Filosofi Dalam Olahraga Kendo

(1)

FILOSOFI DALAM OLAHRAGA KENDO

KENDO TAIIKU NO TETSUGAKU

SKRIPSI

Skripsi ini Diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat

Ujian Sarjana dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang

Oleh: M. Harits Rafi

100708068

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

FILOSOFI DALAM OLAHRAGA KENDO

KENDO TAIIKU NO TETSUGAKU

SKRIPSI

Skripsi ini Diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat

Ujian Sarjana dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang

Oleh: M. Harits Rafi

100708068

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Drs. Hamzon Situmorang, M.S., Ph.D.

NIP. 19580704 1984 12 1 001 NIP. 19600827 1991 03 1 004 Drs. H. Yuddi Adrian Muliadi, M.A.

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(3)

Disetujui Oleh :

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Medan, Januari 2015

Departemen Sastra Jepang Ketua,

NIP. 19600919 1988 03 1 001 Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum.


(4)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil‘Alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, berkat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.Salawat serta salam kepada Rasulullah SAW, teladan yang terbaik bagi umat manusia.

Skripsi yang berjudul Filosofi dalam Olahraga Kendo ini penulis susun sebagai salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan program Sarjana pada Departemen Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatra Utara Medan.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan, baik dalam susunan kalimat maupun proses analisisnya. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi perbaikan skripsi ini sehingga skripsi ini lebih bermanfaat dan lebih sempurna.

Tidak lupa pula pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih, penghargaan dan penghormatan yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatra Utara.

2. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum., selaku ketua Departemen Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatra Utara yang telah banyak memberikan dukungan serta arahan selama proses penyusunan skripsi ini. 3. Bapak Prof. Drs. Hamzon Situmorang, M.S., Ph.D. selaku Dosen Pembimbing


(5)

membimbing penulis dan selalu memberikan nasehat, masukan dan arahan dengan sabar sehingga skripsi ini dapat penulis selesaikan dengan baik.

4. Bapak Drs. H. Yuddi Adrian Muliadi, M.A., Selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu, pikiran dan tenaga dalam memberikan masukan-masukan, bimbingan serta pengarahan dalam penyusunan skripsi ini, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

5. Bapak/Ibu dosen pengajar Departemen Sastra Jepang yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat kepada penulis.

6. Teristimewa kepada orang tua penulis, Ibunda tercinta Ros Zamandan kakak Dhini Afiatanti, yang selalu mendoakan penulis agar selalu sehat, memberi dukungan, perhatian, semangat dan bantuan yang tak terhingga baik dalam bentuk moril dan material hingga saat ini, yang tidak akan mampu penulis balas sampai kapanpun juga.

7. Kepada Bapak Rogers Gossett dan Bapak Raffaele Calogero yang telah membantu penulis, meluangkan waktu untuk menjawab semua pertanyaan penulis, memberikan masukan dan arahan sehingga skripsi ini dapat penulis selesaikan dengan baik.

8. Kepada keluarga besar di Lubuk Pakam, Nenek, Tante, Om, dan semua saudara-saudara yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas semua doa dan dukungan yang diberikan selama ini.

9. Kepada Nurlaila yang selalu mendukung, memberi perhatian, semangat, dan dengan sabar mendengar keluhan penulis selama ini.

10.Kepada teman-teman seperjuangan di Departemen Sastra Jepang angkatan 2010 yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih sudah bersama penulis selama 4 tahun terakhir ini.


(6)

11.Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi penulis dan bagi kita semua yang ingin lebih memahami tentang filosofi dalam olahraga kendo.

Medan,09Desember 2014 Penulis


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ··· i

DAFTAR ISI ··· iv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ··· 1

1.2 Perumusan Masalah ··· 3

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan ··· 4

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori ··· 5

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian ··· 7

1.6 Metodelogi Penelitian··· 8

BAB II SEJARAH DAN PERKEMBANGAN KENDO 2.1 Pengertian Kendo ··· 9

2.2 Sejarah dan Perkembangan Kendo ··· 10

2.3 Perlengkapan dalam Olahraga Kendo ··· 18

2.3.1 Bōgu ··· 18

2.3.2 Kendōgi ··· 21

2.3.3 Shinai··· 23

2.3.4 Bokken ··· 23

2.4 Elemen Dasar dalam Olahraga Kendo ··· 24

2.4.1 Dōjō ··· 24

2.4.2 Reihō ··· 25

2.4.3 Ma’ai ··· 27


(8)

2.4.5 Keiko ··· 30

BAB III TEKNIK DAN FILOSOFI OLAHRAGA KENDO 3.1 Teknik-teknik dalam Olahraga Kendo ··· 34

3.1.1 Shikake Waza ··· 35

3.1.2 Ōji Waza ··· 43

3.2 Filosofi Kamae ··· 49

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan ··· 57

4.2 Saran ··· 59

DAFTAR PUSTAKA ABSTRAK


(9)

ABSTRAK

Filosofi Dalam Olahraga Kendo

Kendo adalah olahraga modern dari Jepang yang menggunakan pedang.Kendo diadopsi dari kenjutsu yaitu olahraga Jepang yang mengkhususkan pada penggunaan senjata pedang (katana).Kendo bukan olahraga beladiri yang hanya memfokuskan kepada teknik gerakan semata.Kendo jugamerupakan jalan untuk membangun disiplin karakter manusia dengan berdasarkan prinsip ilmu pedang.

Tujuan keseluruhan dari kendo adalah untuk “menyatukan pikiran dan badan, menumbuhkan jiwa yang bersemangat melalui latihan yg benar dan keras, untuk selalu mengembangkan seni dalam kendo, menjunjung tinggi kehormatan dan sopan santun, berhubungan dengan orang lain secara tulus, dan untuk selamanya terus mengembangkan diri sendiri,” dan juga untuk mengembangkan kemampuan untuk mengamati, menganalisa, mengerti, dan dengan cepat mengatasi segala situasi apapun tanpa rasa takut, keraguan, ataupun terkejut.

Dalam berlatih kendo ada perlengkapan wajib yang harus dikenakan.Perlengkapan itu adalah kendōgi (seragam kendo), men(pelindung kepala), dō (pelindung dada dan perut), kote (pelindung tangan), tare (pelindung pinggang), dan shinai (pedang bambu).Perlengkapan ini adalah salah satu unsur yang paling penting dalam kendo.

Kamaedalam kendo adalah sebuah pondasi yang paling penting sebelum melakukan serangan atau pertahanan apapun, tetapi kamae bukan hanya sekedar


(10)

kuda-kuda ataupun cara berdiri. Kamae yang paling baik adalah perpaduan dari kuda-kuda yang kokoh dan juga kekuatan, disiplin dan kesiapan mental.

Kamae dapat dibagi menjadi dua bagian, kamae fisik (katachi no kamae) dan kamae mental (kokoro no kamae).Kokoro no kamae adalah suatu sikap mental dari seseorang.Kamae ini tidak mempunyai bentuk fisik dan lebih ke sikap mental.Sedangkan katachi no kamae merupakan sebuah sikap fisik yang dilakukan untuk menghadapi lawan.

Teknik (waza) dalam kendo sebenarnya sangat sederhana, namun cukup sulit untuk dipelajari.Sebagaimana yang kita ketahui bersama, kendo berasal dari kenjutsu.Jadi teknik-teknik ini didasari oleh teknik kenjutsu.Waza dapat diberikan ketika lawan memperlihatkan suki (pembukaan) atau posisi lengah.Suki muncul dan hilang dalam sekilas.

Waza dapat dibagi menjadi dua yaitu shikake waza (teknik menyerang) dan ōji waza (teknik serangan balasan) tergantung siapa yang menyerang diawal. Tetapi kamae yang baik sangat berpengaruh jika ingin melakukan serangan yang sempurna.


(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Jepang merupakan salah satu negara di kawasan Asia Timur yang patut diperhitungkan.Dengan kehebatannya dalam memadukan tradisi dan modernisasi, menjadikan Jepang sebagai bangsa yang maju.Dalam periodisasi sejarahnya, Jepang terbagi ke dalam 4 babak, yaitu zaman prasejarah, zaman klasik, zaman pertengahan, dan zaman modern.

Era Tokugawa merupakan zaman pertengahan Jepang yang diawali oleh naiknya Tokugawa Ieyasu sebagai Shogun.Era ini membawa Jepang menutup diri (isolasi) dari dunia luar dengan sistem feodal, yang merupakan transisi ke Restorasi Meiji kelak sebagai antiklimaks isolasinya.

Tahun 1868 pada masa Restorasi Meiji, Jepang mulai membuka diri dari ketertinggalannya.Restorasi Meiji menjadi langkah awal bagi bangsa Jepang masuk kezaman modern.Akulturasi budaya mulai terjadi diberbagai bidang. Berkat usaha gigih, Jepang mampu membuat dirinya sejajar dengan negara lain. Sekarang Jepang menjadi salah satu negara maju di dunia.

Keadaan Jepang yang sudah maju tidak membuat masyarakatnya melupakan kebudayaan tradisional.Ini merupakan dampak positif dari isolasi.Masyarakat Jepang yang bersifat herodianistis tetap mempertahankan dan melestarikan kebudayaan nenek moyang secara turun-temurun.Kebudayaan Jepang yang masih dilestarikan dan dikembangkan meliputi bidang seni, sastra dan olahraga.Salah satu olahraga tradisional Jepang yang memiliki keunikan dan tetap dipertahankan adalah kendo.


(12)

Kendo adalah olahraga dari Jepang yang menggunakan pedang. Kendo (剣 道)diadopsi dari kenjutsu yaitu olahraga Jepang yang mengkhususkan pada penggunaan senjata pedang (katana) sebelum restorasi Meiji.Kendo merupakan jalan untuk membangun disiplin karakter manusia dengan berdasarkan prinsip ilmu pedang (Salmon, 2013:9).

Secara harfiah, kendo terbagi ke dalam dua kata.Yaitu “Ken (剣)” yang artinya “Pedang”, dan “Do (道)” yang artinya “Jalan” yang dilalui dengan pedang.Sebagai sebuah olahraga, kendo juga merupakan gabungan antara kekuatan fisik dan mental yang kuat yang dikombinasikan dalam nilai seni bela diri.

Kendo olahraga berpedang Jepang mempunyai sejarah yang kaya dan panjang.Persenjataan dan baju perang Jepang sejak dulu sudah dipengaruhi oleh persenjataan dan baju perang Cina.Pedang Jepang aslinya bukanlah berupa pedang yang melengkung seperti yang kita saksikan sekarang ini, tetapi berupa pedang lurus yang rata yang dibuat dengan konstruksi sederhana untuk menusuk dan menyerang.

Pedang Jepang yang kita kenal sekarang ini muncul sekitar tahun 940-an, yaitu berupa pedang satu mata (satu sisi) dan melengkung tipis.Bentuk pedang ini diuji coba di arena peperangan pada masa Sengoku Jidai (masa perang seluruh negeri).Sampai jenis pedang yang dipegang dengan menggunakan dua tangan ini dibuat, peperangan dilakukan dengan para prajurit menunggang kuda, memakai pakaian perang yang berat dan menggenggam senjata di tangan kanannya.Kemudian sekitar tahun 1600 peperangan dilakukan dengan berjalan


(13)

kaki, memakai pakaian perang yang ringan dan menggunakan pedang yang digenggam dengan kedua tangannya.

Kendo telah dimulai ketika kaum Samurai generasi terakhir berakhir pada masa Tokugawa.Kemudian terjadilah Restorasi Meiji hingga masa Perang Dunia.Setelah itu, berlakulah larangan untuk membawa senjata pedang di seluruh Jepang.Akibatnya, terjadilah krisis identitas karena pedang sudah menjadi ikon tradisi yang selama ini melekat pada masyarakat Jepang.

Lalu, untuk melestarikan kebudayaan mereka, akhirnya dihidupkan kembali tradisi ilmu pedang yang mereka miliki.Agar mudah diterima dan dapat dipelajari oleh semua orang, maka terciptalah kendo.

Dalam olahraga kendo, terdapat teknik yang wajib dipelajari.Salah satu dari teknik tersebut adalah kamae.Kamae (kuda-kuda) adalah gerakan yang menjadi dasar sebelum melakukan teknik penyerangan ataupun pertahanan.Di dalam gerakan kamae terdapat filosofi dasar yang menggambarkan arti dari gerakan tersebut.Bagi pembelajar olahraga kendo, sering mengalami kesulitan untuk menguasai kendo secara penuh, hal ini dikarenakan pembelajar tidak mengerti filosofi yang terkandung di dalam sitiap gerakan dari olahraga kendo tersebut.

Karena adanya permasalahan tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini yang selanjutnya akan dituangkan dalam skripsi yang berjudul Filosofi dalam Olahraga Kendo.

1.2 Perumusan Masalah

Kendo mulai berkembang di Jepang sejak masa samurai dan selama periode Kamakura (1185-1233), pada saat itu pedang dan panahan menjadi


(14)

perlengkapan beladiri utama di kalangan militer.Pada masa itu kendo berkembang di bawah pengaruh Budha Zen.Para ahli pedang yang ada waktu itu kemudian mendirikan sekolah-sekolah pelatihan kendo yang berdiri selama beberapa abad, diantaranya perguruan Itto, Ryuu, Muto, dan Munen Muso Ryuu.Pelatihan kendo saat itu menggunakan pedang kayu teknik kata, sedangkan konsepnya dipengaruhi ajaran agama Budha Zen. Salah satunya adalah konsep mushin yang digunakan pada level tertinggi kendo.

Setelah periode Tokugawa berakhir, kendo yang tadinya dipelajari sebagai teknik berperang menggunakan pedang berangsur-angsur berubah menjadi teknik berperang yang lebih menonjolkan konsep seni gerakan pedang. Saat itu muncul sekolah kendo yang memperkenalkan teknik baru, salah satunya pada era Shotoku (1711-1715) Naganuma Shirozaemon Kunisato mendirikan sebuah sekolah kendo Jiki-Sinkage Ryuu yang mengajarkan kendo menggunakan shinai dan kendo bougu. Teknik itu nantinya dikenal sebagai kendo modern.

Latihan kendo terdiri dari berbagai macam tujuan untuk mengembangkan diri. Seperti halnya olahraga bela diri lain, kendo memerlukan disiplin tinggi dan dedikasi penuh untuk latihan, seperti etika (religi), postur tubuh dan teknik melangkah, cara mengayun pedang yang benar, serta filosofi dari setiap gerakannya.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis mencoba merumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :

1. Teknik-teknik ittō ryūapa saja yang diajarkan dalam olahraga kendo? 2. Bagaimana filosofi kamae dalam olahraga kendo?


(15)

Agar pembahasan masalah tidak meluas sehingga objek pembahasan dapat menjadi jelas, maka penulis membatasi ruang lingkup pembahasan hanya pada teknik-teknik ittō ryū dan filosofi gerakan kamae. Sebelum dibahas lebih lanjut dalam BAB III, penulis akan terlebih dahulu menjelaskan tentang pengertian, sejarah lahirnya kendo, perkembangan kendo, unsur dasar kendo, serta teknik yang ada dalam olahraga kendo.

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1. Tinjauan Pustaka

Kendo (剣道) menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah olahraga anggar tradisional Jepang (http://kbbi.web.id/kendo

Kendo adalah olahraga bela diri modern dari Jepang yang menggunakan pedang.Kendo berasal dari kata “Ken (剣)” yang artinya “Pedang”, dan “Do (道)” yang artinya “Jalan”. Jadi arti Kendo secara keseluruhan adalah suatu jalan atau proses disiplin diri yang membentuk suatu pribadi samurai (侍) yang pemberani dan loyal. Kendo menggabungkan unsur-unsur bela diri, seni dan olahraga.

). Walaupun kendo sering disamakan dengan anggar di Eropa karena sama-sama dimainkan dengan cara memukul titik-titik tertentu dari musuhnya menggunakan pedang, tetapi olahraga tersebut sedikit berbeda, letak perbedaannya yaitu pemain anggar menggunakan satu tangan untuk memegang anggar, sedangkan kendo menggunakan dua tangan untuk memegang pedang kayu.

Latihan kendo terdiri dari berbagai macam tujuan untuk mengembangkan diri. Seperti halnya bela diri lain, Kendo memerlukan disiplin tinggi dan dedikasi penuh untuk latihan, seperti etika (religi), postur tubuh dan teknik melangkah, dan cara mengayun pedang yang benar.


(16)

2. Kerangka Teori

Penelitian ini lebih mengarah kepada penelitian kebudayaan.Koentjaraningrat (1985:193) menyatakan kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dalam belajar.

Talcott Parsons dan A.L. Kroeber dalam Koentjaraningrat (1985:200-201) membedakan secara tajam wujud kebudayaan sebagai suatu sistem dari ide-ide dan konsep-konsep dari wujud kebudayaan sebagai suatu rangkaian tindakan aktivitas manusia yang berpola.

Koentjaraningrat (1985:201) berpendapat bahwa kebudayaan itu ada 3 wujud yaitu :

1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan, dan sebagainya.

2. Wujud kebudayaan sebagai kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat.

3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.

Wujud kebudayaan berupa sistem sosial atau social system, mengenai tindakan berpola dari manusia itu sendiri. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi, berhubungan, serta bergaul satu sama lain dari detik ke detik, dari hari ke hari, dan dari tahun ke tahun, selalu menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan.

Kendo merupakan salah satu hasil dan wujud kebudayaan masyarakat Jepang dalam olahraga bela diri berupa gerakan-gerakan, jurus-jurus dan juga filosofi yang diperoleh dari proses belajar dan pengalaman.


(17)

Menurut Mutohir dalam http://dilihatya.com/1529/pengertian-olahraga-menurut-para-ahli

Sedangkan filosofi atau filsafat menurut Drs H. Hasbullah Bakry adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia, sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai oleh akal manusia, dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu. Yang menjadi persamaan dari semua para ahli tentang filsafat yaitu sebuah ilmu untuk menyelidiki segala sesuatu secara mendalam

olahraga merupakan proses sistematik yang berupa segala kegiatan atau usaha yang dapat mendorong pengembangan, dan membina potensi-potensi jasmaniah dan rohaniah seseorang sebagai perorangan atau anggota masyarakat berupa permainan, pertandingan, dan prestasi puncak dalam pembentukan manusia yang memiliki ideologi yang seutuhnya dan berkualitas berdasarkan Dasar Negara atau Pancasila.

Kendo adalah salah satu olahraga bela diri Jepang tertua yang berasal dari tradisi Budo.dalam Budo, "do" memiliki arti sebuah jalan atau cara untuk mengembangkan diri melalui latihan beladiri. Kendo tidak hanya mengajarkan teknik-teknik berpedang secara fisik, tetapi juga mengajarkan filosofi yang diwariskan Budo. Dalam kendo kita dapat mengembangkan jiwa yang kuat, pandangan dan pendirian yang positif dan cara hormat terhadap satu sama lain.

(http://fatih-io.biz/pengertian-filsafat-menurut-para-ahli.html).

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian


(18)

1. Untuk mengetahui teknik-teknik yang diajarkan dalam olahraga bela diri kendo.

2. Untuk mengetahui filosofi kamae dalam olahraga bela diri kendo.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang ingin diperoleh dalam penelitian ini adalah :

1. Dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang Kendo sebagai olahraga bela diri Jepang.

2. Dapat menambah pengetahuan tentang sejarah terciptanya dan perkembangan olahraga bela diri kendo.

3. Dapat menjadi masukan bagi pembelajar untuk memahami teknik-teknik dan filosofi yang terkandung dalam olahraga bela diri kendo.

1.6 Metodelogi Penelitian

Metode penelitian merupakan cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu pengetahuan atau upaya untuk menerangkan suatu fenomena yang terjadi (Reseffendi, 1994:4).

Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan metode kepustakaan (library research). Metode kepustakaan adalah metode pengumpulan data yang digunakan oleh penulis dengan menggunakan buku atau referensi yang berkaitan dengan masalah apa yang sedang dibahas. Sedangkan untuk teknik penyajian data penulis menggunakan teknik deskriptif yaitu dengan memberikan penjabaran-penjabaran dan uraian yang menggunakan kata-kata (Mahsun, 2007:92).


(19)

Penelitian deskriptif ini dilakukan untuk mendeskripsikan data-data yang diperoleh melalui metode kepustakaan.Dalam hal ini penulis mengumpulkan dan menganalisis data-data yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, terutama buku-buku, internet, dan data-data yang berhubungan dengan kendo.


(20)

BAB II

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN KENDO

2.1 Pengertian Kendo

Donohue (1999:1) mengemukakan bahwa :

“What is Kendo? Kendo is the modern, ritualized version of Japanese fencing. There are many Japanese sword arts in existence today. They span the range from true classically-oriented combat systems that attempt to train individuals in traditional Japanese military skills (often termed bujutsu) to more modern, specialized systems such as iaido, which focuses on the technique and esthetics of drawing the longsword. As a generic term, in fact, Kendo can refer to any system of Japanese swordmanship as I use it here, “Kendo” refers to the modern martial art referred to as Nippon Kendo. It can be considered a sport, as well as a physical and mental discipline. It is, in some sense, all of these things. When properly and conscientiously practiced, Kendo is a Do, a path or way that can lead the trainee to self cultivation. It combines the stress and excitement of competition with the potentially profound insights that can be gainedfrom the practice of the Japanese martial arts.”

Terjemahan :

Apa itu kendo? Kendo adalah anggar modern Jepang yang beradat.Ada banyak seni berpedang Jepang yang ada sekarang. Semuanya mencakup sistem bela diri klasik yang bertujuan untuk melatih individu dalam keahlian militer Jepang (sering kali disebut bujutsu) menjadi lebih modern, sistem khusus seperti iaido, yang difokuskan pada teknik dan keindahan dalam menarik sebuah pedang. Dalam istilah umum, kendo dapat mengacu pada apapun yang berkaitan dengan ilmu pedang Jepang sebagaimana yang saya jelaskan disini, “Kendo” dapat dianggap sebagai olahraga, serta disiplin fisik dan mental.Hal ini, dalam beberapa hal, semua hal ini. Ketika berlatih dengan benar dan sungguh-sungguh, Kendo adalah , sebuah jalan atau cara yang bisa membuat seorang murid untuk


(21)

mengembangkan dirinya. Hal ini menggabungkan rasa stres dan kegembiraan dalam kompetisi dengan potensi mendapatkan wawasan yang luas yang dapat diperoleh dengan cara berlatih seni bela diri Jepang.

Honda (2012:1) juga menjelaskan bahwa :

“Kendo is a traditional martial art in which practitioners can learn together, and from each other regardless of skill level or age, and is something that can be continued to be practiced throught one’s life. Kendo is also physical activity in which practitioners attempt to strike parts of the body protected by armour with shinai. Therefore, practitioners have a responsibility to learn proper technique and avoid rough and violent striking with an attitude of respect for others.”

Terjemahan :

Kendo adalah bela diri tradisional yang mana pemain dapat belajar bersama dan dari siapa saja tanpa memperhatikan umur atau level, dan itu adalah sesuatu yang bisa dilanjutkan dan dilatih sepanjang hidup.Kendo juga aktivitas fisik yang mana pemain berupaya untuk menyerang bagian tubuh yang dilindungi oleh baju besi dengan pedang bambu. Oleh karena itu, pemain mempunyai tanggung jawab untuk belajar teknik yang benar, menghindari kekerasan dan kekasaran memukul dengan sikap yang menghargai orang lain.

Berdasarkan pendapat di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa kendo adalah seni bela diri menggunakan pedang yang berasal dari Jepang yang telah menjadi semacam tradisi karena bersifat turun-temurun dari generasi ke generasi. Kendo juga dapat diartikan suatu jalan atau proses disiplin diri yang membentuk suatu pribadi samurai yang pemberani dan loyal.

2.2 Sejarah dan Perkembangan Kendo

Kendo, dari kata ken “pedang” dan dō “jalan”, adalah praktek yang sangat bersifat ritual dan bentuk dari seni berpedang Jepang yang muncul lebih dari


(22)

ribuan tahun yang lalu (Tokeshi, 2003:3).Meskipun asal-usulnya masih samar-samar, kendo sepertinya berkembang sedikit demi sedikit dari pengalaman pertempuran.Cerita mitos dari para Dewa dan Dewi menunjukkan bahwa orang-orang Jepang purbakala melihat penggunaan pedang dalam hal kebangkitan dan perdamaian.Pedang yang dimaksud dalam kojiki (catatan sejarah tertua di Jepang) adalah chokken (pedang lurus) yang dibuat di Korea atau Cina.Kurang bagusnya bahan dan kekurangan sebuah shinogi (poros sepanjang belakang pisau) membuat chokken tidak berguna untuk memotong, jadi di pertempuran hanya digunakan untuk menusuk.Chokken ditingkatkan dari yang bermata dua sampai bermata satu dan terbuat dari besi. Pada awalnya pedang melengkung di zaman Heian, yang jauh lebih kuat dan lebih berguna dalam memotong dan menembus.Ini dengan jelas menandai perubahan teknik dari menusuk ke memotong.

Pada zaman Heian (abad 8 sampai abad 12) perlombaan bela diri tahunan diadakan di ibukota Heian. Prajurit harus berlatih kendo dan seni beladiri lain secara rajin untuk menghadapi perlombaan ini. Di zaman yang sama terlihat perubahan kekuatan dari kelas bangsawan sampai kelas pejuang, diawali dengan

klan Taira (Heike), klan Minamoto (Genji), dan klan Hojō. Seni, sastra, agama,

dan budaya pada umumnya tumbuh di zaman Heian, tapi kepuasan diri sendiri dan korupsi di ibukota membuat kekacauan disana pada saat terjadi konflik diantara klan Taira dan klan Minamoto, kejadian ini menandai berakhirnya zaman

Heian. Taira no Kyōmori telah mengalahkan klan Minamoto untuk menguasai

pemerintahan, tetapi mereka hidup seperti bangsawan dan pada akhirnya kehilangan keterampilan beladirinya. Di sisi lain, klan Minamoto, yang melarikan diri ke provinsi timur, yang hidup sederhana dan berlatih keterampilan beladiri, mempersiapkan diri untuk mengalahkan klan Taira.


(23)

Klan Taira secara singkat menguasai pemerintahan sekitar 2 tahun sampai adanya operasi militer Dan no Ura yang terkenal pada tahun 1185, dimana klan Minamoto berhasil mengalahkan klan Taira. Minamoto no Yoritomo memulai pemerintahan militer (bakufu) di Kamakura (dekat yang saat ini Yokohama).Klan

Minamoto menurun dengan kematian Yoritomo pada tahun 1199, tetapi Hōjō

Tokimasa dan keluarganya naik ke kekuasaan lewat pernikahan, politik, pembunuhan, dan kekuatan militer.

Pada zaman Kamakura, Muromachi, dan Azuchi-Momoyama, kendo mendapatkan kerohanian dan kualitas keagamaan lewat penggabungan agama Buddha Zen. Zen dalam agama Buddha berasal dari abad ke-10 di Cina tepatnya di mulut sungai Yangtze. Bentuk dalam agama Buddha disebut Ch’an, yang berasal dari bahasa Sansekerta dhyana, yang berarti “meditasi”, yang diambil oleh pemerintah Cina dan telah berkembang. Pendeta Rinzai di Jepang yang bernama Eisai (1141-1215) mengunjungi Cina dan membawa pulang Ch’an, yang dikenal sebagai Zen di Jepang.

Zen menekankan kesederhanaan dari pada menghafal kitab-kitab namun sangat efektif dalam hal konsentrasi dan disiplin diri.Mudah untuk membayangkan bahwa samurai mencari kenyamanan rohani di dalam Zen, karena berlatih seni beladiri memerlukan konsentrasi dan kematian dalam pertarungan adalah hal yang biasa.Filosofi kesederhanaan dalam Zen juga menjanjikan keselamatan bersama dikarenakan mereka telah mengalami peperangan yang terus berlanjut, gempa bumi, dan kelaparan. Jadi pengaruh Zen tidak hanya untuk seni beladiri tapi juga mempengaruhi seni yang lain, aristektur, dan bahkan upacara minum teh. Menarik untuk dicatat bahwa Eisai juga memperkenalkan kualitas teh


(24)

dan upacara minum teh kepada Jepang, istilah dalam kendo seperti chakin shibori sering datang dari upacara minum teh.

Gaya bertarung dari kendo pada awalnya pasti sangatlah sederhana dan mungkin sebatas memegang tachi (pedang panjang), menusuk lawan lewat lubang yang ada pada baju pelindung, atau mengayunkan pedang sambil menunggang kuda.Namun, segera menjadi jelas bahwa samurai yang mahir menggunakan katana (pedang Jepang) cenderung berhasil dalam pertarungan jarak dekat, yang mana pada akhirnya membuat dirinya dipromosikan lebih cepat daripada prajurit lainnya.Tidak sulit membayangkan bahwa permintaan untuk keterampilan dalam kendo nantinya dibuat untuk kebutuhan sekolah-sekolah kendo, dimana para samurai muda bisa berlatih keterampilan pertarungan jarak dekat.

Hayashizaki Jinsuke Shigenobu (1545 – 1621) mendirikan Musōshinden ryū school, dimana para siswanya berlatih seni dalam menarik pedang dengan cepat, yang disebut dengan iaido. Banyak ahli pedang terkemuka yang menggantikannya dan sekolahnya terus berkembang sampai hari ini, meskipun beberapa ahli pedang mendirikan sekolah iaido mereka sendiri.

Dipertengahan abad ke-16, dengan didirikannya banyak sekolah yang berbeda, kendo menjadi lebih terorganisir. Sekolah-sekolah besar yang didirikan

antara lain seperti Kashima ryū dari Hitachi (daerah Ibaragi), Kage ryū dari Iga

(daerah Mie), Ittō ryū dari pulau Izu Ōshima, dan Jigen ryū, didirikan oleh Tōgō Shigetaka (1561 – 1643) di Satsuma (daerah Kagoshima).

Perdamaian yang berlaku pada zaman Edo membuat banyak samurai yang kehilangan pekerjaannya sebagai pejuang. Samurai-samurai tersebut dijuluki sebagai rōnin (samurai tanpa tuan). Pada zaman Edo jumlah sekolah-sekolah kendo lebih dari tiga ratus. Ini memberikan peluang kepada para rōnin yang ahli


(25)

dalam kendo untuk bekerja, dan dizaman Edo juga telah banyak menghasilkan master kendo legendaris, seperti Miyamoto Musashi, Tsukahara Bokuden,

Kamiizumi Nobutsuna, dan Yagyū Sekishūsai Mitsuyoshi. Filosofi dari para

master kendo itu merubah penekanannya dari keberanian, keterampilan, dan potensi individu menjadi kesetiaan kepada para tuannya, seperti yang ditekankan pada sistem konfusianisme. Filosofi ini adalah dasar yang penting bagi sistem feudal dibawah pemerintahan Tokugawa.

Pada abad ke-18 pertengahan akhir juga terlihat perkembangan kendo modern, dengan digunakannya baju pelindung kendo, seperti yang digunakan saat ini, dan penggunaannya shinai (pedang bambu), yang mana sekarang adalah perlengkapan standar. Sebelum digunakannya baju pelindung ini, kendo hanya dipraktekkan sebagai kata (pola), karena pada dasarnya latih tanding bebas sangatlah berbahaya.

Pada zaman Meiji masuknya kebudayaan barat serta larangan menggunakan pedang di depan umum sangat mengurangi minat dari seni beladiri traditional Jepang, termasuk kendo. Pemerintah Meiji memproklamasikan larangan menggunakan pedang di depan umum dan chonmage (gaya rambut tradisional Jepang) pada tahun 1870. Namun, karena terlalu melekatnya senjata pedang dalam kebudayaan Jepang, butuh waktu bertahun-tahun sebelum para mantan samurai menyerahkan pedangnya. Banyak gambar maupun foto di zaman ini dari para samurai yang terlihat aneh dengan gaya rambut chonmage yang mengenakan seragam gaya barat dengan dua pedang di sabuknya dan para samurai tanpa gaya rambut chonmage namun mengenakan haori (mantel) tradisional dan hakama (pakaian tradisional Jepang) sambil memakai sepatu gaya barat.


(26)

Gambar 2.1 Samurai pada tahun 1800an

Banjirnya seorang samurai, yang diperkirakan sampai dua juta jiwa, kehilangan pekerjaannya setelah restorasi Meiji. Sakakibara Kenkichi (seorang ahli beladiri dan juga kepala sekolah ke 14 dari sekolah Jikishinkage Ryū) turun ke jalanan dengan teman-teman berlatih kendonya, mempraktekkan keterampilan kendo untuk mendapatkan uang. Praktek-praktek kendo tersebut juga sempat populer disana. Perang Seinan tahun 1877, antara Satsuma (Kagoshima) pasukan samurai yang dipimpin oleh Saigō Takamori dan para mantan sipil (petani dan pedagang) yang wajib militer dan para samurai kelas rendah dari pasukan pemerintah, membangun kembali minat orang-orang pada kendo. Ketika pihak kepolisian ibukota mengadopsi kendo, kendo menjadi populer diantara para


(27)

pelajar dan dimasyarakat. Perang Sino-Jepang (1894-1895) juga merangsang minat pada kendo, dan Dai Nippon Butoku Kai, sebuah organisasi nasional yang bertujuan untuk mempopulerkan kendo, didirikan pada tahun 1895.

Di awal abad ke-20, ketertarikan pada kendo semakin besar dengan disertakannya kurikulum pendidikan jasmani di sekolah menengah atas.Kemenangan dalam perang Russo-Jepang (1904-1905) membuat kekuatan militer Jepang diakui di mata internasional.Pada tahun 1906, Butoku Kai mendirikan tiga bentuk kata untuk mempromosikan kendo di sekolah dasar.Watanabe Noboru membantu dalam mendirikan federasi kendo di perguruan tinggi yang pertama di Universitas Tokyo dan mempopulerkan kendo di kalangan mahasiswa.Reformasi pendidikan pada tahun 1911 mengamanatkan untuk manggabungkan kendo ke dalam kurikulum sekolah Jepang. Dai Nippon Teikoku Kendo Kata didirikan tahun 1912 oleh para praktisi kendo yang hebat dari sekolah yang berbeda-beda, termasuk Negishi Shingorō, Tsuji Shinpei, Naitō Takaharu, Monna Tadashi, dan Takano Sasaburō, untuk mengajarkan dasar kendo di sekolah menengah atas. Pada tahun 1928, Zen Nihon Kendo Renmei (All Japan Kendo Federation) didirikan.Federasi tersebut mengadakan ujian tahunan untuk kenaikan tingkat.Master kendo pada zaman ini yaitu Nakayama Hakudō, Sasamori Junzō,

Mochida Moriji, Saimura Gorō, Ogawa Kinnosuke, dan Nakakura Kiyoshi.

Pemerintah kekaisaran Jepang mempromosikan segala bentuk seni beladiri, terutama kendo, semasa perselisihan di Manchuria (1931), invasi Cina (1937), dan yang terakhir pada perang dunia kedua (1941-1945). Setelah perang dunia kedua berlatih kendo untuk sementara dilarang oleh perintah Jendral Douglas Mac Arthur dari pasukan sekutu.Dai Nippon Butoku Kai dibubarkan dan pengajaran kendo di sekolah ditunda.Namun, Zen Nihon Kendo Renmei (AJKF) dibangun


(28)

kembali tahun 1952 bulan Oktober.Pada tahun 1955 kendo diakui sebagai salah satu perlombaan di festival olahraga nasional Jepang.Sedikit demi sedikit kendo mendapatkan pengakuan dari pihak Internasional.Pada tahun 1970 International Kendo Federation (IKF) didirikan dan mengadakan turnamen dunia untuk pertama kalinya di Jepang.

AJKF sangat aktif dalam mempromosikan kendo dan semangat kendo.Kita melihat perubahan secara teknis dalam kendo kata, dan beberapa perubahan utama dalam peraturan dan undang-undang yang mengatur tentang kenaikan tingkat dan gelar maupun shiai (pertandingan) dan shinpan (penilaian).AJKF mengadakan seminar untuk melatih para pelatih dan sangsi dalam sebuah turnamen.Dalam berlatih kendo, anak-anak kecil belajar dasar-dasar kendo. Tujuan utama dari berlatih kendo dalam jangka panjang adalah untuk mengembangkan anak-anak muda menjadi orang dewasa yang akan berguna bagi masyarakat. Persyaratan untuk menjadi penduduk yang baik adalah dengan mempunyai badan yang sehat, kuat, sifat baik, mental yang tangguh, mengerti makna dari wa (kasih sayang dan kerjasama), dan mampu untuk mengatasi kerasnya dan kesulitan dalam suatu kehidupan. Berlatih kendo secara tepat dan rajin akan menjaga kualitas tersebut.

Tujuan keseluruhan dari kendo menurut AJKF adalah untuk “menyatukan pikiran dan badan, menumbuhkan jiwa yang bersemangat melalui latihan yg benar dan keras, untuk selalu mengembangkan seni dalam kendo, menjunjung tinggi kehormatan dan sopan santun, berhubungan dengan orang lain secara tulus, dan untuk selamanya terus mengembangkan diri sendiri,” dan juga untuk mengembangkan kemampuan untuk mengamati, menganalisa, mengerti, dan dengan cepat mengatasi segala situasi apapun tanpa rasa takut, keraguan, ataupun terkejut.


(29)

2.3 Perlengkapan dalam Olahraga Kendo 2.3.1 Bōgu

Bōgu (防 具) adalah baju pelindung yang dikembangkan secara khusus yang digunakan pada seni beladiri Jepang (http: Bōgu adalah baju pelindung yang dipakai oleh kendoka saat latihan dan pada saat mengikuti turnamen. Bōgu dikenakan diatas kendōgi (seragam) yang terdiri dari keikogi atau dōgi (baju) dan hakama (celana tradisional Jepang). Dan sebuah balutan kapas tradisional Jepang yang disebut tenugui dipakai sebagai lapisan didalam men untuk memberikan ketahanan dan

kenyamanan bagi si pemakai. Dalam situs (

http:

Men () adalah pelindung kepala atau helm yang tersusun dari mengane (bagian pelindung berbentuk kisi-kisi terbuat logam campuran duraluminum atau titanium), menbuton (bagian memanjang yang melingkari sisi kanan dan kiri dari mengane), dan tsukidare (bagian pelindung daerah tenggorokan). Men dibuat sedemikian rupa untuk melindungi bagian kepala, mata, telinga, leher, dan bahu dari serangan lawan. Pada saat memilih men, pastikan memilih menbuton yang berkualitas baik dan cukup lebar untuk menutupi kepala bagian belakang. Jika terlalu sempit, ditakutkan tidak memberikan cukup perlindungan dari cedera kepala ketika jatuh kebelakang. Sangat baik untuk memakai men yang mempunyai ukuran pas dan nyaman di kepala. Karena men cukup berat, pemanasan atau latihan di bagian leher sangatlah penting sebelum memakai men tersebut dan diharuskan membersihkan men setiap selesai latihan, sebab keringat

ōgu terdiri dari men


(30)

bisa menyebabkan bertumbuhnya bakteri dan jamur. Sangat dianjurkan juga untuk mengeringkan men dengan sinar matahari secara langsung selama tiga puluh menit atau digosok dengan handuk basah yang panas. Ketika menyimpan men, lebarkan menbuton di atas lantai.

Gambar 2.2Men ()

(胴)adalah pelindung perut dan dada yang tersusun dari bagian serat plastik atau bambu dan kulit di bagian mune (dada). Secara teknis, dō itu sendiri hanyalah bagian keras yang berada disisi bawah dari keseluruhan bagian pelindung ini, yang kemudian ditutupi dengan jahitan kulit dibagian pinggirnya serta diciptakan untuk melindungi bagian perut. Sedangkan bagian mune adalah yang diciptakan untuk melindungi bagian dada. Pada umumnya, semakin banyak potongan bambunya akan semakin mahal biayanya dan jika ditambah dengan hiasan akan menambah biaya yang cukup banyak.. Bahan yang menutupi potongan bambunya juga menentukan biayanya. Semakin unik atau semakin sulit rancangannya juga akan menjadi lebih mahal. Tetapi hiasan yang ada pada mungkin hanya satu-satunya bagian dari bōgu yang bisa mengekspresikan selera dari si pemakai. Ukuran harus sesuai atau sedemikian rupa sehingga ada jarak sekitar 5 cm diantara dan dada si pemakai. Goresan yang ada pada tidak bisa dihilangkan, tetapi kotoran yang ada pada dapat dengan mudah


(31)

dihilangkan dengan kain basah dan bisa dikilapkan dengan kain kering. Juga bersihkan bagian dada dengan sikat biasa atau sikat gigi.

Gambar 2.3(胴)

Kote(小 手)adalah pelindung tangan yang dibuat dengan menggunakan

bahan kain, kulit sapi, atau kulit luar rusa untuk fleksibilitas yang lebih baik. Bagian telapak tangan dari kote dapat terbuat baik dari kulit sintesis (lebih tahan lama), kulit sapi, atau kulit rusa, walaupun pada umumnya kote lebih cepat rusak daripada men ataupun dō. Kote harus dibuat sedemikian rupa agar ukurannya pas. Tali pada kote juga dapat disesuaikan ikatannya untuk kenyamanan pemakaian yang lebih baik.


(32)

Tare (垂 れ)adalah pelindung pinggang atau perut yang terdiri dari wakihimo (ikat pinggang), tare obi (celemek pinggang), dan maedare (penutup berbentuk besar dan kecil untuk melindungi daerah paha). Sebagai tambahan para kendoka juga memasangkan namanya pada maedare yang terletak ditengah-tengah. Kantong nama ini kadang disebut juga nafuda atau zekken (tidak untuk dipergunakan sebagai kantong). Pada nafuda ini akan terlihat nama klub atau nama negara (nama negara digunakan pada turnamen-turnamen internasional) dan juga ditambahkan nama dari kendoka itu sendiri baik dalam bahasa Inggris, Jepang atau China. Selain itu yang hanya dapat ditambahkan pada nafuda hanyalah lambang klub atau bendera negara. Warna dasar nafuda biasanya hitam ataupun biru gelap.

Gambar 2.5Tare (垂れ)

2.3.2 Kendōgi

Kendōgi (剣 道 着) terdiri dari bagian dōgi(道 着) yaitu baju dan

hakama( 袴 ) yaitu celana tradisional Jepang

(http://www.jakartakendo.com/selamat-datang-di-jka/kendo/Alat-Kendo/alat-alat-kendo-halaman-2). Keduanya terbuat dari bahan katun dan biasa berwarna hitam, putih dan indigo.Dōgi ada yang terbuat dari 2 lapis atau 1 lapis dan terbuat dari bahan katun berlapis tebal yang bertujuan untuk melindungi dari luka goresan.


(33)

Seperti juga halnya pada dōgiuntuk karate dan judo, dōgi didesain untuk mengurangi efek dari pukulan serta pada saat yang sama memudahkan pemakainya untuk bergerak. Beberapa dōgi juga memiliki lapisan pada jahitan dalam untuk membantu menyerap keringat.

Gambar 2.6Dōgi(道着)

Hakamaadalah celana tradisional Jepang yang berbentuk seperti rok. Pada awalnya hakama hanya digunakan oleh laki-laki, tetapi sekarang juga digunakan oleh perempuan.Secara tradisi hakama digunakan pada saat latihan dandigunakan dengan cara diikatkan dipinggang. Panjang hakama kurang lebih sampai ke pergelangan kaki. Pada hakama juga terdapat lima lipatan didepan dan satu dibelakang. Lima lipatan didepan menandakan belas kasih (jin), keadilan (gi), kesopanan (rei), kebijaksanaan (chi), dan kepercayaan (shin) dan satu lipatan dibelakang menandakan kebenaran (makoto).


(34)

Gambar 2.7 Hakama(袴) 2.3.3 Shinai

Dalam http:/

竹刀) adalah

pedang yang terbuat dari bambu yang digunakan pada saat latihan dan kompetisi. Shinai dibuat dengan tujuan supaya mengurangi cedera serius pada kendoka selama latihan. Ada sebuah teori yang menjelaskan bahwa Kamiizumi Nobutsuna adalah orang pertama yang membuat shinai dari bambu. Dia berulang-ulang membelah ujung dari panjang bambu, lalu dibalut dengan kulit. Dia menyebut ini sebagai fukuro shinai. Beberapa orang berpikir bahwa shinai jenis ini digunakan

semasa pertandingan antara Kamiizumi (Kōzumi) Nobutsuna dan Yagyū

Muneyoshi. Bahkan sampai hari ini fukuro shinai ini masih digunakan di Yagyū

Shinkage ryū. Ukuran panjang shinai yang paling cocok untuk setiap kendoka

yaitu mulai dari tanah sampai ke dada kendoka.

Gambar 2.8Shinai (竹刀) 2.3.4 Bokken

Bokken(木 剣) atau bokutō (木 刀) adalah sebuah pedang kayu yang

menyerupai pedang asli (katana) (en.wikipedia.org/wiki/Bokken). Bokken terbuat dari berbagai macam jenis kayu dan sering kali digunakan pada saat berlatih kata. Bokken pada awalnya dibuat untuk mengurangi cedera serius pada waktu bertanding dengan menggunakan pedang asli dan juga digunakan untuk berlatih


(35)

oleh para samurai pada masa feudal Jepang. Bokken juga bisa menjadi senjata yang mematikan bagi mereka yang ahli dalam menggunakannya.

Gambar 2.9Bokken(木剣)

2.4 Elemen Dasar dalam Olahraga Kendo 2.4.1 Dōjō

Dōjō adalah ruangan besar atau tempat suci yang digunakan untuk berlatih, dimana displin jasmani maupun rohani diajarkan (Tokeshi, 2003:73). Sejak zaman Meiji, dōjō secara umum diartikan sebagai tempat dimana seni beladiri diajarkan. Oleh karena itu, dōjō digambarkan sebagai sebuah aula, ruang olahraga, taman yang luas, atau bahkan di lapangan terbuka, asalkan itu adalah tempat dimana bisa berlatih. Pintu masuk dōjō biasanya terletak di shimoza (kursi yang lebih rendah), sisi yang berlawanan dengan kamiza (kursi yang lebih tinggi). Kamiza juga disebut sebagai shinzen. Kata shinzen secara harfiah berarti “di depan Dewa” dan dalam kebudayaan Jepang ini diartikan sebagai Dewa Shinto. Urutan tempat duduk berdasarkan ranking atau tingkatan, seorang kendoka yang tingkatannya paling tinggi dan tamu yang diistimewakan biasanya duduk paling depan ditengah shinzen.


(36)

Pada waktu memasuki dōjō, diharuskan melepas semua benda-benda duniawi termasuk sepatu, kaos kaki, topi, kacamata, jam, kalung, anting dan perhiasan lainnya. Merokok, minum, atau makan permen didalam dōjō sangatlah dilarang. Bersiul, bernyanyi, atau membuat berisik juga tidak diperbolehkan. Dōjō harus tetap dijaga kebersihannya. Sebelum latihan dimulai, dōjō harus disapu dan dipel sampai benar-benar bersih. Secara tradisi, anggota yang paling baru harus membersihkan lantai, tetapi siapapun yang datang lebih dulu tetap bisa

membersihkannya. Membersihkan dōjō juga bagian dari pemanasan sebelum

berlatih. Dōjō juga harus dibersihkan dengan rasa penuh hormat dan bangga.

2.4.2 Reihō

Kendo berakar sangat kuat pada tradisi. Menurut Tokeshi (2003:77) reihō (etika) dalam kendo sama juga halnya seperti pelajaran dalam hidup, didasarkan pada akal sehat dan rasa hormat terhadap sesama. Dalam berlatih kendo yang juga diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, tidak boleh ada kesombongan dalam meraih kesuksesan dan kemenangan, ataupun menghina pihak yang kalah. Berlatih reihō juga membantu kita untuk mengkontrol emosi, menanamkan rasa hormat dan kerendahan hati. Etika adalah syarat utama untuk menjadi manusia yang beradab dan salah satu kebajikan yang sangat penting dari seorang samurai. Peraturan yang ada didalam dōjō ini ditujukan untuk menciptakan harmonisasi, yang dengan demikian dalam jangka panjang aturan yang sederhana ini dapat mencegah timbulnya permasalahan antara sesama anggota klub. Para pemula yang baru memulai kendo mungkin akan sedikit terintimidasi dengan banyaknya hal-hal yang harus diingat.


(37)

kerendahan hati diibaratkan sebagai badan kosong yang berjalan. Menurut Sasamori Junzo, pelatih kendo yang terkenal, siapapun harus tunduk untuk menghormati pendiri sekolah (ryuso), guru (shi), kakak senior (senpai), rekan (doryo), adik junior (kohai), dan dirinya sendiri (jiko). Tindakan dan ide untuk tunduk ke siapapun, termasuk diri sendiri, adalah salah satu dasar latihan untuk diri sendiri.Seorang kendoka harus tunduk kepada shinzen (altar) dan

shōmenketika masuk atau keluar dari dōjō.Dari

mulaimemasukisampaimeninggalkan dōjō, kendoka mungkin akan tunduk sebanyak enam puluh atau delapan puluh kali. Kendoka juga harus tunduk sebelum dan sesudah setiap sesi keiko (latihan) dengan pasangannya. Setelah latihan selesai, kendoka harus tunduk didepan semua sensei, dimulai dari tingkat yang paling tinggi.Sangat pantas untuk menaikkan kepala setelah setiap sensei menaikkan kepala mereka, baik dalam ritsurei (tunduk sambil berdiri) atau zarei (tunduk sambil duduk).

Istilah seiza dan mokuso (meditasi) digunakan secara bergantian.Seiza mungkin bisa diartikan sebagai berlutut dalam ketenangan ataupun duduk dalam gaya formal yang mana menjadi dasar untuk mencapai keadaan mokuso (Tokeshi, 2003:78). Dalam hal ini keadaan mata setengah tertutup (hangan).Di beberapa dōjō, mokuso dilakukan sebelum dan sesudah latihan.Dalam kendo juga ada ritsurei (tunduk dengan posisi berdiri). Untuk melakukan ritsurei, lipatkan dagu kedalam, luruskan punggung, dorong dada kedepan secara perlahan, dan rendahkan bahu secara alami. Lihatlah tepat ke arah mata lawan, bertukar tundukan dengan lawan, bengkokkan pinggang kedepan sekitar 15 derajat sambil mempertahankan kontak mata.Kalau tidak, mata bisa difokuskan ke lutut lawan. Ini adalah bentuk dari otagainirei atau “menunduk satu sama lain”.


(38)

Selain itu juga ada chakuza dan zarei.Ketika mendengar perintah untuk berlutut dari posisi berdiri, “chakuza!” bengkokkan lutut kiri dan tempatkan di atas lantai seperti menyapu bagian dalam kaki kiri kebelakang. Kemudian ulangi cara ini pada kaki kanan dan tangan kanan (hakama sabaki). Jari kaki akan menyentuh lantai dan posisi badan akan lurus kemudian duduk seperti biasa diatas lipatan kaki. Pada waktu berlutut, posisi tangan akan berada diatas paha. Posisi badan tetap lurus, dan posisi hidung sampai pusar akan tetap sejajar. Kemudian dilanjutkan dengan zarei dimana harus selalu melihat kearah lawan atau sensei tepat di mata sebelum menunduk.Lengkukkan siku dan letakkan kedua tangan diatas lantai didepan lutut membentuk segitiga, ibu jari dan jari telunjuk saling bersentuhan. Ibu jari akan lurus dan membentuk segitiga terbalik. Menunduk secara perlahan dan sungguh-sungguh sampai siku hampir menyentuh lantai dan arahkan mata ke lantai dengan formal shin-zarei.Tidak boleh mengangkat pinggul, dan tengkuk leher harus terlihat.

Dalam latihan kendo gaya lama juga ada sonkyo no rei, namun tidak biasa dilakukan dalam kendo gaya modern. Rei juga dilakukan pada waktu latihan, diharuskan melakukan ritsurei dengan shinai dengan tangan kiri sebelum memulai latihan.Selama latihan juga menunduk dengan merendahkan posisi shinai dan mengarahkannya sedikit ke kanan.

2.4.3 Ma’ai

Ma’ai (間合) adalah jarak diantara musuh, tidak hanya jarak secara fisik tetapi juga jarak secara spiritual dan jarak sementara (Tokeshi, 2003:97). Jarak yang secara fisik adalah chikama, issoku ittō no ma, dan tōma. Dalam melakukan chikama (jarak dekat), tidak ada waktu untuk ragu dalam menyerang ataupun bertahan. Issoku ittō no ma (jarak satu langkah satu potongan) juga disebut


(39)

sebagai chūma (jarak menengah), diukur satu langkah dari jarak menyerang dan satu langkah dari menepis serangan musuh. Tōma (jarak jauh) adalah jarak dari daerah yang aman untuk bertahan daripada menyerang. Ma’ai adalah konsep yang penting dalam kendo.

Gambar 2.10Ma’ai (間合) 2.4.4 Ashisabaki

Ashisabaki (gerakan kaki) adalah salah satu keterampilan yang paling penting dalam kendo untuk pertahanan yang kuat dan juga untuk serangan yang baik (Tokeshi, 2003:99).Dari shizentai (posisi awal), letakkan kaki kiri berjarak satu kaki ke belakang lalu angkat tumit kaki kiri dengan hati-hati.Semua ashisabaki bermulai dari posisi ini.Tokeshi (2003:78) juga menjelaskan ada empat ashisabaki yang utama yaitu ayumiashi, okuriashi, tsugiashi dan hirakiashi.


(40)

Ayumiashi (gerakan kaki berjalan) yaitu melangkah secara bergantian seperti berjalan normal, dengan menggunakan teknik suriashi (berjalan dengan lembut).Teknik ini digunakan untuk mendekati lawan ataupun menjauh dari lawan. Okuriashi (gerakan kaki menghindar) yaitu ketika melangkah kedepan kaki depan yang maju terlebih dahulu, ketika melangkah kebelakang kaki belakang yang mundur terlebih dahulu. Pada dasarnya menggerakkan kaki kanan untuk kedepan dan kaki kiri untuk kebelakang. Dalam gerakan ini kaki belakang tidak pernah melewati kaki depan ataupun sebaliknya.

Gambar 2.11Ayumiashi dan Okuriashi

Tsugiashi adalah gerakan kaki yang digunakan untuk menyerang musuh yang berjarak jauh dengan cara melangkah maju dengan cepat dengan cara langkahkan kaki kiri kedepan sampi mendekati kaki kanan, kemudian melangkah dengan kaki kanan dengan menggunakan suriashi.


(41)

Hirakiashi (gerakan kaki terbuka) yaitu melangkah ke kiri atau ke kanan secara diagonal dengan kaki menghadap arah yang dituju dan dengan cepat menarik kaki lainnya untuk mendekat.Langkah ini digunakan untuk menangkis serangan dan untuk menyerang kembali dengan cepat.

Gambar 2.13Hirakiashi :Gerakan ke kanan dan ke kiri

2.4.5 Keiko

Menurut Tokeshi (2003:103) keiko (latihan) dalam kendo adalah aktivitas yang abadi. Definisi keiko dalam kamus adalah “untuk mencerminkan dan belajar dari yang tua”. Dalam keiko kendo, banyak berlatih dan belajar sesuatu dari para kendoka di masa lalu yang ditemukan dalam latihan mereka. Sangat diharuskan berlatih dengan cara yang tepat mengikuti latihan yang dicontohkan oleh para pendahulu. Sebagai pemula sangatlah penting untuk mencari guru yang hebat, yang mana bisa melihat dan mengkoreksi kebiasaan buruk dan kesalahan sebelum hal itu menjadi kebiasaan yang permanen. Jika merasa senang dan ikhlas dalam berlatih, peningkatan keterampilan akan mudah untuk dicapai.

Dalam latihan fisik, pemanasan adalah bagian penting dari latihan kendo dan juga pencegahan cedera. Pemanasan akan menyesuaikan otot sehingga akan membuat otot tahan dan kuat selama latihan. Pemanasan dimulai dengan perenggangan otot kecil dan sekelilingnya, diikuti ke bagian tengah dan otot yang lebih besar. Sebelum dilakukannya keiko, hal yang pertama kali dilakukan adalah


(42)

pengaturan tempat duduk, yaitu menghadap kedepan (shōmen), para sensei berbaris disebelah kanan (kamiza) dan para murid berbaris disebelah kiri (shimoza) dōjō. Ini bisa berubah-ubah sesuai desain dōjō. Diawal mulainya keiko, kendoka berdiri menghadap lawan, berjarak sembilan langkah, dan saling menunduk satu sama lain.

Tokeshi (2003:110-118) mengemukakan bahwa ada banyak keiko yang dilakukan di dōjō, yaitu :

1. Kirikaeshi keiko (latihan memotong berulang-ulang) dimana diharuskan berlatih dengan pasangan. Kirikaeshi keiko mungkin latihan yang paling penting untuk semua kendoka. Kirikaeshi keiko mengajarkan aspek yang paling penting dalam kendo, termasuk ki ken tai ittchi (semangat, pedang dan tubuh dalam ketenangan), ma’ai (jarak), shisei (posture), kiai (seruan), kokyu (nafas), ashisabaki (gerakan kaki), tenouchi (memegang shinai), datotsu (memukul) yang tepat, zanshin (kewaspadaan), dan pengembangan ketahanan. 2. Kihon keiko (latihan dasar), yang mana latihan ini mendorong diri untuk mengembangkan keberanian, teknik memukul perorangan dan gerakan kaki yang tepat. Untuk permulaan, pemula harus berlatih dengan gerakan lambat. 3. Uchikomi keiko (latihan memukul) yang termasuk latihan dasar yang bisa

dilakukan dengan murid lain atau dengan sensei. Latihan ini menggunakan semua teknik dasar dengan gerakan kaki yang baik dan juga ma’ai.

4. Renzoku waza keiko(latihan berurut) yang biasanya dilakukan dua kali berturut-turut menjelang akhir latihan berpasangan.

5. Kakari keiko(latihan bergerak cepat) yang mana latihan ini adalah latihan paling bersemangat dan agresif melawan sensei. Para murid harus menggunakan keterampilannya untuk mematahkan keseimbangan dari


(43)

motodachi. Keiko ini dimaksudkan untuk membangun dasar kendo, termasuk tubuh, jiwa, dan keterampilan. Latihan ini sangat menguntungkan bagi pemula.

6. Hikitate keiko(latihan semangat) yang tujuannya untuk mengajarkan datotsu (teknik memukul) yang benar kepada pemula. Pelatih harus membiarkan murid untuk memukul dengan bebas tanpa rasa takut, sehingga dapat belajar teknik yang benar.

7. Gokaku keikodilakukan dengan pasangan yang mempunyai kekuatan yang setara. Bertujuan untuk meningkatkan tokui waza (teknik khusus) dan berlatih pertahanan melawan waza lawan. Latihan ini seperti shiai. Dengan latihan ini bisa membuat kendoka mengetahui kelemahannya dan menambah percaya diri.

8. Jigeiko (latihan seperti pertandingan) yaitu latihan yang paling umum dan melibatkan berbagai lawan. Jigeiko ditujukan untuk meningkatkan kemampuan teknik.

9. Shobu keiko(latihan pertandingan) yang biasanya dilakukan satu kali, baik menang atau kalah, diharuskan berusaha keras untuk meningkatkan kemampuan. Ikuti peraturan dan tetap menghargai lawan.

10. Shiai keiko(latihan turnamen) dilakukan sebelum turnamen untuk membantu persiapan kendoka dalam menghadapi turnamen.

11. Mitori keiko (latihan mengamati) adalah sebagai intisari latihan, pada latihan ini diharuskan mengamati kendoka lain yang berlatih. Mempelajari teknik, tata krama, titik kuat, dan belajar dari kesalahan mereka.

12. Hitori keiko (latihan menyendiri) banyak dilakukan oleh master kendo terkenal, salah satunya Miyamoto Musashi. Dalam keiko ini bisa ditujukan


(44)

untuk menguatkan tubuh, menambah ketahanan, menambah konsentrasi, dan memahami ki lewat meditasi.

13. Tachigiri keikoyang mana dikatakan metode berlatih yang paling keras dan melelahkan, keiko ini tidak dilakukan terlalu sering. Dalam tachigiri keiko, berlatih melawan musuh yang berbeda selama tiga jam dan lawannya terus berganti setiap tiga menit. Namun keiko ini bisa menambah mental dan batas kemampuan fisik.

14. Musha shugyo (perjalanan beladiri) yaitu bepergian dengan tujuan mencari latihan dari guru yang berbeda dari sekolah yang berbeda. Para master kendo di masa lalu menghabiskan 10 sampai 15 tahun diperjalanan dan sering kali mempertaruhkan nyawa mereka. Walaupun musha shugyo tidak lagi dipraktekan di Jepang, namun konsep ini masih sangat berguna.

Keiko dalam kendo ada yang dilakukan di luar dōjō dan tidak harus berada di dalam dōjōuntuk melakukannya.Salah satunya yaitu berlatih menggunakan tanrenbo (tiang yang berat) yang mana latihan ini bisa menambah kekuatan genggaman shinai ataupun pedang.Berat dari tanrenbo sekitar 2,250 gram dan 3,750 gram.


(45)

BAB III

TEKNIK DAN FILOSOFI OLAHRAGA KENDO

Sebelumnya pada bab II penulis telah memaparkan mengenai pengertian kendo, sejarah dan perkembangan, perlengkapan dalam olahraga kendo, serta elemen dasar dalam olahraga kendo. Dalam bab III ini penulis akan mencoba menjabarkan teknik-teknik dalam olahraga kendo, serta analisis filosofi kamae dalam olahraga kendo.

3.1 Teknik–teknik dalam Olahraga Kendo

Ada beberapa teknik (waza) dalam bermain pedang atau katana, yaitu kenjutsu, kendo, dan iaido (Tokeshi, 2003:120).Perbedaannya secara mendasar yaitu kenjutsu adalah teknik perkelahian yang biasanya menggunakan pedang kayu (bokken) sebagai sarana latihan.Kendo lebih ke arah olahraga yang pedangnya berupa shinai. Sedangkan iaido menggunakan pedang atau katana sungguhan dan lebih ke arah seni bermain pedang, antara lain teknik mencabut dan menyarungkan pedang agar terlihat lebih indah. Kenjutsu dan kendo bertarung dengan pedang terhunus, lain halnya dengan iaido yang bertarung dengan posisi pedang masih di dalam sarung.Teknik (waza) dalam kendo sebenarnya sangat sederhana, namun cukup sulit untuk dipelajari.Sebagaimana yang kita ketahui bersama, kendo berasal dari kenjutsu.Jadi teknik-teknik ini didasari oleh teknik kenjutsu.

Sebuah pukulan yang efektif dalam kendo disebut yūkō datotsu.Supaya pukulan dapat efektif, diharuskan memukul terlebih dahulu pada datotsubui (area target) dengan monouchi yang ada pada shinai dengan arah pedang yang tepat.Juga, pada saat memukul diharuskan penuh semangat (ki), kiai yang bagus,


(46)

dan postur tubuh yang baik (kamae).Setelah memukul pun harus tetap waspada (zanshin).Salah satu konsep yang penting untuk diingat dalam memberikan pukulan yang efektif adalah semangat menyerang (seme).Jika tidak memiliki seme maka tidak di anggap sebagai pukulan yang baik.Sangat penting untuk menekan lawan dengan seme dan ki, dengan demikian, dapat menang sebelum memukul.

Waza dapat diberikan ketika lawan memperlihatkan suki (pembukaan) atau posisi lengah.Suki muncul dan hilang dalam sekilas.Suki muncul antara lain pada saat lawan mencoba memukul, ketika lawan mundur dalam menghadapi seme, setelah selesai melancarkan waza, ketika lawan menangkis pukulan, dan ketika lawan merasa terkejut, takut ataupun ragu.Menurut (Tokeshi, 2003:120) waza dapat dibagi menjadi dua yaitu shikake waza (teknik menyerang) dan ōji waza (teknik serangan balasan) tergantung siapa yang menyerang diawal.

3.1.1 Shikake waza

Shikake waza(teknik menyerang) adalah serangan yang akan dilancarkan kepada lawan(Tokeshi, 2003:120). Hampir tidak mungkin untuk melakukan waza yang bagus jika lawan berada dalam kamae (sikap) yang bagus, dengan kensen (ujung pedang) mengarah ke tenggorokan atau mata kiri.Harus bisa menemukan suki lawan atau memaksa lawan membuat suki, lalu memukul.Ini disebut shikake waza, dan ini adalah teknik menyerang yang agresif.Sangat penting untuk mempertahankan bentuk dan sikap yang baik, untuk melihat pergerakan lawan, dan untuk memukul dengan cepat.Shikake waza terbagi menjadi sepuluh (Tokeshi, 2003:120-128) yaitu :


(47)

Teknik ini berurutan antara nidan waza (dua urutan waza) atau sandan waza (tiga urutan waza) (Gambar 3.1a).Ketika pukulan pertama tidak efektif, diharuskan dengan cepat mamakai renzoku waza. Contoh lainnya, membuat serangan tipuan ke satu area untuk menarik perhatian lawan dan dengan cepat memukul dari sisi yang berlawanan ke area yang lain (Gambar 3.1b). Supaya waza ini berhasil harus menggunakan langkah kaki yang benar.

Gambar 3.1a Renzoku Waza (teknik berurut)

Gambar 3.1b Renzoku Waza (teknik berurut)


(48)

Dalam teknik ini diharuskan memukul shinai musuh dari samping untuk mengalihkan perhatian lawan dari omote (sisi kanan lawan) atau dari ura (sisi kiri lawan), atau dari bawah dan atas dengan gerakan memukul (Gambar 3.2). Pukulan harus dilakukan secara sempurna.

3. Harai Men (teknik menyapu men)

Dari posisi chūdan no kamae, naikkan ujung shinai sedikit ketika mulai mengangkat kaki kanan dan memukul kearah bawah atau kesisi samping kiri dari shinai lawan untuk membuat lawan lengah , lalu pukul lawan dengan cepat dibagian depan men ketika maju dengan kaki kanan. (Gambar 3.2 b)

Gambar 3.2 Harai Men (teknik menyapu men)

4. Katsugi Waza (teknik memanggul)

Teknik ini digunakan sebagai taktik. Ketika akan meletakkan shinai pada bahu, lawan akan mengganti posisi kamae dan memperlihatkan suki. Maju


(49)

kedepan dan ke kanan dengan kaki kanan, arahkan shinai ke bahu kiri dan ayunkan kebawah sejajar dengan shinai lawan.(Gambar 3.3).

Gambar 3.3 Katsugi Waza (teknik memanggul)

5. Debana Waza (teknik menyerang dari awal)

Disaat lawan memulai sebuah waza disebut debana.Waza yang digunakan untuk memukul lawan pada saat yang rentan ini disebut debanawaza.Saat lawan memulai menyerang, pikiran lawan sudah terfokus dan tidak mempunyai pertahanan melawan serangan.Teknik ini paling efektif ketika ki dan seme kuat dan memaksa lawan untuk berusaha menyerang duluan.Pada saat memukul gunakan gerakan menggertak pada pergelangan dan pukul perlahan.Postur yang baik dan zanshin dibutuhkan dalam teknik ini.(Gambar 3.4).


(50)

Gambar 3.4 Debana Waza (teknik menyerang dari awal)

6. Katate Waza (teknik satu tangan)

Teknik ini efektif saat lawan berada dijarak yang jauh seperti ketika lawan mundur.Arahkan dan jaga seme di bagian tengah lawan, ambil sebuah langkah dengan kaki kiri, dan lakukan jōdan no kamae lalu pukul migi men lawan sambil melangkah.Ketika mengarahkan shinai kebawah, putar badan sedikit ke kanan, panjangkan sikut kiri, dan arahkan tangan kanan kesisi kanan untuk menjaga keseimbangan.Saat lawan datang untuk memukul atau menusuk kote bagian kanan, badan dapat dipalingkan ke kanan untuk melakukan katate waza.Variasi dalam teknik ini adalah katate tsuki (tusukan satu tangan).Ketika melihat suki pada lawan, panjangkan siku kiri dan tusuk area mendare lawan sambil melangkah dengan kaki kanan.(Gambar 3.5).


(51)

Gambar 3.5 Katate Waza (teknik satu tangan) 7. Jōdan Waza (teknik diatas shinai)

Untuk melakukan jōdan waza(Gambar 3.6a)., diharuskan sering mempunyai rasa keunggulan dan seme. Saat lawan mulai memukul atau mundur adalah kesempatan untuk mengarahkan shinai kebawah.Tetap jaga seme dengan tsukagashira (bagian ujung tsuka) dan cari suki pada lawan (Gambar 3.6a a).Dorong shinai dengan tangan kanan kearah men lawan dan jatuhkan dengan tangan kiri.Jaga posisi kepalan tangan kiri didepan dada dan dekatkan jarak dengan lawan (Gambar 3.6a b).Saat lawan menaikkan kote untuk menangkis pukulan pada men, melangkahlah dengan kaki kiri, palingkan badan kekanan sedikit, dan pukul kote bagian kanan lawan (Gambar 3.6a c).Penting untuk menjaga tangan kiri secara lurus ketika memukul.(Gambar 3.6b).


(52)

Gambar 3.6b Jōdan Waza (teknik diatas shinai)

8. Taitari Waza (teknik hantaman badan)

Teknik ini digunakan untuk membuat ma’ai yang baik dan tepat ketika berada terlalu dekat dengan lawan atau menginginkan lawan kehilangan keseimbangannyadan membuat suki.Juga bisa membuat lawan memukul dengan taiatari untuk menghilangkan keseimbangannya, dengan demikian dapat membuat kesempatan untuk memukul balik (Gambar 3.7). Sebuah taiatari pada umumnya mengikuti shōmen tetapi juga bisa dilakukan dari kote-men, tsuki-men,

kote ataupun dō. Setelah taiatari, pastikan ada jarak yang cukup sebelum

memukul, bisa dengan mengejar ataupun mundur dari hadapan lawan.Ini disebut hiki waza (teknik mundur).Pada waktu taiatari, kaki harus sangat dekat dengan lawan dan posisi badan harus lurus dengan dagu.Hal ini harus dilakukan dengan


(53)

seluruh badan dan tidak hanya bagian tangan, yang mana ini disebut sebagai tabrakan badan.

Gambar 3.7 Taitari Waza (teknik hantaman badan)

9. Hiki Waza (teknik mundur)

Setelah taiatari atau tsubazeriai (pertarungan pelindung tangan), bisa membuat sebuah ma’ai yang bagus dengan mengambil langkah mundur untuk memukul.Selama tsubazerai, kedua petarung mencoba mengambil posisi tengah dan merusak keseimbangan lawan untuk membuat suki.Untuk melangkah mundur dengan kaki kiri, bisa menekan kepalan tangan diatas lawan, dorong kepalan tangan lawan kearah atas, atau menekan lurus ke kiri atau kanan untuk membuat


(54)

suki dan pukul men lawan selagi melangkah mundur dengan kaki kanan. Saat lawan menahan men nya, dapat dengan cepat memukul dō lawan.

10. Tobikomi Waza (teknik melompat dengan melangkah)

Teknik ini digunakan dari tōma (jarak jauh).Bengkokkan lutut kanan dan tetap menjaga seme dari bawah, lompatlah dengan kaki kanan dan pukul shōmen lawan selagi kaki kiri mengikuti gerakan. Ketika lawan menaikkan tangannya, jaga seme dan lompatlah untuk memukul dō lawan.(Gambar 3.8).

Gambar 3.8 Tobikomi Waza (teknik melompat dengan melangkah)


(55)

Ōji Waza(teknik serangan balasan) pada umumnya adalah serangan balasan (Tokeshi, 2003:129).Saat lawan menyerang, mengelakkan shinai, lalu memukul balik. Tangkis shinai lawan untuk menetralkan serangan dengan suriage waza (kearah atas), kaeshi waza (teknik membalikkan), uchiotoshi waza (teknik memukul kebawah), maki waza (teknik melingkar), osae waza( teknik menekan), atau nuki waza (teknik menghindar), lalu dengan cepat memukul balik. Kecuali pada waktu melakukan nuki waza, shinai membuat kontak dengan shinai lawan.Sangat penting untuk menyamakan dengan pukulan lawan.Gerakan dari pergelangan tangan sangat penting dalam ōji waza karena membutuhkan pergerakan yang cepat dan sedikit.Juga perlu untuk menjaga postur tubuh yang benar selama menggunakan waza ini.Dan hal yang paling penting adalah dengan tidak menunggu lawan untuk menyerang tetapi mendekat dan terus menekan lawan sampai lawan tidak bisa mempertahankan seme nya dan menyerang. Ada beberapa waza dalam ōji waza(Tokeshi, 2003:131-138) yaitu :

1. Nuki waza (teknik menghindar)

Dalam teknik ini diharuskan menghindari serangan lawan dan pada saat lawan dalam keadaan mudah diserang seperti ini, segera memukul balik.Diharuskan untuk bisa mengantisipasi serangan lawan supaya waza ini berhasil. Bisa menghindar dengan cara mundurkan kaki kiri keberlakang. Bila berhasil, pukulan lawan tidak akan mengenai. Melangkah dengan kaki kanan, maju atau kekanan.Waza ini hanya satu-satunya waza dimana shinai tidak ada kontak dengan shinai lawan.(Gambar 3.9).


(56)

Gambar 3.9 Nuki waza (teknik menghindar)

2. Amashi waza (teknik menghindar dengan menarik diri)

Teknik ini adalah variasi dari nuki waza yang mana mengambil langkah jauh kebelakang, kekiri atau kekanan dengan shinai yang mengarah kebawah.Hal ini menambah ma’ai, sehingga bisa menghindari shinai lawan. Lawan akan kehabisan waza, dan ini adalah saatnya untuk menyerang balik. Saat lawan mencoba waza baru, pukul debana lawan, atau pukul ketika lawan tidak siap untuk bertahan.

3. Kaeshi waza (teknik mengembalikan)


(57)

posisi berdiri.Didalam waza ini, belokkan shinai lawan menggunakan bagian ujung shinai dengan menaikkan shinai. Bisa juga melangkah kekanan ataupun kiri, tergantung kearah mana shinai dibelokkan dengan omote atau ura.(Gambar 3.10a dan 3.10b).

Gambar 3.10a Kaeshi waza (teknik mengembalikan)


(58)

Gambar 3.10b Kaeshi waza (teknik mengembalikan) 4. Suriage waza (teknik menepis keatas)

Teknik ini mirip dengan harai waza.Jika shinai lawan menyerang kearah bawah, belokkan serangan lawan keatas dan maju kearah lawan untuk menyerang balik.Bisa mundur kebelakang atau kesamping. Juga bisa didorong keatas dengan omote atau ura pada shinai. Suriage dapat dilakukan dari omote dan memukul men lawan, atau suriage dari ura dan pukul men kanan lawan atau kote, atau balikkan pergelangan tangan dan pukul dō kiri lawan. Suriage dan sebuah pukulan harus dilakukan dalam satu langkah.Waza yang khusus ini dapat digunakan sebagai shikake waza ataupun ōji waza, tergantung pada siapa yang memulai penyerangan.(Gambar 3.11).

Gambar 3.11 Suriage waza (teknik menepis keatas)

5. Uchiotoshi waza (teknik menepis kebawah)

Bila lawan mengayunkan shinai kebawah, mengelaklah dan pukul shinai lawan dari omote atau ura. Penting untuk memukul shinai lawan kebawah namun


(59)

tetap menjaga posisi shinai tetap ditengah.Bisa melangkah kekanan, kiri dan serong kekanan belakang ataupun kiri untuk memukul shinai lawan kebawah.Menggunakan monouchi pada shinai, pukul shinai lawan diantara nakayui dan bagian tengah disaat yang tepat.Uchiotoshi (pukulan kebawah) dan pukulan harus dilakukan dalam satu langkah.(Gambar 3.12).

Gambar 3.12 Uchiotoshi waza (teknik menepis kebawah)

6. Maki waza (teknik melingkar)

Bila shinai lawan mengarah kebawah atau ingin menusuk, tangkis shinai lawan dengan gerakan melingkar pada shinai disekitar bagian tengah lawan. Hal ini dapat dilakukan dari sisi omote atau ura pada shinai.(Gambar 3.13).


(60)

Gambar 3.13 Maki waza (teknik melingkar)

7. Osae waza (teknik menekan)

Bila lawan datang untuk menyerang men, arahkan badan kekanan dengan melangkah kesisi kanan (atau serong kedepan atau belakang) belokkan shinai lawan dengan kaeshi waza dan tekan shinai lawan dengan bagian omoteshinai.Lalu segera pukul men lawan atau jika lawan mencoba menaikkan shinai, pukul kote bagian kanan lawan. Jika ingin mencoba osae (menekan) dengan bagian urashinai, melangkah kekiri (atau serong kedepan atau belakang) untuk mengarahkan badan kekiri.

8. Harai waza (teknik memukul)

Teknik ini juga termasuk shikake waza.Tetapi juga bisa digunakan sebagai ōji waza. Jika lawan memukul men, dō atau kote, bisa dihadapi dengan harai (pukulan atau tamparan) dari omote atau ura pada shinai dengan meju kedepan, belakang, kanan, kiri, ataupun serong ke segala arah. Lalu dengan cepat pukul men lawan, kanan dō, kiri , atau gyakudō. Ketika melakukan gerakan harai, buat


(61)

gerakan setengah lingkaran untuk membelokkan shinai lawan. Pada saat-saat ini kensen tidak akan keluar dari chusin sen.

Sebuah teknik serangan yang dilancarkan dalam kendo bukanlah semata-mata hanya mengandalkan teknik gerakan saja, namun juga harus disertai dengan mental yang kuat untuk dapat melancarkan serangan secara efektif dan sempurna. 3.2 Filosofi Kamae

Salah satu keterampilan dasar yang harus dikuasai dalam kendo adalah sikap atau cara berdiri yang disebut juga sebagai kamae. Aguero (2009) dalam situs http://www.bestkendo.com/kendo-tr-kamae.html

Kamae dapat juga dibagi menjadi dua bagian, kamae fisik (katachi no kamae) dan kamae mental (kokoro no kamae).Kokoro no kamae adalah suatu sikap mental dari seseorang.Kamae ini tidak mempunyai bentuk fisik dan lebih ke sikap mental.Sedangkan katachi no kamae merupakan sebuah sikap fisik yang dilakukan untuk menghadapi lawan. Ada 5 sikap yang termasuk dalam katachi no kamae, lima sikap itu dikenal sebagai gogyo no kamae, yaitu :

menjelaskan bahwa kamae adalah sikap fisik yang dilakukan sebelum menyerang secara fisik.Kamaebukanlah posisi bertahan, dan bukan posisi berdiam diri dalam kekosongan.Kamae adalah bagian dari strategi untuk mengalahkan lawan, dan juga sebagai penilaian singkat untuk melancarkan serangan kepada lawan. Bahkan kamae atau sikap dalam kendo yang terlihat terbuka untuk diserang juga bagian dari strategi untuk membingungkan lawan sambil menyembunyikan serangan yang akan dilakukan. Kamae yang bagus dapat membuat lawan merasa ragu dan takut.


(62)

Kamae ini adalah kamae yang paling berguna, pedang dapat diarahkan ke tenggorokan, wajah atau mata kiri lawan.Ketika sedang menghadapi lawan dengan menggunakan pedang baja keuntungannya adalah senjata menjadi tidak terlihat, lawan tidak dapat melihat pedang kecuali bagian ujungnya saja.Posisi tangan berada didepan pusar dengan jarak sekitar satu jengkal dari badan.

Gambar 3.14 Chūdan no Kamae (air) 2. Jōdan no Kamae (api)

Kamae ini adalah kamae yang paling menakutkan.Sikap ini menjebak lawan untuk menyerang bagian perut, karena kendoka yang melakukan sikap ini dapat dengan mudah menyerang dan memotong men atau kote lawan.Terdapat dua gerakan yang bisa dilakukan dalam jōdan no kamae, yaitu hidari jodan (kiri), dengan posisi kaki kiri didepan dan shinai dipegang diatas kepala.Dan migi jodan (kanan) dengan posisi kaki kanan berada didepan.Kebanyakan kendoka memilih hidari jodan yang mana menjadi sikap resmi jodan no kamae daripada migi jodan.


(63)

Gambar 3.15 Jōdan no Kamae (api)

3. Gedan no Kamae (tanah)

Kamae ini umumnya tidak digunakan dalam pertandingan kendo modern, sikap ini sangat efektif untuk bertahan.Fleksibilitas dan kesiapan sangat penting sehingga bisa menyerang saat melihat suki pada lawan.Arahkan kensen sejajar dengan lutut lawan tanpa menundukkan kepala.

Gambar 3.16 Gedan no Kamae (tanah) 4. Hassō no Kamae (kayu)


(64)

Kamae ini umumnya tidak digunakan dalam pertandingan, sikap ini bersifat menipu lawan untuk menyerang.Posisi tangan berada didekat wajah, dengan tsuba (pelindung tangan) pedang berdekatan dan sejajar dengan mulut.

Gambar 3.17 Hassō no Kamae (kayu)

5. Wakigamae (metal)

Sikap ini menempatkan pedang ke belakang berlawanan dengan lawan seperti menyembunyikan pedang.Menyembunyikan pedang membuat sulit bagi lawan untuk mempertimbangkan jarak untuk memukul.Sikap ini terlihat tanpa pertahanan atau memancing lawan untuk menyerang yang membuat rasa keraguan bahkan ketakutan pada lawan.


(65)

Gambar 3.18 Wakigamae (metal)

Setiap kamae terkait dengan sebuah elemen. Menurut filosofi yang mendasari hal ini, seorang kendoka akan mengambil sikap elemen yang berlawanan dari lawannya. Jōdan no kamae (api) dilawan dengan chūdan no kamae (air) karena air bisa memadamkan api. Chūdan no kamae (air) dilawan dengan Gedan no kamae (tanah) karena tanah bisa membendung air. Dan hal ini juga berlaku untuk kamae yang lain.

Untuk melakukan sikap atau kamae yang baik tidaklah mudah seperti kelihatannya.Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kekuatan dan disiplin mentalmempunyai peranan yang sangat penting dalam membentuk sebuah kamae yang sempurna, dengan kamae yang sempurna seorang kendoka dapat melakukan serangan yang sempurna pula. Hal ini adalah berhubungan satu sama lain.

Dalam kendo terdapat ajaran dasar yang mempengaruhi seorang kendoka dalam latihannya.Jika dapat menguasainya dengan baik maka keahlian berpedang kendo bisa dengan mudah dikuasai. Salah satu hal yang paling mendasar yaitu ki ken tai no ichi yang diartikan sebagai “energi, pedang, tubuh menjadi satu”.


(1)

dilakukan untuk menghadapi lawan. Ada 5 sikap yang termasuk dalam katachi no kamae, lima sikap itu dikenal sebagai gogyo no kamae, yaitu :

1. Chūdan no Kamae (air) 2. Jōdan no Kamae (api) 3. Gedan no Kamae (tanah) 4. Hassō no Kamae (kayu) 5. Wakigamae (metal)

Ada beberapa teknik (waza) dalam bermain pedang atau katana, yaitu kenjutsu, kendo, dan iaido.Perbedaannya secara mendasar yaitu kenjutsu adalah teknik perkelahian yang biasanya menggunakan pedang kayu (bokken) sebagai sarana latihan.Kendo lebih ke arah olahraga yang pedangnya berupa shinai. Sedangkan iaido menggunakan pedang atau katana sungguhan dan lebih ke arah seni bermain pedang, antara lain teknik mencabut dan menyarungkan pedang agar terlihat lebih indah. Kenjutsu dan kendo bertarung dengan pedang terhunus, lain halnya dengan iaido yang bertarung dengan posisi pedang masih di dalam sarung. Teknik (waza) dalam kendo sebenarnya sangat sederhana, namun cukup sulit untuk dipelajari.Sebagaimana yang kita ketahui bersama, kendo berasal dari kenjutsu.Jadi teknik-teknik ini didasari oleh teknik kenjutsu.

Waza dapat diberikan ketika lawan memperlihatkan suki (pembukaan) atau posisi lengah.Suki muncul dan hilang dalam sekilas.Suki muncul antara lain pada saat lawan mencoba memukul, ketika lawan mundur dalam menghadapi seme, setelah selesai melancarkan waza, ketika lawan menangkis pukulan, dan ketika lawan merasa terkejut, takut ataupun ragu.Waza dapat dibagi menjadi dua yaitu shikake waza (teknik menyerang) dan ōji waza (teknik serangan balasan)


(2)

tergantung siapa yang menyerang diawal. Namun, kamae yang baik sangat berpengaruh jika ingin melakukan serangan yang sempurna.

4.2 Saran

Melalui penulisan skripsi ini, diharapkan para pembelajar kebudayaan Jepang dapat lebih memahami mengenai kendo,yang mana kendo bukanlah sekedar olahraga beladiri yang mengutamakan teknik gerakan, melainkan keadaan mental seseorang juga diuji dan dilatih, serta kita juga dapat turut mempelajari olahraga bela diri tradisional Jepang khususnya kendo yang telah diwariskan turun-temurun oleh masyarakat Jepang.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Donohue, John. 1999. Complete Kendo (Complete Martial Arts). USA : Tuttle Publishing

Honda, Shotaro. 2012. Kendo – Approaches for All Levels. Japan : Bunkasha International

Kontjaraningrat. 1985. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama

Ruseffendi. 1994. Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non Eksakta Lainnya. Semarang: IKIP Semarang Press

Salmon, Geoff. 2013. Kendo: A Comprehensive Guide to Japanese Swordsmanship. Tokyo: Tuttle Publishing

Tokeshi, Jinichi. 2003. Kendo: Elements, Rules, and Philosophy. USA : University of Hawaii Press

Diakses pada tanggal 04 Juni 2014)

Kendo. Diakses pada tanggal 04 Juni 2014)

(Ardabili, Muhammad Yusuf. 2009. Diakses pada tanggal 04 Juni 2014)

(Diakses pada

tanggal 04 Juni 2014)

pada tanggal 07 Desember 2014)


(4)

Desember 2014)

pada tanggal 07 Desember 2014)

pada tanggal 07 Desember 2014)

(Beladirikita. 2010. Diakses pada tanggal 07 Desember 2014)

2014)

07

Desember 2014)

2014. Pengertian Olahraga Menurut Para Ahli. Diakses pada tanggal 09 Desember 2014)


(5)

剣 道 体 育

けんどうたいいく

の 哲 学

てつがく

剣 道

けんどう

は 刀

かたな

を 使

つか

う日本

に ほ ん

の 現 代 的

げんだいてき

な 体 育

たいいく

である。 剣 道

けんどう

は 刀

かたな

特 別

とくべつ

に 使

つか

う日本

に ほ ん

の 剣 術

けんじゅつ

という 体 育

たいいく

から来

た。 剣 道

けんどう

は運 動 術

うんどうじゅつ

焦 点

しょうてん

する 体 育

たいいく

だけではない。 剣 道

けんどう

も 剣 術

けんじゅつ

で 人 間

にんげん

の規律

き り つ

を建

てる 道

みち

ある。

剣 道

けんどう

の 目 的

もくてき

は 厳

きび

しい 練 習

れんしゅう

で 精 神

せいしん

の 魂

たましい

を 発 生

はっせい

させて 体

からだ

と 思

おも

いを 一

ひと

つにするためであり、 剣 道

けんどう

の 術

じゅつ

を 発 達

はったつ

するため、 誇

ほこ

りと 尊 敬

そんけい

を 守

まも

るため、 誠 実 的

せいじつてき

でほかの 人

ひと

と 生 活

せいかつ

するため、それに自分自身

じ ぶ ん じ し ん

発 達

はったつ

するためである。そして、 迷

まよ

いと 恐

おそ

れがないで、どんなときでも

問 題

もんだい

を 早

はや

く 解 決

かいけつ

するように 能 力

のうりょく

を 発 達

はったつ

するためである。

剣 道

けんどう

を 練 習

れんしゅう

するときに、着

らなければならない 物

もの

がある。それ

らは剣道着

け ん ど う ぎ

、 面

めん

、 胴

どう

、小手

こ て

、垂

れ、竹刀

し な い

である。そのままは 剣 道

けんどう

の 中

なか

大 切

たいせつ

な 物

もの


(6)

かま

えというのは 剣 道

けんどう

の 中

なか

に 防 衛

ぼうえい

と 攻 撃

こうげき

をするときに 大 切

たいせつ

な 原 則

げんそく

である。しかし、 構

かま

えが立

ち 方

かた

だけではない。 最 高

さいこう

の 構

かま

えが 精 神 的

せいしんてき

原 則

げんそく

、 力

ちから

、立

ち 方

かた

からの 融 合

ゆうごう

である。

かま

えが 二

ふた

つの 形

かたち

の 構

かま

えと 心

こころ

の 構

かま

えに分

けられる。 心

こころ

の 構

かま

というのは 人

ひと

の 精 神 的

せいしんてき

としてである。この 構

かま

えが 形

かたち

はない。しかし、

かたち

の 構

かま

えというのは相手

あ い て

を 攻 撃

こうげき

するための 体 格

たいかく

である。

剣 道

けんどう

にある 技

わざ

がほんとうに簡素

か ん そ

であるが、 学

まな

ぶことにちょっと

むずか

しい。 剣 道

けんどう

は 剣 術

けんじゅつ

から来

た。それに、 剣 道

けんどう

の 術

じゅつ

は 剣 術

けんじゅつ

から来

た。 技

わざ

は相手

あ い て

がスキ

す き

を見

せるときに上

げられる。スキ

す き

は 早

はや

く 現

あらわ

れる。

わざ

は 誰

だれ

かが 最 初

さいしょ

の 攻 撃

こうげき

をするによって 二

ふた

つの仕掛

し か

け 技

わざ

と 応

おう

じ 技

わざ

に分

けられる。しかし、すごく 攻 撃

こうげき

をしたいなら、 最 高

さいこう

の 構

かま

えに 影 響

えいきょう