EFEKTIVITAS MODEL DISCOVERY LEARNING DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBEDAKAN PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON-ELEKTROLIT

(1)

Maryati Putri Utami

ABSTRAK

EFEKTIVITAS MODEL DISCOVERY LEARNING DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBEDAKAN PADA MATERI LARUTAN

ELEKTROLIT DAN NON-ELEKTROLIT

Oleh

MARYATI PUTRI UTAMI

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan efektivitas model discovery learning dalam meningkatkan kemampuan membedakan pada materi larutan elektrolit dan non-elektrolit. Penelitian ini menggunakan dua kelas sebagai kelas kontrol dan eksperimen yang diperoleh dari lima kelas X di SMA Negeri 7 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2014/2015 dengan purposive sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah kelas X1 sebagai kelas eksperimen dan X4 sebagai kelas kontrol. Metode pada penelitian ini adalah kuasi eksperimen dengan non equivalent pretest-postest group design. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata n-Gain kemampuan membedakan pada kelas kontrol dan eksperimen berturut-turut 0,63 dan 0,78. discovery learning ditunjukkan dari perbedaan rata-rata n-Gain yang signifikan pada kelas kontrol dan eksperimen. Dengan demi-kian, disimpulkan bahwa model discovery learning efektif dalam meningkatkan kemampuan membedakan pada materi larutan elektrolit dan non-elektrolit menggunakan


(2)

Maryati Putri Utami Kata kunci: kemampuan membedakan, larutan elektrolit dan non- elektrolit,


(3)

EFEKTIVITAS MODEL DISCOVERY LEARNING DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBEDAKAN PADA MATERI LARUTAN

ELEKTROLIT DAN NON-ELEKTROLIT

Oleh

MARYATI PUTRI UTAMI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Kimia

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Bandar Lampung pada tanggal 14 Maret 1993, anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Suraji dan Ibu Suyatmi. Pendidikan formal diawali di SD Al-Azhar I Bandar Lampung tahun 1999 sampai 2005. Tahun 2005, pendidikan dilanjutkan di SMP Negeri 29 Bandar Lampung, selesai pada tahun 2008. Pendidikan dilanjutkan di SMA Negeri 5 Bandar Lampung tahun 2008 sampai 2011. Pada tahun 2011, diterima sebagai mahasiswa Pendidikan Kimia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Lampung. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai kegiatan kemahasis-waan di kampus, diantaranya sebagai Anggota Divisi Dana dan Usaha Himpunan Mahasiswa Pendidikan Eksakta (HIMASAKTA) periode 2012/2013, Sekretaris Bidang Kemuslimahan UKM-F Forum Pembinaan dan Pengkajian Islam (FPPI) periode 2013/2014, dan anggota Musyawarah Mahasiswa Jurusan (MMJ) PMIPA periode 2014/2015. Pada tahun 2014, mengikuti Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMP Negeri 1 Pesisir Selatan dan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Tanjung Jati, Kecamatan Pesisir Selatan, Kabupaten Pesisir Barat.


(8)

PERSEMBAHAN

Bismillahirrahmaanirrahiim . . .

Segala puji bagi Allah SWT yang telah mengiringi setiap kesulitan dengan kemudahan. Allah yang mengetahui bahwa keberhasilan tidak dapat diraih tanpa doa, keyakinan, dan kerja keras. Shalawat dan salam senantiasa disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW.

Karya ini saya persembahkan untuk yang mulia

Bapak dan Ibu, semoga Allah SWT memberikan ijin untuk berbakti

hingga akhir hayat.

Adik Perempuan, yang memotivasi agar saya mampu menjadi teman

dan cermin yang baik.

Kawan Seperjuangan, berbagi suka dan duka, mengajak dalam kebaikan,

dan bermanfaat untuk orang lain.

Almamater Universitas Lampung, tempat saya dididik, mengenal tarbiyah,


(9)

MOTO

Wallahu ma’as shoobiriin

(Dan Allah menyertai orang-orang yang sabar)

You will live in your greatest strengths, if you proritize on good feelings, good


(10)

SANWACANA

Alhamdulillaahirobbil„aalamiin, puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga skripsi dengan judul “Efektivitas Model Discovery Learning dalam Meningkatkan Kemampuan Membedakan pada Materi Larutan Elektrolit dan Non-Elektrolit” yang merupakan salah satu syarat untuk memper-oleh gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Lampung ini dapat diselesaikan. Bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak sangat membantu dalam menyele-saikan skripsi ini. Ucapan terima kasih disampaikan kepada :

1. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.Si. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung dan Bapak Dr. Caswita, M.Si. selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA.

2. Ibu Dr. Noor Fadiawati, M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Kimia, Pembimbing Akademik dan sebagai Pembimbing I atas kesediaan memberikan perhatian, pengertian, kesabaran , dan bimbingan dalam proses penyelesaian kuliah dan penyusunan skripsi.

3. Ibu Dr. Ratu Betta Rudibyani, M.Si. selaku pembimbing II, atas bimbingan, kesabaran, kritik, saran dan motivasi dalam proses penyusunan skripsi. 4. Ibu Dra. Ila Rosilawati, M. Si. selaku pembahas terima kasih atas atas


(11)

5. Bapak dan Ibu dosen di Program Studi Pendidikan Kimia dan seluruh staf di Jurusan Pendidikan MIPA FKIP Universitas Lampung.

6. Bapak Drs. Suharto, M.Pd selaku kepala sekolah dan Ibu Dra. Rosmelli sebagai guru mitra SMA Negeri 7 Bandar Lampung, atas izin dan waktu yang diberikan untuk melaksanakan penelitian.

7. Kedua orang tua saya, Bapak Suraji dan Ibu Suyatmi, yang selalu

mendoakan, mencurahkan kasih sayang dan perhatiannya padaku. Hanya Allah yang dapat membalas ketulusan bapak dan ibu. Serta adik perempuan saya, Dwi Anggun Apriyanti, atas doa dan dukungan luar biasa yang

diberikan selama ini.

8. Sahabat Himasakta, FPPI, Pendidikan Kimia FKIP Unila, teman tersayang (Dita, Elisabet, Desta, Musfiroh, Ima), tim skripsi (Yeni, Diantini), teman lingkaran kecil (Nyinang, Alvitri, Afi, Jumiyanti, Iin, Reni), keluarga KKN (Eni, Melrisda, Hilda, Siwi, Yuyun, Zakiyah, Agung, Aal, Yuda) terima kasih atas senyum, ceria, motivasi dan kepercayaan yang selalu kalian beri.

9. Teman seperjuangan angkatan 2011, kakak dan adik tingkat di Program Studi Pendidikan Kimia, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, dan skripsi ini ber-manfaat bagi kita semua. Aamiin.

Bandar Lampung, Juli 2015 Penulis,


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ... xv

DAFTAR GAMBAR ... ... xvi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektifitas Pembelajaran ... 8

B. Pembelajaran Konstruktivisme ... 9

C. Model Pembelajaran Discovery Learning ... 12

D. Taksonomi Bloom ... 16

E. Analisis Konsep Materi Larutan Elektrolitdan Non Elektrolit ... 18

F. Kerangka Pemikiran... 22

G. Anggapan Dasar ... 25


(13)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel Penelitian ... 26

B. Data Penelitian ... 27

C. Metode dan Desain Penelitian ... 27

D. Variabel Penelitian ... 27

E. Instrumen Penelitian dan Validitas Instrumen ... 28

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian... 28

G. Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ... 31

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 37

B. Analisis Data ... 40

C. Pengujian Hipotesis ... 42

D. Pembahasan... 46

E. Hambatan Penelitian ... 58

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 59

B. Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 1. Analisis SKL-KI-KD-Indikator ... 65

2. Silabus Kelas Eksperimen... 71

3. RPP Kelas Eksperimen ... 85

4. Lembar Kerja Siswa Kelas Eksperimen ... 98

5. Kisi-kisi Soal Pretes ... 120

6. Soal Pretes ... 125

7. Rubrikasi Soal Pretes ... 128

8. Kisi-kisi Soal Postes ... 135


(14)

10. Rubrikasi Soal Postes ... 145

11. Penilaian Psikomotor ... 151

12. Penilaian Sikap... 153

13. Rubrik Penilaian Sikap ... 173

14. Lembar Observasi Kinerja Guru ... 176

15. Data Pemeriksaan Jawaban Siswa ... 181

16. Data Pretes, Postes dan n-Gain ... 189

17. Perhitungan ... 194


(15)

xv DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Analisis konsep materi larutan elektrolit dan non elektrolit ... 20

2. Desain penelitian ... 27

3. Data nilai sikap siswa ... 37

4. Hasil uji normalitas nilai pretes siswa ... 42

5. Hasil uji homogenitas nilai pretes siswa ... 42

6. Hasil uji kesamaan dua rata-rata nilai prites siswa ... 43

7. Hasil uji normalitas n-Gain siswa ... 44

8. Hasil uji homogenitas n-Gain siswa ... 44


(16)

xvi DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Prosedur pelaksanaan penelitian ... 30

2. Rata-rata nilai pretes dan nilai postes kemampuan membedakan ... 37

3. Data nilai psikomotor pada kelas eksperimen. ... 39

4. Rata-rata n-Gain kemampuan membedakan. ... 41

5. Rata-rata nilai sikap siswa kelas kontrol dan kelas eksperimen ... 41


(17)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayan nomor 65 tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah, disebutkan bahwa pro-ses pembelajaran sepenuhnya diarahkan pada pengembangan ketiga ranah yakni: ranah kognitif, afektif, dan psikomotor secarah utuh/holistik, artinya pengem-bangan ranah yang satu tidak bisa dipisahkan dengan ranah lainnya. Dengan demikian, proses pembelajaran secara utuh melahirkan kualitas pribadi yang men-cerminkan keutuhan penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan (Tim Penyusun, 2013b).

Sesuai dengan tuntutan tersebut, ranah kognitif harus dimiliki siswa melalui aktivitas mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, hing-ga mencipta. Salah satu tantanhing-gan dalam dunia pendidikan adalah mampu

mengembangkan potensi peserta didik berpikir tingkat tinggi. Proses pemikiran yang tinggi dapat merangsang dan menantang siswa untuk belajar sesuai dengan potensi intelektual siswa (Munandar, 2012). Terkait hal tersebut, sudah menjadi tugas guru untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran yang baik di sekolah. Kimia merupakan salah satu ilmu sains. Pembelajaran kimia di sekolah sebaiknya melibatkan siswa secara aktif dalam proses memperoleh pengetahuan yang akan


(18)

2

dipelajarinya. Secara umum, pembelajaran kimia di sekolah masih belum meli-batkan keaktivan siswa. Akan tetapi, hasil observasi dan wawancara dengan guru mitra yang telah dilakukan di SMA Negeri 7 Bandar Lampung, menunjukkan bahwa pembelajaran kimia menggunakan kurikulum 2013 masih didominasi dengan kegiatan ceramah yang berpusat pada guru. Hal itu membuat siswa kurang terlatih dalam mengembangkan kemampuan berpikirnya. Guru jarang mengganti model pembelajaran yang digunakan sehingga membuat kemauan siswa berku-rang dalam hal belajar mandiri baik diskusi kelompok maupun tugas individu. Selama kegiatan pembelajaran berlangsung guru jarang menggunakan media pembelajaran yang berupa lembar kerja siswa (LKS). Siswa lebih sering mencatat apa yang guru bacakan atau tuliskan di papan tulis dan bergantung pada apa yang diberikan guru. Akibatnya, tidak sedikit siswa menjadi pasif dan tidak mandiri dalam mencari sumber informasi sehingga berdampak pada rendahnya kemam-puan berpikir tingkat tinggi dan nilai siswa. Mengingat kemamkemam-puan berpikir ting-kat tinggi diperlukan siswa untuk mengkaji berbagai masalah yang akan mereka hadapi dalam kehidupan sehari-hari.

Guru perlu menggunakan model pembelajaran kimia yang baik dalam menyam-paikan berbagai konsep yang diajarkan sehingga siswa dapat aktif mengikuti kegi-atan pembelajaran dan mampu memiliki sifat konstruktif di dalam proses pembel-ajaran (Cakir, 2008). Salah satu model pembelpembel-ajaran yang menghubungkan pem-belajaran kimia dengan kehidupan sehari-hari dan dapat melatih kemampuan ber-pikir tingkat tinggi adalah model pembelajaran discovery learning.


(19)

3

Hasil penelitian Azzahra (2014) terhadap siswa kelas XI IPA MA Negeri 1 Metro tahun 2013/ 2014 menunjukkan bahwa pembelajaran dengan model pembelajaran discovery learning efektif dalam meningkatkan keterampilan berpikir luwes siswa pada materi kesetimbangan kimia dan hasil penelitian dari Wati (2014) terhadap siswa kelas XI IPA MA Negeri 1 Metro menunjukkan bahwa pembelajaran dengan model Discovery Learning efektif dalam meningkatkan keterampilan elaborasi siswa pada materi kesetimbangan kimia.

Menurut Joolingen (1998), discovery learning merupakan suatu model pembela-jaran dimana siswa membangun pengetahuan mereka sendiri melalui suatu perco-baan dan menemukan suatu prinsip dari percoperco-baan tersebut. J. Richard menge-mukakan bahwa model discovery learning ialah model pembelajaran yang meli-batkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat, diskusi, mem-baca sendiri, mencoba sendiri, agar anak dapat belajar sendiri (Roestiyah, 2008). Tahap-tahap pembelajaran dalam model discovery learning adalah pemberian rangsangan, identifikasi masalah dan merumuskan hipotesis, pengumpulan data, pengolahan data, pembuktian, dan generalisasi (Priyatni, 2014).

Model discovery learning cocok digunakan untuk meningkatkan kemampuan tingkat tinggi siswa, salah satunya kemampuan menganalisis. Hal ini dikarenakan tahap-tahap model discovery learning mendorong siswa untuk mencari dan mene-mukan sesuatu secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat me-rumuskan sendiri penemuannya (Munandar, 2012). Kemampuan menganalisis adalah kemampuan menguraikan suatu permasalahan atau objek ke unsur-unsur-nya dan menentukan bagaimana keterkaitan antara unsur yang satu dengan unsur


(20)

4

yang lain. Kemampuan menganalisis di antaranya membedakan, mengorganisir, dan menemukan pesan tersirat. Kemampuan membedakan yang dimaksud adalah membedakan bagian-bagian yang menyusun suatu struktur berdasarkan relevansi, fungsi dan pentingnya sehingga dituntut untuk menentukan mana yang relevan dari suatu perbedaan terkait dengan struktur yang lebih besar (Anderson, 2001). Kemampuan siswa dalam membedakan dapat dilatihkan pada tahap kedua, ketiga dan keempat dalam discovery learning.

Berdasarkan kurikulum 2013, siswa harus menguasai Kompetensi Inti (KI) pada setiap jenjang pendidikannya dan KI ini dijabarkan dalam bentuk Kompetensi Dasar (KD). Beberapa KD yang harus dikuasai pada kelas X semester genap adalah KD 3.8, yaitu menganalisis sifat larutan elektrolit dan larutan non-elektrolit berdasarkan daya hantar listriknya serta KD 4.8, yaitu merancang, melakukan, dan menyimpulkan serta menyajikan hasil percobaan untuk mengetahui sifat larutan elektrolit dan larutan non-elektrolit (Tim Penyusun, 2013). Materi larutan elek-trolit dan non-elekelek-trolit dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari, contohnya penggunaan air aki pada kendaraan bermotor. Bahan yang tergolong larutan elektrolit maupun non-elektrolit juga banyak terdapat dalam kehidupan sehari-hari, misalnya air aki, air cuka dan larutan NaCl. Materi larutan elektrolit dan non-elektrolit adalah salah satu materi pembelajaran kimia yang sebagian

materinya bersifat visible (kasat mata) artinya dapat dibuktikan fakta konkretnya.

Pembelajaran materi larutan elektrolit dan non-elektrolit yang dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari dapat membantu siswa dalam menyelesaikan masalah dan dapat melatih siswa mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tingginya.


(21)

5

Pada tahap pertama discovery learning, siswa diberikan fenomena larutan elek-trolit dan non-elekelek-trolit yang erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari, siswa diajak untuk menganalisis sifat larutan elektrolit dan non-elektrolit, serta meran-cang dan melakukan percobaan. Pada proses menganalisis, khususnya kemam-puan untuk membedakan mana yang relevan dari suatu perbedaan terkait dengan struktur yang lebih besar, banyak pemikiran siswa yang muncul, seperti siswa dilatih untuk dapat menentukan variabel bebas, variabel terikat, dan variabel be-bas dalam merancang percobaan larutan elektrolit dan non-elektrolit berdasarkan kemampuan daya hantar listriknya.

Kemampuan membedakan dilatih ketika siswa diperlihatkan perbedaan nyala lampu dan gelembung gas pada beberapa larutan uji sehingga siswa dapat mengi-dentifikasi, menguraikan pemikiran atau gagasan yang relevan , serta menghu-bungkan pemikiran yang dihasilkan dengan topik masalahnya sehingga kemam-puan membedakan diharapkan tergali dan terlatih. Siswa mengamati gambar sub-mikroskopis dari larutan elektrolit dan non-elektrolit yang dicelupkan elektroda. Siswa mengidentifikasi dan menguraikan gagasan untuk menentukan penyebab larutan elektrolit dapat menghantarkan arus listrik. Lalu, siswa mengidentifikasi sub mikroskopis gambar ion NaCl dalam bentuk padatan, lelehan dan larutan dengan nyala lampu, menguraikan gagasan dan mampu menemukan hubungan dari pengamatan yang telah dilakukan. Dengan demikian, siswa akan terpacu dan terlatih dalam kemampuan menganalisis khususnya kemampuan membedakan.

Berdasarkan uraian di atas, dalam upaya meningkatkan kemampuan membedakan siswa khususnya pada materi pokok larutan elektrolit dan non-elektrolit perlu


(22)

6

menggunakan model discovery learning, maka dilakukan penelitian ini dengan judul : “Efektivitas model discovery learning dalam meningkatkan kemampuan membedakan pada materi larutan elektrolit dan non-elektrolit”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah efektivitas model discovery learning dalam meningkatkan kemampuan membedakan pada materi larutan elektrolit dan non-elektrolit pada siswa kelas X SMA Negeri 7 Bandar Lampung?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan efektivitas model discovery learning dalam mening-katkan kemampuan membedakan pada materi larutan elektrolit dan non-elektrolit. D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yaitu: 1. Bagi Siswa

Dengan diterapkannya model discovery learning dalam kegiatan belajar mengajar, maka akan memberi pengalaman baru bagi siswa dalam memecah-kan masalah kimia.


(23)

7

2. Bagi Guru

Pembelajaran menggunakan model discovery learning dapat menjadi salah sa-tu alternatif model pembelajaran yang inovatif dan kreatif bagi guru.

3. Bagi Sekolah

Penerapan model discovery learning dalam pembelajaran menjadi alternatif untuk meningkatkan mutu pembelajaran kimia di sekolah.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Untuk menghindari penafsiran yang berbeda-beda terhadap istilah yang diguna-kan, maka perlu dikembangkan beberapa istilah sebagai berikut:

1. Pembelajaran menggunakan model discovery learning dikatakan efektif meningkatkan kemampuan siswa dalam membedakan apabila secara statistik hasil tes kemampuan siswa dalam membedakan menunjukkan perbedaan nilai n-Gain yang signifikan antara kelas kontrol dan eksperimen. (Nuraeni dkk., 2010).

2. Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah model dis-covery learning. Adapun taha-tahap model ini menurut Priyatni (2014) adalah pemberian rangsangan, identifikasi masalah dan merumuskan hipotesis, pengumpulan data, pengolahan data, pembuktian, dan menarik kesimpulan/ generalisasi.

3. Kemampuan membedakan adalah membedakan bagian-bagian yang menyu-sun suatu struktur berdasarkan relevansi, fungsi dan pentingnya sehingga dituntut untuk menentukan mana yang relevan dari suatu perbedaan terkait dengan struktur yang lebih besar (Anderson, 2001).


(24)

8

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Efektivitas Pembelajaran

Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan ting-kat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Kriteria keefektivan menurut Wicaksono (2008) mengacu pada:

1. Ketuntasan belajar, pembelajaran, dapat dikatakan tuntas apabila

sekurang-kurangnya 75% dari jumlah siswa telah memperoleh nilai = 60 dalam peningkatan hasil belajar.

2. Model pembelajaran dikatakan efektif meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukkan perbedaan yang signifikan antara pemahaman awal dengan pemahaman setelah pembela-jaran.

3. Model pembelajaran dikatakan efektif jika dapat meningkatkan minat dan motivasi apabila setelah pembelajaran siswa menjadi lebih termotivasi untuk belajar lebih giat dan memperoleh hasil belajar yang lebih baik. Serta siswa belajar dalam keadaan yang menyenangkan.

Efektivitas merujuk pada kemampuan untuk memiliki tujuan yang tepat atau men-capai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas juga berhubungan dengan masalah bagaimana pencapaian tujuan atau hasil yang diperoleh, kegunaan atau manfaat dari hasil yang diperoleh, tingkat daya fungsi unsur atau komponen, serta masalah tingkat kepuasaan pengguna/client.

Eggen dan Kauchak dalam Warsita (2008), menyatakan bahwa suatu pembelaja-ran akan efektif bila siswa secara aktif dilibatkan dalam pengorganisasian dan penemuan informasi (pengetahuan). Hasil pembelajaran tidak saja meningkatkan


(25)

9

pengetahuan, melainkan meningkatkan keterampilan berpikir. Dengan demikian, dalam pembelajaran perlu diperhatikan aktivitas siswa selama mengikuti proses pembelajaran. Semakin siswa aktif, pembelajaran akan semakin efektif. Minat juga akan mempengaruhi proses belajar mengajar. Jika tidak berminat untuk mempelajari sesuatu maka tidak dapat diharapkan siswa akan belajar dengan baik dalam mempelajari hal tersebut. Jika siswa belajar sesuatu dengan minatnya, maka dapat diharapkan hasilnya akan lebih baik. Ada beberapa ciri pembelajaran efektif yang dirumuskan oleh Eggen & Kauchak dalam Warsita (2008) adalah:

1. Aktivitas-aktivitas siswa sepenuhnya didasarkan pada pengkajian. 2. Guru menggunakan teknik pembelajaran yang bervariasi sesuai dengan

tujuan dan gaya pembelajaran guru.

3. Guru menyediakan materi sebagai fokus berpikir dan berinteraksi dalam pelajaran.

4. Guru secara aktif terlibat dalam pemberian arahan dan tuntunan kepada siswa dalam menganalisis informasi.

5. Orientasi pembelajaran penguasaan isi pelajaran dan pengembangan keterampilan berpikir.

6. Siswa menjadi pengkaji yang aktif terhadap lingkungannya melalui mengobservasi, membandingkan, menemukan kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan serta membentuk konsep dan generalisasi berdasar-kan kesamaan-kesamaan yang ditemuberdasar-kan.

B. Pembelajaran Konstruktivisme

Belajar merupakan hal pokok dalam proses pendidikan. Pengertian belajar sudah banyak dikemukakan oleh para ahli psikologi, termasuk ahli psikologi pendidikan. Secara sederhana Anthony Robbins (Trianto, 2007) mendefinisikan belajar seba-gai proses menciptakan hubungan antara sesuatu (pengetahuan) yang sudah dipa-hami dan sesuatu (pengetahuan) yang baru. Dalam makna belajar, di sini bukan berangkat dari sesuatu yang benar-benar belum diketahui (nol), tetapi merupakan keterkaitan dari dua pengetahuan yang sudah ada dengan pengetahuan yang baru.


(26)

10

Konsep belajar menurut teori belajar konstruktivisme yaitu siswa mengkonstruksi pengetahuan baru secara aktif berdasarkan pengetahuan yang telah diperoleh se-belumnya. Konstruktivisme dalam proses pembelajaran didasari pada kenyataan bahwa siswa memiliki kemampuan untuk mengonstruksi kembali pengalaman atau pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa pembelajaran konstruktivisme adalah salah satu teknik pembelajaran yang melibatkan siswa untuk membangun sendiri secara aktif pengetahuannya dengan menggunakan pengetahuan yang telah ada dalam diri masing-masing. Dalam teori belajar konstruktivisme, guru hanya berperan sebagai fasilitator yang memotivasi siswa untuk memperoleh pengetahuan sendiri agar siswa dapat terlatih belajar se-cara aktif. Informasi yang telah diperoleh, selanjutnya akan dikonstruksi sendiri oleh siswa menjadi suatu pengalaman baru baginya (Husamah dan Yanur, 2013). Bruner (Dahar, 1989) menganggap bahwa belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar penemuan. Pengetahuan yang diperoleh melalui belajar penemuan bertahan lama dan mempunyai efek transfer yang lebih baik. Belajar penemuan meningkatkan penalaran dan kemampuan berpikir secara bebas dan melatih kete-rampilan-keterampilan kognitif untuk menemukan dan memecahkan masalah. Gabel (Husamah dan Yanur, 2013) menyatakan bahwa melalui kegiatan labora-torium terutama praktikum memberi kesempatan kepada siswa untuk mengem-bangkan keterampilan dan kemampuan berpikir siswa.

Menurut Piaget dalam Dahar (1989), dasar dari belajar adalah aktivitas yang terja-di apabila anak berinteraksi dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisiknya. Pertumbuhan anak merupakan suatu proses sosial. Anak tidak berinteraksi dengan


(27)

11

lingkungan fisiknya sebagai suatu individu terikat, tetapi sebagai bagian dari ke-lompok sosial. Akibatnya lingkungan sosialnya berada diantara anak dengan ling-kungan fisiknya. Interaksi anak dengan orang lain memainkan peranan penting dalam mengembangkan pandangannya terhadap alam. Melalui pertukaran ide-ide dengan orang lain, seorang anak yang tadinya memiliki pandangan subyektif ter-hadap sesuatu yang diamatinya akan berubah pandangannya menjadi obyektif. Aktivitas mental anak terorganisasi dalam suatu struktur kegiatan mental yang disebut skema atau pola tingkah laku.

Teori Vigotsky lebih menekankan pada aspek sosial dari pembelajaran. Vigotsky dalam Suparno (2006) mengungkapkan bahwa penemuan atau discovery dalam belajar lebih mudah diperoleh dalam konteks sosial budaya seseorang. Vigotsky memperhatikan adanya akibat dari interaksi sosial terlebih bahasa dan budaya dalam proses belajar anak. Vigotsky mengungkapkan bahwa belajar adalah pro-ses sosial kontruksi yang dihubungkan oleh bahasa dan interaksi sosial.

Pembelajaran secara konstruktivisme adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa. Guru hanya berperan sebagai penghubung yang membantu siswa mengo-lah pengetahuan baru, menyelesaikan suatu masamengo-lah dan guru berperan sebagai pembimbing pada proses pembelajaran, meskipun terkadang perlu waktu yang cukup dalam pembelajaran yang berpusat pada siswa ini. Arends (Wahyudin, 2012) mengungkapkan bahwa periode pem-belajaran yang standar sering tidak memberikan waktu yang cukup bagi siswa un-tuk terlibat secara mendalam dalam kegiatan-kegiatan di luar sekolah.


(28)

12

C. Model Pembelajaran Discovery Learning

Menurut Joolingen (1998), discovery learning merupakan suatu model pembela-jaran dimana siswa membangun pengetahuan mereka sendiri melalui suatu perco-baan dan menemukan suatu prinsip dari percoperco-baan tersebut. J. Richard menge-mukakan bahwa model discovery learning melibatkan siswa dalam kegiatan ber-tukar pendapat, diskusi, membaca sendiri, mencoba sendiri, agar siswa dapat bela-jar sendiri (Roestiyah, 2008).

Menurut Munandar (2012) bahwa mengajar dengan discovery selain berkaitan dengan penemuan juga bisa meningkatkan kemampuan berpikir kreatif. Model pembelajaran discovery merupakan kegiatan pembelajaran yang melibatkan seca-ra maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menemukan sesuatu (benda, manusia, atau peristiwa) secara sistematis, kritis, logis, analitis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Menurut Priyatni (2014) dalam mengaplikasikan model discovery learning di kelas, tahapan atau prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum adalah sebagai berikut:

1. Pemberian rangsangan/ Stimulasi

Pada tahap ini siswa memiliki kesempatan untuk terlibat secara aktif dengan melakukan kegiatan pengamatan data tentang fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan penalaran tertentu menggunakan panca indera.

Pertama-tama siswa dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan

kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Di samping itu, pendidik dapat memulai kegiatan pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada


(29)

13

persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan.

2. Identifikasi masalah dan merumuskan hipotesis

Pada tahap ini, siswa diberikan kesempatan untuk mengajukan pertanyaan-perta-nyaan atau permasalahan tentang apa yang telah mereka amati pada kegiatan penalaran dan merumuskan jawaban sementara. Melalui kegiatan bertanya ini dikembangkan rasa ingin tahu siswa dan keterbiasaan siswa untuk menemukan suatu masalah akan semakin terlatih. Guru pun harus memberikan kesempatan kepada siswa mengajukan gagasan-gagasan meskipun gagasan tersebut belum tepat (Roestiyah, 2008). Pertanyaan tersebut menjadi dasar untuk mencari infor-masi yang lebih lanjut dan beragam dari sumber yang ditentukan guru sampai yang ditentukan siswa, dari sumber yang tunggal sampai sumber yang beragam. Bahasa yang diperlukan untuk merumuskan hipotesis dapat diperoleh secara independen, dari guru, atau hasil dari interaksi sosial (Barlia, 2011).

3. Pengumpulan data

Tahapan ini salah satunya dilakukan agar siswa dapat menggali dan mengumpul-kan data atau informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara. Siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar tidaknya hipotesis, dengan demikian siswa diberi ke-sempatan untuk mengumpulkan berbagai informasi yang relevan, membaca li-teratur, mengamati objek, wawancara dengan narasumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya. Melalui kegiatan tersebut terkumpul sejumlah informasi yang menjadi dasar bagi kegiatan berikutnya yaitu pengolahan data.


(30)

14

4. Pengolahan data

Tahap ini merupakan kelanjutan dari kegiatan data collecting (pengumpulan data). Guru membimbing siswa menganalis data yang telah diperoleh pada tahap sebelumnya. Informasi yang diperoleh siswa melalui hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu. Dalam kegiatan ini, siswa melakukan pemrosesan data atau informasi untuk menemukan keterkaitan satu informasi dengan informasi lainnya, menemukan pola dari keterkaitan informasi dan bahkan mengambil berbagai kesimpulan dari pola yang ditemukan.

5. Pembuktian

Siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing. Tahap ini bertujuan agar tercapai proses belajar mengajar yang baik untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pema-haman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.

6. Generalisasi

Tahap akhir dari model discovery learning ini adalah generalisasi. Dalam tahap ini siswa diminta untuk menarik kesimpulan dari pengetahuan yang diperolehnya dan dapat dipertanggung jawabkan.

Tahap generalisasi adalah proses menarik sebuah simpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama. Berdasarkan hasil verifikasi, maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi.


(31)

15

Ada beberapa keuntungan model discovery learning yang dirumuskan oleh Sani (2014) adalah:

1. Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang bergantung dari bagaimana cara belajarnya.

2. Pengetahuan yang diperoleh dari metode ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer.

3. Manimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil

4. Metode ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengn kecepatannya sendiri.

5. Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan motivasinya sendiri.

6. Metode ini dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerjasama dengan yang lainnya.

7. Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan gurupun dapat bertindak sebbagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi.

8. Membantu siswa menghilangkan skeptisme (karagu-raguan) karena mengarah pada kebenaran yang pasti.

9. Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide baik.

10.Membantu dan mengubah ingatan dan transfer kapada situaasi proses balajar yang baru.

11.Mendorong siswa berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri.

12.Memberikan keputusan yang bersifat instrinsik; situasi proses belajar menjadi lebih terangsang.

13.Proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada pembentukan manusia seutuhnya.

14.Meningkatkan tingkat penghargaan kepada siswa.

15.Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar.

16.Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.

Ada beberapa kelemahan model discovery learning yang dirumuskan oleh Sani (2014) adalah:

1. Metode ini menimbulkan asumsi bahwa kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berpikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi.


(32)

16

2. Metode ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu siswa menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya.

3. Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar jika berhadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama.

4. Pengajaran discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian.

5. Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur gagasan yang dikemukakan oleh para siswa.

6. Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berpikir yang akan ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru. Adapun langkah-langkah operasional pada model discovery learning yaitu:

1. Menentukan tujuan pembelajaran.

2. Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar dan sebagainya).

3. Memilih materi pelajaran.

4. Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi).

5. Mengembnagkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa.

6. Mengatur topik-topik belajar dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai simbolik. 7. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.

D. Taksonomi Bloom

Benyamin S. Bloom (Sudijono,2001) berpendapat bahwa taksonomi (pengelom-pokkan) tujuan pendidikan itu harus mengacu pada tiga jenis domain (daerah binaan atau ranah) yang melekat pada diri siswa, yaitu: (1) ranah proses berpikir (cognitive domain), ranah nilai atau sikap (affective domain), dan ranah keteram-pilan (psychomotor domain). Selama ini taksonomi Bloom dikenal untuk menunjukkan tingkatan berpikir pada ranah kognitif. Menurut taksonomi Bloom terdapat enam tingkatan ranah kognitif yaitu pengenalan (C1), pemahaman (C2), aplikasi (C3), analisa (C4), sintesa (C5), dan evaluasi (C6).


(33)

17

Anderson dan teman-temannya (Anderson, 2001) melakukan revisi terhadap tingkatan berpikir Bloom dan diterbitkan pada buku yang berjudul “A

Taxonomy for Learning and Teaching and Assessing: A Revision of Bloom’s

Taxonomy of Educational Objectives”. Pada taksonomi Bloom yang direvisi

jumlah dan jenis proses kognitif tetap sama seperti dalam taksonomi yang lama, hanya kategori analisis dan evaluasi ditukar urutannya dan kategori sintesis kini dinamai mencipta (create). Seperti halnya taksonomi yang lama, taksonomi yang baru secara umum juga menunjukkan penjenjangan, dari proses kognitif yang sederhana ke proses kognitif yang lebih kompleks. Pen-jenjangan pada taksonomi yang baru lebih fleksibel sifatnya. Artinya, untuk dapat melakukan proses kognitif yang lebih tinggi tidak mutlak disyaratkan penguasaan proses kognitif yang lebih rendah. Menganalisis (Analyze, C4): menguraikan suatu permasalahan atau obyek ke unsur-unsurnya dan menentukan bagaimana saling keterkaitan antar unsur-unsur tersebut dan struktur besarnya. Ada tiga macam proses kognitif yang tercakup dalam menganalisis, membeda-kan (differentiating), mengorganisir (organizing), dan menemumembeda-kan pesan tersirat (attributting).

Differentiating involves distinguishing the parts of a whole structure in terms of their relevance or importance. Differentiating occurs when a student discriminates relevant from irrelevant information, or important from unimportant information, and then attends to the relevant or important information. Differentiating is different from the cognitive processes associated with Understand because it involves structural organization and, in particular, determining how the parts fit into the overall structure or whole. More specifically, Differentiating differs from comparing in using the larger context to determine what is relevant or important and what is not. Alternative terms for Differenteating are discriminating, selecting, distinguising, and focusing. (Anderson, 2001).


(34)

18

Kemampuan membedakan (differentiating): membedakan bagian-bagian yang menyusun suatu struktur berdasarkan relevansi, fungsi dan penting tidaknya. Oleh karena itu, membedakan (differentiating) berbeda dari membandingkan (comparing). Kemampuan membedakan menuntut adanya kemampuan untuk menentukan mana yang relevan/ esensial dari suatu perbedaan terkait dengan struktur yang lebih besar. Istilah lain untuk membedakan adalah memilih (select-ing), membedakan (distinguishing) dan memfokuskan (focusing).

E. Analisis Konsep Larutan Elektrolit dan Non-elektrolit

Penguasaan konsep yang baik akan membantu pemakaian konsep-konsep yang lebih kompleks. Penguasaan konsep merupakan dasar dari penguasaan prinsip-prinsip teori, artinya untuk dapat menguasai prinsip-prinsip dan teori harus dikuasai terle-bih dahulu konsep-konsep yang menyusun prinsip dan teori yang bersangkutan. Untuk mengetahui sejauh mana penguasaan konsep dan keberhasilan siswa, maka diperlukan tes yang akan dinyatakan dalam bentuk angka atau nilai tertentu. Penguasaan konsep juga merupakan suatu upaya pemahaman siswa untuk mema-hami hal-hal lain di luar pengetahuan sebelumnya. Jadi, siswa dituntut untuk menguasai materi-materi pelajaran selanjutnya.

Menurut Dahar (1989), konsep adalah suatu abstraksi yang memiliki suatu kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, hubungan-hubungan yang mempunyai atribut yang sama. Setiap konsep tidak berdiri sendiri melainkan ber-hubungan satu sama lain. Oleh karena itu, siswa dituntut tidak hanya menghafal konsep saja, tetapi hendaknya memperhatikan hubungan antara satu konsep dengan konsep yang lainnya.


(35)

19

Guru sebagai pengajar harus memiliki kemampuan untuk menciptakan kondisi yang kondusif agar siswa dapat menemukan dan memahami konsep yang diajar-kan. Hal ini sesuai dengan pendapat Toulmin dalam Suparno (2006) yang menya-takan bahwa bagian terpenting dari pemahaman siswa adalah perkembangan kon-sep secara evolutif. Dengan terciptanya kondisi yang kondusif, siswa dapat menguasai konsep yang disampaikan guru. Penguasaan konsep adalah kemam-puan siswa menguasai materi pelajaran yang diberikan. Analisis konsep materi larutan elektrolit dan non-elektrolit dapat dilihat pada Tabel 1.


(36)

8

Tabel1. Analisis Konsep Larutan Elektrolit dan Non-elektrolit

Label Konsep (1) Definisi Konsep (2) Jenis Konsep (3)

Atribut Posisi Konsep

Contoh (9) Non Contoh (10) Kritis (4) Variabel (5) Superordina t (6)

Koordinat

(7)

Subordinat (8) Larutan Campuran homogen dari

dua zat atau lebih, dimana salah satunya bertindak sebagai zat terlarut sedangkan yang lainnya sebagai zat pelarut dan mempunyai sifat dapat menghantarkan listrik (elektrolit) atau tidak dapat menghantarkan listrik (non-elektrolit). KonsepK onkrit Larutane lektrolit Larutan non- elektro-lit

 Jenis zat pelarut

 Jenis zat terlarut

Campuran Suspensi

Koloid Larutan elektrolit Larutan non-elektrolit Larutan asam basa Larutan garam Larutan penyangga  Larutang aram  Susu  Cam-puran air dan pasir Larutan elektrolit

Larutan yang dapat menghantarkan listrik, yang dapat bersifat elektrolit kuat dan elektrolit lemah. Konsep berdasark an prinsip Larutane lektro-lit kuat Larutane lektro-lit lemah

Jenis zat terlarut

 Larutan Larutan non-elektrolit Larutan elektrolit kuat Larutan elektrolit lemah  Larutan HCl  Larutan NaOH  Larutan H2SO4

 Larut-an urea  Larut-an Gula 20


(37)

9

Tabel 2.1 (lanjutan)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Larutan elektrolit kuat Larutan yang dapat terionisasi seluruhnya menjadi ion positif dan ion negatif sehingga dapat menghantarkan listrik dengan kuat Konsep berdasark an prinsip  Larutan elektrolit kuat Konsentrasi larutan

Kerapatan ion

 Larutan elektrolit

 Larutan elektrolitl emah

 Larutan NaCl

 Larutan HCl

 Alkohol

 Larutan gula

 Al(OH)3

 HCN Larutanele ktrolitlema h Larutan non- elektrolit Larutan yang terionisasisebagi an menjadi ion positif dan ion negatif sehingga daya hantar listriknya lemah. Larutan yang tidak dapat menghantarkan listrik. Konsep Berdasar kan prinsip Konsep berdasark an prinsip  Larutan elektrolitl emah  Larutan non-elektrolit Konsentrasi larutan

Kerapatan ion

 Larutan elektrolit  Larutan  Larutan elektrolit kuat  Larutan elektrolit  Larutan CH3COOH  Larutan

NH4OH

 Urea

 Larutan gula

 Alkohol

 Alkohol

 KOH

 H2SO4

(air aki) Larutan HNO3 Larutang aram 21


(38)

22

F. Kerangka Pemikiran

Tujuan pembelajaran kimia tidak sekedar mencapai pemahaman kimia tetapi juga diharapkan dapat mengembangkan atau meningkatkan kemampuan soft skill sis-wa, salah satunya meningkatkan kemampuan menganalisis siswa. Salah satu model pembelajaran yang efisien dalam meningkatkan kemampuan menganalisis siswa khusus-nya pada mata pelajaran kimia adalah discovery learning. Discovery learning mengkombinasikan dua cara pengajaran yaitu guru sebagai fasilitator juga aktif dalam membimbing siswa memperoleh pengetahuan dan menempatkan siswa bersikap aktif.

Materi larutan elektrolit dan larutan non-elektrolit adalah salah satu materi yang dipakai untuk mengaplikasikan model ini. Kompetensi dasar pengetahuan yang harus dikuasai siswa yaitu menganalisis sifat larutan elektrolit dan larutan non-elektrolit berdasarkan daya hantar listriknya. Sedangkan kompetensi keterampilan yang harus dikuasai untuk menguasai kompetensi dasar pengetahuan adalah merancang, melakukan, dan

menyimpulkan serta menyajikan hasil percobaan untuk mengetahui sifat larutan elektrolit dan larutan non-elektrolit.

Tahap awal model discovery learning adalah pemberian rangsangan (stimulasi). Pemberian rangsangan dengan cara siswa memahami suatu wacana pendahuluan atau mengamati suatu visualisasi gambar mikroskopis, animasi atau video yang relevan dengan menggunakan inderanya. Melalui pemberian stimulasi ini, siswa akan terlatih untuk mengidentifikasi wacana , permasalahan atau fenomena-fenomena larutan elek-trolit dan non-elekelek-trolit seperti wacana dari contoh larutan yang dapat menghantarkan arus listrik, visualisasi nyala lampu pada NaCl (larutan, lelehan, dan padatan),


(39)

23

visualisasi gambar submikroskopis senyawa ion dari larutan NaCl dan senyawa kovalen dari larutan HCl. Kemudian, siswa diarahkan untuk berpikir ke tahap analisis, salah satunya kemampuan membedakan dalam menentukan variabel bebas, variabel terikat, dan variabel kontrol dalam kegiatan merancang percobaan.

Tahap kedua adalah identifikasi masalah dan merumuskan hipotesis. Setelah diberikan permasalahan, siswa diminta untuk membuat pertanyaan tentang masalah apa saja yang mereka temukan melalui pengamatan yang telah dilakukan. Pada tahap ini siswa diminta untuk merumuskan hipotesis yang akan diuji kebenarannya.

Tahap ketiga adalah pengumpulan data (data collection). Pada tahap ini, siswa mengumpulkan data-data atau informasi tentang permasalahan atau fenomena yang relevan guna menguji benar tidaknya hipotesis. Proses pengumpulan infor-masi yang dilakukan dalam pembelajaran ini yaitu dengan mengidentifikasi gambar

submikroskopis, mengidentifikasi jenis ikatan yang terdapat pada larutan elektrolit, serta merancang percobaan daya hantar listrik larutan. Melalui kegiatan-kegiatan tersebut, siswa akan terpacu fokus terhadap suatu masalah, mampu menghasilkan dan menguraikan gagasan atau jawaban yang bervariasi. Dengan demikian, kemampuan membedakan (differentiating) siswa, yaitu fokus dalam menghasilkan gagasan, jawaban yang relevan dan bervariasi dari suatu permasalahan atau fenomena dapat berkembang pada tahap pengumpulan data tersebut.

Tahap keempat adalah pengolahan data (data processing). Pada tahap ini, data yang telah dikumpulkan kemudian diolah untuk menemukan informasi yang akan dijadikan pengetahuan baru untuk mendapatkan pembuktian secara logis. Pada tahap ini guru


(40)

24

membimbing siswa dalam mengolah data hasil pengumpulan yang telah dilakukan, siswa berdiskusi dalam kelompoknya untuk menjawab pertanya-an-pertanyaan yang terdapat pada LKS. Melalui diskusi ini, kemampuan menganalisis terutama pada kemampuan membedakan (differentiating) terlatih dengan diberikannya kebebasan siswa dalam menghasilkan gagasannya lebih bervariasi.

Tahap selanjutnya adalah pembuktian (verification). Pada tahap ini siswa dapat menen-tukan suatu kebenaran hipotesis yang dihubungkan dengan hasil pengolah-an data. Dengan kebebasan dalam mengolah semua informasi yang mereka dapat-kan, lalu mengaitkannya dengan pengetahuan awal yang dimiliki siswa.

Tahap terakhir adalah generalisasi (generalization). Pada tahap ini siswa diminta untuk merumuskan kesimpulan,berdasarkan hasil menalar secara lisan, tertulis, atau media lainya. Pada tahap ini siswa dapat memberikan alasan yang dapat

dipertanggungjawabkan untuk mencapai suatu keputusan.

Berdasarkan uraian dan langkah-langkah di atas dengan diterapkannya pembelajaran menggunakan discovery learning pada materi larutan elektrolit dan larutan non-elektrolit, maka diduga dapat meningkatkan kemampuan menganalisis terutama pada kemampuan membedakan siswa pada materi larutan elektrolit dan larutan non-elektrolit.


(41)

25

G. Anggapan Dasar

Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah:

1. Perbedaan n-Gain kemampuan membedakan siswa kelas X semester genap SMA Negeri 7 Bandar Lampung tahun pelajaran 2014/2015 yang menjadi subjek penelitian semata-mata terjadi karena perbedaan perlakuan dalam proses belajar. 2. Faktor-faktor lain di luar perilaku pada kedua kelas diabaikan.

H. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

Model discovery learning efektif dalam meningkatkan kemampuan siswa dalam membedakan pada materi larutan elektrolit dan non-elektrolit.


(42)

26

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas X SMA Negeri 7 Bandar Lampung Tahun Ajaran 2014-2015 yang tersebar dalam lima kelas yang masing-masing berkisar antara 32-35 siswa. Penelitian ini menggunakan dua kelas yang diperoleh dengan teknik purposive sampling. Purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang buat oleh peneliti sendiri berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah di-ketahui sebelumnya (Syaodih, 2009). Berdasarkan pertimbangan dari peneliti dengan bantuan guru mitra diambil 2 kelas sampel yaitu kelas X1 dan X4 karena

kedua kelas tersebut memiliki kemampuan awal yang tidak jauh berbeda atau di-anggap sama. Pembagian siswa pada tiap kelas dilakukan secara heterogen, se-hingga proporsi jumlah siswa yang memiliki kemampuan akademik yang tinggi, sedang maupun kurang dalam tiap kelasnya hampir sama antara satu kelas dengan kelas yang lainnya. Penentuan kelas eksperimen dan kelas kontrol diundi menggu-nakan koin sehingga kelas X1 sebagai kelas eksperimen dan kelas X4 sebagai

kelas kontrol. Kelas X1 ditentukan sebagai kelas eksperimen yang diberi

perlaku-an model discovery learning (X), sedperlaku-angkperlaku-an kelas X4 sebagai kelas kontrol yang


(43)

27

B. Data Penelitian

Penelitian ini menggunakan data berupa nilai pretes dan postes siswa, sikap siswa, psikomotor siswa. Data ini bersumber dari seluruh siswa kelas eksperi-men dan kontrol.

C. Metode dan Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan kuasi eksperimen dengan desain penelitian Non Equi-valent Pretest-Posttest Control Group. Desain penelitian menurut Creswell (1997) yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Desain penelitian

Kelas Pretes Perlakuan Postes

Kelas eksperimen O1 X O2

Kelas kontrol O1 - O2

Sebelum diterapkan perlakuan kedua kelompok sampel diberikan pretes (O1) yang

terdiri dari 5 soal uraian. Kemudian pada kelas eksperimen diterapkan perlakuan model discovery learning (X) dan pada kelas kontrol diterapkan pembelajaran konvensional. Selanjutnya, kedua kelompok sampel diberikan postes (O2) yang

terdiri dari 6 soal uraian. D. Variabel Penelitian

Penelitian ini terdiri dari satu variabel bebas dan satu variabel terikat. Sebagai variabel bebas adalah pembelajaran yang digunakan, yaitu pembelajaran menggu-nakan model discovery learning (X) dan pembelajaran konvensional. Sebagai variabel terikat adalah kemampuan siswa dalam membedakan pada materi larutan


(44)

28

elektrolit dan non-elektrolit kelas X SMA Negeri 7 Bandar Lampung Tahun Ajaran 2014/2015.

E. Instrumen Penelitian dan Validitas Instrumen

Instrumen adalah alat yang berfungsi mempermudah pelaksanaan sesuatu. Instrumen pengumpulan data merupakan alat yang digunakan oleh pengumpul data untuk melaksanakan tugasnya mengumpulkan data (Arikunto, 2004). Pada penelitian ini, instrumen yang digunakan antara lain adalah silabus, rencana pelak-sanaan pembelajaran (RPP), LKS kimia yang menggunakan model discovery learning pada materi elektrolit dan non-elektrolit sejumlah 3 LKS, soal pretes dan soal postes yang berupa soal uraian yang mewakili kemampuan siswa dalam membedakan, lembar observasi penilaian sikap siswa, lembar observasi penilaian psikomotor siswa, dan lembar observasi kinerja guru. Sebelum digunakan, instru-men divalidasi. Validitas isi dengan mempertimbangkan antara instruinstru-men dan ranah yang diukur. Kevalidan isi adalah kesesuaian antara instrumen dengan ranah yang diukur. Validasi dilakukan dengan cara judgment oleh dua orang ahli, yaitu Ibu Dr. Noor Fadiawati, M.Si. dan ibu Dr. Ratu Betta Rudibyani, M.Si. sebagai dosen pembimbing untuk mengujinya.

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Langkah-langkah yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Pra Penelitian

a. Meminta izin Kepala SMAN 7 Bandar Lampung untuk melaksanakan penelitian.


(45)

29

b. Mengadakan observasi ke sekolah tempat penelitian untuk mendapatkan informasi tentang data siswa, karakteristik siswa, jadwal dan sarana-prasarana yang ada di sekolah yang dapat digunakan sebagai sarana pendukung pelaksa-naan penelitian.

c. Menentukan populasi dan sampel penelitian. 2. Penelitian

Prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari beberapa tahap, yaitu: a. Tahap persiapan

Pada tahap ini, peneliti menyusun analisis Kompetensi Inti-Kompetensi Dasar-indikator, analisis konsep, silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), kisi-kisi soal pretes dan postes, soal pretes dan postes, Lembar Kerja Siswa (LKS), lembar observasi penilaian sikap siswa, lembar observasi penilaian psikomotor siswa, dan lembar kinerja guru terhadap pembelajaran materi elektrolit dan non-elektrolit.

b. Tahap pelaksanaan penelitian

Adapun prosedur pelaksanaan penelitian, yaitu:

(1) melakukan pretes dengan soal-soal yang sama pada kelas eksperimen dan kelas kontrol

(2) melaksanakan analisis data pretes, yaitu uji persamaan dua rata-rata

(3) melaksanakan kegiatan pembelajaran pada materi larutan elektrolit dan non-elektrolit sesuai dengan pembelajaran yang telah ditetapkan di masing-masing kelas, pembelajaran menggunakan model discovery learning diterapkan di kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional diterapkan di kelas kontrol


(46)

30

(4) melakukan postes dengan soal-soal yang sama pada kelas eksperimen dan kelas kontrol

c. Analisis dan pelaporan hasil penelitian

Pada tahap ini dilakukan pengolahan dan analisis data untuk memperoleh suatu kesimpulan.

Prosedur pelaksanaan penelitian tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Prosedur pelaksanaan penelitian 1. Mengajukan permohonan izin kepada pihak sekolah. 2. Melakukan wawancara dengan guru kimia di sekolah.

P ra pe ne li ti an

1. Menentukan populasi dan sampel penelitian

2. Menyusun instrumen penelitian

Pretes Kelas kontrol (Pembelajaran konvensional) Kelas eksperimen (Pembelajaran menggunakan model Discovery Learning) Postes Analisis data

Pembahasan dan simpulan

P ene li ti an Ana li sis da n pe lapor an ha sil


(47)

31

G. Analisis Data dan Pengujian Hipotesis

1. Analisis data

Tujuan analisis data adalah untuk memberikan makna atau arti yang digunakan untuk menarik suatu kesimpulan yang berkaitan dengan masalah, tujuan, dan hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya. Berikut teknik analisis data, yaitu: a. mengubah skor menjadi nilai

Nilai pretes dan postes pada penilaian kemampuan siswa dalam membedakan pada materi larutan elektrolit dan non-elektrolit dirumuskan sebagai berikut: Nilai siswa

b. menghitung n-Gain dari nilai siswa

Perhitungan n-Gain digunakan untuk melihat efektivitas model discovery learning pada sampel. Perhitungan n-Gain dirumuskan sebagai berikut:

c. mengubah skor menjadi nilai sikap dan psikomotor

Nilai sikap dan psikomotor siswa pada materi larutan elektrolit dan non-elektrolit dirumuskan sebagai berikut:

2. Pengujian hipotesis

Pengujian hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji kesamaan dua rata-rata dan uji perbedaan dua rata-rata. Sebelum dilakukan uji kesamaan dua


(48)

32

rata-rata pretes dan perbedaan dua rata-rata n-Gain, ada uji prasyarat yang harus dilakukan, yaitu uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas, uji homo-genitas, uji kesamaan dan perbedaan dua rata-rata menggunakan rumus menurut Sudjana (2005) dengan taraf nyata masing-masing uji sebesar 5%.

a. uji normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah kedua sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Untuk uji normalitas menggunakan uji chi-kuadrat.

Hipotesis: H0 : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

H1 : sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal.

Untuk uji normalitas, digunakan rumus sebagai berikut:

keterangan:

Oi = frekuensi pengamatan

Ei = frekuensi yang diharapkan

Kriteria uji:

Terima H0 jika 2 < 2(1-α)(k-3) atau χ2hitung< χ2tabel dengan taraf nyata 0,05.

b. uji homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk memperoleh asumsi bahwa sampel penelitian berawal dari kondisi yang sama atau homogen, yang selanjutnya untuk menentu-kan statistik-t yang amenentu-kan digunamenentu-kan dalam pengujian hipotesis. Uji homogenitas dilakukan dengan menyelidiki apakah kedua sampel mempunyai varians yang sama atau tidak. Untuk menguji homogenitas menggunakan uji F dengan langkah-langkah sebagai berikut:


(49)

33

Hipotesis untuk uji homogenitas : H0 : 22

2

1 

  = kedua kelas penelitian mempunyai variansi yang homogen. H1 : 22

2

1 

  = kedua kelas penelitian mempunyai variansi yang tidak homogen.

Keterangan : F = Kesamaan dua varians Kriteria uji :

Terima H0 hanya jika F < F ½ (1,2) atau Fhitung < Ftabel dengan taraf nyata

0,05.

c. uji kesamaan dua rata-rata

Uji kesamaan dua rata-rata yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan uji t.

Hipotesis:

H0 : µ1x = µ2x : Rata-rata pretes kemampuan siswa dalam membedakan di kelas

eksperimen sama dengan rata-rata pretes kemampuan siswa dalam membedakan di kelas kontrol pada materi larutan elektrolit dan non-elektrolit.

H1 : µ1x≠ µ2x : Rata-rata pretes kemampuan siswa dalam membedakan siswa di

kelas eksperimen tidak sama dengan rata-rata pretes kemampuan siswa dalam membedakan di kelas kontrol pada materi larutan elektrolit dan non-elektrolit.

Keterangan:

µ1 = Rata-rata pretes (x) pada materi larutan elektrolit dan non-elektrolit kelas

eksperimen.

µ2 = Rata-rata pretes (x) pada materi larutan elektrolit dan non-elektrolit kelas

kontrol.

X = kemampuan membedakan


(50)

34

Keterangan : 1

X = rata-rata pretes kelas eksperimen 2

X = rata-rata pretes kelas kontrol s2 = Varians

n1 = Jumlah siswa kelas eksperimen

n2 = Jumlah siswa kelas kontrol

2 1

s = Varians kelas eksperimen

2 2

s = Varians kelas kontrol

Kriteria uji :

Terima H0 jika thitung < ttabel dengan derajat kebebasan d(k) = n1 + n2– 2 dengan

taraf nyata 0,05.

d. uji perbedaan dua rata-rata

Uji perbedaan dua rata-rata digunakan untuk menentukan efektivitas perlakuan terhadap sampel dengan melihat n-Gain kemampuan siswa dalam membedakan pada materi pokok elektrolit dan non-elektrolit antara pembelajaran menggunakan model discovery learning dengan pembelajaran konvensional dari siswa SMA Negeri 7 Bandar Lampung. Uji perbedaan dua rata-rata dalam penelitian ini menggunakan analisis statistik uji t, hipotesis dirumuskan dalam bentuk pasangan hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (H1).

Rumusan Hipotesis:

H0 : µ1x≤ µ2x : Rata-rata n-Gain kemampuan siswa dalam membedakan pada

materi elektrolit dan non-elektrolit pada kelas yang menerapkan pembelajaran menggunakan model discovery learning lebih rendah atau sama dengan rata-rata n-Gain kemampuan siswa dalam

membedakan pada kelas yang menerapkan pembelajaran konvensional.

H1 : µ1x> µ2x : Rata-rata n-Gain kemampuan siswa dalam membedakan pada


(51)

35

pembelajaran menggunakan model discovery learning lebih tinggi daripada rata-rata n-Gain kemampuan siswa dalam membedakan pada kelas yang menerapkan pembelajaran konvensional.

Keterangan:

µ1 : Rata-rata n-Gain (x) pada materi elektrolit dan non-elektrolit pada kelas yang

diterapkan pembelajaran menggunakan model discovery learning

µ2 : Rata-rata n-Gain (x) pada materi elektrolit dan non-elektrolit pada kelas yang

diterapkan pembelajaran konvensional. x : kemampuan membedakan.

Jika data yang diperoleh berdistribusi normal dan homogen ( = ), maka pengujian menggunakan uji statistik parametrik, yaitu menggunakan uji t dalam Sudjana (2005) dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

thitung = Perbedaan dua rata-rata.

= Rata-rata n-Gain kemampuan siswa dalam membedakan pada materi elektrolit dan non-elektrolit pada kelas yang diterapkan pembelajaran menggunakan model discovery learning.

= Rata-rata n-Gain kemampuan siswa dalam membedakan pada materi elektrolit dan non-elektrolit pada kelas yang diterapkan pembelajaran konvensional.

= Simpangan baku gabungan.

= Jumlah siswa pada kelas yang diterapkan pembelajaran menggunakan model discovery learning.

= Jumlah siswa pada kelas yang menggunakan pembelajaran konvensional. = Simpangan baku siswa yang diterapkan pembelajaran menggunakan

model discovery learning.


(52)

36

Dengan kriteria uji : Terima H0 jika thitung < t (1-α) dengan derajat kebebasan

d(k) = n1 + n2– 2 dan tolak H0 untukharga t lainnya. Dengan menentukan taraf


(53)

59

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data, pengujian hipotesis dan pembahasan dalam pene-litian ini, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Model pembelajaran discovery learning efektif dalam meningkatkan kemampuan siswa dalam membedakan pada materi larutan elektrolit dan larutan non-elektrolit.

2. Peningkatan sikap dengan model discovery learning lebih tinggi dibandingkan peningkatan sikap menggunakan pembelajaran konvensional.

3. Psikomotor siswa kelas eksperimen berkategori terampil.

4. Rata-rata n-Gain kemampuan siswa dalam membedakan yang menerapkan model discovery learning lebih tinggi daripada rata-rata n-Gain kemampuan siswa dalam membedakan yang menerapkan pembelajaran konvensional B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan bahwa:

1. Bagi calon peneliti yang tertarik melakukan penelitian serupa agar lebih mem-perhatikan pengelolan waktu sehingga semua tahap dalam proses pembelajaran dapat terlaksana dengan baik.


(54)

60

2. Pembelajaran menggunakan model discovery learning hendaknya diterapkan dalam pembelajaran kimia, terutama pada materi larutan elektrolit dan non-elektrolit karena terbukti efektif dalam meningkatkan kemampuan siswa dalam membedakan.


(55)

61

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, D. R. 2001. A Taxonomy for Learning, Teaching and Asessing: A Revision of Bloom's Taxonomy of Educational Objetives. Addison Wesley Longman. Inc. New York.

Arends, R. I. 2008. Learning to Teach. Edisi VII. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Arikunto, S. 2004. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta. Azzahra, T. 2014. Pembelajaran Materi Kesetimbangan Kimia Menggunakan Model Discovery Learning Dalam Meningkatkan Keterampilan Berfikir Luwes Siswa. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Barlia, Lily. 2011. Konstruktivisme dalam Pembelajaran Sains di SD: Tinjauan Epistemologi, Ontologi, dan Keraguan dalam Praktisnya. Cakrawala Pendidikan, 30(3): 343-358.

Cakir, M. 2008. Constructivist Approaches to Learning in Science and Their Implications for Science Pedagogy: A Literature Review Inter. J. Environ. Sci. Educ., 3(4): 193-206.

Creswell, J. W. 1997. Research Design Qualitative & Quantitative Approaches. Thousand Oaks-London-New. Sage Publications. New Delhi.

Dahar, R. W. 1989. Teori-Teori Belajar. Erlangga. Jakarta.

Djamarah, S. B. 2000. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta.

Gredler, M. E. 1994. Belajar dan Membelajarkan. PT Raja R Grafindo Persada. Jakarta.

Husamah, S., dan Yanur. 2013. Desain Pembelajaran Berbasis Kompetensi Panduan Merancang Pembelajaran untuk Mendukung Implementasi Kurikulum 2013. Prestasi Pustakaraya. Jakarta.

Joolingen, W. V., 1998. Cognitive Tools for Discovery Learning. Inter. J. Artific. Intel. Educ., 10: 385-397.

Munandar, S. 2012. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Rineka Cipta. Jakarta.


(56)

62

Nuraeni, N., Fitrajaya, E. dan Setiawan, W. 2010. Efektivitas Penerapan Model Pembelajaran Generatif untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa dalam Mata Pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi. Makalah. UPI-Bandung. UPI-Bandung.

Priyatni, E. T. 2014. Desain Pembelajaran Bahasa Indonesia dalam Kurikulum 2013. Bumi Aksara. Jakarta.

Roestiyah, N. K. 2008. Strategi Belajar Mengajar: salah satu unsur pelaksanaan strategi belajar mengajar: teknik penyajian. Rineka Cipta. Jakarta.

Sani, I. K. 2014. Sukses Mengimplementasikan Kurikulum 2013. Kata Pena. Jakarta.

Sudaryono. 2012. Dasar-Dasar Evaluasi Pembelajaran. Graha Ilmu. Yogyakarta. Sudijono, A. 2001. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Raja Grafindo Persada.

Jakarta.

Sudjana, N. 2005. Metode Statistika edisi Keenam. PT. Tarsito. Bandung. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan "Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif dan R & D". Alfabeta. Bandung.

Suparno, P. 2006. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Kanisius. Jakarta. Syaodih, N. 2009. Metode Penelitian Pendidikan. PT. Remaja Rosdakarya.

Bandung.

Tim Penyusun. 2013. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 54 Tahun 2013 Tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah. Kemdikbud. Jakarta.

. 2013b. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 65 Tahun 2013 Tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Kemendikbud. Jakarta.

Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Prestasi Pustakaraya. Jakarta.

. 2010. Model Pembelajaran Terpadu, Konsep, Strategi dan

Implementasinya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Bumi Aksara. Jakarta.

Wahyudin, A. 2012. Efektivitas Pembelajaran Fisika Berwawasan Kontekstual Dengan Metode Inkuiri Berbantuan Komputer Pada Materi Kinematika Gerak Lurus. Jurnal Penelitian Pendidikan UPI. UPI. Bandung


(57)

63

Warsita, B. 2008. Teknologi Pembelajaran Landasan dan Aplikasinya. Rineka Cipta. Jakarta.

Wati, D. A. 2014. Pembelajaran Materi Kesetimbangan Kimia Menggunakan Model Discovery Learning dalam Meningkatkan Keterampilan Berfikir Elaborasi Siswa. Skripsi . Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Wicaksono. 2008. Efektivitas pembelajaran. Diakses 08 Desember 2014 dari http. Edukasi.kompas.com/2010/ 12/ 25/efektivitas/pembelajaran.html.


(1)

(2)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data, pengujian hipotesis dan pembahasan dalam pene-litian ini, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Model pembelajaran discovery learning efektif dalam meningkatkan kemampuan siswa dalam membedakan pada materi larutan elektrolit dan larutan non-elektrolit.

2. Peningkatan sikap dengan model discovery learning lebih tinggi dibandingkan peningkatan sikap menggunakan pembelajaran konvensional.

3. Psikomotor siswa kelas eksperimen berkategori terampil.

4. Rata-rata n-Gain kemampuan siswa dalam membedakan yang menerapkan model discovery learning lebih tinggi daripada rata-rata n-Gain kemampuan siswa dalam membedakan yang menerapkan pembelajaran konvensional

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan bahwa:

1. Bagi calon peneliti yang tertarik melakukan penelitian serupa agar lebih mem-perhatikan pengelolan waktu sehingga semua tahap dalam proses pembelajaran dapat terlaksana dengan baik.


(3)

(4)

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, D. R. 2001. A Taxonomy for Learning, Teaching and Asessing: A

Revision of Bloom's Taxonomy of Educational Objetives. Addison Wesley

Longman. Inc. New York.

Arends, R. I. 2008. Learning to Teach. Edisi VII. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Arikunto, S. 2004. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta. Azzahra, T. 2014. Pembelajaran Materi Kesetimbangan Kimia Menggunakan Model Discovery Learning Dalam Meningkatkan Keterampilan Berfikir Luwes Siswa. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Barlia, Lily. 2011. Konstruktivisme dalam Pembelajaran Sains di SD: Tinjauan Epistemologi, Ontologi, dan Keraguan dalam Praktisnya. Cakrawala

Pendidikan, 30(3): 343-358.

Cakir, M. 2008. Constructivist Approaches to Learning in Science and Their Implications for Science Pedagogy: A Literature Review Inter. J. Environ.

Sci. Educ., 3(4): 193-206.

Creswell, J. W. 1997. Research Design Qualitative & Quantitative Approaches.

Thousand Oaks-London-New. Sage Publications. New Delhi.

Dahar, R. W. 1989. Teori-Teori Belajar. Erlangga. Jakarta.

Djamarah, S. B. 2000. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta.

Gredler, M. E. 1994. Belajar dan Membelajarkan. PT Raja R Grafindo Persada. Jakarta.

Husamah, S., dan Yanur. 2013. Desain Pembelajaran Berbasis Kompetensi Panduan Merancang Pembelajaran untuk Mendukung Implementasi

Kurikulum 2013. Prestasi Pustakaraya. Jakarta.

Joolingen, W. V., 1998. Cognitive Tools for Discovery Learning. Inter. J. Artific.

Intel. Educ., 10: 385-397.

Munandar, S. 2012. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Rineka Cipta. Jakarta.


(5)

Priyatni, E. T. 2014. Desain Pembelajaran Bahasa Indonesia dalam Kurikulum

2013. Bumi Aksara. Jakarta.

Roestiyah, N. K. 2008. Strategi Belajar Mengajar: salah satu unsur pelaksanaan

strategi belajar mengajar: teknik penyajian. Rineka Cipta. Jakarta.

Sani, I. K. 2014. Sukses Mengimplementasikan Kurikulum 2013. Kata Pena. Jakarta.

Sudaryono. 2012. Dasar-Dasar Evaluasi Pembelajaran. Graha Ilmu. Yogyakarta. Sudijono, A. 2001. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Raja Grafindo Persada.

Jakarta.

Sudjana, N. 2005. Metode Statistika edisi Keenam. PT. Tarsito. Bandung. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan "Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif dan R & D". Alfabeta. Bandung.

Suparno, P. 2006. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Kanisius. Jakarta. Syaodih, N. 2009. Metode Penelitian Pendidikan. PT. Remaja Rosdakarya.

Bandung.

Tim Penyusun. 2013. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 54 Tahun 2013 Tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan

Menengah. Kemdikbud. Jakarta.

. 2013b. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 65 Tahun 2013 Tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Kemendikbud. Jakarta.

Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi

Konstruktivistik. Prestasi Pustakaraya. Jakarta.

. 2010. Model Pembelajaran Terpadu, Konsep, Strategi dan

Implementasinya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Bumi Aksara. Jakarta.

Wahyudin, A. 2012. Efektivitas Pembelajaran Fisika Berwawasan Kontekstual Dengan Metode Inkuiri Berbantuan Komputer Pada Materi Kinematika


(6)

Warsita, B. 2008. Teknologi PembelajaranLandasan dan Aplikasinya. Rineka Cipta. Jakarta.

Wati, D. A. 2014. Pembelajaran Materi Kesetimbangan Kimia Menggunakan Model Discovery Learning dalam Meningkatkan Keterampilan Berfikir Elaborasi Siswa. Skripsi . Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Wicaksono. 2008. Efektivitas pembelajaran. Diakses 08 Desember 2014 dari http.