IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PAJAK PROGRESIF KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA BANDAR LAMPUNG

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PAJAK PROGRESIF KENDARAAN BERMOTOR
DI KOTA BANDAR LAMPUNG

(Skripsi)

Oleh:
M. WAYA FAHRIZA DWIPURNA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2015

ABSTRAK
KEBIJAKAN PAJAK PROGRESIF KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA
BANDAR LAMPUNG

Oleh

M. WAYA FAHRIZA DWIPURNA


Kebijakan publik memiliki dua fungsi pokok yaitu fungsi budgetair dan regulasi. Sama halnya
dengan Kebijakan Pajak Progresif Kendaraan Bermotor yang diatur dalam Peraturan Daerah
Provinsi Lampung no.2 tahun 2011 yang mulai diberlakukan pada tahun 2012. Fungsi
budgetairnya adalah untuk meningkatkan pendapatan asli daerah dan fungsi regulasinya adalah
untuk menurunkan jumlah kendaraan di Provinsi Lampung. Di dalam penelitian ini, penulis
mendeskripsikan penerapan Kebijakan Pajak Progresif Kendaraan Bermotor di Kota Bandar
Lampung.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Prosedur pengumpulan data
yang digunakan dengan wawancara, observasi, dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan
reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kebijakan Pajak Progresif Kendaraan Bermotor di Kota
Bandar Lampung yang ditinjau dari unsur standar dan sasaran kebijakan, sumber daya kebijakan,
karakteristik badan pelaksana, komunikasi antar organisasi, kecenderungan pelaksana, dan
kondisi ekonomi, sosial dan politik belum mampu secara optimal mencapai hasil yang
diharapkan dari sasaran ideal suatu kebijakan.

Kata Kunci : Implementasi, Kebijakan, Pajak

ABSTRACT
Progrssive Vehicle Tax Policy in Bandar Lampung City

By
M. WAYA FAHRIZA DWIPURNA

Public policy hastwo main function, budgetair and regulation. Same as Progressive Vehicle Tax
Policy that is regulated in Region’s Rules of Lampung Province No. 2/2011 which started to be
valid from 2012. Budgetair function is to improve region’s income while regulation function is to
decrease the traffic jams in Lampung. In this research, the writers describes the concept of
Progressive Vehicle Tax Policy in Bandar Lampung.
The research uses descriptive qualitative method. Data collection by interview, observation, and
documentation. While data analiyisis by data reduction, data presentation, and conclusion.
The result showed that Progresive Vehicle Tax Policy in Bandar Lampung based on standard
element and policy target, policy resource, implementing agency, interorganization
communication, implementing trend, and economic, social, and political conditiona are not
capable yet optimally achiere the result that is expected from an ideal target of a policy.

Keywords: Implementation, Tax, Policy

RIWAYAT HIDUP

M. Waya Fahriza Dwipurna, dilahirkan di Bandar Lampung pada

tanggal 2 November 1990, anak dari pasangan Bapak M. Achir P. dan
Ibu Zuniar Z.A. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.
Jenjang akademis penulis dimulai dengan menyelesaikan pendidikan di
Taman Kanak-Kanak Kartika Bandar Lampung pada tahun 1997,
kemudian melanjutkan ke Sekolah Dasar Kartika II-5 Bandar Lampung dan lulus pada tahun
2003. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP)
Negeri 1 Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2006, selanjutnya Penulis melanjutkan ke
Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2009. Pada
tahun yang sama penulis terdaftar sebagai mahasiswi Jurusan Administrasi Negara Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung dengan mengikuti tes seleksi nasional
masuk perguruan tinggi negeri (SNMPTN).

Penulis sangat meyakini bahwa pengembangan diri sebagai manusia harus dicari dan
dikembangkan sehingga menjadi sebuah pengalaman dalam hidup di masa depan. Penulis,
banyak mendapatkan hal-hal baru serta bermanfaat dalam menjalani proses sebagai seorang
mahasiswa yang aktif di beberapa lembaga organisasi kampus antara lain: HMJ Administrasi
Negara sebagai anggota 2008-2009, BEM FISIP 2011-2012.

MOTO


Tidak ada yang tidak mungkin
bila kita yakin pada keyakinan.
Jika kita mau mengenal diri,
maka kamu akan mengenal
dunia
Tidak ada yang abadi. Begitu
juga dengan status mahasisiwa
Jika ingin merasakan nikmatnya
hidup, maka bersyukurlah.
Karena letak nikmat ada di
syukur.

PERSEMBAHAN

Dengan mengucap rasa syukur kepada
Allah SWT
Kupersembahkan karyaku ini untuk:

“Papa dan mama tercinta”
yang telah mempersembahkan

arti kehidupan melalui jeri payah, peluh
keringat, petuah dalam proses hidup
yang cukup panjang..
serta selalu memberikan curahan kasih
sayang, dukungan, dan do’anya serta
restu yang tiada hentinya hingga
sekarang dan sampai nanti...

“Kakak dan adik tersayang”
Mutia Ayu Bertiana, Randi Febrian dan
Muhammad Al-Hamdi

Terima kasih atas curahan dan
kehangatan kasih sayang yang telah
diberikan.
“Sahabat-sahabat terbaikku”
yang selalu memberi warna dan
menghibur...
Terima kasih atas semangat dan
dukungannya hingga terselesaikannya

karya yang sederhana ini.
“Teman perempuanku”
Alicia Larasati Widianingtyas yang
selalu sabar menemani dan memberi
semangat serta telah menjadi salah satu
motivasi terkuat dalam proses
penyelesaian kuliahku ini.

“PARA DOSEN DAN ALMAMTERKU
UNIVERSITAS LAMPUNG TERCINTA”
“Yang telah memberikan banyak ilmu
dan pengalaman”

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Implementasi Kebijakan Pajak Progresif Kendaraan Bermotor di Kota
Bandar Lampung ”. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana pada jurusan Admninstrasi Negara, Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Lampung.
Selama penyusunan skripsi ini penulis menyadari keterbatasan kemampuan
dan pengetahuan yang dimiliki, sehingga penulis membutuhkan bantuan dari
berbagai pihak, baik keluarga, dosen, maupun teman-teman. Oleh karena itu,
dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesarbesarnya kepada:
1. Bapak Drs. Hi. Agus Hadiawan, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Lampung.
2. Bapak Dr. Dedy Hermawan, S.Sos, M.Si., selaku Ketua Jurusan Ilmu
Administrasi Negara.
3. Nana Mulyana, S.IP, M.Si., selaku pembimbing utama yang telah
memberikan nasehat, motivasi, ilmu, waktu, dan tenaga selama proses
pendidikan dan penyusunan skripsi ini hingga akhir.

4. Fery Triatmojo, S.A.N.,MPA., selaku pembimbing pembantu yang telah
memberikan nasehat, arahan, dan ilmu selama proses pendidikan dan
penyusunan skripsi ini hingga akhir.
5. Dr. Noverman Duadji, M.Si., selaku pembahas dan penguji yang telah
membantu perbaikan melalui kritik, saran, serta masukan yang diberikan
demi kesempurnaan skripsi ini hingga akhir.
6. Meiliyana, S.IP., M.A., selaku Pembimbing Akademik.

7. Seluruh dosen Jurusan Administrasi Negara dan Staf Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik yang telah mewariskan ilmunya dengan penuh kesabaran
dan keikhlasan serta membimbing penulis selama menempuh studi.
8. Kedua Orang tua ku, Ayahanda M. Achir P. dan Ibunda Zuniar Z.A. S.Pd.,
terima kasih atas segala dukungan, do’a, arahan, dan wejangannya dalam
proses penyusunan karya ini. Terima kasih atas segala rasa cinta dan kasih
sayang yang telah kalian berikan dari “Abang” kecil sampai dewasa, dan
kesabaran dalam mendidikku. Semoga kalian berdua selalu sehat, bahagia
dunia akhirat, diberikan rezeki yang berlimpah, dan selalu dalam
perlindungan Allah SWT. Amin ya rabbal’alamiin.
9. Kakak ku Mutia Ayu Bertiana dan Randi Febrian yang sedang menanti
kelahiran anak pertama nya, semangat untuk menjadi orang tua yang baik.
10. Adikku Muhammad Al-Hamdi yang akan menjadi mahasiswa. Semoga
jadi mahasiswa yang rajin dan cepat lulus.
11. Ucu, Uli, Septi, dan Bule Tum yang siap sedia bantuin beberes kamar,
pakaian dan nyiapain sarapan. Makasih banyak.

12. Mas Darsono dan Ses Dian yang terus memberikan semangat serta
wejangannya selama ini.
13. Teman perempuanku Alicia Larasati yang selalu sabar, setia dan

memberikan semangat tersurat maupun tersirat dalam penyelesaian
pendidikan ini. Terimakasih buat semuanya
14. Fitri Apriliana, Nilam Djausal, Oki Ardita, teman-teman Dumbhastis,
Klub Badminton Fisip dan Kepada seluruh sahabat-sahabat ku tersayang
yang pasti tidak cukup saya sebutkan satu persatu di lembar sanwacana ini.
15. Kemas Yogi Mahendra (Alm), sahabat yang sudah menjadi saudara.
Sampe kapanpun, dimanapun juga semua kenangan kita tidak akan pernah
terlupakan bro.
16. Kepada kakak-kakak, kanda-kanda, abang-abang serta adek-adek, baik di
HMI Fisip dan ANE terima kasih atas doa seta dukungan kalian semua.
17. Kepada Pegawai Dinas Pendapatan Provinsi Lampung dan Samsat Kota
Bandar Lampung

serta pihak-pihak terkait lainnya, terima kasih atas

kesediaan wawancara untuk memperoleh data selama pra riset dan riset.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga karya sederhana ini dapat
berguna dan bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, Januari 2015
Penulis

M. Waya Fahriza Dwipurna

DAFTAR ISI

Halaman
BAB I PENDAHULUAN
A.
B.
C.
D.

Latar Belakang ..................................................................................
Rumusan Masalah .............................................................................
Tujuan Penelitian ..............................................................................
Kegunaan Penelitian..........................................................................

1

6
6
7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.
B.
C.
D.
E.
F.

Tinjauan Tentang Kebijakan Publik ................................................
Implementasi Kebijakan ...................................................................
Tinjauan Umum Tentang Pajak ........................................................
Tinjauan Pendapatan Asli Daerah (PAD) .........................................
Penelitian Terdahulu ........................................................................
Kerangka Pikir ..................................................................................

8
10
19
22
24
27

BAB III METODE PENELITIAN
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.

Tipe Penelitian ................................................................................. 28
Lokasi Penelitian ............................................................................... 29
Fokus Penelitian ................................................................................ 30
Jenis Data .......................................................................................... 31
Sumber Data ...................................................................................... 32
Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 33
Analisis Data................................................................................... 34
Teknik Keabsahan Data.................................................................. 36

BAB IV GAMBARAN UMUM
A.
B.

Profil Kota Bandar Lampung....................................................... 39
1.
Letak Geografis................................................................ 39
Profil Dinas Pendapatan Provinsi Lampung.................................
40
1.
Latar belakang Dinas Pendapatan Provinsi Lampung......
40
2.
Tupoksi Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Lampung.... 42
3.
Visi dan Misi.....................................................................
45

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Penyajian Data .................................................................................. 49
1. Standar dan Sasaran Kebijakan ............................................... 49
2. Sumber Daya Kebijakan .......................................................... 52
3. Karakteristik Badan Pelaksana ................................................ 53
4. Komunikasi Antar Organisasi ................................................. 57
5. Kecenderungan Pelaksana ....................................................... 58
6. Kondisi sosial, ekonomi, dan politik ....................................... 59
B.
Pelaksanaan Pajak Progresif Kendaraan Bermotor di Kota
Bandar Lampung ........................................................................ 61
1. Sosialisasi Pajak Progresif Kendaraan Bermotor .................... 62
2. Skema Kebijakan Pajak Progresif Kendaraan Bermotor......... 63
3. Kendala – Kendala Kebijakan ................................................. 65
4. Upaya – Upaya Untuk Mengatasi Hambatan Pelaksanaan
Pajak Progresif......................................................................... 66
C. Pembahasan ....................................................................................... 67
1. Implementasi Kebijakan Pajak Progresif di Kota Bandar
Lampung .................................................................................. 68
1.1. Standar dan Sasaran Kebijakan............................................. 68
1.2. Sumber Daya Kebijakan........................................................ 70
1.3. Karakteristik Badan
Pelaksana............................................... 71
1.4. Komunikasi Antarorganisasi.................................................. 72
1.5. Kecenderungan Pelaksana .................................................... 74
1.6. Kondisi sosial, ekonomi, dan politik...................................... 75
a. Kondisi Sosial .................................................................. 76
b. Kondisi Ekonomi........................................... ................... 76
c. Kondisi Politik .................................................................. 77
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
A.
B.

Kesimpulan.................................................................................. 79
Saran............................................................................................ 81

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

DAFTAR BAGAN

BAGAN
1. Alur Kerangka Pikir............................................................................... . 27

DAFTAR TABEL

TABEL
1. Nama Kecamatan, Ibukota, Jumlah Kelurahan, dan Luas Wilayah Kota
Bandar Lampung .................................................................................
2. Kantor Bersama Samsat di Provinsi Lampung Tahun 2013 ...............
3. Persentasi Pertumbuhan PKB dan Jumlah Kendaraan Bermotor
Tahun 2009 – 2013 .............................................................................
4. Kontribusi PKB terhadap PAD Provinsi
Lampung Tahun 2009 – 2013 .............................................................

40
43
50
51

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berkenaan dengan bertambahnya kemajuan hidup yang disertai semakin padatnya
penggunaan kendaraan bermotor untuk beraktivitas, maka bertambah pula jumlah
kendaraan bermotor di kota – kota besar tak terkecuali Kota Bandarlampung di
Provinsi Lampung. Semakin majunya taraf kehidupan masyarakat di perkotaan
sejalan dengan semakin padatnya kendaraan bermotor sehingga perlu diatur.
Peraturan-peraturan yang konsisten dan efektif sangat diperlukan sebagai alat
kendali penggunaan kendaraan bermotor oleh pemiliknya. Upaya pengendalian
penambahan jumlah kendaraan bermotor bisa berjalan efektif bergantung seberapa
sempurna perangkat aturan pelaksanaannya dikeluarkan oleh pemerintah daerah
setempat demikian juga Kota Bandarlampung di Provinsi Lampung.

Dengan sempurnanya pelaksanaan aturan, tidak ada kesempatan bagi konsumen
untuk mencari celah untuk berbuat curang. Penerapan pajak progresif kendaraan
bermotor selain bertujuan untuk menekan jumlah kendaraan, kebijakan ini dapat
meningkatkan pendapatan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB). Berorientasi pada

2

latar belakangnya, maka kebijakan penerapan Pajak Progresif akan mampu
menekan penggunaan kendaraan bermotor di kota-kota besar. Dengan tercapainya
pengurangan penggunaan kendaraan bermotor di kota-kota besar akan mampu
juga

mengurangi

tingkat

kemacetan

lalu

lintas

di

jalan

raya.

(www.taxag.org/berita-pajak_progresif. diakses 12 Agustus 2013)

Pada kenyataan, sebagian besar warga di kota Bandar Lampung belum mengerti
sepenuhnya tentang penerapan pajak progresif. Hal ini menimbulkan tidak sedikit
permasalahan pada saat warga membayar pajak kendaraan bermotor yang mereka
miliki. Mereka seringkali harus membayar lebih banyak disebabkan jumlah
kendaraan yang terdaftar atas namanya lebih dari satu. Walaupun sebenarnya
kendaraan tersebut sudah berpindah tangan. Hal ini sering terjadi karena pemilik
pertama telah menjual kendaraan bermotornya kepada pihak kedua, namun
kendaraan tersebut masih atas nama pemilik pertama karena tidak melalukan balik
nama. Dengan terdatanya satu nama mengatasnamakan beberapa kendaraan
bermotor walaupun kendaraannya sudah berpindah tangan, semestinya dikenai
pajak progresif terhadap kendaraan yang tidak dikuasainya lagi.

Berkenaan dengan hal di atas dituturkan oleh Sekretaris Samsat Rajabasa Bandar
Lampung, Trisno Wahyudi S.H :
“ Memang salah satu masalah yang dihadapi baik oleh masyarakat dan Samsat
sendiri adalah kurang pekanya masyarakat terhadap sosialisasi yang kami berikan
dalam bentuk selebaran brosur. Mereka tidak memperhatikan apa yang ada dalam
brosur tersebut. Padahal, apabila mereka membaca dan memperhatikan apa yang
ada di brosur tersebut, tidak akan ada masalah dan keluhan dari masyarakat akan
kendaraan yang terkena pajak progresif yang disebabkan karena belum di Balik
Nama (BBN) kendaraan mereka tersebut. ” (wawancara tanggal 10 September
2012)

3

Provinsi Lampung sebagai provinsi yang sedang berkembang memiliki tingkat
perkembangan kendaraan bermotor yang sangat pesat khususnya di perkotaan.
Untuk sepeda motor saja tingkat perkembangan dapat mencapai angka 1000 unit
sepeda motor dan 500 unit mobil per minggu. Perkembangan jumlah kendaraan
seperti ini tentu saja dapat dimanfaatkan oleh pemerintah Provinsi Lampung
seperti di Kota Bandar Lampung untuk menarik pajak kepada pemilik kendaraan
bermotor tersebut demi meningkatkan sumber pendapatan asli daerah Provinsi
Lampung. Selain itu pengenaan Pajak Progresif Kendaraan Bermotor dapat juga
digunakan untuk menghambat pembelian kendaraan bermotor di Provinsi
Lampung. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bandar Lampung,
perkembangan pembelian kendaraan bermotor tiap tahun bisa mencapai angka
100.000 unit kendaraan tiap tahun, baik itu sepeda motor maupun mobil. (Radar
Lampung, Rabu, edisi 15 Februari 2012)

Kepala Seksi Pajak Dinas Pendapatan Asli Daerah Provinsi Lampung, Samsurya
Syah S.P., M.T.P menjelaskan:
“Pengertian dan penerapan pajak progresif tercantum di dalam Peraturan Daerah
no. 2 tahun 2011 tentang Kebijakan Pajak Progresif. Pajak progresif adalah tarif
pemungutan pajak dengan persentase yang naik dengan semakin besarnya jumlah
kendaraan dimiliki.”
Kepemilikan jumlah kendaraan tersebut sebagai dasar pengenaan pajak, dan
kenaikan persentase untuk setiap jumlah tertentu setiap kali naik. Pajak progresif
mengandung prinsip keadilan, di mana orang yang makin kaya sudah sewajarnya
membayar pajak lebih tinggi.
Selain hal-hal tersebut di atas, sebab lain pemerintah menerapkan aturan ini
adalah untuk menutupi kekurangan pendapatan pemerintah Daerah Provinsi

4

Lampung di masa mendatang. Aturan pajak yang baru itu diharapkan dapat
menutup hilangnya potensi pendapatan asli daerah. Kenaikan pajak selain didasari
oleh target pendapatan daerah, juga mempertimbangkan aspek lingkungan, seperti
untuk mengendalikan polusi, mengurangi kemacetan, dan lain sebagainya. (Hasil
prariset peneliti di Kantor Dispenda Provinsi Lampung 15 Oktober 2013)

Apabila dikaitkan dengan fungsi pajak, pajak progresif adalah Fungsi Budgetair
dan Fungsi Regulasi ( Rosdiana &Tarigan, 2005). Pajak progresif dari Fungsi
Budgetair (Finansial) adalah memasukkan pendapatan sebanyak-banyaknya ke
kas negara, dengan tujuan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara,
dalam hal ini adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sedangkan dari fungsi
Regulasi (Mengatur) pajak progresif digunakan sebagai alat untuk mengatur baik
masyarakat baik dibidang ekonomi, sosial, maupun politik dengan tujuan tertentu,
dalam hal ini adalah menekan jumlah kendaraan bermotor dan mengurangi tingkat
kemacetan.

Menurut sumber yang didapat oleh peneliti, persentasi pendapatan Provinsi
Lampung yang terealisasi semakin menurun dari target yang telah ditetapkan.
Dari kurun 5 tahun terakhir, pendapatan yang terealisasi mengalami penurunan
disetiap tahunnya terhadap terget pendapatan yang telah ditetapkan. Walaupun
Kebijakan Pajak Progresif Kendaraan Bermotor telah diterapkan pada tahun 2012,
hal itu tidak berpengaruh signifikan terhadap target pendapatan daerah yang telah
ditetapkan. Bahkan Pada tahun 2013, dari target pendapatan 2013 sebesar Rp 4,4
triliun, baru masuk sekitar Rp 2,4 triliun (54,79%). Dengan rincian, untuk PAD
dari target Rp 2,1 triliun baru tercapai sekitar Rp1 triliun (45 persen); PKB target

5

Rp 516 miliar baru terealisasi Rp 283 miliar; dan BBNKB dari Rp 813,9 miliar
baru terealisasi Rp 397,5 miliar (4%). Fakor-faktor di atas yang menjadi salah satu
alasan pihak Pemerintah Provinsi Lampung ingin menghapus Kebijakan Pajak
Progresif Kendaraan Bermotor. Kalau alasan pajak progresif, Perda itu dibuat
bersama DPRD oleh legislatif, maka harus ada kesepakatan untuk menurunkan
perda itu. Bastari mengaku, pihaknya menghargai upaya ini. Sebab, lantaran pajak
progresif, masyarakat Lampung cenderung membeli mobil di luar Lampung.
Selain opsi mengubah perda pajak progresif, ia mengharapkan SKPD juga dapat
memaksimalkan potensi pendapatan yang ada. Di antaranya mengoptimalkan
pajak alat berat yang masih banyak belum terdata, pajak air permukaan yang perlu
legih digali, dan denda kelebihan muatan yang sangat tidak maksimal.
(http://www.radarlampung.co.id/read/bandarlampung/dewan-beri-lampu-hijau,
diakses 15 Oktober 2013)

Selain dari sisi tujuan yang berseberangan, menurut hasil wawancara dengan
Samsurya Syah S.P., M.T.P, beliau berkomentar;
“Memang di Provinsi Lampung sendiri belum siap untuk melaksanakan kebijakan
ini baik dari infrastruktur maupun Sumber Daya yang ada. Salah satu contoh di
daerah Pringsewu, alamat yang tetera di KTP hanya tertulis Pekon II dan nama
penduduk adalah Joko. Sedangkan Pekon II tersebut luas dan penduduknya
banyak. Nama Joko tidak hanya satu orang disitu. Apabila Joko nanti ingin
membayar PKB, maka ia akan terkena Pajak Progresif. Padalah Joko hanya punya
satu kendaraan. Hal ini terjadi karena alamat di KTP yang tidak spesifik. Sehingga
Joko yang lain didata menjadi satu orang yang sama. Dari situ saya berfikir
bahwa kebijakan ini belum siap diterapkan di Lampung. Dari pendataan saja
sudah mengalami masalah, apalagi nanti dalam evaluasi.”(wawancara tanggal 2
Novermber 2012)
Berdasarkan uraian di atas, penulis ingin menganalisis penerapan kebijakan pajak
progresif pada kendaraan bermotor di Kota Bandar Lampung. Apakah akan

6

berjalan dengan baik atau tidak Kebijakan Pajak Progresif Kendaraan Bermotor
ini apabila dilihat dari berbagai masalah yang ditemukan peneliti dalam
pelaksanaanya. Terjadi banyak kontradiksi baik dari tujuan dan kenyataan yang
berseberangan di lapangan. Serta dari sisi kesiapan perangkat dan sumber daya,
serta infrastruktur yang ada. Untuk itu, peneliti akan mencari bagaimana idealnya
suatu daerah untuk menjalankan kebijakan ini. Sejauh manakah kepantasan Kota
Bandar Lampung untuk menerapkan kebijakan ini.
Oleh karena itu penulis mengambil judul: “Implementasi Kebijakan Pajak
Progresif Kendaraan Bermotor di Kota Bandar Lampung”
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan masalah yang akan diteliti
dalam penelitian ini adalah:
“Bagaimanakah implementasi Kebijakan Pajak Progresif terhadap kendaraan
bermotor di Kota Bandar Lampung?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah agar peneliti mengetahui efektif atau tidak
Kebijakan Pajak Progresif Kendaraan Bermotor diterapkan di Provinsi Lampung
khususnya di Kota Bandar Lampung.

7

D. Kegunaan Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian, maka kegunaan dari penelitian ini adalah:
1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk menambah
wawasan dalam Ilmu Administrasi Negara, khususnya tentang sejauhmana
penerapan standar pelayanan publik.
2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi
kebijakan bagi instansi pemerintahan dalam menerapkan standar pelayanan
publik dengan baik.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Kebijakan Publik

Istilah kebijakan atau sebagian orang mengistilahkan kebijaksanaan seringkali
disamakan pengertiannya dengan policy. Hal tersebut barangkali dikarenakan
sampai saat ini belum diketahui terjemahan yang tepat istilah policy ke dalam
Bahasa Indonesia. Menurut Hoogerwerf pada hakikatnya pengertian kebijakan
adalah “Semacam jawaban terhadap suatu masalah, merupakan upaya untuk
memecahkan, mengurangi, mencegah suatu masalah dengan cara tertentu, yaitu
dengan tindakan yang terarah” (Sjahrir, 1988: 66).
James E. Anderson (1978: 33), memberikan rumusan kebijakan sebagai perilaku
dari sejumlah aktor (pejabat, kelompok, instansi pemerintah) atau serangkaian
aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu. Dari beberapa pengertian tentang
kebijakan yang telah dikemukakan oleh para ilmuwan tersebut, kiranya dapatlah
ditarik kesimpulan bahwa pada hakekatnya studi tentang policy (kebijakan)
mencakup pertanyaan : what, why, who, where, dan how. Semua pertanyaan itu
menyangkut tentang masalah yang dihadapi lembaga-lembaga yang mengambil

9

keputusan yang menyangkut; isi, cara atau prosedur yang ditentukan, strategi,
waktu keputusan itu diambil dan dilaksanakan.

Selain kesimpulan tentang pengertian kebijakan dimaksud, dewasa ini istilah
kebijakan lebih sering dan secara luas dipergunakan dalam kaitannya dengan
tindakan-tindakan pemerintah serta perilaku penyelenggara negara umumnya
(Jones, 1991:166). Langkah awal perumusan masalah adalah merasakan
keberadaan masalah publik yang dibedakan dengan masalah privat. Pendefiisian
masalah merupakan tahap penganalisisan dari metamasalah ke masalah subtantif.

Ketika masalah substantif dapat didefinisikan, maka masalah formal yang lebih
rinci dan spesifik dapat dirumuskan. Proses penganalisisan atau perpindahan dari
masalah subtantif ke masalah formal melalui penspesifikasian masalah yang
secara tipikal meliputi pengembangan representasi model matematis formal dari
masalah subtantif.

Kebijakan publik pada hakekatnya merupakan suatu keputusan yang sudah
mantap atau “a standing decision“ menyangkut kepentingan umum, oleh pejabatpejabat

pemerintah

dan

instansi-instansi

pemerintah

dalam

proses

penyelenggaraan negara. Keputusan mana didasarkan pada pilhan-pilihan atau
pertimbangan dalam rangka mewujudkan suatu tujuan tertentu dengan
mengunakan sarana-sarana yang sesuai. Kebijakan publik merupakan arahanarahan yang bersifat otoritatif untuk melaksanakan tindakan-tindakan pemerintah
didalam juridiksi nasional, regional,municipal, dan lokal. Namun satu hal yang
pasti bahwa apapun isi rumusan kebijakan publik, semuanya bermuara pada satu
tujuan yaitu demi memenuhi kepentingan public (Sumaryadi, 2005).

10

B. Implementasi Kebijakan

Implementasi merupakan suatu proses mengubah gagasan atau program menjadi
tindakan dan bagaimana kemungkinan cara menjalankan perubahan tersebut.
Untuk menganalisis bagaimana proses implementasi kebijakan itu berlangsung
secara efektif, maka dapat dilihat dari berbagai model implementasi kebijakan.
Sekalipun benyak dikembamgkan model-model yang membahas tentang
implementasi kebijakan, namun dalam hal ini hanya akan menguraikan beberapa
model implementasi kebijakan yang relatif baru dan banyak mempengaruhi
berbagai pemikiran maupun tulisan para ahli.

Berikut beberapa model-model implementasi kebijakan dari berbagai ahli :
1. Model yang dikembangkan oleh Brian W. Hogwood dan Lewis A. Gunn.
Model mereka ini kerap kali oleh para ahli disebut sebagai ”The top dwon
approach”. Menurut Hogwood dan Gunn, untuk dapat mengimplementasikan
kebijakan secara sempurna maka diperlukan beberapa persyaratan tertentu.
Syarat-syarat itu adalah sebagai berikut:
a. Kondisi eksternal yang dihadapi oleh badan/instansi pelaksana tidak akan
menimbulkan gangguan atau kendala yang serius.
Beberapa kendala/hambatan pada saat implementasi kebijakan seringkali
berada di luar kendali para administrator, sebab hambatan-hambatan itu
memang di luar jangkauan wewenang kebijakan dan badan pelaksana.
Hambatan-hambatan tersebut tersebut diantaranya mungki bersifat fisik.
Adapula kemungkinan hambatan tersebut bersifat politis, dalam artian bahwa
baik

kebijakan

maupun

tindakan-tindakan

yang

diperlukan

untuk

11

melaksanakannya tidak diterima/tidak disepakati oleh berbagai pihak yang
kepentingannya terkait. Kendala-kendala semacam itu cukup jelas dan
mendasari sifatnya, sehingga sedikit sekali yang bisa diperbuat oleh para
administrator guna mengatasinya. Dalam hubungan ini yang mungkin dapat
dilakukan para administrator ialah mengingatkan bahwa kemungkinankemungkinan semacam itu perlu dipikirkan matang-matang sewaktu
merumuskan kebijakan.
b. Untuk pelaksanaan program tersedia waktu dan sumber-sumber yang cukup
memadai.
Syarat kedua ini sebagian tumpang tindih dengan syarat pertama, dalam
pengertian bahwa kerap kali ia muncul diantara kendala-kendala yang bersifat
eksternal. Jadi, kebijakan yang memiliki tingkat kelayakan fisik dan politis
tertentu bisa saja tidak berhasil mencapai tujuan yang diinginkan. Alasan yang
biasanya dikemukakan ialah terlalu banyak berharap dalam waktu yang terlalu
pendek, khususnya jika persoalannya menyangkut sikap dan perilaku. Alasan
lainnya ialah bahwa para politis kadangkala hanya peduli dengan pencapaian
tujuan, namun kurang peduli dengan penyediaan sarana untuk mencapainya,
sehingga tindakan-tindakan pembatasan terhadap pembiayaan program
mungkin akan membahayakan upaya pencapaian tujuan program karena
sumber-sumber yang tidak memadai.
c. Perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar tersedia.
Persyaratan ketiga ini lazimnya mengikuti persyaratam kedua, dalam artian
bahwa di satu pihak harus dijamin tidak terdapat kandala-kendala pada semua
sumber-sumber yang diperelukan dan di lain pihak pada setiap tahapan proses

12

implementasinya perpaduan diantara sumber-sumber tersebut harus benarbenar dapat disediakan.
d. Kebijakan yang akan diimplementasikan didasari oleh suatu hubungan
kausalitas yang handal.
Kebijakan kadangkala tidak dapat diimplementasikan secara efektif bukan
lantaran ia telah diimplementasikan secara sembrono/asal-asalan, melainkan
karena kebijakan itu sendiri tidak tepat penempatannya.
e. Hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai
penghubungnya.
Pada kenyataannya program Pemerintah, sesungguhnya teori yang mendasari
kebijakan jauh lebih kompleks dari pada sekedar berupa jika X dilakukan,
maka terjadi Y dan mata rantai kualitas hubungannya hanya sekedar jika X,
maka terjadi Y, dan Jika Y terjadi maka akan diikuti oleh Z. Dalam hubungan
ini Pressman dan Wildavski memperingatkan, bahwa kebijakan-kebijakan
yang hubungan sebab-akibatnya tergantung pada mata rantai yang amat
panjang maka ia akan mudah sekali mengalami keretakan, sebab semakin
panjang mata rantai kausalitas, semakin besar hubungan timbal balik diantara
mata rantai penghubungnya dan semakin menjadi kompleks implementasinya.
f. Hubungan saling ketergantungan harus kecil
Implementasi yang sempurna menurut adanya persyaratan bahwa hanya
terdapat Badan pelaksana tunggal untuk keberhasilan misi yang diembannya,
tidak perlu tergantung pada Badan-badan lain kalaupun dalam pelaksanaannya
harus melibatkan Badan-badan/Instansi-instansi lainnya, maka hubungan
ketergantungan dengan organisasi-organisasi ini haruslah pada tingkat yang

13

minimal, baik dalam artian jumlah maupun kadar kepentingannya. Jika
implementasi suatu program tenyata tidak hanya membutuhkan serangkaian
tahapan dan jalinan hubungan tertentu melainkan juga kesepakatan terhadap
setiap tahapan diantara sejumlah besar pelaku yang terlibat, maka peluang
bagi keberhasilan implementasi program bahkan hasil akhir yang diharapkan
kemungkinan akan semakin berkurang.
g. Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan.
Persyaratan ini mengharuskan adanya pemahaman yang menyeluruh
mengenai kesepakatan terhadap tujuan atau sasaran yang akan dicapai dan
yang penting keadaan ini harus dapat dipertahankan selama proses
implementasi. Tujuan tersebut haruslah dirumuskan dengan jelas, spesifik dan
lebih baik lagi apabila dapat dikuantifikasikan, dipahami,serta disepakati oleh
seluruh pihak yang terlibat dalam organisasi, bersifat saling melengkapi dan
mendukung serta mampu berperan selaku pedoman dengan mana pelaksanaan
program dapat dimonitor.
h. Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat.
Persyaratan ini mengandung makna bahwa dalam mengfayunkan langkah
menuju tercapainya tujuan-tujuan yang telah disepakati, masih dimungkinkan
untuk memerinci dan menyusun dalam urutan-urutan yang tepat seluruh tugas
yang harus dilaksanakan oleh setiap pihak yang terlibat. Kesukaran-kesukaran
untuk mencapai kondisi implementasi yang sempurna ini tidak dapat kita
sngsikan lagi. Disamping itu juga duiperlukan bahkan dapat dikatakan tidak
dapat dihindarkan keharusan adanya ruangan yang cukup bagi kebebasan

14

bertindak dan melakukan improvisasi, sekalipun dalam program yang telah
dirancang secara ketat.
i. Komunikasi dan koordinasi yang sempurna.
Persyatratan ini menggariskan bahwa harus ada komunikasi dan koordinasi
yang sempurna diantara berbagai unsur atau badan yang terlibat dalam
program. Hood dalam hubungan ini menyatakan bahwa guna mencapai
implementasi yang sempurna barangkali diperlukan suatu sistem administrasi
tunggal.
j. Pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan
mendapatkan kepatuhan yang sempurna.
Persyaratan terakhir ini menjelaskan bahwa harus terdapat kondisi loyalitas
penuh dan tidak ada penolakan sama sekali terhadap perintah dari siapapun
dalam sistem administrasi itu. Apabila terdapat potensi penolakan terhadap
perintah itu maka iya harus dapat diidentifikasikan oleh kecanggihan system
informasinya dan dicegah sedini mungkin oleh sistem pengendalian yang
handal.

2. Model yang dikembangkan oleh George C. Edwards III
Sementara menurut George Edwards III ada empat faktor yang mempengaruhi
proses implementasi kebijakan, antara lain (Winarno, 2002:125) :
a. Komunikasi
Secara umum, Edwards membahas tiga hal penting dalam komunikasi, yakni
transmisi, konsistensi dan kejelasan (clarity). Transmisi adalah keputusankeputusan kebijakan dan perintah-perintah telah diteruskan kepada personil
yang tepat. Kejelasan adalah perintah-perintah yang akan dilaksanakan

15

tersebut haruslah jelas misalkan melalui petunjuk-petunjuk pelaksanaan.
Konsistensi adalah perintah-perintah tersebut harus jelas dan tidak
bertentangan dengan para pelaksana kebijakan agar proses implementasi dapat
berjalan lebih efektif.
b. Sumber-sumber
Perintah-perintah implementasi mungkin diteruskan secara cermat, jelas dan
konsisten, tetapi jika para pelaksana kekurangan sumber-sumber yang
diperlukan untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan, maka implementasi ini
pun cenderung tidak efektif.
c. Kecenderungan
Yaitu dimana para pelaksana memiliki kecenderungan tidak sepakat dengan
suatu kebijakan sehingga mengabaikan beberapa persyaratan yang tidak sesuai
pandangan mereka. Oleh karena para pelaksana memegang peran penting
dalam implementasi kebijakan publik, maka usaha-usaha untuk memperbaiki
kecenderungan-kecenderungan mereka menjadi penting. Salah satu hal yang
dapat dilakukan adalah dengan memberikan insentif.
d. Struktur Birokrasi
Menurut Edwards, ada dua karakteristik utama dari birokrasi, yakni prosedurprosedur kerja ukuran-ukuran dasar atau sering disebut sebagai Standard
Operating Procedure (SOP) berkembang sebagai tanggapan internal terhadap
waktu yang terbatas dan sumber-sumber dari para pelaksana serta keinginan
untuk keseragaman dalam bekerjasamanya organisasi-organisasi yang
kompleks dan tersebar luas. Fragmentasi adalah tekanan-tekanan di luar
unitunit birokrasi, seperti komite-komite legislative, kelompok-kelompok

16

kepentingan, pejabat-pejabat eksekutif, konstitusi Negara dan sifat kebijakan
yang mempengaruhi organisasi birokrasi-birokrasi pemerintah.

3. Model yang dikembangkan oleh Van Meter dan Van Horn
Meter dan Horn dalam teorinya ini beranjak dari suatu argumen bahwa perbedaanperbedaan dalam proses implementasi akan dipengaruhi oleh sifat kebijakan yang
akan dilaksanakan. Selanjutnya mereka menawarkan suatu pendekatan yang
mencoba untuk menghubungkan antara isu kebijakan dengan implementasi dan
suatu model konseptual yang mempertalikan kebijakan dengan prestasi kerja.
Kedua ahli ini menegaskan pula pendiriannya bahwa perubahan, kontrol dan
kepatuhan bertindak merupakan konsep-konsep penting dalam prosedur-prosedur
implementasi.

Van Meter dan Van Horn dalam Subarsono (2005:99) ada enam variabel yang
mempengaruhi kinerja implementasi, yaitu:
a. Standar dan Sasaran Kebijakan .
Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat
direalisasikan. Apabila standar dan kebijakan kabur, maka akan terjadi miti
interpretasi dan mudah menimbulkan konflik diantara para agen implementasi.
b. Sumber Daya Kebijakan
Implementasi kebijakan perlu dukungan sumber daya, baik sumber daya
manusia maupun sumber daya non manusia.

17

c. Komunikasi Antar Organisasi
Dalam implementasi program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi
lain. Untuk itu perlu koordinasi dan kerja sama antara instansi bagi
keberhasilan suatu program.
d. Karakteristik Badan Pelaksana
Agen pelaksana mancakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola
hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya akan mempengaruhi
implementasi suatu program.
e. Kondisi Sosial, Ekonomi dan Politik
Variabel ini mencakup sumber daya ekonomi, lingkungan yang dapat
mendukung keberhasilan implementasi kebijakan, sejauh mana kelompok kelompok kepentingan daoat memberikan dukungan bagi implementasi
kebijakan, karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak,
bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan, dan apakah elit politik
mendukung implementasi kebijakan
f. Kecenderungan Badan Pelaksana
Kecenderungan Badan Pelaksana ini mencakup tiga hal, yakni: a) respon
implementor terhadap kebijakan yang akan dipengaruhi kemauannya untuk
melaksanakan kebijakan, b) kognisi, yakni pemahamannya terhadap
kebijakan, dan c) intensitas disposisi implementor, yakni prefansi nilai yang
dimiliki oleh implementor.

Variabel-variabel kabijakan bersangkutan dengan tujuan-tujuan yang telah
digariskan dan sumber-sumber yang tersedia. Pusat perhatian pada badan-badan
pelaksana meliputi baik organisasi formal maupun informal, sedamgkan

18

komunikasi antara organisasi terkait beserta kegiatan-kegiatan pelaksanaannya
mencakup antara hubungan di dalam lingkungan sistem politik dan dengan para
pelaksana mengantarkan kita pada pemahaman mengenai orientasi dari mereka
yang mengoperasionalkan program di lapangan (Subarsono, 2005:99). Model
implementasi inilah yang akan digunakan penulis di lapangan untuk menganalisis
proses implementasi kebijakan pajak progresif terhadap kendaraan bermotor di
Kota Bandar Lampung. Alasan penulis menggunakan model ini karena model
implementasi ini bersifat top down dan bagi para perumus kebijakan dapat
dijadikan model dan bagi para implementor dapat digunakan untuk memperbaiki
pelayanan public dari kebijakan yang dilaksanakan seperti halnya pada kebijakan
Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 2 dan 3 tahun 2011 tentang Pajak
Progresif ini yang merupakan pajak daerah, ada banyak implementor yang terkait
kebijakan ini meliputi Pemerintah Daerah, dinas terkait yaitu Dinas Pendapatan
Daerah Provinsi Lampung dan Samsat Raja Basa Kota Bandar Lampung.

Selain itu secara khusus model Van Meter dan Horn ini mengarahkan perhatian
kepada enam kelompok variable yang mempengaruhi pemberian pelayanan
public, yakni: menunjukkan relevansi ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan,
sumber-sumber kebijakan, komunikasi antar organisasi dan kegiatan-kegiatan,
karakteristik-karakteristik dari badan pelaksana, lingkungan social,ekonomi, dan
politik yang mempengaruhi yuridiksi dan organisasi pelaksana, kapabilitas untuk
melaksanakan

keputusan-keputusan

kebijakan

yang berhubungan

dengan

impelentasi kebijakan Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 2 dan 3 Tahun
2011 tentang Kebijakan Pajak Progresif.

19

C. Tinjauan Umum Tentang Pajak

1. Pengertian Pajak
Secara umum pengertian pajak adalah pemindahan harta atau hak milikkepada
pemerintah dan digunakan oleh pemerintah untuk pembiayaan pembangunan
negara yang berdasarkan peraturan yang berlaku sehingga dapat dipaksakan.
Definisi atau pengertian pajak menurut Soemitro (2000 : 8) yaitu :“Pajak adalah
peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai
pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk Public Saving yang merupakan
sumber utama untuk membiayai Public Investment.”
Menurut Djajadiningrat (2008:3) mendefinisikan :“Pajak sebagai suatu kewajiban
menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu
keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi
bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta
dapat dipaksaan tetapi tidak ada timbal balik dari negara secara langsung untuk
memelihara kesejahteraan secara umum.”
2. Klasifikasi Pajak
Terdapat berbagai jenis pajak yang dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu
menurut golongan, menurut sifat, dan menurut lembaga pemugutnya.
a. Menurut golongan
Menurut golongan pajak dikelompokkan menjadi dua yaitu pajak langsung
dan pajak tidak langsung.

20

1) Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri
oleh wajib pajak dan tidak bisa dilimpahkan atau dibebankan kepada orang
lain atau pihak lain. Pajak harus menjadi beban sendiri oleh wajib pajak
yang bersangkutan. Contoh: Pajak Penghasilan
2) Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan
atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Pajak tidak
langsung terjadi jika terdapat suatu kegiatan, peristiwa, perbuatan yang
menyebabkan terutangnya pajak, misal terjadi penyerahan barang atau
jasa. Contoh: Pajak Pertambahan nilai

b. Menurut sifat
Menurut sifatnya pajak dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu pajak
subjektif dan pajak objektif.
1) Pajak subjektif, pajak yang pengenaannya memperhatikan pada keadaan
pribadi wajib pajak atau pengenaan pajak yang memperhatikan keadaan
subjeknya. Contoh: pajak penghasilan
2) Pajak obyektif, pajak yang pengenaannya memperhatikan pada objeknya
baik

berupa

mengakibatkan

benda,

keadaan,

timbulnya

perbuatan,

kewajiban

atau

membayar

peristiwa

yang

pajak,

tanpa

memperhatikan keadaan pribadi subjek pajak (wajib pajak) maupun
tempat tinggal. Contoh: Pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas
barang mewah.

21

c. Menurut Lembaga Pemungut
1) Pajak Negara atau Pajak Pusat, yaitu pajak yang dikenakan oleh
pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.
2) Pajak daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contoh: Pajak
Penerangan Jalan, Pajak Kendaraan Bermotor

3. Fungsi Pajak
Pembangunan yang ada selama ini tidak terlepas dari peran serta masyarakat
dalam membayar pajak, karena hasil dari penerimaan pajak tersebut digunakan
pemerintah untuk melaksanakan pembangunan bagi kesejahteraan rakyat. Dengan
demikian pajak mempunyai beberapa fungsi, antara lain:
a) Fungsi Budgetary
Dalam fungsinya sebagai budgetary, pajak dipergunakan sebagai alat untuk
mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan pemerintah, terutama
kegiatan-kegiatan rutin.
b) Fungsi Regulatory
Sebagai fungsi regulatory, yaitu mengatur perekonomian guna menuju
pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat, mengadakan distribusi pendapatan
serta stabilitas ekonomi.
c) Fungsi Sosial
Dalam fungsi ini hak milik seseorang diakui dan pemanfaatannya tidak boleh
bertentangan dengan kepentingan masyarakat atau boleh dikatakan bahwa
besarnya pemungutan pajak harus disesuaikan dengan kekuatan seseorang

22

untuk dapat mencapai kepuasan kebutuhan setinggi-tingginya setelah
dikurangi yang mutlak untuk kebutuhan primer.

D. Tinjauan PAD (Pendapatan Asli Daerah)
Pendapatan Asli Daerah (PAD) sangat penting sebagai modal dasar pelaksanaan
pemerintah dan pembangunan, oleh karena itu perlu untuk dimobilisasi dengan
cermat agar dapat ditingkat mantapkan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi.
Sesuai dengan Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 125 Tahun 2004), sumber
– sumber Pendapatan Daerah terdiri atas :
a. Pendapatan Asli Daerah
1. Hasil Pajak Daerah;
2. Hasil Retribusi Daerah;
3. Hasil Perusahaan milik Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan
Daerah yang dipisahkan;
4. Lain – lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.
b. Dana Perimbangan;
c. Pinjaman Daerah, dan lain – lain Pendapatan Daerah yang sah.

Sebagai modal dasar pelaksanaan pemerintahan dan pembanguanan daerah,
peranan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sangatlah penting sehungga perlu
dimobilisasi dengan cermat agar dapat ditingkatkan melalui intensifikasi dan
ekstensifikasi. Kebijakan yang ditempuh dalam rangka peningkatan PAD
khusunya dari sektor pajak daerah dan retribusi daerah, digariskan bahwa pada
dasarnya dilaksanakan tanpa harus membebani masyarakat. Hal ini dapat

23

ditempuh dengan cara penyederhanaan mekanisme pemungutan, memperkecil
jenis pungutan dan menegakkan sanksi hukum bagi wajib pajak yang lalai.

Secara umum garis kebijakan umum yang ditempuh dan dilaksanakan adalah
sebagai berikut:
a. Melaksanakan dan mengamankan kebijakan Pemerintah Daerah pada umumnya
dan anggaran pendapatan pada khususnya, secara optimal.
b. Melakukan penetapan target PAD yang realistis sesuai dengan potensi riil
sumber – sumber pendapatan yang ada pada masing – masing satuan kerja
perangkat daerah penghasil/ pengelola pendapatan.
c. Mengembangkan sumber – sumber pendapatan yang ada serta mengupayakan
sumber –sumber PAD yang baru dengan tidak memberatkan masyarakat.
d. Meningkatkan pelayanan pajak dan retribusi daerah dengan membangun sarana
prasarana dan sistem prosedur/ mekanisme administrasi pelayanan.
e. Mengoptimalkan pendayagunaan asset – asset daerah yang dapat menghasilkan
PAD.
f. Mengoptimalkan hubungan yang seimbang antara anggaran belanja dengan
anggaran pendapatan masing – masing satuan kerja perangkat daerah, guna
terciptanya keselarasan kemampuan keuangan daerah.
g. memobilisir potensi sumber daya masyarakat secara berkelanjutan, adil dan
merata.

24

E. Penelitian Terdahulu

Adapun penelitian terdahulu yang berkaitan dengan pajak progresif dan fokus
masalah penelitian yakni mengenai penerpan pajak progresif

yang dijadikan

sebagai bahan literatur dalam penelitian ini, yakni sebagai berikut:
1. Penerapan Pajak Progresif Kendaraan Bermotor Dalam Upaya Meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah (Studi Kasus Uptd Beserta Samsat Surakarta),
Rahadianingtyas Adi Tomo, Program Studi Diploma III Perpajakan, Fakultas
Ekonomi Universitas Sebelas Maret. Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk
mengetahui mekanisme penerapan pajak progresif atas pembayaran pajak
kendaraan bermotor,

besarnya kontribusi penerapan pajak progresif

kendaraan bermotor terhadap Pendapatan Asli Daerah, dan untuk mengetahui
hambatan apa saja yang timbul dalam pelaksanaan pajak progresif di Samsat
Surakarta.
Berdasarkan hasil penelitian, Besarnya persentase dari kontribusi pajak
progresif

belum dapat dihitung sehingga perhitungan masih menggunakan

penerimaan pajak kendaraan bermotor secara keseluruhan. Besarnya
persentase dari kontribusi tersebut, baik roda 4 maupun roda 2 tidak
mengalami peningkatan yang signifikan, cenderung tetap.
beberapa

kendala

Masih ditemui

dalam pemungutan pajak progresif dan juga terdapat

beberapa kelemahan dalam penerapan pajak progresif ini. Temuan dari
penelitian ini adalah belum dipisahkannya subjek dan objek pajak progresif
sehingga belum dapat diketahui jumlah penerimaan daripajak progresif itu
sendiri, masih ditemui juga wajib pajak yang belum tahu tentang penerapan

25

pajak progresif ini. Temuan lain adalah terciptanya keadilan dalam perpajakan
serta tertib administrasi akibat penerapan pajak progresif ini.

2. Penerapan Pajak Progresif Terhadap Wajib Pajak Kendaraan Bermotor
Berdasarkan Peraturan Daerah Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2010 Tentang
Pajak Daerah (Studi di Kantor Bersama SAMSAT Malang Kota), Harist
Agung Nugraha, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang.

Dalam penulisan skripsi ini permasalahan yang diangkat adalah bagaimana
penerapan pajak progresif terhadap wajib pajak kendaraan bermotor di kota
Malang, apa saja faktor-faktor penghambat dalam penerapan Pajak Progresif
terhadap wajib pajak kendaraan bermotor di kota Malang, dan solusi apa saja
yang dilakukan untuk mengatasi hambatan dalam penerapan Pajak Progresif
terhadap wajib pajak kendaraan bermotor ini. Berdasarkan hasil penelitian
diketahui bahwa penerapan Pajak Progresif terhadap wajib pajak kendaraan
bermotor di kota Malang sudah sesuai dengan apa yang diharapkan dari
maksud dan tujuan diberlakukannya Pajak Progresif ini. Akan tetapi
permasalahan yang sering terjadi adalah jika ada masyarakat yang telah
menjual kendaraan bermotor mereka tetapi belum terjadi balik nama oleh
pembelinya sehingga penjual tetap terdaftar sebagai pemilik dari kendaraan
bermotor ini sehingga tetap dikenai pajak. Permasalahan seperti ini
sebenarnya ada solusinya yaitu dengan melakukan Lapor Jual sehingga terjadi
pemblokiran nomor terhadap kepemilikan sebelumnya. Akan tetapi tidak
sedikit masyarakat yang tidak mengerti terhadap pelayanan