EFEKTIVITAS MODEL SIKLUS BELAJAR PDEODE PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON-ELEKTROLIT DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN PREDIKSI SISWA

(1)

EFEKTIVITAS MODEL SIKLUS BELAJAR PDEODE PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON-ELEKTROLIT

DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN PREDIKSI SISWA

Skripsi

Oleh

Wuri Lestari Ningrum

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(2)

EFEKTIVITAS MODEL SIKLUS BELAJAR PDEODE PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON-ELEKTROLIT

DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN PREDIKSI SISWA

Oleh

Wuri Lestari Ningrum

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Kimia

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(3)

ABSTRAK

EFEKTIVITAS MODEL SIKLUS BELAJAR PDEODE PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON-ELEKTROLIT

DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN PREDIKSI SISWA

Oleh

Wuri Lestari Ningrum

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan efektivitas model siklus belajar PDEODE pada materi pokok larutan elektrolit dan non-elektrolit dalam mening-katkan keterampilan prediksi siswa. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa siswi kelas X SMA Persada Bandar Lampung. Sampel penelitian ini adalah siswa siswi kelas X2dan X3 SMA Persada Bandar Lampung semester Genap Tahun Pelajaran 2011-2012.

Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimen denganNonequivalent Pretest-Posttest Control Group Design. Efektivitas model siklus belajar PDEODE diukur berdasarkan perbandingan selisih skorposttestdanpretest dengan selisih skor maksimum danpretest(gain ternormalisasi).

Berdasarkan uji hipotesis yang dilakukan, diketahui bahwa kelas dengan model siklus belajar PDEODE memiliki keterampilan prediksi siswa yang lebih tinggi daripada kelas dengan pembelajaran konvensional. Dimana reratan-Gainuntuk keterampilan prediksi siswa kelas eksperimen dan kontrol masing-masing 0,33


(4)

dan 0,22. Hal ini menunjukkan bahwa model siklus belajar PDEODE lebih efektif dalam meningkatkan keterampilan prediksi siswa pada materi larutan elektrolit dan non-elektrolit.


(5)

MOTTO

Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu.

Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.

(Al-Baqarah : 153)

“Sesungguhnya kemarin adalah impian yang telah lewat, sementara esok adalah

cita-cita yang indah dan sekarang adalah kenyataan yang sedang terjadi”

(Dr. Aidh Abdullah Al-Qarni)

Mengalir seperti air, kuat seperti batu.

(Y. Alvin.NS)

Kesuksesan seseorang dilihat dari bagaimana proses yang dijalani, berapa

banyak kesulitan yang dihadapi dan apa yang akan dihasilkan.


(6)

iv DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kontruktivisme ... 7

B. Model Siklus Belajar PDEODE ... 11

C. Pembelajaran Konvensional ... 14

D. Keterampilan Proses Sains ... 18

E. Materi Pembelajaran ... 22

1. Larutan Elektrolit dan Non-Elektrolit ... 22

2. Elektrolit Kuat dan Elektrolit Lemah ... 22

3. Elektrolit Dapat Berupa Senyawa Ion dan Senyawa Kovalen ... 22


(7)

v

G. Anggapan Dasar ... 26

H. Hipotesis Umum ... 26

III. METODE PENELITIAN A. Populasi dan Sampel Penelitian ... 27

1. Populasi ... 27

2. Sampel ... 27

B. Variabel Penelitian ... 28

C Jenis dan Sumber Data ... 28

D. Metode dan Desain Penelitian ... 28

1. Metode Penelitian ... 28

2. Desain Penelitian ... 28

E. Instrumen dan Validitas Penelitian... 29

F. Pelaksanaan Penelitian ... 31

G. Hipotesis Statistik ... 33

H. Teknik Analisis Data ... 33

1. Menghitung SkorPretestdanPosttest... 33

2. Menghitungn-Gain... 34

3. Uji Homogenitas ... 34

5. Uji Perbedaan Dua Rata-rata ... 35

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian dan Analisisnya ... 38

B. Pembahasan ... 42

C. Kendala Yang Dihadapi ... 53

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 54

B. Saran ... 54


(8)

vi LAMPIRAN

1. Silabus Kelas Eksperimen ... 58

2. Pemetaan Indikator Kelas Eksperimen ... 61

3. Silabus Kelas Kontrol ... 65

3. RPP Kelas Eksperimen ... 66

4. RPP Kelas Kontrol ... 78

5 Lembar Kerja Siswa Kelas Eksperimen ... 84

6. Kisi-kisiPretestdanPossttest ... 100

7. SoalPretesdanPosttest ... 102

8. Kunci JawabanPretestdanPosttest ... 107

9 . Pedoman Penskoran dan Rubrik PenilaianPretesdanPosttest... 109

10. Daftar NilaiPretest, Posttest,dann-Gain Berdasarkan Rubrik ... 117

11. Daftar Nilain-Gain... 123

12. Perhitungan Analisis Data... 124

13. Lembar Aktivitas Siswa Kelas Eksperimen ... 137

14. Lembar Aktivitas Siswa Kelas Kontrol ... 141

15. Lembar Kinerja Guru Kelas Eksperimen ... 145

16. Lembar Kinerja Guru Kelas Kontrol ... 149

18. Daftar Nama Kelompok Kelas Ekperimen ... 153

19. Daftar Nama Kelompok Kelas Kontrol ... 154

20. Lembar Penilaian Aspek Afektif Kelas Eksperimen ... 155

21. Lembar Penilaian Aspek Afektif Kelas Kontrol ... 159

22. Surat Izin Penelitian ... 163

23. Surat Keterangan Melaksanakan Penelitian... 164


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Sintak Model Siklus PDEODE ... 12 2. Perbandingan Daya Hantar Listrik ... 24 3. Desain Penelitian ... 29 4. Nilai Rata-rataPretest,Posttest, dann-GainDari Kedua


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Alat Penguji Daya Hantar Listrik ... 23

2. Alur Penelitian ... 32

3. Grafik Nilai Rata-rata Keterampilan Prediksi ... 39


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, pada tanggal 25 Oktober 1988, sebagai anak ketiga dari empat bersaudara, dari pasangan Bapak Misdi Soewarno, S.H dan Ibu Siti Rohainah. Penulis mengawali pendidikan formal di TK Al-Azhar 2 Bandar Lampung, kemudian melanjutkan ke SD Negeri 1 Sepang Jaya Bandar Lampung selesai pada tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMP Negeri 19 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2004. Tahun 2004 diterima di SMA Negeri 5 Bandar Lampung dan selesai pada tahun 2007. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswi di Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan Pendidikan MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Lampung.

Selama menjadi mahasiswa penulis mengikuti Kuliah Kerja Lapangan (KKL) di Yogyakarta-Bandung-Jakarta dan pada tahun 2010. Pada tahun 2011 penulis me-lakukan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMA Gajah Mada Bandar Lam-pung.


(12)

PERSEMBAHAN

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang selalu memberikan limpahan rahmat dan karunia-Nya. Dengan kerendahan hati kupersembahkan

Skripsi ini kepada:

Teristimewa untuk ayah dan ibu...

Terimakasih, karena ayah ibu selalu mendoakan siang dan malam, membesarkan dengan keikhlasan, mengajari arti kehidupan dan sebuah perjuangan, memberikan motivasi semangat, cinta, kasih sayang, dan materi untuk keberhasilan di masa datang. Mohon maaf

karena telah banyak menyusahkan dan mengecewakan ayah dan ibu.

Jerih payah dan kerja keras ayah dan ibu tidak akan terlupakan dan tidak mungkin dapat terbalaskan, namun diriku akan selalu

berusaha untuk dapat membahagiakan ayah dan ibu. Semoga Allah SWT membalas semua jasa dan pengorbanan

ayah dan ibu.

Yang tersayang, Mba’ Ina, Mas Diding, Dina, Dema, Mbah Toha, Kang In, Inessia, Nur Syaifudin, Alvin, Habibi ...

Terima kasih atas kasih sayang, doa, keceriaan dan tawa canda yang dapat menjadi semangat.

Sahabat-sahabat yang selalu memberi dukungan, motivasi dan keceriaannya.


(13)

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi dengan judul“ EfektivitasModel Siklus Belajar PDEODE Pada Materi Larutan Elektrolit dan Non-Elektrolit Dalam Meningkatkan Keterampilan Prediksi Siswa”sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Dr. Bujang Rahman, M. Si., selaku Dekan FKIP Unila. 2. Bapak Dr.Caswita, M. Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA.

3. Ibu Dra. Nina Kadaritna, M. Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Kimia dan selaku pembahas atas masukannya kepada penulis dalam menyusun skripsi ini.

4. Ibu Dr. Noor Fadiawati, M.Si., selaku Pembimbing I, atas keikhlasan waktu, kesabaran, motivasi dan bimbingannya untuk membantu penulis dalam menyusun skripsi ini.

5. Ibu Emmawaty Sofya, S.Si., M.Si., selaku Pembimbing Akademik dan Pembimbing II, atas keikhlasan, waktu, motivasi dan bimbingannya kepada penulis dalam menyususn skripsi ini.


(14)

7. Ibu Dra Sutirah Siddik, selaku Kepala SMA Persada Bandar Lampung dan Ibu Eka Budiarti, S.Pd., selaku guru mitra, yang telah memberikan izin penulis untuk melaksanakan penelitian, terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya. 8. Teristimewa untuk keluarga,Ayah, ibu, kakak, adik serta keponakan yang selalu

memberikan motivasi, kesabaran, kasih sayang, cinta, doa yang tulus dan tak pernah putus.

9. Teman seperjuangan di Pendidikan Kimia angkatan 2007: Ralek, Pazar, Herdi, Arya, Asep, Joni, Rosita, Sulis, Iis, Memey, Eliska, Nur Ani, Esty, Dini, Rohma, Agnes, Maria, Ria, Ika, Made, Siti, Filda, Reniwati, Puspita, Desia, Neli, Lista, Oktaria, Teristimewa untuk sahabat-sahabatkuthanks forVanessa dan Rosalia(u are my best partner for me),Adis, Dian, Nana, Indri, Ratu, Berti, dan Mimi atas rasa kekeluargaan, dukungan, motivasi dan semangat kalian di masa-masa sulit menyusun skripsi ini.

10. Temen-teman selama PPL Hamidi, Alvin, Ajat, Hafizd, Desi, Meri, Theo, Tanti, Okta, Lista, Ana atas doa yang telah kalian berikan dalam

menyelesaikan skripsi ini.

11. Siswa-siswi SMA Persada Bandar Lampung, terima kasih atas kerja samanya selama penulis melakukan penelitian di SMA Persada Bandar Lampung.

Semoga Allah melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua, Amin.

Bandar Lampung, 2012


(15)

PERNYATAAN

Dengan ini Saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan Saya juga tidak terdapat karya atau pen-dapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila ternyata kelak dikemudian hari terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan Saya di atas, maka Saya akan bertanggung jawab sepenuhnya.

Bandar Lampung, Juni 2012

Wuri Lestari Ningrum NPM 0743023058


(16)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sains merupakan ilmu yang berkaitan dengan cara mencari tahu dan memahami tentang alam. Belajar sains merupakan suatu proses memberikan sejumlah penga-laman kepada siswa untuk mengerti dan membimbing mereka untuk mengguna-kan pengetahuan sains tersebut. Untuk dapat memahami hakikat sains yakni sains sebagai proses dan produk. Ilmu kimia merupakan cabang dari IPA yang

mempelajari struktur, susunan, sifat dan perubahan materi, serta energi yang menyertai perubahan materi. Pembelajaran kimia di sekolah cenderung hanya menghafal konsep dan kurang mampu menggunakan konsep tersebut jika

menemui masalah dalam kehidupan nyata yang berhubungan dengan konsep yang dimiliki. Akibatnya pembelajaran menjadi kehilangan daya tariknya dan

munculnya kejenuhan siswa dalam belajar sains.

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan keterampilan, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.


(17)

2

Faktanya, pembelajaran kimia cenderung hanya menghadirkan konsep-konsep, hukum-hukum dan teori-teori saja, yang diperoleh siswa hanya kimia sebagai pro-duk tanpa menyuguhkan bagaimana proses ditemukannya konsep, hukum, dan teori tersebut, sehingga tidak tumbuh sikap ilmiah dalam diri siswa. (Depdiknas, 2003).

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru bidang studi kimia di kelas X SMA Persada Bandar Lampungtahun pelajaran 2011-2012 ditemukan masalah yaitu kemampuan pemahaman materi siswa pada materi larutan elektrolit dan non-elektrolit masih rendah. Selain itu model pembelajaran yang digunakan merupakan model konvensional yang cenderung bersifat kaku dan kurang menarik minat siswa. Siswa hanya menerima dan mendengarkan materi dari guru, sehinggamenyebabkan aktivitas seperti aktif dalam diskusi, bertanya pada guru, memberikan pendapat, dan menjawab pertanyaan dari guru jarang muncul dalam proses pembelajaran, serta menyebabkan keterampilan prediksi siswa tidak terlatih.

Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan model pembelajaran yang dapat menarik minat siswa dalam pembelajaran sehingga siswa turut berperan aktif dalam proses pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan prediksi siswa adalah model siklus belajar Predict-Discuss-Explain-Observe-Discuss-Explain(PDEODE). Strategi mengajar dengan model siklus belajar PDEODE merupakan salah satu model pembelajaran yang penting karena dapat memberikan suasana yang mendukung terjadinya diskusi dan keberagaman cara pandang (Costu, 2008). Dalam model siklus belajar ini siswa di hadapkan pada enam


(18)

3

tahap kegiatan belajar yaitu prediksi, diskusi, penjelasan, observasi, diskusi dan penjelasan.

Dalam usaha yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah yang diberikan, siswa dituntut untuk menjadi pembelajar yang mandiri yang mampu menggunakan dan menghubungkan berbagai aturan-aturan yang telah dikenalnya serta berbagai keterampilan yang mereka miliki. Dengan demikian, model siklus belajar ini memberikan kesempatan untuk mengembangkan berbagai kemampuan siswa, diantaranya kemampuan mengamati dan menafsirkan pengamatan terhadap feno-mena alam, mencari, mengumpulkan, mengidentifikasi dan memilih informasi yang tepat, meramalkan, menggunakan alat/bahan, menerapkan konsep, merenca-nakan penelitian, berkomunikasi, dan mengajukan pertanyaan. Kemampuan-kemampuan ini tidak lain merupakan aspek-aspek yang ada dalam keterampilan proses sains. Dengan kata lain, pembelajaran ini sekaligus mampu meningkatkan keterampilan proses sains bagi siswa.

Salah satu keterampilan dalam keterampilan proses sains adalah keterampilan prediksi (meramalkan). Terdapat 2 indikator dari keterampilan prediksi, yakni (1) siswa mampu meramalkan dengan menggunakan pola hasil pengamatan dan (2) siswa mampu mengemukakan apa yang mungkin terjadi pada keadaan yang belum diamati. Keterampilan ini menuntut siswa agar dapat menemukan suatu konsep atau meramalkan pola hasil pengamatan yang ada dan meramalkan yang mungkin terjadi disekitar mereka, yang selama ini belum mereka kuasai

seutuhnya. Hal ini menunjukkan bahwa secara tidak langsung siklus belajar PDEODE ini mampu meningkatkan keterampilan prediksi siswa.


(19)

4

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka dilakukan penelitian dengan judul:“Efektivitas Model Siklus Belajar PDEODE Pada Materi Pokok Larutan Elektrolit dan Non-Elektrolit Dalam Meningkatkan

Keterampilan Prediksi Siswa”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan masalah penelitian ini adalah,

“Bagaimanakah efektivitas model siklus belajar PDEODE pada materi pokok

larutan elektrolit dan non-elektrolit dalam meningkatkan keterampilan prediksi siswa?”

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan efektivitas model siklus belajar PDEODE pada materi pokok larutan elektrolit dan non-elektrolit dalam meningkatkan keterampilan prediksi siswa.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah: 1. Bagi siswa:

Dapat melatih keterampilan prediksi siswa sehingga pengetahuan akan lebih bermakna khususnya pada materi larutan elektrolit dan non-elektrolit.


(20)

5

2. Bagi guru dan calon guru:

Memberi inspirasi danreferensi pembelajaran secara langsungbagi guru dalam membelajarkan materi kimia dengan menerapkan model siklus belajar PDEODE, terutama pada materi larutan elektrolit dan non-elektrolit.

3. Bagi sekolah:

Menjadi informasi dan sumbangan pemikiran dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran kimia di sekolah, khususnya di SMA Persada Bandar Lampung.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Agar tujuan penelitian yang akan dilakukan dapat tercapai dengan baik, maka diperlukan batasan-batasan atau ruang lingkup dalam penelitian. Adapun ruang lingkup penelitian ini adalah:

1. Lokasi penelitian ini adalah SMA Persada Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2011-2012.

2. Model pembelajaran dikatakan efektif meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukkan perbedaan yang signifikan an-tara pemahaman awal dengan pemahaman setelah pembelajaran (ditunjukkan dengan gain yang signifikan).

3. Model siklus belajar PDEODE terdapat enam tahap yaitu : memprediksi, berdiskusi, menjelaskan, observasi, diskusi dan penjelasan.

4. Keterampilan prediksi dalam penelitian ini merupakan indikator dalam ke-terampilan proses sains tingkat dasar yang meliputi kemampuan meramalkan


(21)

6

dengan menggunakan pola/pola hasil pengamatan, mengemukakan apa yang mungkin terjadi pada keadaan yang belum diamati.

5. Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang biasa di terapkan oleh guru kimia di SMA Persada Bandar Lampung.


(22)

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Konstruktivisme

Teori konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai. Teori ini berkembang dari kerja Piaget, Vygotsky, teori-teori pemrosesan informasi, dan teori psikologi kognitif yang lain, seperti teori Bruner Nur dalam Trianto (2010).

Menurut Piaget (Dahar 1988), dasar dari belajar adalah aktivitas anak bila ia ber-interaksi dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisiknya. Pertumbuhan anak merupakan suatu proses sosial. Anak tidak berinteraksi dengan lingkungan fisik-nya sebagai suatu individu terikat, tetapi sebagai bagian dari kelompok sosial. Akibatnya lingkungan sosialnya berada diantara anak dengan lingkungan fisiknya. Interaksi anak dengan orang lain memainkan peranan penting dalam mengem-bangkan pandangannya terhadap alam. Melalui pertukaran ide-ide dengan orang lain, seorang anak yang tadinya memiliki pandangan subyektif terhadap sesuatu yang diamatinya akan berubah pandangannya menjadi obyektif. Aktivitas mental anak terorganisasi dalam suatu struktur kegiatan mental yang disebut ”skema” atau pola tingkah laku. Dalam perkembangan intelektual ada tiga hal penting yang menjadi perhatian Piaget (Dahar 1988), yaitu struktur, isi dan fungsi.


(23)

8

a. Struktur, Piaget memandang ada hubungan fungsional antara tindakan fisik, tindakan mental dan perkembangan logis anak-anak. Tindakan menuju pada operasi-operasi dan operasi-operasi menuju pada perkem-bangan struktur-struktur.

b. Isi, merupakan pola perilaku anak yang khas yang tercermin pada respon yang diberikannya terhadap berbagai masalah atau situasi yang

dihadapinya.

c. Fungsi, adalah cara yang digunakan organisme untuk membuat kemajuan intelektual

Menurut Piaget perkembangan intelektual didasarkan pada dua fungsi yaitu orga-nisasi dan adaptasi. Orgaorga-nisasi memberikan pada organisme kemampuan untuk mengestimasikan atau mengorganisasi proses-proses fisik atau psikologis menjadi sistemsistem yang teratur dan berhubungan, sedangkan adaptasi, terhadap lingku-ngan dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi.

Lebih lanjut, Piaget (Dahar, 1988) mengemukakan bahwa asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengala-man baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifika-sikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses asimi-lasi ini berjalan terus. Asimiasimi-lasi tidak akan menyebabkan perubahan/pergantian skemata melainkan perkembangan skemata. Dengan kata lain, asimilasi merupa-kan salah satu proses individu dalam mengadaptasimerupa-kan dan mengorganisasimerupa-kan diri dengan lingkungan baru pengertian orang itu berkembang.

Dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat me-ngasimilasikan pengalaman yang baru dengan schemata yang telah dipunyai. Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi.


(24)

9

Akomodasi terjadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu. Bagi Piaget adaptasi merupakan suatu kesetimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Bila dalam proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya maka terjadilah ketidakseimbangan (disequilibrium). Akibat ketidakseimbangan itu maka terjadilah akomodasi dan struktur kognitif yang ada akan mengalami perubahan atau munculnya struktur yang baru. Pertumbuhan intelektual ini merupakan proses terus menerus tentang keadaan ketidakseimbangan dan keadaan setimbang (disequilibrium-equilibrium). Tetapi bila terjadi kesetimbangan maka individu akan berada pada tingkat yang lebih tinggi daripada sebelumnya.

Menurut Von Glasersfeld dalam Pannen, Mustafa, dan SekarWinahyu (2001) konstruktivisme juga menyatakan bahwa semua pengetahuan yang kita peroleh adalah hasil konstruksi sendiri, maka sangat kecil kemungkinan adanya transfer pengetahuan dari seseorang kepada yang lain. Agar siswa mampu mengkons-truksi pengetahuan, maka diperlukan:

1. Kemampuan siswa untuk mengingat dan mengungkapkan kembali penga-laman, karena pengetahuan dibentuk berdasarkan interaksi individu siswa dengan pengalaman-pengalaman tersebut.

2. Kemampuan siswa untuk membandingkan, dan mengambil keputusan menge-nai persamaan dan perbedaan suatu hal, agar siswa mampu menarik sifat yang lebih umum dari pengalaman-pengalaman khusus serta melihat kesamaan dan perbedaannya untuk selanjutnya membuat klasifikasi dan mengkonstruksi pengetahuannya.


(25)

10

3. Kemampuan siswa untuk lebih menyukai pengalaman yang satu dari yang lain(selective conscience). Melalui “suka dan tidak suka” inilah muncul penilaian siswa terhadap pengalaman, dan menjadi landasan bagi pemben-tukan pengetahuannya.

Proses belajar yang bercirikan konstruktivisme menurut para konstruktivis adalah sebagai berikut :

1. Belajar berarti membentuk makna

2. Konstruksi berarti sesuatu hal yang sedang dipelajari terjadi dalam proses yang terus menerus.

3. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan lebih dari itu, yaitu pengembangan pemikiran dengan menbuatpengertian baru.

4. Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam keraguan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi

ketidakseimbangan adalah situasi yang baik untuk memacu belajar. 5. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman peserta didik dengan dunia

fisik dan lingkungannya.

6. Hasil belajar sesorang bergantung pada apa yang telah diketahui peserta didik (konsep, tujuan, motivasi) yang mempengaruhi interaksi dengan bahan yang dipelajari menurut Paul Suparno dalam Indrawati (2009). Proses belajar menurut konstruktivisme, dipandang dari aspek konstruktivistik, aspek belajar, peranan guru, sarana belajar dan evaluasi belajar adalah sebagai berikut :

1. Proses belajar jika dipandang dari proses kognitif, bukan sebagai

perolehan informasi yang berlangsung secara satu arah dari luar kedalam diri siswa, tetapi kegiatan belajar lebih dipandang dari segi prosesnya. 2. Peranan siswa sebagai subyek yang aktif melakukan kegiatan, aktif

berpikir, menyususn konsep, dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari.

3. Peranan guru, sebagai fasilitator dalam membantu siswa mengkonstruksi pengetahuannya.

4. Sarana belajar di sediakan agar proses pengkonstruksian siswa berjalan dengan lancar.

5. Evaluasi, pandangan ini mengemukakan bahwa lingkungan belajar sangat mendukung munculnya berbagai pandangan dan interpretasi terhadap realitas, konstruksi pengetahuan, dan aktifitas lain yang bersumber pada pengalaman (Mahmudin, 2010).


(26)

11

B. Model Siklus Belajar PDEODE

Model pembelajaran merupakan suatu pola yang dipilih oleh guru dalam membelajarkan siswa. Menurut Sukamto dalam Trianto (2007), model

pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan langkah-langkah yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang

pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan proses pembelajaran.

Model siklus belajar PDEODE disebut sebuah model pembelajaran karena didalamnya melibatkan banyak metode pembelajaran. Model pembelajaran ini dianjurkan oleh Savader-Rane dan Kolari (2003) dan untuk pertama kalinya digunakan oleh Kolariet al.(2005) pada pendidikan kejuruan. Costuet al(2010) mencatat bahwa model ini merupakan pengembangan dan modifikasi dari model siklus belajar POE (predict-observe-explain) yang pada awalnya dikembangakan oleh White dan Gunstone (1992). Model siklus belajar POE ini memiliki tiga tahapan. Pertama, siswa harus memprediksi hasil dari suatu peristiwa sains dan harus memberikan alasan terhadap prediksinya (P=Prediction). Kedua, siswa mendeskripsikan apa yang telah terjadi (O=Observation). Terakhir, siswa harus menyelesaikan konflik antara prediksi dan observasi (E=Explantion).

Model siklus belajar PDEODE ini merupakan model yang penting sebab memiliki dasar yang dapat menunjang diskusi dan keragaman cara pandang (Costu,2008). Oleh karena itu model ini bermaksud untuk dapat membantu siswa memaknai terhadap pengalaman kehidupanya sehari-hari.


(27)

12

Model siklus belajar PDEODE memilki 6 (enam) langkah utama yang dimulai dengan guru menyajikan peristiwa sains kepada siswa dan diakhiri dengan menghadapkan semua ketidaksesuaian antara prediksi dan observasi. Adapun keenam langkah tersebut dijelaskan dalam Tabel 1.

Tabel 1 Sintak Model Siklus Belajar PDEODE

Tahap Kegiatan guru

Tahap-1

Predict(prediksi)

Guru menyajikan suatu peristiwa sains kepada siswa dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk membuat prediksi terhadap akibat (outcome) dari peristiwa sains tersebut secara individu dan memberikan alasan terhadap prediksi tersebut.

Tahap-2

Discuss(diskusi)

Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berdiskusi tentang prediksinya dalam kelompok, saling bertukar gagasan dan mempertimbangkan secara hati-hati prediksi tersebut.

Tahap-3

Explain(menjelaskan)

Guru meminta siswa dari setiap kelompok untuk mencapai suatu kesepakatan tentang peristiwa sains tersebut, dan membaginya dengan kelompok lain pada saat diskusi kelas. Tahap-4

Observe(observasi)

Guru membimbing siswa melakukan kegiatan hand-on dan memandu siswa untuk mencapai pada target-target konsep yang diharapkan.

Tahap-5

Discuss(diskusi)

Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendiskusikan prediksi mereka sebelumnya dengan hasil observasi yang telah dilakukan.

Tahap-6

Explain(menjelaskan)

Guru meminta siswa menghadapkan semua ketidaksesuaian antara prediksi dan observasi. Sehingga siswa mulai bisa menanggulangi kontradiksi-kontradiksi yang mungkin muncul pada pemahaman mereka.


(28)

13

Perubahan konseptual yang diajukan oleh Posneret al(1982) dibangun oleh dua kerangka kerja, kemajuan dan psikologi kognitif (karya piaget) dan filosofi sains (Kuhn, 1970). Model ini menempatkan siswa pada suatu lingkungan dan memacu siswa untuk mengkonfrontasikan konsepsi mereka dengan teman sekelasnya, kemudian bekerja untuk pemecahan dan perubahan konseptual. Model siklus belajar PDEODE bersesuaian dengan kondisi yang diajukan Posneret al.

Tersebut, dimulai dengan memunculkan ide atau gagasan tersebut dengan diskusi kelompok dan diskusi kelas. Sehingga akhirnya berusaha untuk memecahkan kontradiksi yang terjadi antara pemahaman awal dengan hasil observasi. Selama proses ini terjadi, model siklus belajar PDEODE dapat memacu pada perubahan konseptual dan mempertinggi pemahaman konseptual (Costuet al,2010).

Model siklus belajar ini telah diterapkan oleh beberapa peneliti dalam melakukan penelitian pendidikan diantaranya Kolariet al.(2005) pada program teknik lingkungan, Costu dan Ayas (2005) pada penelitian konsepsi tentang penguapan pada berbagai zat, Caliket al,(2006) pada konsep kelarutan gas dalam cairan, Costuet al(2007) pada konsep mendidih pada mahasiswa tingkat satu pendidikan sains, Costu (2008) pada penelitian perubahan konseptual terhadap peristiwa penguapan dalam kehidupan sehari-hari, Costuet al,(2010) pada penelitian

perubahan konseptual mengenai peristiwa penguapan pada mahasiswa tingkat satu pendidikan sains. Penelitian tersebut mencatat bahwa model siklus belajar

PDEODE merupakan model pembelajaran yang efektif dalam memfasilitasi terjadinya perubahan konseptual.


(29)

14

C. Pembelajaran Konvensional

Menurut Djamarah (2006) pembelajaran konvensional adalah pembelajaran tradi-sional, karena sejak dulu model pembelajaran ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar dan pembe-lajaran.

Sukardi (2003) mendeskripsikan bahwa pembelajaran konvensional ditandai dengan guru lebih banyak mengajarkan tentang konsep-konsep bukan kompetensi, tujuannya adalah siswa mengetahui sesuatu bukan mampu untuk melakukan se-suatu, dan pada saat proses pembelajaran siswa lebih banyak mendengarkan. Di sini terlihat bahwa pembelajaran konvensional yang dimaksud adalah proses pem-belajaran yang lebih banyak didominasi gurunya sebagai pentransfer ilmu, semen-tara siswa lebih pasif sebagai penerima ilmu.

Burrowes (Juliantara, 2009) menyampaikan bahwa pembelajaran konvensional menekankan pada resitasi konten, tanpa memberikan waktu yang cukup kepada siswa untuk merefleksi materi-materi yang dipresentasikan, menghubungkannya dengan pengetahuan sebelumnya, atau mengaplikasikannya kepada situasi kehidupan nyata. Lebih lanjut dinyatakan bahwa pembelajaran konvensional memiliki ciri-ciri, yaitu: (1) pembelajaran berpusat pada guru; (2) terjadipassive learning; (3) interaksi di antara siswa kurang; (4) tidak ada kelompok-kelompok kooperatif; dan (5) penilaian bersifat sporadis. Menurut Brooks dan Brooks (1993), penyelenggaraan pembelajaran konvensional lebih menekankan kepada tujuan pembelajaran berupa penambahan pengetahuan, sehingga belajar dilihat


(30)

15

sebagai proses “meniru” dan siswadituntut untuk dapat mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari melalui kuis atau tes terstandar.

Metode yang digunakan dalam pembelajaran konvensional adalah metode cera-mah, tanya jawab, latihan, diskusi dan pemberian tugas.

1. Metode Ceramah

Metode ceramah yaitu metode yang boleh dikatakan metode tradisional, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar mengajar. Penyampaian materi pela-jaran secara lisan sangat berbeda dengan penyampaian secara tertulis, karena dalam cara ini siswa sangat tergantung pada cara guru mengajar. Kecepatan bicara serta volume bicara atau suara yang diucapkan guru. Oleh karena itu me-nyampaikan materi pelajaran dengan menggunakan metode ceramah harus dengan prosedur.

Menurut Jusuf Djajadisastra (Sudaryo, 1991), prosedur penggunaan ceramah antara lain:

a. Merumuskan tujuan khusus pemgajaran yang akan dipelajari siswa. De-ngan tujuan tersebut dapat ditetapkan apakah metode ceramah benar-benar merupakan metode yang tepat.

b. Menyusun bahan ceramah secara sistematis.

c. Mengidentifikasi istila-istilah yang sukar dan perlu diberi penjelasan da-lam ceramah.

d. Melaksanakan ceramah dengan memperhatikan:

1). Sajikan kerangka materi dan pokok-pokok yang akan diuraikan dalam ceramah.

2). Uraikan pokok-pokok tersebut dengan jelas dan usahakan istilah yang sukar dijelaskan secara khusus.

3). Diupayakan bahan pengait atauadvance organizeragar pengajaran lebih bermakna.

4). Dapat dilakukan dengan pendikator deduktif atau induktif. 5). Gunakan multi metode dan multi media.

e. Menyimpulkan pokok-pokok isi materi yang diceramahkan dikaitkan dengan tujuan pengajaran.


(31)

16

Menurut Djamarah dan Zain (2006) Kelebihan metode ceramah : a. Guru mudah menguasai kelas.

b. Mudah mengorganisasikan tempat duduk/kelas . c. Dapat diikuti oleh jumlah siswa yang besar. d. Mudah mempersiapkan dan melaksanakannya. e. Guru mudah menerangkan pelajaran dengan baik. Kelemahan metode ceramah :

a. Mudah menjadi verbalisme (pengertian kata-kata).

b. Bila selalu digunakan dan terlalu lama akan membosankan.

c. Guru sukar sekali menyimpulkan bahwa siswa mengerti dan tertarik pada ceramahnya ini.

d. Menyebabkan siswa menjadi pasif. 2. Metode Penugasan

Metode penugasan adalah metode penyajian bahan dimana guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar ( Syaiful bahri Djamarah & Aswan Zain, 2002:96). Ada langkah-langkah yang harus diikuti dalam

pemggunaan metode tugas, yaitu: a. Fase pemberian tugas

Tugas yang diberikan kepada siswa hendaknya mempertimbangkan: 1. Tujuan yang akan dicapai.

2. Jenis tugas yang jelas dan tepat sehingga anak mengerti apa yang ditugaskan tersebut.

3. Sesuai dengan kemampuan siswa.

4. Ada petunjuk / sunber yang dapat membantu pekerjaan siswa. 5. Sediakan waktu yang cukup untuk mengerjakan tugas tersebut. b. Langkah pelaksanaan tugas

1. Diberikan bimbingan /pengawasan oleh guru. 2. Diberikan dorongan sehingga anak mau bekerja.


(32)

17

4. Dianjurkan agar siswa mencatat hasil-hasil yang dia peroleh dengan baik dan sistematik.

c. Fase mempertanggungjawabkan tugas

1. Laporan siswa baik lisan/tertulis dari apa yang telah dikerjakannya. 2. Ada tanya jawab/diskusi kelas.

3. Penilaian hasil pekerjaan siswa baik dengan tes maupaun nontes atau cara lain.

Metode penugasan ini mempunyai beberapa kekurangan dan kelebihan, antar lain: Kekurangan metode penugasan :

a. Siswa sulit dikontrol, apakah benar ia yang mengerjakan tugas ataukah orang lain.

b. Khusus untuk tugas kelompok, tidak jarang yang aktif mengerjakan dan menyelesaikannya adalah anggota tertentu saja, sedangkan anggota lain-nya tidak berpartisipasi dengan baik.

c. Tidak mudah memberikan tugas yang sesuai dengan perbedaan individu siswa.

d. Sering memberikan tugas yang monoton (tak bervariasi) dapat menimbulkan kebosanan siswa.

Kelebihan metode penugasan :

a. Lebih merangsang siswa dalam melakukan aktivitas belajar individual ataupun kelompok.

b. Dapat mengembangkan kemandirian siswa di luar pengawasan guru. c. Dapat membina tanggung jawab dan disiplin siswa.

d. Dapat mengembangkan kreativitas siswa.

3. Metode Latihan

Metode latihan adalah suatu cara mengajar yang baik untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan tertentu (Djamarah & Zain, 2002:108).

Kelebihan metode latihan:

a. Untuk memperoleh kecakapan motoris, seperti menulis, melafalkan huruf, kata-kata atau kalimat, membuat alat-alat, menggunakan alat-alat dan terampil menggunakan peralatan olah raga.


(33)

18

b. Untuk memperoleh kecakapan mental seperti dalam perkalian, menjumlah, pengurangan, pembagian, tanda-tanda (simbol).

c. Untuk memperoleh kecakapan dalam bentuk asosiasi yang dibuat, seperti hubungan huruf-huruf dalam ejaan, penggunaan simbol, membaca peta dan sebagainya.

d. Pembentukan kebiasaan yang dilakukandan menambah ketepatan serta kecepatan pelaksanaan

e. Memanfaatan kebiasaan-kebiasaan yang tidak memerlukan konsentrasi dalam pelaksanannnya.

f. Pembentukan kebiasaan-kebiasaan membuat gerakan-gerakan yang kompleks, rumit, menjadi lebih otomatis.

Kelemahan metode latihan:

a. Menghambat bakat dan iisiatif siswa , karena siswa lebih banyak dibawa kepada penyesuaia dan diarahkan jauh dari pengertian.

b. Menimbulkan penyesuaian secara statis kepada lingkungan. c. Kadang-kadang latihan yang dilaksanakan secara berulang-ulang

merupakan hal yang monoton, mudah membosankan. d. Membentuk kebiasaan yang kaku, karena bersifat otomatis. e. Dapat menimbulkan verbalisme.

(Djamarah & Zain, 2002: 108-109).

D. Keterampilan Proses Sains

Menurut Depdikbud (1986) dalam Dimyati (2006), pendekatan keterampilan proses dapat diartikan sebagai wawasan atau anutan pengembangan keterampilan-keterampilan intelektual, sosial, dan fisik yang bersumber dari kemampuan-kemampuan mendasar yang pada prinsipnya telah ada dalam diri siswa. Keteram-pilan–keterampilan dasar tersebut dalam IPA disebut keterampilan proses sains.

Menurut Hariwibowo (2009):

“Keterampilan proses adalah keterampilan yang diperoleh dari latihan kemam-puan-kemampuan mental, fisik, dan sosial yang mendasar sebagai penggerak kemampuan-kemampuan yang lebih tinggi. Kemampuan-kemampuan men-dasar yang telah dikembangkan dan telah terlatih lama-kelamaan akan menja-di suatu keterampilan”.


(34)

19

Pendekatan keterampilan proses sains bukan tindakan instruksional yang berada diluar kemampuan siswa. Pendekatan keterampilan proses sains dimaksudkan un-tuk mengembangkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa.

Menurut Mahmudin (2010), keterampilan proses sains merupakan dasar dari pemecahan masalah dalam sains dan metode ilmiah. Keterampilan proses sains dikelompokkan menjadi keterampilan proses dasar dan keterampilan proses terpadu. Keterampilan proses dasar terdiri atas enam komponen tanpa urutan tertentu, yaitu:

1. Observasi atau mengamati, menggunakan lima indera untuk mencari tahu informasi tentang obyek seperti seperti karakteristik obyek, sifat, persa-maan, dan fitur identifikasi lain.

2. Klasifikasi, proses pengelompokkan dan penataan objek.

3. Mengukur, membandingkan kuantitas yang tidak diketahui dengan jumlah yang diketahui, seperti standar dan non-standar satuan pengukuran.

4. Komunikasi, menggunakan multimedia, tulisan, grafik, gambar, atau cara lain untuk berbagi temuan.

5. Menyimpulkan, membentuk ide-ide untuk menjelaskan pengamatan. 6. Prediksi, mengembangkan sebuah asumsi tentang hasil yang diharapkan.

Keenam keterampilan proses dasar di atas terintegrasi secara bersama-sama ketika ilmuan merancang dan melakukan penelitian, maupun dalam kehidupan sehari-hari. Semua komponen keterampilan proses dasar penting baik secara parsial maupun saat terintegrasi secara bersama-sama. Keterampilan proses dasar merupakan fondasi bagi terbentuknya landasan berfikir logis. Oleh karena itu, sangat penting dimiliki dan dilatihkan bagi siswa sebelum melanjutkan


(35)

20

Keterampilan proses terpadu meliputi:

1. Merumuskan hipotesis, membuat prediksi (tebakan) berdasarkan bukti dari penelitian sebelumnya atau penyelidikan.

2. Mengidentifikasi variabel, penamaan dan pengendalian terhadap variabel independen, dependen, dan variabel kontrol dalam penyelidikan.

3. Membuat definisi operasional, mengembangkan istilah spesifik untuk menggambarkan apa yang terjadi dalam penyelidikan berdasarkan ka-rakteristik diamati.

4. Percobaan, melakukan penyelidikan dan mengumpulkan data. 5. Interprestasi data, menganalisis hasil penyelidikan.

Pendekatan keterampilan proses sains dirancang dengan beberapa tahapan yang diharapkan akan meningkatkan penguasaan konsep. Tahapan-tahapan pendekatan pembelajaran keterampilan proses sains menurut Dimyati dan Mudjiono (2002):

Pendekatan keterampilan proses lebih cocok diterapkan pada pembelajaran sains. Pendekatan pembelajaran ini dirancang dengan tahapan: (1) Penam-pilan fenomena. (2) apersepsi, (3) menghubungkan pembelajaran dengan pengetahuan awal yang dimiliki siswa, (4) demonstrasi atau eksperimen, (5) siswa mengisi lembar kerja. (6) guru memberikan penguatan materi dan penanaman konsep dengan tetap mengacu kepada teori permasalahan”. Penerapan pendekatan pembelajaran keterampilan proses sains memungkinkan siswa untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan yang pada dasarnya sudah dimiliki oleh siswa. Hal itu didukung oleh pendapat Arikunto (2004):

Pendekataan berbasis keterampilan proses adalah wawasan atau anutan pengembangan keterampilan-keterampilan intelektual, sosial dan fisik yang bersumber dari kemampuan-kemampuan mendasar yang pada prin-sipnya keterampilan-keterampilan intelektual tersebut telah ada pada siswa”.

Pendekatan keterampilan proses sains bukan tindakan instruksional yang berada diluar kemampuan siswa. Pendekatan keterampilan proses sains dimaksudkan un-tuk mengembangkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa. Menurut Hartono (2007) Pendidikan keterampilan proses sains dibagi menjadi dua yaitu Keterampilan proses dasar (Basic Science Proses Skill) meliputi observasi, klasifikasi, pengukuran, berkomunikasi dan inferensi dan keterampilan proses


(36)

21

terpadu (Intergated Science Proses Skill) meliputi merumuskan hipotesis,

menamai variabel, mengontrol variabel, membuat definisi operasional, melakukan eksperimen, interpretasi, merancang penyelidikan, dan aplikasi konsep.

Keterampilan proses dasar pada keterampilan proses sains adalah prediksi. Prediksi merupakan suatu ramalan dari apa yang kemudian hari mungkin dapat diamati. Untuk dapat membuat prediksi yang dapat dipercaya tentang objek atau peristiwa, maka dapat dilakukan dengan memperhitungkan penentuan secara tepat perilaku terhadap lingkungan kita. Keteraturan dalam lingkungan kita

mengizinkan untuk mengenal pola dan untuk memprediksi terhadap pola-pola apa yang mungkin dapat diamati kemudian hari. Memprediksi dapat diartikan sebagai mengantisipasi atau membuat ramalan tentang segala hal yang akan terjadi pada waktu mendatang, berdasarkan perkiraan pada pola atau kecen-derungan tertentu, atau hubungan antara fakta, konsep, dan prinsip dalam ilmu pengetahuan (Dimyati dan Mudjiono, 2006).

Keterampilan memprediksi mencakup keterampilan mengajukan perkiraan tentang sesuatu yang belum terjadi atau belum diamati berdasarkan suatu ke-cenderungan atau pola yang sudah ada. Jadi dapat dikatakan bahwa memprediksi adalah menyatakan dugaan beberapa kejadian mendatang atas dasar suatu ke-jadian yang telah diketahui.


(37)

22

E. Materi Pembelajaran

a. Larutan Elektrolit dan Non-Elektrolit

Larutan elektrolit merupakan larutan yang dapat menghantarkan arus listrik. Contohnya adalah larutan garam dapur, larutan asam sulfat serta larutan natrium hidroksida. Sedangkan larutan non elektrolit adalah larutan yang tidak dapat menghantarkan arus listrik. Contoh larutan non elektrolit yaitu larutan gula, larutan urea, dan larutan alkohol.

b. Elektrolit Kuat dan Elektrolit Lemah

Larutan elektrolit berdasarkan daya hantar listriknya dibedakan menjadi dua yaitu larutan elektrolit kuat dan elektrolit lemah. Elektrolit kuat mempunyai daya hantar yang relatif baik meskipun konsentrasinya relatif kecil, sedangkan elektrolit lemah mempunyai daya hantar yang relatif buruk meskipun konsentrasinya relatif besar. Larutan elektrolit kuat dapat membuat lampu menyala, sedangkan elektrolit lemah hanya menimbulkan gelembung pada kedua elektrode.

c. Elektrolit Dapat Berupa Senyawa Ion dan Senyawa Kovalen Polar Pada larutan elektrolit dapat berupa senyawa ion atau senyawa kovalen polar. Senyawa ion terdiri atas ion-ion, misalnya NaCl dan NaOH. NaCl terdiri atas ion Na+dan Cl-, sedangkan NaOH terdiri atas ion Na+dan OH-. Dalam kristal (padatan), ion-ion itu tidak dapat bergerak bebas, melainkan diam pada tempatnya. Oleh karena itu, padatan senyawa ion tidak

menghantar listrik. Akan tetapi, jika senyawa ion dilelehkan atau

dilarutkan, maka ion-ionnya dapat bergerak bebas sehingga larutan dapat menghantarkan listrik.


(38)

23

Senyawa kovalen, misalnya H2O, HCl, CH3COOH, dan CH4, terdiri atas molekul-molekul. Sebagian molekul bersifat polar, misalnya molekul air, HCl, dan CH3COOH. Sedangkan sebagian lain bersifat non polar,

misalnya CH4. Berbagai zat dengan molekul polar, seperti HCl dan CH3COOOH, dilarutkan dalam air, dapat mengalami ionisasi sehingga larutannya dapat menghantar listrik. Hal itu terjadi karena antarmolekul polar tersebut terdapat suatu gaya tarik-menarik yang dapat memutuskan ikatan-ikatan tertentu dalam molekul tersebut. Meskipun demikian, tidak semua molekul polar dapat mengalami ionisasi dalam air. Molekul nonpolar, sebagaimana dapat diduga, tidak ada yang bersifat elektrolit.

Gambar 1. Alat penguji daya hantar listrik

(Sumber, Purba, 2004)

Elektrolit berupa senyawa ion tidak hanya dapat menghantarkan listrik dalam bentuk larutannya, tetapi juga dalam bentuk lelehannya. Hal ini dikarenakan dalam lelehan, ion-ion dapat bergerak bebas. Bandingkan dengan elektrolit berupa senyawa kovalen polar yang dapat menghantarkan listrik hanya dalam


(39)

24

bentuk larutannya, tetapi tidak dalam bentuk lelehannya. Lelehannya senyawa kovalen polar masih tersusun dari partikel-partikel berupa molekul.

Tabel 2. Perbandingan daya hantar listrik Jenis

Senyawa Padatan Lelehan

Larutan (dalam pelarut air) Senyawa ion Tidak dapat menghantar listrik karena dalam padatan ion-ionnya tidak dapat bergerak bebas.

Dapat menghantar listrikkarena dalam lelehan ion -ionnya dapat bergerak jauh lebih bebas diban-dingkan ion-ion dalam zat padat.

Dapat menghantar listrikkarena dalam larutan ion-ionnya dapat bergerak bebas. Senyawa kovalen Tidak dapat menghantar listrik karena padatannya terdiri dari molekul-molekul netral meski bersifat polar. Tidak dapat menghantar listrik karena lelehannya terdiri dari molekul-molekul meski dapat bergerak lebih bebas.

Dapat menghantar listrikkarena dalam molekul-molekul dapat terhidrolisis menjadi ion-ion yang dapat bergerak bebas.

(Sumber, Johari, 2006)

G. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan tinjauan pustaka yang dikemukakan sebelumnya bahwa pada tahap pertama model siklus belajar PDEODE yakniPredictdimana guru menyajikan suatu peristiwa sains kepada siswa. Pada tahap tersebut, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk membuat prediksi terhadap akibat dari peristiwa sains tersebut secara individu dan memberikan alasan terhadap prediksi tersebut. Pada tahap kedua yakni discuss. Pada tahap ini, guru memberikan kesempatan


(40)

25

kepada siswa untuk berdiskusi tentang prediksinya. Kemudian, pada tahap ketiga yakniexplain, dimana guru meminta siswa untuk mencapai suatu kesepakatan tentang peristiwa sains tersebut dengan kata lain siswa menjelaskan jawaban sementara dari peristiwa sains yang diberikan, siswa akan dilatih untuk dapat mengemukakan hipotesis. Pada ketiga tahapan ini diharapkan timbul

ketidakseimbangan dalam struktur mentalnya(cognitive disequilibrium)yang ditandai dengan munculnya pertanyaan-pertanyaan yang mengarah pada berkembangnya daya nalar tingkat tinggi (high level reasoning) yang diawali dengan kata-kata seperti mengapa dan bagaimana. Munculnya pertanyaan-pertanyaan tersebut sekaligus merupakan indikator kesiapan siswa untuk menempuh fase berikutnya. Pada tahap keempat yakniobserver, guru

membimbing siswa untuk melakukan kegiatanhand-onyang bertujuan untuk menguji kebenaran dari jawaban sementara, siswa akan terpacu untuk melakukan eksperimen dalam rangka untuk memecahkan masalah berdasarkan fakta dalam eksperimen tersebut. Dengan eksperimen ini, maka siswa akan dapat memberikan alasan terhadap jawaban yang dibuat. Pada tahapan ini diharapkan dapat

menghubungkan pengetahuan awal meraka sebelum melakukan percobaan dengan pengetahuan setelah melakukan percobaan (asimilasi). Pada tahap kelima yakni discuss, dimana guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendiskusikan prediksi mereka sebelumnya dengan hasil observasi yang telah dilakukan.

Kemudian pada tahap keenam yakniexplain, dimana guru meminta siswa menghadapkan semua ketidasesuian antara prediksi dan observasi. Sehingga siswa mulai bisa menanggulangi kontradiksi-kontradiksi yang mungkin muncul pada pemahaman mereka. Pada tahap ini diharapkan siswa dapat mengerti serta


(41)

26

mengetahui teori elektrolit dan non-elektrolit dalam kehidupannya sehari-hari (equilibrasi).

Pada akhirnya, berdasarkan uraian dan langkah-langkah di atas, diharapkan model siklus belajar PDEODE dapat meningkatkan keterampilan prediksi siswa.

H. Anggapan Dasar

Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah:

1. Semua siswa siswi kelas X semester genap SMA Persada Bandar Lampung tahun pelajaran 2011/2012 yang menjadi objek penelitian mempunyai kemampuan dasar yang sama dalam penguasaan konsep kimia.

2. Perbedaan keterampilan prediksi pada materi pokok larutan elektrolit dan non-elektrolit semata-mata karena perbedaan perlakuan dalam proses

pembelajaran; dan

3. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi peningkatan keterampilan prediksi siswa kelas X SMA Persada Bandar Lampung Tahun 2011-2012 diabaikan.

I. Hipotesis Umum

Hipotesis umum dalam penelitian ini adalah,

Pembelajaran PDEODE pada materi pokok larutan elektrolit dan non-elektrolit lebih efektif dalam meningkatkan keterampilan prediksi siswa dibandingkan pembelajaran konvensional”.


(42)

27

III. METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas X SMA Persada Bandar Lampung tahun pelajaran 2011-2012 yang berjumlah 178 siswa dan tersebar dalam lima kelas yaitu X1, X2, X3,X4dan X5.

2. Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknikpurposive sampling. Purposive samplingadalah teknik pengambilan sampel yang didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yaitu ingin mendapatkan sampel dengan kemampuan akademik relatif sama. Dalam penelitian ini diambil sebagian dari populasi yang akan dijadikan sampel, yaitu dua kelas dari lima kelas yang ada. Satu kelas sebagai kelas eksperimen dan satu kelas sebagai kelas kontrol dengan latar belakang kemampuan akademik sama yang dilihat dari nilai mid semester pada materi sebelumnya tentang hukum-hukum dasar kimia dan stoikiometri. Dua kelas tersebut adalah kelas X2dan kelas X3, kemudian ditentukan kelas X3sebagai kelas eksperimen dan kelas X2sebagai kelas kontrol.


(43)

28

B. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini terdiri dari satu variabel bebas dan satu variabel terikat. Sebagai variabel bebas adalah model pembelajaran yang digunakan, yaitu model siklus belajar PDEODE dan pembelajaran konvensional. Sebagai variabel terikat adalah keterampilan prediksi siswa pada materi larutan elektrolit dan

non-elektrolit siswa kelas X SMA Persada Bandar Lampung.

C. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang diambil dalam penelitian ini adalah data primer yang bersifat kuantitatif yaitu data hasil tes sebelum belajar (pretest) dan hasil tes setelah belajar (posttest) siswa.

Sumber data dari penelitian ini adalah siswa-siswi kelas kontrol dan kelas eksperimen.

D. Metode dan Desain Penelitian 1. Metode Penelitian

Metode penelitian ini adalah penelitian kuasi eksperimen dengan menggunakan nonequivalent pretest-posttest control group desainyang bertujuan untuk mengetahui efektivitas model siklus belajar PDEODE pada materi larutan elektrolit dan non-elektrolit dalam meningkatkan keterampilan prediksi siswa SMA Persada Bandar Lampung.

2. Desain Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalahnonequivalent pretest-posttest control group desainyaitu desain kuasi eksperimen dengan melihat perbedaan


(44)

29

nilaipretestmaupunposttestantara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Desain penelitian tersebut dapat dijelaskan pada Tabel 2 berikut ini.

Tabel 2. Desain penelitian

Kelas Pretest Perlakuan Posttest

Kelas eksperimen O1 X O2

Kelas kontrol O1 - O2

O1adalahpretestyang diberikan sebelum perlakuan, O2adalahposttestyang diberikan setelah perlakuan. X adalah perlakuan berupa penerapan model siklus belajar PDEODE dan kelas kontrol tidak diberi perlakuan.

E. Instrumen dan Validitas Penelitian

1. Instrumen Penelitian

Instrumen adalah alat yang berfungsi mempermudah pelaksanaan sesuatu. Instrumen pengumpulan data merupakan alat yang digunakan oleh pengumpul data untuk melaksanakan tugasnya mengumpulkan data menurut Arikunto (1997).

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah

a. Kelas eksperimen menggunakan 2 LKS, yaitu LKS materi larutan elektrolit dan larutan non-elektrolit dengan model siklus belajar PDEODE sedangkan kelas kontrol menggunakan 1 LKS biasa.

b. Soalpretestdanposttestuntuk membangun pemahaman konsep siswa 1. Pretest

Pretestdalam penelitian ini terdiri dari 5 soal uraian yang di dalamnya terdapat indikator keterampilan prediksi yaitu pada soal 1a, 2a, 3a, 4a, 5a.


(45)

30

2. Posttest

Soalposttesterdiri dari 5 soal uraian yang di dalamnya terdapat indikator keterampilan prediksi yaitu pada soal 1a, 2a, 3a, 4a, 5a.

c. Lembar observasi kinerja guru dan lembar aktivitas siswa guna mendukung berjalannya penelitian.

2. Validitas Penelitian

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan kesahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang

diinginkan dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Dalam konteks pengujian validitas instrumen dapat dilakukan dengan dua macam cara, yaitu carajudgmentatau penilaian, dan pengujian empirik.

Instrumen dalam penelitian ini divalidasi dengan carajugmentatau validitas isi. Validitas isi adalah kesesuaian antara instrumen dengan ranah ataudomain yang diukur (Ali M. 1992). Dalam hal ini pengujian dilakukan dengan

menelaah kisi-kisi, terutama kesesuaian antara tujuan penelitian, tujuan

pengukuran, indikator, dan butir-butir pertanyaannya. Bila antara unsur-unsur itu terdapat kesesuaian, maka dapat dinilai bahwa instrumen dianggap valid untuk digunakan dalam mengum-pulkan data sesuai kepentingan penelitian yang bersangkutan.

Oleh karena dalam melakukanjudgmentdiperlukan ketelitian dan keahlian penilai, maka peneliti meminta ahli untuk melakukannya. Dalam hal ini dilakukan oleh dosen pembimbing penelitian untuk mengujinya.


(46)

31

F. Pelaksanaan Penelitian

Langkah-langkah penelitian ini adalah 1. Tahap Prapenelitian

a. mengadakan observasi ke sekolah untuk mendapatkan informasi tentang keadaan sekolah, data siswa, data nilai, jadwal dan tata tertib sekolah, serta sarana prasarana di sekolah,

b. menentukan dua kelas sebagai kelas sampel,

c. menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sesuai dengan materi pokok yang akan diteliti, yaitu materi pokok larutan elektrolit dan non-elektrolit.

d. membuat Lembar Kerja Siswa (LKS) yang disesuaikan dengan tahapan pembelajaran dan peningkatan keterampilan prediksi yang diharapkan akan dicapai siswa pada kelas eksperimen.

e. membuat kisi-kisi dan soal-soalpretestdanposttest. f. Melakukan validitas instrumen dengan dosen pembimbing.

2. Tahap Penelitian

Prosedur pelaksanaan di kelas dikelompokkan menjadi dua yaitu pembelajaran PDEODE dan pembelajaran konvensional. Pada kelas X3diterapkan model siklus belajar PDEODE dan kelas X2diterapkan pembelajaran konvensional.

Prosedur pelaksanaannya sebagai berikut:

a. Melakukanpretestdengan soal yang sama pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.


(47)

32

b. Pelaksanaan pembelajaran pada materi pokok larutan elektrolit dan non-elektrolit sesuai model pembelajaran yang ditetapkan pada masing-masing kelas.

c. Melakukanposttestdengan soal yang sama pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

d. Analisis data.

e. Penulisan pembahasan dan simpulan.

Adapun langkah-langkah penelitian tersebut ditunjukan pada alur penelitian sebagai berikut:

Gambar 2. Alur penelitian Tahap observasi

Dan Persiapan

Penentuan populasi dan sampel

Kelas eksperimen

Kelas kontrol Pretest

Konvensional Posttest PDEODE

Analisis Data


(48)

33

G. Teknik Analisis Data

Tujuan analisis data yang dikumpulkan adalah untuk memberikan makna atau arti yang digunakan untuk menarik suatu kesimpulan yang berkaitan dengan masalah, tujuan, dan hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya.

1. Menghitung skorpretestdanposttest

Skor pretestatauposttestdirumuskan sebagai berikut:

Nilai Akhir = ∑ skor yang diperoleh siswa

skor maksimum × 100

Data yang diperoleh kemudian dicarigainternormalisasinya kemudian dianalisis menggunakan uji homogenitas dua varians.

2. Menghitungn-Gain

Untuk mengetahui peningkatan keterampilan prediksi siswa, maka dilakukan analisis skor gain ternormalisasi (n-Gain). Rumusn-Gainmenurut Meltzer adalah sebagai berikut:

n-Gain(g)=

(

nilai postest– nilai pretest

)

(

nilai maksimum ideal – nilai pretest

)

3. Hipotesis Statistik

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis statistik, hipotesis dirumuskan dalam bentuk pasangan hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (H1).

Hipotesis keterampilan prediksi:

H0 (µ1≤ µ2 ):Rata-rata nilai keterampilan prediksi dengan model siklus belajar PDEODE lebih rendah atau sama dengan rata-rata keterampilan prediksi dengan pembelajaran konvensional pada materi larutan elekrolit dan non-elektrolit.


(49)

34

H1(µ1 > µ2 ): Rata-rata nilai keterampilan prediksi dengan model siklus belajar PDEODE lebih tinggi daripada rata-rata keterampilan prediksi dengan Pembelajaran konvensional pada materi larutan elekrolit dan

non-elektrolit.

4. Uji homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk memperoleh asumsi bahwa sampel penelitian berawal dari kondisi yang sama atau homogen, yang selanjutnya untuk

menentukan statistik t yang akan digunakan dalam pengujian hipotesis. Uji homogenitas dilakukan dengan menyelidiki apakah kedua sampel mempunyai varians yang sama atau tidak. Hipotesis yang digunakan dalam uji homogenitas adalah sebagai berikut:

H0= 2 2

1 2

(data penelitian mempunyai variansi yang homogen)

H1= 2 2

1 2

(data penelitian mempunyai variansi yang tidak homogen) Untuk menguji kesamaan dua varians dalam Sudjana (2002)

digunakan rumus sebagai berikut:

F

=

Kriteria : Pada taraf 0,05, tolak H0hanya jika F hitung≥ F ½α (υ1, υ2)

Untuk menguji apakah kedua varians tersebut sama atau tidak, maka Fhitung dikon-sultasikan dengan Ftabel menggunakanα= 5 % dengan dk pembilang = banyaknya data terbesar dikurangi satu dan dk penyebut = banyaknya data yang terkecil diku-rangi satu. Jika Fhitung< Ftabelmaka H0diterima. Yang berarti kedua kelompok tersebut mempunyai varians yang sama atau dikatakan homogen.


(50)

35

5. Uji perbedaan dua rata-rata

Uji perbedaan dua rata-rata digunakan untuk menentukan seberapa efektif perlakuan terhadap sampel dengan melihatn-Gainketerampilan prediksi larutan elektrolit dan non-elektrolit yang lebih tinggi antara pembelajaran dengan model siklus belajar PDEODE dengan pembelajaran konvensional dari siswa SMA Persada Bandar Lampung.

Jika data yang diperoleh terdistribusi normal dan homogen, maka pengujian menggunakan uji statistik parametrik, yaitu menggunakan uji-t (Sudjana, 2002):

2 1 2 1 1 1 n n s X X thitung    dan 2 ) 1 ( ) 1 ( 2 1 2 2 2 2 1 1 2       n n s n s n s Keterangan : thitung= koefisien t

1

X

=n-Gainrata-rata kelas eksperimen

2

X

=n-Gainrata-rata kelas kontrol s2 = varians

n1 = jumlah siswa kelas eksperimen n2 = jumlah siswa kelas kontrol

2 1

s

= varians kelas eksperimen 2

2


(51)

36

Dengan kriteria pengujian: terima H0jika t< t1-αdengan derajat kebebasan d(k) = n1+ n2–2 dan tolak H0untuk harga t lainnya. Dengan menentukan taraf

signifikan α = 5% peluang (1-α ).

Namun jika kedua sampel berdistribusi normal tetapi tidak homogen, maka

pengujian menggunakan uji statistik parametrik, yaitu melalui uji-t’ dengan rumus

perhitungan (Sudjana, 2002):

dan

Keterangan:

1

X

= Nilai rata-rata kelas eksperimen

2

X

= Nilai rata-rata kelas kontrol n1= Jumlah siswa kelas eksperimen n2= Jumlah siswa kelas kontrol

2 1

s

= varians kelas eksperimen 2

2

s

= varians kelas kontrol

2 2 2 1 2 1 2 1 ' n s n s X X thitung   


(52)

37

Dengan kriteria pengujian: tolak H0jika t’ ≥ dan terima H0jika terjadi sebaliknya, dengan :

= ; =

= , ( ) dan = , ( )

dengan derajat kebebasan d(k) = n1+ n2–2 dan tolak H0untuk harga t lainnya.


(53)

54

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data, pengujian hipotesis, dan pembahasan dalam penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Rata-ratan-Gainketerampilan prediksi dengan model siklus belajar PDEODE lebih tinggi dari pada rata-ratan-Gainketerampilan prediksi dengan

pembelajaran konvensional pada materi kelarutan elektrolit dan non-elektrolit. 2. Model siklus belajar PDEODE lebih efektif dibandingkan pembelajaran

konvensional dalam meningkatkan keterampilan prediksi pada materi elektrolit dan non-elektrolit.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan bahwa:

1. Bagi calon peneliti lain yang tertarik melakukan penelitian agar lebih mem-perhatikan pengelolaan waktu dalam proses pembelajaran sehingga pembela-jaran lebih maksimal serta memperhatikan pengelolaan kelas yang lebih terencana dan terorganisasi.

2. Model siklus belajar PDEODE dapat dipakai sebagai alternatif model

pembelajaran bagi guru dalam membelajarkan materi pokok larutan elektrolit dan non-elektrolit dan materi lain dengan karakteristik materi yang sama.


(54)

55

DAFTAR PUSTAKA

Ali, M. 1992.Strategi Penelitian Pendidikan.Angkasa. Bandung.

Arikunto, S. 1997.Penilaian Program Pendidikan. Edisi III. Bina Aksara. Jakarta.

Arikunto, S. 2004. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta.

Brooks, J.G dan Brooks, M.G. 1993. InSearch of Understanding: The Case for Constructivis Classroom. ASCD. Alexandria.

Costu,et al. 2007. “Facilitating Conceptual Change in Students’ Understanding of Boiling Concept”.International Journal of Science Edication and

Technology. 16, 524-536.

Costu, Baryam. 2008. “Learning Science through the PDEODE Teaching

Strategy: Helping Student Make Sense ofEveryday Situasions”.Eurasia Journal of Mathematics, Science and Tehnology Education.4, (1), 3-9.

Dahar, R.W. 1988. Teori-teori Belajar. Erlangga. Jakarta.

Depdiknas. 2003.Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran Kimia.Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional.

Dimyati dan Mudjiono. 2006.Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta.


(55)

56

Djamarah, S.B. dan Zain, A. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta.

Hariwibowo. 2009. Makalah Pembelajaran-Proses:Pendekatan Keterampilan Proses. www.yahoo.com. CERPEN LUBIS GRAFURA. Lubis Grafura (Ed). 26 Mei 2009. 30 Desember 2010

http://lubisgrafura.wordpress.com/2009/05/26/ makalah-pembelajaran-proses-pendekatan-keterampilan-proses/.

Hartono. 2007. Profil Keterampilan Proses Sains Mahasiswa Program

Pendidikan Jarak Jauh S1 PGSD Universitas Sriwijaya. FKIP Universitas Sriwijaya. Palembang. Proceeding of The First International Seminar on Science Education.ISBN: 979-25-0599-7

Indrawati dan Setiawan, wanwan. 2009.Pembelajaran inovatif Kreatif dan Inovatif untuk siswa sekolah dasar.[Online]. Tersedia di

http://www.p4tkipa.org/data/pakem/pdf. [22 Februari 2010]. Johari, J.M.C. 2007. Kimia SMA dan MA kelas X. Esis. Jakarta.

Juliantara, K. 2009. Pendekatan Pembelajaran Konvensional.

http://edukasi.kompasiana.com/2009/12/20/pendekatan-pembelajaran-konvensional. Diakses pukul 07.13 pm tanggal 3 November 2010.

Kolari, S. Viskari, E.L. dan Ranne, C.S. 2005. “Improving Student Learning in an

Environmental Engineering program with A Research Study Project”.

International journal of Engineeting Education. 21, (4), 702-7011.

Mahmudin. 2010. Komponen Penilaian KPS. Mahudin (Ed). Oktober 2010. 9 Juli 2011

http://mahmudin.wordpress.com/-2010/10/komponen-penilaian-k-p-s/ tembolok.html.Nazir, M. 1983.Metode Penelitian.Ghalia Indonesia. Darussalam.

Pannen, P. D. Mustafa, dan M. Sekarwinahyu. 2001. Konstruktivisme dalam Pembelajaran. Dikti. Jakarta

Purba, M. 2004. Kimia SMA Kelas XI. Erlangga. Jakarta.

Rustaman, N.Y. Dirdjosoemarto, S. Yudianto, S.A. Achamd, Y. Subekti, R. Rochintawati, D, dan Nurjani, M. 2003.Strategi Belajar Mengajar biologi. Bandung. Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPS UPI.


(56)

57

Sudaryo. 1991. Strategi Belajar Mengajar I. IKIP Semarang Press. Semarang.

Sudjana,N. 2002.Metode Statistika Edisi Keenam.PT. Tarsito. Bandung.

Sukardi. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta.

Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Kanisius. Jakarta.

Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Terpadu. Bumi Aksara. Jakarta.

Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif.Kencana. Jakarta


(57)

(58)

(1)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data, pengujian hipotesis, dan pembahasan dalam penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Rata-ratan-Gainketerampilan prediksi dengan model siklus belajar PDEODE lebih tinggi dari pada rata-ratan-Gainketerampilan prediksi dengan

pembelajaran konvensional pada materi kelarutan elektrolit dan non-elektrolit. 2. Model siklus belajar PDEODE lebih efektif dibandingkan pembelajaran

konvensional dalam meningkatkan keterampilan prediksi pada materi elektrolit dan non-elektrolit.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan bahwa:

1. Bagi calon peneliti lain yang tertarik melakukan penelitian agar lebih mem-perhatikan pengelolaan waktu dalam proses pembelajaran sehingga pembela-jaran lebih maksimal serta memperhatikan pengelolaan kelas yang lebih terencana dan terorganisasi.

2. Model siklus belajar PDEODE dapat dipakai sebagai alternatif model

pembelajaran bagi guru dalam membelajarkan materi pokok larutan elektrolit dan non-elektrolit dan materi lain dengan karakteristik materi yang sama.


(2)

55

DAFTAR PUSTAKA

Ali, M. 1992.Strategi Penelitian Pendidikan.Angkasa. Bandung.

Arikunto, S. 1997.Penilaian Program Pendidikan. Edisi III. Bina Aksara. Jakarta.

Arikunto, S. 2004. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta.

Brooks, J.G dan Brooks, M.G. 1993. InSearch of Understanding: The Case for Constructivis Classroom. ASCD. Alexandria.

Costu,et al. 2007. “Facilitating Conceptual Change in Students’ Understanding of Boiling Concept”.International Journal of Science Edication and

Technology. 16, 524-536.

Costu, Baryam. 2008. “Learning Science through the PDEODE Teaching Strategy: Helping Student Make Sense ofEveryday Situasions”.Eurasia Journal of Mathematics, Science and Tehnology Education.4, (1), 3-9.

Dahar, R.W. 1988. Teori-teori Belajar. Erlangga. Jakarta.

Depdiknas. 2003.Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran Kimia.Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional.

Dimyati dan Mudjiono. 2006.Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta.


(3)

(Ed). 26 Mei 2009. 30 Desember 2010

http://lubisgrafura.wordpress.com/2009/05/26/ makalah-pembelajaran-proses-pendekatan-keterampilan-proses/.

Hartono. 2007. Profil Keterampilan Proses Sains Mahasiswa Program

Pendidikan Jarak Jauh S1 PGSD Universitas Sriwijaya. FKIP Universitas Sriwijaya. Palembang. Proceeding of The First International Seminar on Science Education.ISBN: 979-25-0599-7

Indrawati dan Setiawan, wanwan. 2009.Pembelajaran inovatif Kreatif dan Inovatif untuk siswa sekolah dasar.[Online]. Tersedia di

http://www.p4tkipa.org/data/pakem/pdf. [22 Februari 2010]. Johari, J.M.C. 2007. Kimia SMA dan MA kelas X. Esis. Jakarta.

Juliantara, K. 2009. Pendekatan Pembelajaran Konvensional.

http://edukasi.kompasiana.com/2009/12/20/pendekatan-pembelajaran-konvensional. Diakses pukul 07.13 pm tanggal 3 November 2010.

Kolari, S. Viskari, E.L. dan Ranne, C.S. 2005. “Improving Student Learning in an Environmental Engineering program with A Research Study Project”. International journal of Engineeting Education. 21, (4), 702-7011.

Mahmudin. 2010. Komponen Penilaian KPS. Mahudin (Ed). Oktober 2010. 9 Juli 2011

http://mahmudin.wordpress.com/-2010/10/komponen-penilaian-k-p-s/ tembolok.html.Nazir, M. 1983.Metode Penelitian.Ghalia Indonesia. Darussalam.

Pannen, P. D. Mustafa, dan M. Sekarwinahyu. 2001. Konstruktivisme dalam Pembelajaran. Dikti. Jakarta

Purba, M. 2004. Kimia SMA Kelas XI. Erlangga. Jakarta.

Rustaman, N.Y. Dirdjosoemarto, S. Yudianto, S.A. Achamd, Y. Subekti, R. Rochintawati, D, dan Nurjani, M. 2003.Strategi Belajar Mengajar biologi. Bandung. Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPS UPI.


(4)

57

Sudaryo. 1991. Strategi Belajar Mengajar I. IKIP Semarang Press. Semarang.

Sudjana,N. 2002.Metode Statistika Edisi Keenam.PT. Tarsito. Bandung.

Sukardi. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta.

Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Kanisius. Jakarta.

Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Terpadu. Bumi Aksara. Jakarta.

Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif.Kencana. Jakarta


(5)

(6)

Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS MODEL SIKLUS PEMBELAJARAN PDEODE DALAM MATERI LARUTAN ELEKROLIT DAN NON-ELEKTROLIT UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI

0 17 56

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN SIKLUS BELAJAR EMPIRIS INDUKTIF DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI PADA MATERI POKOK LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON ELEKTROLIT

2 28 54

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN SIKLUS BELAJAR EMPIRIS INDUKTIF DALAM MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON ELEKTROLIT

0 23 53

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN PREDIKSI DAN INFERENSI PADA MATERI POKOK LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON-ELEKTROLIT SERTA REDOKS

2 45 50

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING PADA MATERI POKOK LARUTAN NON ELEKTROLIT DAN ELEKTROLIT DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGELOMPOKKAN DAN MENYIMPULKAN

0 6 42

EFEKTIVITAS MODEL PROBLEM SOLVING PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON ELEKTROLIT DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGELOMPOKKAN DAN MENGKOMUNIKASIKAN

1 17 48

EFEKTIVITAS MODEL PLGI PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT NON-ELEKTROLIT DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGKOMUNIKASIKAN DAN MENYIMPULKAN

1 14 49

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON-ELEKTROLIT DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR ORISINIL

6 28 47

EFEKTIVITAS MODEL DISCOVERY LEARNING DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN GENERATING PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON-ELEKTROLIT

1 11 56

EFEKTIVITAS MODEL DISCOVERY LEARNING DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBEDAKAN PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON-ELEKTROLIT

2 30 57