryawan dan pekerja, yaitu orang-orang yang berpenghasilan rendah, golongan kedua terdiri dari kaum bangsawan, ilmuwan, hakim, dan yang lainnya yang berpenghasilan tinggi.6

Sosialisme adalah paham yang berteriak lantang tentang keadilan, namun pada hakikatnya sosialisme hanya sedikit mengurangi ketidakmerataan. Para buruh tetap saja menjadi buruh yang tidak memiliki hak milik. Mereka tidaklah bekerja untuk perusahaan milik inddividu, akan tetapi mereka malahan menjadi pekerja Negara monopolis yang memiliki kekuasaan tidak terbatas.7

Distribusi pendapatan dalam pandangan sosialis diserahkan sepenuhnya kepada Negara, sebagai satu-satunya pemilik tunggal. Dengan demikian, sistim ini bukan saja tidak menyelesaikan masalah, akan tetapi menjadi sebuah masalah baru, dimana para petani tidak sekedar kehilangan hak kepemilikan atas

tanahnya, mereka juga harus menerima harga yang rendah untuk produk-produk mereka.8

C. Distribusi Pendapatan dalam Pandangan Islam

Apabila kita memperhatikan dengan cermat, sangat jelas kita temukan banyak sekali kekurangan yang ada pada sistim distribusi pendapatan kapitalis dan

5 Mankiw, N. Gregory, Pengantar Ekonomi, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2001, hal. 69-73.

6 Al-Misri, Abdul Sami`, Pilar-Pilar Ekonomi Islam, Penerbit Pustaka Pelajar. Yogyakarta, 2006. Hal.223

7 Al-Qordhowy, Yusuf, Norma dan Etika Ekonomi Islam, Penerbit Gema Insani Press, Jakarta, 2006. Hal. 202

8 Chapra, Umar Muhammad, Islam dan Tantangan Ekonomi, Penerbit Risalah Gusti, Surabaya, 1996. Hal. 98


(6)

sosialis dalam mengatasi masalah ketimpangan kekayaan masyarakat. Hal ini tidaklah aneh, karena begitulah sistim yang diciptakan oleh manusia.

Islam, bukanlah hanya sekedar agama yang mengatur masalah ritual semacam wudhu, sholat, haji, atau yang semacamnya yang berkaitan dengan muamalah ma`allah, lebih dari itu, Islam adalah sebuah agama yang mengatur seluruh urusan kehidupan manusia untuk kebaikan manusia itu sendiri.

1. Asas Distribusi Pendapatan dalam Islam

Dalam ranah ekonomi, Distribusi dalam Islam tertumpu diatas 2 asas, yaitu asas keadilan dan kebebasan.

a. Asas Kebebasan

Asas kebebasan dalam Islam adalah percaya pada Allah dan pada manusia. Allah adalah Tuhan sekalian alam, Pengatur dan Pemilik segala urusan. Hanya ditangan-Nyalah penciptaan, kematian, dan pengaturan rizqi. Islam menerapkan kebebasan karena ia menganjurkan kepada ummatnya untuk percaya kepada Allah dan mengakui eksistensi manusia di muka bumi ini. Agar manusia tetap eksis dalam menjalankan kewajibannya sebagai khalifah di bumi ini, maka ia diberikan kebebasan untuk memiliki harta, berlomba mendapatkannya, dan membelanjakannya.

b. Asas Keadilan

Kebebasan mutlak, sebagaimana dianut oleh paham kapitalis, bukanlah ajaran Islam. Karena kebebasan yang diajarkan Islam adalah kebebasan yang terikat dengan keadilan.9

2. Langkah-Langkah dalam Distribusi Pendapatan

Secara praktik, dalam melakukan distribusi pendapatan, Islam mengambil beberarapa langkah nyata. Yaitu langkah hukum dan langkah moral.

a. Langkah hukum

Beberapa hal yang termasuk langkah hukum dalam distribusi pendapatan dalam Islam adalah penerapan hukum waris, kewajiban zakat, larangan terhadap riba, larangan terhadap penyembunyaian harta, larangan boros dalam

membelanjakan, dan larangan berdagang dengan cara yang tidak sehat.10 9 Al-Qordhowy, Yusuf, op.cit., hal. 20

10 Rahman, Afzalur, Doktrin Ekonomi Islam Jilid 2, Penerbit Dana Bhakti Wakaf, Yogyakarta, 1995, hal. 98-123


(7)

Dengan adanya sistim pembagian harta warisan, maka kekayaan akan dapat berpindah kepemilikan sehingga bisa mencegah kemiskinan. Dengan

diwajibkannya zakat, orang fakir dan miskin akan mendapat bantuan dalam memenuhi kebetuhan sehari-harinya sehinnga dapat hidup dengan layak. Dalam berbagai bentuk pelarangan, diharapkan seorang yang memiliki harta lebih dapat menguasai hawa nafsunya untuk tidak memperkaya diri dengan cara yang curang sehingga dapat hidup berdampingan satu sama lain tanpa ada jurang pembatas diantara manusia.

Selain beberapa langkah diatas, terdapat sejumlah anjuran pada syariah islam yang berkaitan dengan usaha-usaha penyaluran kekayaan, diantaranya adalah:

1) Kharaj, atau pajak tanah yang diwajibkan pada pemilik tanah hasil rampasan perang.

2) Jizyah, atau iuran wajib atas seseorang yang berstatus dzimmi. 3) `Usyr, atau pajak yang dipungut dari tanah cocok tanam. 4) Kaffarat, atau tebusan atas kesalahan yang telah dilakukan. 5) `Adhiyah, atau penyembelihan hewan qurban di Idul adha.11

Keseluruhan harta tersebut dikumpulkan di baitul mal yang dikelola Negara dan kemudian didistribusikan kepada yang berhak menerimanya.

b. Langkah moral

Tanggung jawab moral, untuk mencapai keadilan ekonomi yang ideal sangatlah dianjurkan dalam Islam. Hal ini diaplikasikan dalam distribusi pendapatan dengan adanya anjuran sedekah12, Selain itu, ada beberapa macam

anjuran selain sedekah yang termuat dalam Al-qur`an, diantaranya adalah : 1) Qardh hasan, atau bentuk pemberian pinjaman bebas bunga pada

orang-orang yang membutuhkan.

2) Nudzur, atau perbuatan untuk menafkahkan kekayaan dalam jumlah tertentu demi mendapat ridho Allah jika tujuan yang diinginkan tercapai 3) Waqf, atau pemberian secara suka rela untuk maslahat masyarakat

umum.13

3. Sewa, Upah, dan Bunga dalam Distribusi Pendapatan Islam 11 Ahmad, Mustaq, Etika Bisnis dalam Islam, Penerbit Pustaka Kautsar, Jakarta, 2001, hal. 71

12 Rahman, Afzalur, op.cit. hal. 126 13 Ahmad, Mustaq, op.cit.. hal. 80-81


(8)

Ketiga hal primer ini sangatlah berkaitan dengan usaha pemerataan kekayaan melaui distribusi pendapatan. Islam juga mengatur ketiga hal tersebut.

a. Sewa

Meskipun tidak ada dalil yang menyebutkan tentang pembayaran sewa, dapatlah dirumuskan bahwa pembayaran sewa tidak termasuk sesuatu yang dilaarang dalam Islam, meskipun secara kasar ada persamaan antara pembayaran sewa dan bunga. Hal ini dikarenakan pembayaran sewa adalah dari tanah,

sedangkan bunga adalah modal. b. Upah

Buruh yang bekerja untuk seorang majikan atau sebuah pekerjaan, telah dijamin kesejahteraanya dalam Islam. Hal ini sebagaimana disabdakan nabi dalam haditsnya,”Upah seorang buruh mestilah dibayar kepadanya sebelum kering peluh dibadannya.” Hakikatnya, dalam vmasyarakat Islam, upah yang harus dibayarkan bukanlah sebuah keistimewaan, akan tetapi sebuah hak asasi yang dijamin oleh Negara.

c. Bunga

Larangan mengambil bunga dalam Islam adalah jelas, meskipun ada beberapa kalangan yang berbeda pendapat. Diantara mereka berpendapat bahwa bunga dan riba adalah dua hal yang berbeda. Namun, ijma` ulama menegaskan bahwa setiap bunga atau tambahan atas modal yang dipinjamkan adalah riba.14

14 Mannan, Muhammad Abdul, Ekonomi Islam : Teori dan Praktis, Penerbit A.S. Noordeen, Malaysia 1985. Hal. 198-206


(9)

BAB III Kesimpulan

Berdasarkan uraian diatas, kita dapat mengambil inti sari atas apa yang telah dirumuskan dalam perumusan masalah sebagai berikut :

1. distribusi pendapatan adalah suatu usaha penyaluran dan pembagian hasil kerja usaha, niaga, ataupun jasa dengan berupa harta atau uang kepada setiap anggota masyarakat.

2. Distribusi pendapatan terbagi menjadi dua macam, yaitu : Sistim distribusi pendapatan kapitalis dan sistim distribusi pendapatan komunis.

3. Islam berpandangan bahwa distribusi pendapatan tertumpu atas dua sendi, yaitu sendi keadilan dan sendi kebebasan. Selain itu untuk, untuk mengaplikasikan distribusi pendapatan, Islam mengambil dua langkah, diantaranya adalah langkah hukum dan langkah moral.

Daftar Pustaka

Ahmad, Mustaq, Etika Bisnis dalam Islam, Pustaka Al-kautsar, Jakarta, 2001. Al-Misri, Abdul Sami`, Pilar-Pilar Ekonomi Islam,Penerbit Pustaka Pelajar,

Yogyakarta, 2006

Al-Qordhowi, Yusuf, Norma dan Etika Ekonomi Islam, Penerbit Gema Insani Press, Jakarta, 1997.


(10)

Chapra, Muhammad Umar, Islam dan Tantangan Ekonomi, Penerbit Risalah Gusti, Surabaya, 1999.

Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), Balai Pustaka, Jakarta.

Iqbal, Munawar, Distributive Justice and Need Fullfilment in an Islamic Economy, International Institute of Islamic Economics, Islamabad, 1988.

Mankiw Gregory, Pengantar Ekonomi, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2001. Mannan, Muhammad Abdul, Ekonomi Islam : Teori dan Praktis, Penerbit A.S

Noordeen, Malaysia, 1994.

Rahman, Afzalur, Doktrin Ekonomi Islam Jilid 2, Penerbit Dana Bhakti Wakaf, Yogyakarta, 1995.

http://www.merdeka.com/peristiwa/ironis-pembagian-daging-kurban-makan-korban-di-istiqlal.html. 16/10/2013

http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/nasional/08/09/15/3018-21-korban-tewas-pembagian-zakat-di-pasuruan


(1)

miskin yang memang tidak memperoleh pekerjaan karena berbagai sebab, seperti sakit, penyandang cacat, dll.5

2. Sistim Distribusi Pendapatan Sosialis

Dalam ajaran komunis, Negara merupakan pemilik tunggal atas asset-aset dan kegiatan ekonomi, individu dilarang untuk mempunyai kepemilikan dan

kebebasan untuk bertransaksi. Masyarakat dalam paham sosialis setidaknya terbagi menjadi dua golongan, golongan pertama terdiri dari para kaaryawan dan pekerja, yaitu orang-orang yang berpenghasilan rendah, golongan kedua terdiri dari kaum bangsawan, ilmuwan, hakim, dan yang lainnya yang berpenghasilan tinggi.6

Sosialisme adalah paham yang berteriak lantang tentang keadilan, namun pada hakikatnya sosialisme hanya sedikit mengurangi ketidakmerataan. Para buruh tetap saja menjadi buruh yang tidak memiliki hak milik. Mereka tidaklah bekerja untuk perusahaan milik inddividu, akan tetapi mereka malahan menjadi pekerja Negara monopolis yang memiliki kekuasaan tidak terbatas.7

Distribusi pendapatan dalam pandangan sosialis diserahkan sepenuhnya kepada Negara, sebagai satu-satunya pemilik tunggal. Dengan demikian, sistim ini bukan saja tidak menyelesaikan masalah, akan tetapi menjadi sebuah masalah baru, dimana para petani tidak sekedar kehilangan hak kepemilikan atas

tanahnya, mereka juga harus menerima harga yang rendah untuk produk-produk mereka.8

C. Distribusi Pendapatan dalam Pandangan Islam

Apabila kita memperhatikan dengan cermat, sangat jelas kita temukan banyak sekali kekurangan yang ada pada sistim distribusi pendapatan kapitalis dan

5 Mankiw, N. Gregory, Pengantar Ekonomi, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2001, hal. 69-73.

6 Al-Misri, Abdul Sami`, Pilar-Pilar Ekonomi Islam, Penerbit Pustaka Pelajar. Yogyakarta, 2006. Hal.223

7 Al-Qordhowy, Yusuf, Norma dan Etika Ekonomi Islam, Penerbit Gema Insani Press, Jakarta, 2006. Hal. 202

8 Chapra, Umar Muhammad, Islam dan Tantangan Ekonomi, Penerbit Risalah Gusti, Surabaya, 1996. Hal. 98


(2)

sosialis dalam mengatasi masalah ketimpangan kekayaan masyarakat. Hal ini tidaklah aneh, karena begitulah sistim yang diciptakan oleh manusia.

Islam, bukanlah hanya sekedar agama yang mengatur masalah ritual semacam wudhu, sholat, haji, atau yang semacamnya yang berkaitan dengan muamalah ma`allah, lebih dari itu, Islam adalah sebuah agama yang mengatur seluruh urusan kehidupan manusia untuk kebaikan manusia itu sendiri.

1. Asas Distribusi Pendapatan dalam Islam

Dalam ranah ekonomi, Distribusi dalam Islam tertumpu diatas 2 asas, yaitu asas keadilan dan kebebasan.

a. Asas Kebebasan

Asas kebebasan dalam Islam adalah percaya pada Allah dan pada manusia. Allah adalah Tuhan sekalian alam, Pengatur dan Pemilik segala urusan. Hanya ditangan-Nyalah penciptaan, kematian, dan pengaturan rizqi. Islam menerapkan kebebasan karena ia menganjurkan kepada ummatnya untuk percaya kepada Allah dan mengakui eksistensi manusia di muka bumi ini. Agar manusia tetap eksis dalam menjalankan kewajibannya sebagai khalifah di bumi ini, maka ia diberikan kebebasan untuk memiliki harta, berlomba mendapatkannya, dan membelanjakannya.

b. Asas Keadilan

Kebebasan mutlak, sebagaimana dianut oleh paham kapitalis, bukanlah ajaran Islam. Karena kebebasan yang diajarkan Islam adalah kebebasan yang terikat dengan keadilan.9

2. Langkah-Langkah dalam Distribusi Pendapatan

Secara praktik, dalam melakukan distribusi pendapatan, Islam mengambil beberarapa langkah nyata. Yaitu langkah hukum dan langkah moral.

a. Langkah hukum

Beberapa hal yang termasuk langkah hukum dalam distribusi pendapatan dalam Islam adalah penerapan hukum waris, kewajiban zakat, larangan terhadap riba, larangan terhadap penyembunyaian harta, larangan boros dalam

membelanjakan, dan larangan berdagang dengan cara yang tidak sehat.10

9 Al-Qordhowy, Yusuf, op.cit., hal. 20

10 Rahman, Afzalur, Doktrin Ekonomi Islam Jilid 2, Penerbit Dana Bhakti Wakaf, Yogyakarta, 1995, hal. 98-123


(3)

Dengan adanya sistim pembagian harta warisan, maka kekayaan akan dapat berpindah kepemilikan sehingga bisa mencegah kemiskinan. Dengan

diwajibkannya zakat, orang fakir dan miskin akan mendapat bantuan dalam memenuhi kebetuhan sehari-harinya sehinnga dapat hidup dengan layak. Dalam berbagai bentuk pelarangan, diharapkan seorang yang memiliki harta lebih dapat menguasai hawa nafsunya untuk tidak memperkaya diri dengan cara yang curang sehingga dapat hidup berdampingan satu sama lain tanpa ada jurang pembatas diantara manusia.

Selain beberapa langkah diatas, terdapat sejumlah anjuran pada syariah islam yang berkaitan dengan usaha-usaha penyaluran kekayaan, diantaranya adalah:

1) Kharaj, atau pajak tanah yang diwajibkan pada pemilik tanah hasil rampasan perang.

2) Jizyah, atau iuran wajib atas seseorang yang berstatus dzimmi. 3) `Usyr, atau pajak yang dipungut dari tanah cocok tanam. 4) Kaffarat, atau tebusan atas kesalahan yang telah dilakukan. 5) `Adhiyah, atau penyembelihan hewan qurban di Idul adha.11

Keseluruhan harta tersebut dikumpulkan di baitul mal yang dikelola Negara dan kemudian didistribusikan kepada yang berhak menerimanya.

b. Langkah moral

Tanggung jawab moral, untuk mencapai keadilan ekonomi yang ideal sangatlah dianjurkan dalam Islam. Hal ini diaplikasikan dalam distribusi pendapatan dengan adanya anjuran sedekah12, Selain itu, ada beberapa macam

anjuran selain sedekah yang termuat dalam Al-qur`an, diantaranya adalah : 1) Qardh hasan, atau bentuk pemberian pinjaman bebas bunga pada

orang-orang yang membutuhkan.

2) Nudzur, atau perbuatan untuk menafkahkan kekayaan dalam jumlah tertentu demi mendapat ridho Allah jika tujuan yang diinginkan tercapai 3) Waqf, atau pemberian secara suka rela untuk maslahat masyarakat

umum.13

3. Sewa, Upah, dan Bunga dalam Distribusi Pendapatan Islam 11 Ahmad, Mustaq, Etika Bisnis dalam Islam, Penerbit Pustaka Kautsar, Jakarta, 2001, hal. 71

12 Rahman, Afzalur, op.cit. hal. 126 13 Ahmad, Mustaq, op.cit.. hal. 80-81


(4)

Ketiga hal primer ini sangatlah berkaitan dengan usaha pemerataan kekayaan melaui distribusi pendapatan. Islam juga mengatur ketiga hal tersebut.

a. Sewa

Meskipun tidak ada dalil yang menyebutkan tentang pembayaran sewa, dapatlah dirumuskan bahwa pembayaran sewa tidak termasuk sesuatu yang dilaarang dalam Islam, meskipun secara kasar ada persamaan antara pembayaran sewa dan bunga. Hal ini dikarenakan pembayaran sewa adalah dari tanah,

sedangkan bunga adalah modal. b. Upah

Buruh yang bekerja untuk seorang majikan atau sebuah pekerjaan, telah dijamin kesejahteraanya dalam Islam. Hal ini sebagaimana disabdakan nabi dalam haditsnya,”Upah seorang buruh mestilah dibayar kepadanya sebelum kering peluh dibadannya.” Hakikatnya, dalam vmasyarakat Islam, upah yang harus dibayarkan bukanlah sebuah keistimewaan, akan tetapi sebuah hak asasi yang dijamin oleh Negara.

c. Bunga

Larangan mengambil bunga dalam Islam adalah jelas, meskipun ada beberapa kalangan yang berbeda pendapat. Diantara mereka berpendapat bahwa bunga dan riba adalah dua hal yang berbeda. Namun, ijma` ulama menegaskan bahwa setiap bunga atau tambahan atas modal yang dipinjamkan adalah riba.14

14 Mannan, Muhammad Abdul, Ekonomi Islam : Teori dan Praktis, Penerbit A.S. Noordeen, Malaysia 1985. Hal. 198-206


(5)

BAB III Kesimpulan

Berdasarkan uraian diatas, kita dapat mengambil inti sari atas apa yang telah dirumuskan dalam perumusan masalah sebagai berikut :

1. distribusi pendapatan adalah suatu usaha penyaluran dan pembagian hasil kerja usaha, niaga, ataupun jasa dengan berupa harta atau uang kepada setiap anggota masyarakat.

2. Distribusi pendapatan terbagi menjadi dua macam, yaitu : Sistim distribusi pendapatan kapitalis dan sistim distribusi pendapatan komunis.

3. Islam berpandangan bahwa distribusi pendapatan tertumpu atas dua sendi, yaitu sendi keadilan dan sendi kebebasan. Selain itu untuk, untuk mengaplikasikan distribusi pendapatan, Islam mengambil dua langkah, diantaranya adalah langkah hukum dan langkah moral.

Daftar Pustaka

Ahmad, Mustaq, Etika Bisnis dalam Islam, Pustaka Al-kautsar, Jakarta, 2001. Al-Misri, Abdul Sami`, Pilar-Pilar Ekonomi Islam,Penerbit Pustaka Pelajar,

Yogyakarta, 2006

Al-Qordhowi, Yusuf, Norma dan Etika Ekonomi Islam, Penerbit Gema Insani Press, Jakarta, 1997.


(6)

Chapra, Muhammad Umar, Islam dan Tantangan Ekonomi, Penerbit Risalah Gusti, Surabaya, 1999.

Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), Balai Pustaka, Jakarta.

Iqbal, Munawar, Distributive Justice and Need Fullfilment in an Islamic Economy, International Institute of Islamic Economics, Islamabad, 1988.

Mankiw Gregory, Pengantar Ekonomi, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2001. Mannan, Muhammad Abdul, Ekonomi Islam : Teori dan Praktis, Penerbit A.S

Noordeen, Malaysia, 1994.

Rahman, Afzalur, Doktrin Ekonomi Islam Jilid 2, Penerbit Dana Bhakti Wakaf, Yogyakarta, 1995.

http://www.merdeka.com/peristiwa/ironis-pembagian-daging-kurban-makan-korban-di-istiqlal.html. 16/10/2013

http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/nasional/08/09/15/3018-21-korban-tewas-pembagian-zakat-di-pasuruan