40 | P a g e
Tulisan ini disarikan dari sejumlah bahan
bacaan tentang
PRA dan
pemberdayaan masyarakat serta diperkuat dengan
pengalaman praktis
penulis menerapkan metode PRA dalam beberapa
kegiatan penjajagan, perencanaan dan monitoringevaluasi proyekprogram pemba
ngunan yang menggunakan pendekatan partisipatif.
II. Latar Kelahirannya
ika ditelusuri riwayat kelahirannya, sesungguhnya kemunculan PRA erat
berkaitan dengan
perkembangan disiplin ilmu antropologi. Cobalah telisik lebih
dalam sejarah ilmu antropologi itu yang sejak semulanya hingga kini mengalami
perkembangan secara
paralel selalu
berhubungan untuk kepentingan pemajuan ilmu pengetahuan dan tujuan praktis
pembangunan yang
berorientasi pada
manusia. Salah satu tonggak sejarah berdirinya ilmu antropologi modern ialah
ketika Malinowsky memperkenalkan metode observasi partisipasi guna mengukuhkan
pentingnya empati dan pemahaman tentang berbagai keadaan, potensi, termasuk tradisi
masyarakat menurut cara pandang budaya masyarakat yang ditelitinya actor based.
Para antropolog amat biasa bekerja lama di suatu tempat, guna memastikan agar
mereka tidak terperangkap pola pikir dan bertindak etnosentris. Dengan menerapkan
metode observasi partisipasi maka peneliti secara emik mampu memahami masyarakat
dan daerah penelitiannya secara lebih mendalam berbasis cara pandang dan
budaya setempat.
Kemunculan dan perkembangan PRA
sejatinyalah memang
tidak terpisahkan
dari pergulatan
pemikiran teoritis
dan metodelogis
dalam ilmu
pengetahuan serta kontribusinya untuk pembangunan. Sekaitan dengan itu disiplin
ilmu antropologi juga turut memiliki peranan penting karena mengkonsentrasikan diri
pada kajian tentang manusia beserta seluk beluk kehidupan sosial budayanya, meliputi
kontribusinya
terhadap pengarahan
perubahan sosial
dan pembangunan.
Seiring dengan perkembangan zaman, khususnya
dengan meningkatnya
kebutuhan praktis pembangunan di banyak negara tempat para antropolog bekerja,
paradigma pembangunan pun mengalami pergeseran. Pandangan tentang orientasi
pembangunan
yang sebelumnya
lebih mengutamakan
pertumbuhan produksi
dinilai tidak lagi memadai, dan selanjutnya semakin disadari bahwa pada hakikatnya
pembangunan itu mestilah berorientasi pada manusia.
Pergeseran paradigma
pembangunan ini memiliki implikasi dan sekaligus menandai ciri-ciri pendekatannya
yang berbeda.
Pergeseran Paradigma Pembangunan dan Ciri-ciri Pendekatannya Ciri-ciri
Paradigma Lama Paradigma Baru
Pandangan tentang Orientasi Pembangunan
Production centered development
People centered development
Tujuan Pembangunan Pertumbuhan ekonomi dan
GDP Pemberdayaan dan
perubahan sosial
Pendekatan Pembangunan Top-Down Approach
Participatory Approach
Posisi Masyarakat Objek dalam pembangunan
Subjekpelakupemangku kepentingan utama
Pemerintah dan Orang Luar Subjek yang dominan Fasilitator Regulator
Kategori Pelibatan Masyarakat
Mobilisasi Partisipasi pelibatan
kepentingan dan peran serta langsung.
Pembangunan Lembaga Institutional Building
Institutional Development Dari perspektif antropologi, dengan
terjadinya pergeseran paradigma pemba ngunan ini berarti semakin membuka
peluang tentang bagaimana caranya prinsip- prinsip relativisme kebudayaan lebih konkrit
diakui, perspektif emik lebih nyata dikawal
J
41 | P a g e
dan cara pandang berbasis aktor lebih operasional
diwujudkan dalam
praktik pembangunan. Hal ini amatlah penting
apalagi mengingat
sejatinyalah tujuan
pembangunan itu ditujukan untuk pember dayaan
masyarakat dan
pengarahan perubahan sosial yang lebih memanusiakan,
selama ini sering terabaikan. Sebagimana ditunjukkan berikut ini sekurang-kurangnya
ada 5 lima alasan kenapa pendekatan pemberdayaan masyarakat dalam pemba
ngunan itu dinilai mendesak, yakni:
1. Banyak proyek masih fokus pada pemberian
bantuan besar
dan menciptakan ketergantungan, bukan
pada penguatan masyarakat. 2. Masih banyak kegiatan pemba
ngunan mempraktekkan pendekatan mobilisasi ketimbang partisipasi.
3. Banyak bantuan kurang berorientasi pada kebutuhan kelompok orang
miskin dan kaum perempuan. 4. Masih banyak dominasi kelompok
tertentu elit desa, baik dalam penentuan
maupun penerimaan
dukungan. 5. Masih banyak kelompok masyarakat
belum siap
melakukan good
governance atau
mendorong transparansi, akuntabilitas, keseta
raan dan keadilan.
III. Pengertian