Mortalitas Rayap Pengujian Laboratorium .1 Kehilangan Berat

4.1.2 Mortalitas Rayap

Selain kehilangan berat, indikator lain yang digunakan untuk mengukur tingkat ketahanan kayu atau daya racun zat ekstraktif yang terkandung dalam kayu terhadap serangan rayap tanah adalah besarnya mortalitas rayap tanah. Nilai mortalitas rayap tanah ditentukan berdasarkan jumlah rayap tanah yang mati selama proses pengumpanan contoh uji. Semakin banyak jumlah rayap tanah yang mati maka semakin tinggi nilai mortalitasnya. Nilai rata-rata mortalitas rayap tanah setelah pengumpanan selama enam minggu proses pengujian dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4 Nilai rata-rata mortalitas rayap tanah C. curvignathus pada uji laboratorium. Nilai rata-rata mortalitas rayap tanah pada contoh uji kayu Ulin umur 26 tahun adalah 95,3 ± 1,8 dan untuk contoh uji kayu Ulin umur 39 tahun sebesar 98,6 ± 1,3. Seperti pada indikator kehilangan berat, mortalitas rayap juga memberikan pola yang sama yaitu semakin tinggi umur kayu, maka mortalitas rayap akan semakin meningkat. Untuk mengetahui pengaruh umur kayu terhadap mortalitas rayap tanah C. curvignathus pada pengujian laboratorium dilakukan analisis sidik ragam yang hasilnya disajikan pada Tabel 6. 95,3 98,6 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 26 39 M o rta li ta s Umur Tebang Tahun Tabel 6 Analisis sidik ragam mortalitas rayap tanah C. curvignathus pada uji laboratorium dengan tingkat kepercayaan 95 Sumber DB JK KT F Pr F Umur Kayu Ulin 1 54,45 54,45 21,61 0,0002 Hasil analisis sidik ragam pada Tabel 6 menunjukkan bahwa umur kayu memberikan pengaruh nyata terhadap mortalitas rayap. Hal ini berarti perbedaan umur kayu contoh uji 26 dan 39 tahun berpengaruh nyata terhadap mortalitas rayap. Perbedaan yang nyata antara contoh uji kayu Ulin umur 26 dan 39 tahun diduga dipengaruhi oleh perbedaan tingkat preferensi makan rayap C. curvignathus pada kedua contoh uji tersebut. Dalam pengujian ini diketahui bahwa contoh uji yang digunakan merupakan satu-satunya sumber makanan bagi rayap, sehingga berdasarkan hasil mortalitas rayap menunjukkan nilai yang tinggi. Pada uji preferensi makanan tunggal di laboratorium, rayap hanya dihadapkan pada satu pilihan makanan saja. Dalam keadaan terpaksa tersebut, rayap akan memakan bahan makanan atau mati kelaparan. Mortalitas rayap dimungkinkan terjadi oleh senyawa bioaktif dalam zat ekstraktif yang diduga bersifat racun dan merusak sistem saraf rayap sehingga mengakibatkan sistem saraf rayap tersebut tidak berfungsi yang akhirnya dapat mematikan rayap. Menurut Tarumingkeng 2001 langkah pertama dalam penilaian efek keracunan adalah pengamatan terhadap respon fisik dan tingkah laku binatang uji. Respon yang dihasilkan merupakan dasar bagi klasifikasi farmakologis bahan racun, dalam hal ini insektisida. Pada dosis median, secara khas racun saraf menimbulkan empat tahap simptom, yaitu eksitasi, konvulsi kekejangan, paralis kelumpuhan dan kematian. Kemungkinan lain yang menyebabkan terjadinya mortalitas rayap adalah senyawa bioaktif yang terdapat pada zat ekstraktif tersebut menjadi senyawa toksikan mematikan flagelata yang merupakan simbion rayap melalui gangguan terhadap aktivitas enzim. Telah diketahui bahwa rayap tanah C. curvignathus adalah salah satu jenis serangga yang dapat menghasilkan enzim selulase yang dikeluarkan dari flagelata yang terdapat dalam perut rayap tingkat rendah. Oleh karena itu jenis serangga ini mampu mendekomposisi kayu untuk memperoleh energi guna perkembangan dan pertumbuhannya. Efek racun pada flagelata menyebabkan flagelata tidak mempunyai kemampuan untuk mendekomposisi contoh uji yang memungkinkan flagelata tersebut mati sehingga berpengaruh terhadap kelangsungan hidup rayap. Menurut Nandika 1995, kehidupan rayap khususnya rayap tanah C. curvignathus sangat bergantung pada flagelata, karena enzim selulase untuk mencerna selulosa dari kayu sebagian atau seluruhnya disediakan oleh flagelata tersebut. Dengan kata lain, rayap tidak dapat hidup jika flagelata dalam ususnya sudah tidak aktif. Kemampuan rayap mencerna kayu adalah berkat adanya enzim selulase yang dihasilkan oleh flagelata yang bersimbiosis dengan rayap di dalam saluran pencernaan rayap. Dengan demikian terserangnya flagelata ini mengakibatkan aktivitas rayap terhenti dan lama-kelamaan rayap pun akan mati, maka nilai mortalitas akan meningkat.

4.2 Pengujian Lapangan