Mengapa PRA ? PENGKAJIAN KEADAAN PERDESAAN SECARA PARTISIPATIF PARTICIPATORY RURAL APPRAISAL (PRA): SUATU PENGANTAR PENGENALANNYA ipi258187

41 | P a g e dan cara pandang berbasis aktor lebih operasional diwujudkan dalam praktik pembangunan. Hal ini amatlah penting apalagi mengingat sejatinyalah tujuan pembangunan itu ditujukan untuk pember dayaan masyarakat dan pengarahan perubahan sosial yang lebih memanusiakan, selama ini sering terabaikan. Sebagimana ditunjukkan berikut ini sekurang-kurangnya ada 5 lima alasan kenapa pendekatan pemberdayaan masyarakat dalam pemba ngunan itu dinilai mendesak, yakni: 1. Banyak proyek masih fokus pada pemberian bantuan besar dan menciptakan ketergantungan, bukan pada penguatan masyarakat. 2. Masih banyak kegiatan pemba ngunan mempraktekkan pendekatan mobilisasi ketimbang partisipasi. 3. Banyak bantuan kurang berorientasi pada kebutuhan kelompok orang miskin dan kaum perempuan. 4. Masih banyak dominasi kelompok tertentu elit desa, baik dalam penentuan maupun penerimaan dukungan. 5. Masih banyak kelompok masyarakat belum siap melakukan good governance atau mendorong transparansi, akuntabilitas, keseta raan dan keadilan.

III. Pengertian

enurut asal usul katanya PRA merupakan akronim dalam bahasa Inggris yang kepanjangannya adalah Participatory Rural Appraisal. Jika diterjemahkan secara bebas ke dalam bahasa Indonesia berarti: Pengkajian Keadaan Perdesaan secara Partisipatif. Robert Chambers antropolog yang juga dikenal sebagai salah seorang pelopor pengembangan PRA menggambarkan PRA sebagai sesuatu pendekatan dan metode yang terus berkembang sehingga tidak perlu membuat definisinya secara final. PRA merupakan pendekatan dan metode pembelajaran mengenai keadaan dan kehidupan perdesaan dari, dengan dan oleh masyarakat perdesaan itu sendiri. Pembelajaran yang dimaksud adalah dalam pengertian yang luas, meliputi kegiatan menganalisis, merencanakan dan bertindak. Berdasarkan pengertian tersebut Chambers 1996 mendefinisikan PRA adalah sekumpulan pendekatan dan metode yang mendorong masyarakat perdesaan untuk turut serta meningkatkan dan menganalisis pengetahuan mereka mengenai hidup dan kondisi mereka sendiri, agar mereka dapat membuat rencana dan tindakan. Bagi mereka yang cukup banyak pengalaman menerapkannya, biasanya memandang PRA dalam beragam pengertian sesuai penggunaannya, seperti : 1 sebagai pendekatan, metode, teknik dan alat pengkajian identifikasi masalah dan kebutuhan untuk kegiatan penjajagan kebutuhan; 2 sebagai pendekatan, metode, teknik dan alat pengkajian potensi dan alternatif kegiatan untuk perencanaan; 3 sebagai sikap dan perilaku dalam pelaksanaan kegiatan; 4 sebagai teknik pengkajian perkembangan kegiatan dalam rangka pemantauan serta; 5 sebagai teknik pengkajian hasil dalam rangka mengevaluasi kegiatan. Bertolak dari beberapa uraian terdahulu, pengertian yang selanjutnya digunakan oleh penulis tentang pengembangan definisi PRA yang tidak harus final itu bahwa : PRA adalah suatu pendekatan dan metode yang berguna untuk memahami keadaan, kebutuhan, masalah serta potensi wilayah, ekonomi, sosial dan budaya perdesaan dengan cara melibatkan kepentingan dan peran serta masyarakatnya secara langsung dalam proses-proses pemikiran yang ada selama kegiatan-kegiatan penjajagan, perencanaan, persiapan, pelaksanaan, pemantauan dan hingga evaluasi pembangunan. IV. Mengapa PRA ? atar belakang berkembangnya PRA ialah untuk meningkatkan kemampuan dan percaya diri masyarakat dalam mengidentifikasi serta menganalisa keadaan wilayah mereka, baik potensi maupun permasalahannya. Ini sangat berbeda dengan pendekatan pembangunan berpola top-down dari atas ke bawah yang sering M L 42 | P a g e dipakai oleh lembaga-lembaga yang mengumpulkan informasi untuk kelancaran program mereka. Dalam program seperti itu biasanya lembaga menentukan apa yang akan dikerjakan dalam suatu wilayah dan masyarakat diikutsertakan tanpa diberi pilihan apapun. Entah karena kedudukannya sebagai penguasa, pemerintah, ahli, atau agen perpanjangan tangan proyek dan program pembangunan, sebagai orang luar mereka memutuskan tentang kebutuhan dan aspirasi masyarakat perdesaan. Lain halnya di dalam PRA, kehadiran “orang luar” adalah sebagai mitra setara yang secara partisipatif dan demokratis bersama-sama mendorong kemandirian masyarakat sebagai pemangku kepentingan dan penerima manfaat utama pembangunan. Justru dengan kesadaran pandang bahwa sejatinya masyarakatlah yang merupakan pemangku kepentingan dan penerima manfaat utama pembangunan, maka masyarakat diposi sikan untuk memanfaatkan informasi dan hasil analisa sendiri agar mampu mengembangkan rencana kerja mereka menjadi lebih maju dan mandiri. Dengan menggunakan PRA juga diharapkan masyarakat mampu menyampaikan hasil perencanaannya kepada lembaga organisasiinstansi terkait yang dibutuhkan dalam pelaksanaan kegiatan tersebut. Pendekatan dan metode PRA pada dasarnya memang dimaksudkan untuk diterapkan dalam kegiatan pengembangan pemberdayaan atau penguatan masyarakat sebagai bagian inheren dari paradigma, model dan pendekatan pembangunan partisipatif. Meskipun demikian hendaklah dipahami bahwa sesungguhnya cita-cita pemberdayaan masyarakat melalui usaha- usaha pembangunan masyarakat secara partisipatif bukanlah suatu hal yang baru, dan bukan pula suatu hal yang khas PRA saja. PRA selanjutnya berkembang dari tradisi keilmuan yang sesungguhnya telah lama ada dan dari pemikiran-pemikiran pendekatan partisipatif pembangunan lainnya. Jika sebagian penggunanya menyatakan bahwa pendekatan dan metode PRA berbeda dibandingkan pendekatan- pendekatan dan metode-metode yang pernah ada sebelumnya, maka yang sebenarnya ialah bahwa PRA dapat dinyatakan sebagai kombinasi dari pendekatan-pendekatan dan metode- metode yang pernah ada tersebut untuk digunakan secara lebih efisien dan efektif dalam memahami keadaan dan kehidupan perdesaan. Artinya, PRA tidak diajukan sebagai suatu pendekatan murni yang berkembang berdiri sendiri, melainkan bersumber dari berbagai pendekatan yang ada sebelumnya. Itulah pula sebabnya, di dalam perkembangan praktiknya PRA kemudian terbuka sebagai laboratorium lintas disiplin ilmu, dan tidak menjadi monopoli disiplin ilmu tertentu saja. Di Indonesia bahkan PRA cukup banyak dikuasai para praktisi berlatar disiplin ilmu di luar antropologi, meskipun jika dilihat dari riwayat sejarah kemunculannya seharusnya para ahli antropologi yang menguasainya secara lebih baik. Hingga di sini dapat ditegaskan beberapa alasan kenapa PRA itu berkembang dan menjadikannya semakin diperlukan: 1 Kritik terhadap pendekatan pemba ngunan berpola top-down. 2 Munculnya pemikiran tentang pendekatan partisipatif participatory approach. 3 PRA sebagai pendekatan alternatif:  Kebutuhan adanya metode kajian keadaan masyarakat yang “mudah” dan “efisien” dilakukan untuk pengembangan program yang benar-benar menjawab masalah dan kebutuhan masyarakat setempat.  Kebutuhan adanya pendekatan program pembangunan yang bersifat kemanusiaan dan berkelanjutan.

V. Visi, Tujuan dan Luaran PRA