41 | P a g e
dan cara pandang berbasis aktor lebih operasional
diwujudkan dalam
praktik pembangunan. Hal ini amatlah penting
apalagi mengingat
sejatinyalah tujuan
pembangunan itu ditujukan untuk pember dayaan
masyarakat dan
pengarahan perubahan sosial yang lebih memanusiakan,
selama ini sering terabaikan. Sebagimana ditunjukkan berikut ini sekurang-kurangnya
ada 5 lima alasan kenapa pendekatan pemberdayaan masyarakat dalam pemba
ngunan itu dinilai mendesak, yakni:
1. Banyak proyek masih fokus pada pemberian
bantuan besar
dan menciptakan ketergantungan, bukan
pada penguatan masyarakat. 2. Masih banyak kegiatan pemba
ngunan mempraktekkan pendekatan mobilisasi ketimbang partisipasi.
3. Banyak bantuan kurang berorientasi pada kebutuhan kelompok orang
miskin dan kaum perempuan. 4. Masih banyak dominasi kelompok
tertentu elit desa, baik dalam penentuan
maupun penerimaan
dukungan. 5. Masih banyak kelompok masyarakat
belum siap
melakukan good
governance atau
mendorong transparansi, akuntabilitas, keseta
raan dan keadilan.
III. Pengertian
enurut asal usul katanya PRA merupakan akronim dalam bahasa
Inggris yang
kepanjangannya
adalah Participatory Rural Appraisal. Jika diterjemahkan secara bebas ke dalam
bahasa Indonesia berarti:
Pengkajian Keadaan Perdesaan secara Partisipatif.
Robert Chambers antropolog yang juga dikenal sebagai salah seorang pelopor
pengembangan PRA menggambarkan PRA sebagai sesuatu pendekatan dan metode
yang terus berkembang sehingga tidak perlu membuat definisinya secara final. PRA
merupakan
pendekatan dan
metode pembelajaran
mengenai keadaan
dan kehidupan perdesaan dari, dengan dan oleh
masyarakat perdesaan
itu sendiri.
Pembelajaran yang dimaksud adalah dalam pengertian yang luas, meliputi kegiatan
menganalisis, merencanakan dan bertindak. Berdasarkan pengertian tersebut Chambers
1996 mendefinisikan
PRA adalah
sekumpulan pendekatan dan metode yang mendorong masyarakat perdesaan untuk
turut serta meningkatkan dan menganalisis pengetahuan mereka mengenai hidup dan
kondisi mereka sendiri, agar mereka dapat membuat rencana dan tindakan.
Bagi mereka yang cukup banyak pengalaman
menerapkannya, biasanya
memandang PRA
dalam beragam
pengertian sesuai penggunaannya, seperti : 1 sebagai pendekatan, metode, teknik
dan alat pengkajian identifikasi masalah
dan kebutuhan untuk kegiatan penjajagan kebutuhan;
2 sebagai pendekatan, metode, teknik dan alat pengkajian potensi dan
alternatif kegiatan
untuk perencanaan;
3 sebagai sikap dan perilaku dalam pelaksanaan kegiatan;
4 sebagai teknik
pengkajian perkembangan
kegiatan dalam
rangka pemantauan serta; 5 sebagai teknik pengkajian hasil
dalam rangka
mengevaluasi kegiatan.
Bertolak dari
beberapa uraian
terdahulu, pengertian yang selanjutnya digunakan
oleh penulis
tentang pengembangan definisi PRA yang tidak
harus final itu bahwa : PRA adalah suatu pendekatan dan metode yang berguna
untuk memahami keadaan, kebutuhan, masalah serta potensi wilayah, ekonomi,
sosial dan budaya perdesaan dengan cara melibatkan kepentingan dan peran serta
masyarakatnya secara langsung dalam proses-proses pemikiran yang ada selama
kegiatan-kegiatan penjajagan, perencanaan, persiapan, pelaksanaan, pemantauan dan
hingga evaluasi pembangunan.
IV. Mengapa PRA ?
atar belakang berkembangnya PRA ialah untuk meningkatkan kemampuan
dan percaya diri masyarakat dalam mengidentifikasi serta menganalisa keadaan
wilayah mereka, baik potensi maupun permasalahannya.
Ini sangat
berbeda dengan pendekatan pembangunan berpola
top-down dari atas ke bawah yang sering
M
L
42 | P a g e
dipakai oleh
lembaga-lembaga yang
mengumpulkan informasi untuk kelancaran program mereka. Dalam program seperti itu
biasanya lembaga menentukan apa yang akan dikerjakan dalam suatu wilayah dan
masyarakat diikutsertakan tanpa diberi pilihan apapun. Entah karena kedudukannya
sebagai penguasa, pemerintah, ahli, atau agen perpanjangan tangan proyek dan
program pembangunan, sebagai orang luar mereka memutuskan tentang kebutuhan
dan aspirasi masyarakat perdesaan.
Lain halnya
di dalam
PRA, kehadiran “orang luar” adalah sebagai mitra
setara yang
secara partisipatif
dan demokratis
bersama-sama mendorong
kemandirian masyarakat sebagai pemangku kepentingan dan penerima manfaat utama
pembangunan. Justru dengan kesadaran pandang bahwa sejatinya masyarakatlah
yang merupakan pemangku kepentingan dan
penerima manfaat
utama pembangunan, maka masyarakat diposi
sikan untuk memanfaatkan informasi dan hasil
analisa sendiri
agar mampu
mengembangkan rencana kerja mereka menjadi lebih maju dan mandiri. Dengan
menggunakan PRA
juga diharapkan
masyarakat mampu menyampaikan hasil perencanaannya
kepada lembaga
organisasiinstansi terkait yang dibutuhkan dalam pelaksanaan kegiatan tersebut.
Pendekatan dan metode PRA pada dasarnya memang dimaksudkan untuk
diterapkan dalam kegiatan pengembangan pemberdayaan atau penguatan masyarakat
sebagai bagian inheren dari paradigma, model
dan pendekatan
pembangunan partisipatif. Meskipun demikian hendaklah
dipahami bahwa sesungguhnya cita-cita pemberdayaan masyarakat melalui usaha-
usaha pembangunan masyarakat secara partisipatif bukanlah suatu hal yang baru,
dan bukan pula suatu hal yang khas PRA saja.
PRA selanjutnya berkembang dari tradisi keilmuan yang sesungguhnya telah
lama ada dan dari pemikiran-pemikiran pendekatan
partisipatif pembangunan
lainnya. Jika
sebagian penggunanya
menyatakan bahwa pendekatan dan metode PRA berbeda dibandingkan pendekatan-
pendekatan dan metode-metode yang pernah ada sebelumnya, maka yang
sebenarnya
ialah bahwa
PRA dapat
dinyatakan sebagai
kombinasi dari
pendekatan-pendekatan dan
metode- metode yang pernah ada tersebut untuk
digunakan secara lebih efisien dan efektif dalam memahami keadaan dan kehidupan
perdesaan. Artinya, PRA tidak diajukan sebagai suatu pendekatan murni yang
berkembang
berdiri sendiri,
melainkan bersumber dari berbagai pendekatan yang
ada sebelumnya. Itulah pula sebabnya, di dalam
perkembangan praktiknya
PRA kemudian terbuka sebagai laboratorium
lintas disiplin ilmu, dan tidak menjadi monopoli disiplin ilmu tertentu saja. Di
Indonesia bahkan PRA cukup banyak dikuasai para praktisi berlatar disiplin ilmu di
luar antropologi, meskipun jika dilihat dari riwayat sejarah kemunculannya seharusnya
para ahli antropologi yang menguasainya secara lebih baik.
Hingga di sini dapat ditegaskan beberapa
alasan kenapa
PRA itu
berkembang dan menjadikannya semakin diperlukan:
1 Kritik terhadap pendekatan pemba ngunan berpola top-down.
2 Munculnya pemikiran
tentang pendekatan partisipatif participatory
approach. 3 PRA sebagai pendekatan alternatif:
Kebutuhan adanya metode kajian keadaan
masyarakat yang
“mudah” dan “efisien” dilakukan untuk pengembangan program
yang benar-benar
menjawab masalah
dan kebutuhan
masyarakat setempat. Kebutuhan adanya pendekatan
program pembangunan
yang bersifat
kemanusiaan dan
berkelanjutan.
V. Visi, Tujuan dan Luaran PRA