Latar Kelahirannya PENGKAJIAN KEADAAN PERDESAAN SECARA PARTISIPATIF PARTICIPATORY RURAL APPRAISAL (PRA): SUATU PENGANTAR PENGENALANNYA ipi258187

40 | P a g e Tulisan ini disarikan dari sejumlah bahan bacaan tentang PRA dan pemberdayaan masyarakat serta diperkuat dengan pengalaman praktis penulis menerapkan metode PRA dalam beberapa kegiatan penjajagan, perencanaan dan monitoringevaluasi proyekprogram pemba ngunan yang menggunakan pendekatan partisipatif.

II. Latar Kelahirannya

ika ditelusuri riwayat kelahirannya, sesungguhnya kemunculan PRA erat berkaitan dengan perkembangan disiplin ilmu antropologi. Cobalah telisik lebih dalam sejarah ilmu antropologi itu yang sejak semulanya hingga kini mengalami perkembangan secara paralel selalu berhubungan untuk kepentingan pemajuan ilmu pengetahuan dan tujuan praktis pembangunan yang berorientasi pada manusia. Salah satu tonggak sejarah berdirinya ilmu antropologi modern ialah ketika Malinowsky memperkenalkan metode observasi partisipasi guna mengukuhkan pentingnya empati dan pemahaman tentang berbagai keadaan, potensi, termasuk tradisi masyarakat menurut cara pandang budaya masyarakat yang ditelitinya actor based. Para antropolog amat biasa bekerja lama di suatu tempat, guna memastikan agar mereka tidak terperangkap pola pikir dan bertindak etnosentris. Dengan menerapkan metode observasi partisipasi maka peneliti secara emik mampu memahami masyarakat dan daerah penelitiannya secara lebih mendalam berbasis cara pandang dan budaya setempat. Kemunculan dan perkembangan PRA sejatinyalah memang tidak terpisahkan dari pergulatan pemikiran teoritis dan metodelogis dalam ilmu pengetahuan serta kontribusinya untuk pembangunan. Sekaitan dengan itu disiplin ilmu antropologi juga turut memiliki peranan penting karena mengkonsentrasikan diri pada kajian tentang manusia beserta seluk beluk kehidupan sosial budayanya, meliputi kontribusinya terhadap pengarahan perubahan sosial dan pembangunan. Seiring dengan perkembangan zaman, khususnya dengan meningkatnya kebutuhan praktis pembangunan di banyak negara tempat para antropolog bekerja, paradigma pembangunan pun mengalami pergeseran. Pandangan tentang orientasi pembangunan yang sebelumnya lebih mengutamakan pertumbuhan produksi dinilai tidak lagi memadai, dan selanjutnya semakin disadari bahwa pada hakikatnya pembangunan itu mestilah berorientasi pada manusia. Pergeseran paradigma pembangunan ini memiliki implikasi dan sekaligus menandai ciri-ciri pendekatannya yang berbeda. Pergeseran Paradigma Pembangunan dan Ciri-ciri Pendekatannya Ciri-ciri Paradigma Lama Paradigma Baru Pandangan tentang Orientasi Pembangunan Production centered development People centered development Tujuan Pembangunan Pertumbuhan ekonomi dan GDP Pemberdayaan dan perubahan sosial Pendekatan Pembangunan Top-Down Approach Participatory Approach Posisi Masyarakat Objek dalam pembangunan Subjekpelakupemangku kepentingan utama Pemerintah dan Orang Luar Subjek yang dominan Fasilitator Regulator Kategori Pelibatan Masyarakat Mobilisasi Partisipasi pelibatan kepentingan dan peran serta langsung. Pembangunan Lembaga Institutional Building Institutional Development Dari perspektif antropologi, dengan terjadinya pergeseran paradigma pemba ngunan ini berarti semakin membuka peluang tentang bagaimana caranya prinsip- prinsip relativisme kebudayaan lebih konkrit diakui, perspektif emik lebih nyata dikawal J 41 | P a g e dan cara pandang berbasis aktor lebih operasional diwujudkan dalam praktik pembangunan. Hal ini amatlah penting apalagi mengingat sejatinyalah tujuan pembangunan itu ditujukan untuk pember dayaan masyarakat dan pengarahan perubahan sosial yang lebih memanusiakan, selama ini sering terabaikan. Sebagimana ditunjukkan berikut ini sekurang-kurangnya ada 5 lima alasan kenapa pendekatan pemberdayaan masyarakat dalam pemba ngunan itu dinilai mendesak, yakni: 1. Banyak proyek masih fokus pada pemberian bantuan besar dan menciptakan ketergantungan, bukan pada penguatan masyarakat. 2. Masih banyak kegiatan pemba ngunan mempraktekkan pendekatan mobilisasi ketimbang partisipasi. 3. Banyak bantuan kurang berorientasi pada kebutuhan kelompok orang miskin dan kaum perempuan. 4. Masih banyak dominasi kelompok tertentu elit desa, baik dalam penentuan maupun penerimaan dukungan. 5. Masih banyak kelompok masyarakat belum siap melakukan good governance atau mendorong transparansi, akuntabilitas, keseta raan dan keadilan.

III. Pengertian