Keawetan Alami Dua Belas Jenis Kayu dari Hutan Pendidikan Gunung Walat terhadap Serangan Rayap

KEAWETAN ALAMI DUA BELAS JENIS KAYU DARI
HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT TERHADAP
SERANGAN RAYAP

DEA SEPTIANA

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keawetan Alami Dua
Belas Jenis Kayu dari Hutan Pendidikan Gunung Walat terhadap Serangan Rayap
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014
Dea Septiana
NIM E24090064

ABSTRAK
DEA SEPTIANA. Keawetan Alami Dua Belas Jenis Kayu dari Hutan Pendidikan
Gunung Walat terhadap Serangan Rayap. Dibimbing oleh FAUZI FEBRIANTO
dan ARINANA.
Penelitian ini bertujuan menganalisis sifat keawetan alami 12 jenis kayu yang
tumbuh di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Institut Pertanian Bogor
terhadap serangan rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren dan rayap
kayu kering Cryptotermes cynocephalus Light. Bagian gubal dan teras dari kayu
bungur, jabon, filicium, puspa, simpur, tanjung, agathis, mahoni, pasang, sungkai,
krey payung, dan salam dengan ukuran diameter antara 15-35 cm digunakan
dalam penelitian ini. Penilaian keawetan alami kayu terhadap serangan rayap
mengacu pada SNI 01.7207-2006. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai
kehilangan berat kayu bervariasi menurut jenis kayu dan bagian gubal dan teras.
Bagian gubal dan teras kayu filicium, bagian gubal bungur, pasang, dan bagian

teras kayu simpur, mahoni memiliki keawetan alami paling tinggi (kelas awet II)
terhadap serangan rayap tanah. Bagian gubal dan teras kayu salam dan bagian
teras kayu bungur, puspa, tanjung termasuk kelas awet III. Bagian gubal kayu
simpur, sungkai, pinus, mahoni, puspa, tanjung dan bagian teras kayu pasang,
sungkai, dan pinus termasuk kelas awet IV. Bagian gubal maupun teras kayu
agathis, jabon, dan bagian teras kayu pinus memiliki keawetan alami paling
rendah (kelas awet V). Bagian gubal maupun teras 12 jenis kayu tergolong pada
kelas awet I terhadap rayap kayu kering, kecuali bagian gubal kayu agathis,
pinus, dan jabon termasuk kelas awet II.
Kata kunci: gubal, hutan pendidikan gunung walat, keawetan alami, rayap, teras.
ABSTRACT
DEA SEPTIANA. Natural Durability of 12 Woods Species Grown in Mount
Walat Forest Education against Termites Attacked. Supervised by FAUZI
FEBRIANTO and ARINANA
The objective of this research was to analyze the natural durability of 12 woods
species grown in Mount Walat Forest Education, Bogor Agricultural University
against subterranean termite (Coptotermes curvignathus Holmgren) and dry wood
termite (Cryptotermes cynocephalus Light). Sapwood and heartwood parts of
bungur, jabon, puspa, simpur, tanjung, agathis, mahoni, pasang, sungkai, krey
payung, and salam with diameter in the range of 15-35 cm were used in this

experiment. Assessment of natural durability of wood against termite attacked
referred to SNI 01.7207-2006. The results indicated that the weight losses of
woods were varied among species and wood part. Sap and heartwoods of filicium,
sapwood of bungur, pasang, and heartwood of simpur, and mahoni had the highest
natural durability against C. curvignathus (2nd class). Sap and heartwood of salam,
heartwood of bungur, puspa, tanjung were classified to 3rd class. Sap and
heartwood of pinus, sungkai, sapwood of simpur, mahoni, puspa, tanjung and
heartwood of pasang were classified to 4th class. Sap and heartwood of agathis,

jabon, and pinus had the lowest natural durability against C. curvignathus (5th
class). Almost all parts of 12 woods species tested belonged to 1st class against C
cynocephalus except sapwood of agathis, pinus, and jabon belonged to 2nd class.
Keywords: heartwood, mount walat education forest, natural durability, sapwood,
termite

KEAWETAN ALAMI DUA BELAS JENIS KAYU DARI
HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT TERHADAP
SERANGAN RAYAP

DEA SEPTIANA


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Hasil Hutan

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Keawetan Alami Dua Belas Jenis Kayu dari Hutan Pendidikan
Gunung Walat terhadap Serangan Rayap
Nama
: Dea Septiana
NIM
: E24090064


Disetujui oleh

Prof Dr Ir Fauzi Febrianto, MS
Pembimbing I

Arinana, Shut MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh,

Prof Dr Ir I Wayan Darmawan, M.Sc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat
dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Skripsi ini
berjudul “Keawetan Alami Dua Belas Jenis Kayu dari Hutan Pendidikan Gunung
Walat Terhadap Serangan Rayap”. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu

syarat dalam menyelesaikan pendidikan pada Departemen Hasil Hutan, Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Desember 2012 hingga September 2013.
Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof Dr Ir Fauzi Febrianto, MS dan Arinana, SHut MSi yang telah
membimbing penulis dalam penyusunan skripsi mulai dari awal sampai
akhir penulisan.
2. Orang tua dan kakak-kakak tersayang yang selalu memberikan doa dan
semangat.
3. Rekan-rekan Fakultas kehutanan khususnya THH 46 atas segala bantuan
dan motivasinya.
4. Andi Zaim, Edo, Adi W, Adi P, Intan, Bemby, Sally, Della, Tika, Novi,
Cuya, Ega, Dafi atas segala bantuan dan motivasinya.
Serta pihak terkait yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah
membantu kelancaran pembuatan skripsi ini. Semoga karya ilmiah ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, Januari 2014
Dea Septiana


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Keawetan Alami

2


Bungur (Lagerstroemia speciosa)

2

Jabon (Anthocephalus cadamba)

3

Puspa (Schima wallichii)

3

Simpur Batu (Dillenia grandifolia)

4

Tanjung (Mimusops elangi L)

4


Agathis (Agathis loranthifolia)

4

Mahoni (Swietenia macrophylla)

5

Pasang (Lithocarpus sundaicus)

5

Sungkai (Peronema canescens)

5

Krey Payung (Filicium decipiens)

6


Salam (Syzigium polyanthum)

6

Rayap Tanah Coptotermes curvignathus Holmgren

6

Rayap Kayu Kering Cryptotermes cynocephalus Light

7

METODE

8

Waktu dan Tempat

8

Bahan

8

Alat

9

Prosedur Penelitian

9

Pengujian keawetan alami kayu terhadap serangan rayap tanah

10

Pengujian keawetan alami kayu terhadap serangan rayap kayu kering

11

Analisis Data

12

HASIL DAN PEMBAHASAN

13

Keawetan alami kayu terhadap rayap tanah C. curvignathus

13

Keawetan alami kayu terhadap rayap kayu kering C. cynocephalus

15

SIMPULAN DAN SARAN

18

Simpulan

18

Saran

18

DAFTAR PUSTAKA

19

LAMPIRAN

21

RIWAYAT HIDUP

27

DAFTAR TABEL
1 Klasifikasi ketahanan kayu terhadap rayap tanah berdasarkan SNI
01.7202-2006
2 Klasifikasi ketahanan kayu terhadap rayap kayu kering berdasarkan
SNI 01.7202-2006

11
12

DAFTAR GAMBAR
1 Ukuran diameter contoh uji kayu sebelum pemotongan
8
2 Pemotongan contoh uji kayu pada bagian teras dan gubal
9
3 Pengujian ketahanan kayu solid terhadap serangan rayap tanah C.
curvignathus dengan metode SNI 01.7202-2006.
10
4 Pengujian ketahanan kayu solid terhadap serangan rayap kayu kering C.
cynocephalus dengan metode SNI 01.7202-2006.
12
5 Kehilangan berat dua belas jenis kayu setelah diumpankan pada rayap
tanah C. curvignathus
13
6 Mortalitas rayap tanah C. curvignathus
15
7 Kehilangan berat dua belas jenis kayu setelah diumpankan pada rayap
kayu kering C. cynocephalus
16
8 Mortalitas rayap kayu kering C. cynocephalusError! Bookmark not defined.

DAFTAR LAMPIRAN
1 Analisis data sidik ragam kehilangan berat kayu terhadap serangan
rayap tanah
2 Analisis data sidik ragam mortalitas rayap tanah
3 Analisis data sidik ragam kehilangan berat kayu terhadap serangan
rayap kayu kering
4 Analisis data sidik ragam mortalitas rayap kayu kering
5 Dokumentasi

21
21
21
22
23

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) mulai dibangun dan ditanam
pada tahun 1951 dan diperuntukkan bagi sarana pendidikan. Pada tanggal 14
Oktober 1969 HPGW seluas 359 ha telah ditunjuk sebagai hutan pendidikan yang
pengelolaannya diserahkan kepada Institut Pertanian Bogor (IPB) khususnya
Fakultas Kehutanan IPB. HPGW pada mulanya berupa lahan kosong dan sejak
tahun 1951 dilakukan penanaman dengan jenis Agathis loranthifolia. Tahun 1973
penutupan lahan HPGW mencapai 53%, dan pada tahun 1980 telah mencapai
100%. Tegakan yang ada di HPGW terdiri dari jenis Agathis loranthifolia, Pinus
merkusii, Swietenia macrophylla, Dalbergia latifolia, Schima wallichii, Gliricidae
sp., Altingia excelsa, Falcataria mollucana, Shorea sp., dan Acacia mangium.
Pada tahun 2005 ditemukan 44 jenis tumbuhan potensial termasuk 2 jenis rotan
dan 13 jenis bambu juga ditemukan tumbuhan obat sebanyak 68 jenis (Nandi
2013). Potensi hutan berdasarkan hasil inventarisasi hutan tahun 2010 yang
dilakukan oleh Universitas Goettingen adalah sebanyak 11 381 m3 kayu Agathis
loranthifolia (damar), 62 782 m2 kayu Pinus merkusii (pinus), 5 943 m3 kayu
Schima wallichii (puspa), 19 809 m3 tanaman campuran (mix plantation) dan
sebanyak 826 m3 hutan sekunder. HPGW juga memiliki lebih dari 100 pohon
damar, pinus, kayu afrika sebagai sumber benih bibit unggul (Adirianto 2012).
Keawetan kayu merupakan hal yang penting karena kasus perusakan kayu
oleh organisme perusak kayu tidak hanya menimbulkan masalah secara teknis
namun juga secara ekonomis. Rayap merupakan hama yang sangat penting secara
ekonomis di berbagai negara, khususnya di daerah tropika karena banyak
menyebabkan kerusakan pada struktur kayu bangunan dan bahan berlignoselulosa
lainnya (Rismayadi 2008). Rayap juga merupakan organisme perusak yang
dikenal luas sebagai hama penting dalam kehidupan manusia. Rayap merupakan
organisme yang hidup sejak 300 juta tahun lalu. Selain populasinya yang tinggi,
rayap memiliki daya jelajah yang cukup luas. Oleh karena itu lebih dari 80%
daratan Indonesia merupakan habitat yang baik bagi kehidupan berbagai jenis
serangga termasuk tidak kurang dari 200 jenis rayap atau 10% dari keragaman
rayap yang tersebar di dunia merupakan bagian dari berbagai tipe ekosistem
Indonesia (Nandika et al. 2003).
Kayu dikatakan awet bila mempunyai umur pakai (service life) yang lama
(± 20 tahun). Kayu akan memiliki umur pakai yang lama bila mampu menahan
serangan faktor perusak kayu. Keawetan alami kayu digolongkan ke dalam 5
kelas awet dan tiap–tiap kelas awet memberi gambaran tentang umur kayu dalam
pemakaian (Seng 1964). Nilai keawetan bukanlah nilai yang mutlak sama untuk
kayu–kayu sejenis. Salah satu sifat yang penting pada kayu adalah keawetan alami
kayu. Keawetan alami kayu merupakan sifat ketahanan kayusecara alami terhadap
serangan organisme perusak kayu seperti serangga, jamur dan penggerek kayu di
laut. Keawetan kayu penting untuk diketahui karena berhubungan erat dengan
pemakaiannya (Sumarni & Muslich 2007). Umur pakai kayu dan perlakuan
pengawetan yang tepat dapat diprediksi jika keawetan alami dan jenis kayu yang

2
digunakan diketahui. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai
keawetan alami 12 jenis kayu yang berada di HPGW terhadap serangan rayap.
Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimanakah
keawetan alami ke 12 jenis kayu dari HPGW terhadap rayap tanah (Coptotermes
curvignathus Holmgren) dan rayap kayu kering (Cryptotermes cynoceph alus); 2)
Bagaimanakah keawetan alami bagian kayu gubal dan teras terhadap rayap tanah
(Coptotermes curvignathus Light) dan rayap kayu kering (Cryptotermes
cynocephalus)

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sifat keawetan alami 12 jenis
kayu dari HPGW terhadap serangan rayap tanah C. curvignathus dan rayap kayu
kering C. cynocephalus secara laboratorium mengacu pada SNI 01.7207-2006.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
sifat keawetan alami 12 jenis kayu dari HPGW terhadap serangan rayap tanah C.
curvignathus dan rayap kayu kering C. cynocephalus.

TINJAUAN PUSTAKA
Keawetan Alami
Keawetan alami kayu adalah ketahanan kayu secara alamiah terhadap
serangan jamur, serangga, penggerek laut (marine borers) dalam lingkungannya
yang sesuai bagi organisme yang bersangkutan. Nilai suatu jenis kayu sangat
ditentukan oleh keawetannya, karena bagaimanapun kuatnya suatu jenis kayu,
penggunaannya akan kurang berarti jika keawetannya rendah dan penggunaannya
tidak tepat. Selain bergantung pada jenis kayu, jenis organisme yang menyerang
kayu juga mempengaruhinya (Martawijaya et al. 1981).
Keawetan secara alami ditentukan oleh jenis dan banyaknya zat ekstraktif
yang bersifat racun terhadap organisme perusak kayu. Kandungan zat ekstraktif
kayu bervariasi menurut jenis kayu, umur pohon, lokasi dalam batang dan lain–
lain. Hal inilah yang menyebabkan keawetan alami berbagai jenis kayu berbedabeda. Meskipun tidak semua ekstraktif beracun bagi organisme perusak kayu,
namun terdapat kecenderungan bahwa semakin tinggi kadar ekstraktif kayu
keawetan alami kayu cenderung meningkat pula (Wistara et al. 2002). Tobing
(1977) menyatakan bahwa sifat keawetan kayu terhadap faktor perusak kayu
biologis dapat ditentukan dengan dua cara yaitu cara kuburan (graveyard test) dan
cara laboratorium (laboratory test).
Bungur (Lagerstroemia speciosa)
Kayu bungur memiliki kayu teras berwarna coklat merah pucat sampai
coklat kuning kemerah–merahan atau coklat merah. Kayu gubal berwarna coklat

3
kuning muda sampai putih-kelabu, kadang–kadang semu merah jambu, tebal 7,5
cm atau lebih. Bungur berasal dari famili Lythraceae. Pori tersusun dalam
tatalingkar, sebagian besar soliter, sebagian bergabung 2-3 dalam arah radial,
diameter pori pada batas lingkaran tumbuh 200-300 µ, sedangkan diantara
lingkaran tumbuh 100-200 µ, berisi tilosis. Parenkim sangat banyak, termasuk tipe
paratrakeal bersambung, terutama pada bagian kayu diantara batas lingkaran
tumbuh. Kayu bungur memiliki kadar selulosa 62.5%, lignin 28.6%, dan pentosan
13.5%. Kayu bungur masuk dalam kelas awet II–III, daya tahan terhadap jamur
pelapuk kayu termasuk kelas I–II. Keterawetan kayu bungur termasuk kelas
sangat sukar. Berat jenis (BJ) kayu bungur rata–rata 0.69 (0.58 – 0.81) dengan
kelas kuat II–III (Martawijaya et al. 1989).
Jabon (Anthocephalus cadamba)
Kayu jabon tergolong kayu cepat tumbuh atau fast growing species yang
memiliki banyak kegunaan seperti dapat dipergunakan sebagai bahan baku korek
api, peti pembungkus, cetakan beton, mainan anak–anak, pulp, kelom,dan bahan
konstruksi ringan lainnya. Kayu jabon memiliki warna kayu teras putih semusemu kuning muda, lambat laun menjadi kuning semu-semu gading, kayu gubal
tidak dapat dibedakan dari kayu teras. Pori bergabung 2-3 dalam arah radial,
jarang soliter, diameter 13-220 µ. Parenkim agak jarang, dapat dilihat dibawah
kaca pembesar (10x) seperti garis-garis pendek yang tersebar seringkali 2-3 garis
bersambung dalam arah tangensial diantara jari-jari dan bersinggungan dengan
pori, atau membentuk garis-garis panjang yang halus dan merupakan jaringan
seperti jala dengan jari-jari. Kayu jabon memiliki kadar selulosa 52.4%, lignin
25.4%, dan pentosan 16.2%. Kayu jabon memiliki BJ 0.42 (0.29–0.56) dan
termasuk kelas kuat III–IV, untuk keawetan alaminya sendiri kayu jabon masuk
dalam kelas awet V, demikian dengan uji kubur termasuk kelas awet V, daya
tahan terhadap serangan rayap kayu kering termasuk kelas awet II, sedangkan
daya tahan terhadap jamur pelapuk masuk ke dalam kelas awet IV–V
(Martawijaya et al. 1989).
Puspa (Schima wallichii)
Kayu puspa memiliki warna kayu teras coklat–merah atau coklat– kelabu.
Kayu gubal berwarna lebih muda dan tidak mempunyai batas yang jelas dengan
kayu teras. Pori hampir seluruhnya soliter, diameter 60-90 µ, bidang perforasi
berbentuk tangga, kadang-kadang berisi tilosis. Parenkim termasuk tipe apotrakeal,
tersebar, kadang-kadang berbentuk garis halus dan pendek. Jari-jari heteroselular,
uniseriat, dan biseriat. Kayu puspa memiliki kadar kimia selulosa 51.2%, lignin
27%, dan pentosan 16.6%. Kayu puspa secara umum termasuk kelas awet III.
Daya tahannya terhadap rayap kayu kering masuk ke dalam kelas II, sedangkan
terhadap jamur pelapuk termasuk kelas III–IV. BJ kayu puspa memiliki nilai rata–
rata berkisar antara 0.69–0.71 atau kelas kuat II (Martawijaya et al. 1989). Kayu
puspa cocok untuk tiang dan balok bangunan perumahan dan jembatan, tetapi
kurang baik untuk dibuat papan karena mudah berubah bentuk, selanjutnya jenis
ini dapat dipakai untuk lantai, mebel murah perkapalan dan bantelan.

4
Simpur Batu (Dillenia grandifolia)
Kayu simpur berasal dari famili Dilleniaceae yang memiliki warna kayu
teras berwarna cokelat-merah, kadang–kadang semu lembayung, menjadi gelap
jika kena sinar matahari. Kayu gubal berwarna lebih muda dan tidak mempunyai
batas jelas dengan kayu teras. Pori hampir seluruhnya soliter, berbentuk lonjong,
diameter 100-200 µ, kadang-kadang berisi endapan berwarna putih atau coklat.
Parenkim termasuk tipe apotrakeal dan paratrakeal. Parenkim paratrakeal
berbentuk selubang tidak lengkap, sedangkan parenkim apotrakeal tersebar dan
kadang-kadang berbentuk garis-garis pendek. Kayu simpur memiliki kadar kimia
selulosa 50%, lignin 31.3%, dan pentosan 14%. Kayu simpur termasuk ke dalam
kelas awet III, tetapi berdasarkan percobaan kubur keawetannya termasuk kelas V.
Daya tahan terhadap serangan jamur pelapuk termasuk kelas IV. BJ dari kayu
simpur memiliki nilai rata–rata 0.80 (0.68–0.92) atau kelas kuat II–I (Martawijaya
et al. 1989).
Tanjung (Mimusops elangi L)
Kayu tanjung berasal dari family Sapotaceae yang memiliki warna kayu
teras cokelat tua, sedangkan kayu gubal berwarna lebih muda dengan batas yang
jelas dengan kayu teras. Pori berbentuk lonjong, umumnya berupa gabungan 3
pori atau lebih dalam arah radial, diameter kurang dari 100 µ, berisi tilosis dan
endapan berwarna gelap. Parenkim tipe apotrakeal berupa pita halus berjarak
teratur dengan frekuensi 5-6 per mm. Jari-jari heteroselular, uniseriat dan biseriat,
sangat halus, umumnya tidak berisi kristal, tetapi selalu berisi butir-butir silika.
Kayu tanjung memiliki kadar kimia selulosa 48.1%, lignin 26.1%, dan pentosan
14.3%. Kayu tanjung masuk dalam kelas awet I–II. Daya tahannya terhadap
jamur pelapuk kayu termasuk kelas II dan terhadap serangan rayap kayu kering
termasuk kelas IV. BJ kayu tanjung memiliki nilai 1.00 (0.92–1.12) atau kelas
kuat I. kayu tanjung biasanya digunakan untuk lantai, mebel, tangkai alat dan alat
–alat lainnya (Martawijaya et al. 1989).
Agathis (Agathis loranthifolia)
Kayu agathis berasal dari family Araucariaceae yang memiliki warna kayu
teras berwarna keputih–putihan sampai kuning–cokelat, kadang–kadang semu
merah jambu, kayu gubal tidak berbeda dengan kayu teras. Kayu agathis
merupakan kayu tidak berpori, parenkin tersebar dan berisi damar berwarna
kemerah-merahan. Jari-jari homoselular, uniserat, sangat sempit, sangat pendek,
dan jarang. Kandungan kimia pada kayu agathis memiliki kadar selulosa 52.4%,
lignin 24.7% dan pentosan 12.6% Kayu agathis masuk dalam kelas awet IV dan
daya tahan kayu terhadap serangan rayap kayu kering termasuk kelas awet V. BJ
dari kayu agathis memiliki nilai rata–rata 0.48–0.47 dan termasuk kelas kuat III.
Kayu agathis biasanya digunakan untuk bahan mebel, fenir, kayu lapis, pulp dan
juga dapat digunakan sebagai kayu perumahan (Martawijaya et al. 1981).

5
Mahoni (Swietenia macrophylla)
Kayu mahoni berasal dari famili Meliaceae, kayu mahoni memiliki warna
kayu teras cokelat muda kemerah–merahan atau kekuning–kuningan sampai
cokelat tua kemerah–merahan, lambat laun menjadi tua. Mahoni memiliki tekstur
kayu agak halus, arah serat berpadu, kadang-kadang bergelombang. Pori soliter
dan bergabung 2-3 dalam arah radial diameter 100-200 µ. parenkim terminal
merupakan pita-pita panjang pada kayu akhir dalam lingkaran tumbuh. Mahoni
memiliki jari-jari seluruhnya multiserat, lebar 30-50 µ. Kayu mahoni memiliki
kadar selulosa 46.8%, lignin 26.9%, dan pentosan 16.4%. BJ kayu mahoni
memiliki nilai rata-rata antara 0.61 (0.53–0.67) atau kelas kuat II–III. Keawetan
alami mahoni secara umum termasuk kelas awet III. Kayu mahoni dikenal baik
untuk finir dekoratif dan kayu lapis ataupun barang kerajinan (Martawijaya et al.
1981).
Pasang (Lithocarpus sundaicus)
Kayu pasang termasuk family Fagaceae. Kayu pasang memiliki warna
teras putih kecokelat–cokelatan, cokelat–kelabu, cokelat sampai merah–cokelat,
kadang–kadang dengan pewarnaan kuning, kayu gubal biasanya berwarna lebih
muda dan tidak dapat dibedakan dengan jelas dari kayu teras. Pori hampir
seluruhnya soliter, berkelompok radial atau miring, diameter 200-300 µ, kadangkadang berisi tilosis. Jari-jari ada dua macam, sangat halus dan sangat lebar. Jarijari yang sangat halus tidak dapat dilihat dengan mata telanjang, sedangkan jarijari yang sangat lebar tingginya mencapai 10-20 mm. Parenkim apotrakeal
berbentuk pita-pita sempit yang berombak dan agak rapat. Kayu pasang memiliki
kadar selulosa 56.7%, lignin 27.2%, dan pentosan 15%. BJ kayu pasang memiliki
nilai antara 1.00–0.58 atau kelas kuat I–III. Keawetan alami pasang secara umum
termasuk kelas awet II–IV. Kegunaan kayu pasang biasanya untuk balok pada
bangunan perumahan dan jembatan, juga untuk papan dan tiang. Selanjutnya kayu
ini dapat dipakai untung batang cikar dan tangkai peralatan. Kayu pasang juga
memiliki corak yang indah (Martawijaya et al. 1981).
Sungkai (Peronema canescens)
Kayu sungkai berasal dari famili Verbenaceae. Kayu sungkai memiliki
corak warna kayu bagian teras krem atau kuning muda, warna kayu gubal sukar
dibedakan dengan kayu teras. Pori terusun dalam tata lingkar dengan batas kayu
awal dan kayu akhir yang nampak jelas. Bentuk pori bundar, jarang berbentuk
lonjong, hampir seluruhnya soliter, sebagian kecil berpasangan bidang perforasi
berbentuk sederhana. Diameter pori pada batas lingkar tumbuh rata-rata 262 µ dan
diantara lingkaran tumbuh rata-rata 170 µ. Kadar kimia pada sungkai untuk
selulosa 48.6%, pentosan 16.5%, dan silika 0.4%. BJ kayu sungkai memiliki nilai
0.63 (0.52–0.73) atau termasuk kelas kuat II–III. Keawetan alami kayu sungkai
secara umum termasuk kelas awet III sedangkan daya tahan terhadap serangan
rayap kayu kering termasuk kelas III. Kegunaan kayu sungkai cocok untuk
rangkap atap, karena ringan dan cukup kuat, selain daripada itu dipakai juga untuk
tiang rumah dan bangunan jembatan. Karena mempunyai corak yang menarik

6
berupa garis–garis indah mungkin baik untuk finir mewah (Martawijaya et al.
1981).
Krey Payung (Filicium decipiens)
Kayu krey payung berasal dari famili Sapindaceae memiliki daun menyirip
dan selebar 4-6 inci. Kayu krey payung biasanya bagus digunakan dalam
penyerapan dan penjerap debu semen sehingga banyak digunakan dalam
penggunaannya sebagai pohon penyerap pencemaran pabrik semen.
Ketahanannya yang tinggi terhadap pencemaran debu semen dan kemampuan
yang tinggi dalam menjerap (adsorpsi) dan menyerap (absorpsi) menyebabkan
krey payung ini digunakan sebagai pohon hutan kota. Krey payung memiliki
warna abu-abu kecokelatan dengan kulit batang retak-retak tidak teratur dan pada
umumnya arah retakan vertical. Krey payung memiliki daun majemuk dengan
panjang antara 4 – 13 cm dan lebar antara 1 – 3 cm. Krey payung banyak
digunakan bukan untuk kayu perdagangan namun digunakan sebagai pohon
peneduh atau pohon yang digunakan dalam pemanfaatan ruang terbuka hijau di
kawasan perkotaan (Dinas Kehutanan 2012).
Salam (Syzigium polyanthum)
Kayu salam berasal dari famili Myrtaceae yang memiliki kelas awet III,
kayu salam memiliki banyak manfaat selain digunakan dalam tanaman obat kayu
salam juga bisa digunakan untuk penyedap masakan. Kayu teras pada pohon
salam berwarna kuning kelabu, coklat zaitun, coklat emas sampai coklat keungu–
unguan, dengan batas yang tidak jelas. Untuk kelas kuat kayu salam termasuk
kelas kuat III (Ismas 2012). Kayu salam tergolong kedalam kayu kelat (nama
perdagangan) dapat dipergunakan sebagai bahan bangunan dan perabotan rumah
tangga. Kulit batang kayu salam mengandung tanin, kerap dimanfaatkan sebagai
bahan anyaman dari bambu pada daun salam kering terdapat sekitar 0.17%
minyak esensial, dengan komponen penting eugenol dan metil kavikol di
dalamnya. Ekstak etanol dari daun kayu salam menunjukan efek anti jamur dan
anti bakteri, sedangkan ekstrak metanolnya bersifat anti cacing (Perum Perhutani
2011).
Rayap Tanah Coptotermes curvignathus Holmgren
Rayap adalah serangga sosial yang hidup dalam suatu komunitas yang
disebut koloni. Mereka memiliki kemampuan untuk hidup lebih lama bila tidak
berada dalam koloninya. Komunitas tersebut bertambah efisien dengan adanya
spesialisasi (kasta) dimana masing–masing kasta mempunyai bentuk dan peran
yang berbeda dalam kehidupannya. Rayap terbagi menjadi beberapa kasta yaitu
kasta prajurit, kasta pekerja dan kasta reproduksi. Rayap tanah memiliki kepala
berwarna kuning, antenna, lambrum, dan pronotum kuning pucat. Bentuk kepala
bulat ukurannya panjang sedikit lebih besar daripada lehernya, memiliki antena
yang terdiri dari 15 segmen (Nandika et al. 2003). Rayap merupakan serangga
kecil berwarna putih pemakan selulosa yang berasal dari Ordo Blatodea (Inwad et
al. 2007). Pada dasarnya rayap adalah serangga daerah tropika dan daerah

7
subtropika. Namun kini penyebarannya meluas ke daerah beriklim sedang dengan
batas – batas 500 LU dan 500 LS. Di daerah tropika rayap dapat ditemukan mulai
dari pantai sampai ketinggian 3000 mdpl (Tarumingkeng 2001).
Kasta prajurit pada rayap dapat dengan mudah dikenal dari bentuk
kepalanya yang besar dan mengalami penebalan yang nyata. Karakter seksual
pada kasta prajurit dari beberapa jenis rayap hampir tidak tampak secara genetik,
kasta prajurit dapat berkelamin jantan atau betina. Kasta prajurit melindungi
koloni terhadap gangguan dari luar, khususnya semut dan vertebrata predator.
Kasta pekerja merupakan anggota yang sangat penting dalam koloni rayap.
Jumlah rayap kasta prajurit adalah 10% dari jumlah suatu populasi koloni rayap
(Hasan 1986). Tidak kurang dari 80–90% populasi dalam koloni rayap merupakan
individu–individu kasta pekerja, kasta pekerja umumnya berwarna pucat dengan
kutikula hanya sedikit mengalami penebalan sehingga tampak menyerupai nimfa.
Kasta reproduksi terdiri atas individu–individu seksual yaitu betina (ratu) yang
tugasnya bertelur dan jantan (raja) yang tugasnya membuahi betina. Kasta ini
dibedakan menjadi kasta reproduksi primer dan kasta reproduksi suplementer atau
neoton, ratu rayap dapat mencapai ukuran panjang 5–9 cm atau lebih. Peningkatan
ukuran tubuh ini terjadi karena pertumbuhan ovaris, usus dan penambahan lemak
tubuh, pembesaran tubuh ini menyebabkan ratu tidak dapat bergerak aktif dan
tampak malas. (Nandika et al. 2003).
Rayap C. curvignathus merupakan rayap perusak yang menimbulkan
tingkat serangan yang paling ganas dibandingkan jenis rayap lainnya. Rayap ini
mampu menyerang hingga ke lantai tinggi suatu bangunan bertingkat. Rayap akan
masuk ke dalam kayu sampai bagian tengah yang memotong sejajar dengan serat
kayu melalui lubang kecil yang ada di permukaan kayu (Prasetyo & Hadi 2005).
Rayap Kayu Kering Cryptotermes cynocephalus Light
Rayap kayu kering merupakan jenis rayap yang umumnya terdapat pada
daerah–daerah tropis, khususnya pada dataran rendah Jawa Barat, Sumatera,
Kalimantan dan Filipina. Rayap ini termasuk famili Kalotermitidae dan biasa
menyerang kayu-kayu yang kering, kayu yang tidak lapuk termasuk kayu struktur
bangunan, kusen pintu, jendela, parabot rumah tangga, dan lain-lain. Bahan-bahan
lain yang mengandung selulosa seperti kertas dan kain juga diserang (Nandika et
al. 2003).
Rayap kayu kering merupakan rayap yang menggunakan kayu sebagai
sumber makanan dan sekaligus sebagai tempat hidupnya, umumnya memiliki
aktivitas jelajah yang terbatas seperti genus Neotermes. Jumlah individu anggota
koloni rayap ini hanya beberapa ratus individu sehingga luas sarang pada
umumnya sangat terbatas. Liang–liang yang yang terdapat pada sarang rayap ini
sejajar dengan serat kayu (Nandika et al. 2003).
Koloni rayap kayu kering berkembang sangat lambat dan maksimum
anggota koloni berjumlah sangat sedikit, anggota koloni yang berumur 4 tahun
kurang dari 1000 ekor, sedangkan koloni yang sudah tua berumur 10–15 tahun
anggotanya kira–kira berjumlah 3000 ekor. Menurut (Sulistyowati 2004) cara
penyerangan rayap kayu kering tidak mudah dideteksi sebab hidupnya terisolir di
dalam kayu yang berfungsi sebagai sarangnya. Tanda serangan rayap ini adalah
kayu yang diserang masih utuh, meskipun bagian dalamnya sudah rusak dan

8
berlubang, dan terdapat butiran–butiran kecil halus yang merupakan kotoran rayap
kayu kering. Rayap kayu kering memiliki kecepatan merusak kayu tegolong
lambat karena rayap kayu kering memiliki koloni yang kecil dan membutuhkan
waktu yang lama untuk merusak sebuah kayu pada peralatan rumah (Lena 2010).

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada mulai bulan Desember 2012 sampai
dengan bulan September 2013 di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu
Kayu, Laboratorium Kimia Hasil Hutan, dan Laboratorium Biokomposit
Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah rayap tanah C. curvignathus,
rayap kayu kering C. cynocephalus, kayu agathis (Agathis loranthifolia), kayu
bungur (Lagerstroemia speciosa Pers), kayu krey payung (Filicium decipiens),
kayu jabon (Anthocephalus cadamba), kayu mahoni (Swietenia macrophylla),
kayu puspa (Schima walichii), kayu pasang (Lithocarpus sundaicus), kayu pinus
(Pinus merkusii), kayu salam (Syzigium polyanthum), kayu simpur (Dillenia
grandifolia), kayu sungkai (Peronema canescens), kayu tanjung (Mimusops
elangi L). Kayu berasal dari HPGW. Bagian kayu yang dijadikan contoh uji
adalah bagian pangkal pohon dengan diameter kayu berkisar antara 15 cm-33 cm
(Gambar 1). Bahan lain yang digunakan kapas, air bersih, alkohol 70%, dan
alumunium foil.

.
(a)

(b)

(d)

(e)

(c)

a

(f)

9

(g)

(h)

(i)

(j)

(k)

(l)

Gambar 1 Bentuk dan ukuran kayu yang digunakan dalam penelitian yaitu :
agathis (a), bungur (b), krey payung (c), jabon (d), mahoni (e),
pasang(f), pinus (g), puspa (h), salam (i), simpur (j), sungkai (k),
tanjung (l).
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven, botol uji, desikator,
timbangan digital, sendok, cawan petri, paralon, bulu ayam, lilin, sarung tangan,
alat hitung, dan alat tulis.
Prosedur Penelitian
Pengujian keawetan 12 jenis kayu mengacu pada metode yang tercantum
pada SNI 01.7207-2006. Dalam penelitian ini contoh uji kayu diumpankan pada
rayap tanah dan rayap kayu kering. Contoh uji kayu diambil dari bagian teras dan
gubal dari masing-masing jenis kayu dengan ulangan sebanyak 3 kali ulangan
(Gambar 2).

Gambar 2 Pengambilan contoh uji kayu pada bagian teras dan gubal.

10
Pengujian keawetan alami kayu terhadap serangan rayap tanah
Contoh uji kayu yang berukuran 2.5 x 2.5 x 0.5 cm dioven pada suhu 60 0C
0
± 2 C selama 48 jam untuk mendapatkan berat kayu sebelum pengujian (W 1).
Sampel uji yang sudah dioven dimasukkan ke dalam botol uji, diletakan dengan
cara berdiri pada dasar sampel uji dan disandarkan sedemikian rupa sehingga
salah satu bidang terlebar contoh uji menyentuh dinding botol uji (Gambar 3).

Gambar 3 Pengujian ketahanan kayu solid terhadap serangan rayap tanah
C. curvignathus dengan metode SNI 01. 7202-2006.
Sebanyak 200 g pasir yang sudah disterilkan dimasukkan ke dalam botol
uji lalu ditambahkan air sebanyak 50 ml. Sebanyak 200 ekor rayap tanah C.
curvignathus kasta pekerja yang sehat dan aktif dimasukkan ke dalam botol uji
yang sudah berisi pasir yang lembab. Selanjutnya botol uji ditutup menggunakan
alumunium foil dan disimpan ditempat yang gelap selama 4 minggu. Setiap
minggu aktivitas rayap diamati tanpa menggangu aktivitasnya. Setelah 4 minggu
botol uji dibongkar, kayu diambil dan dibersihkan lalu dioven pada suhu 60 ± 2 0C
selama 48 jam untuk mendapatkan nilai (W2). Nilai kehilangan berat contoh uji
dihitung dengan persamaan berikut:

Ket :
WL
W1
W2

= Penurunan berat (%)
= Berat kering oven kayu sebelum pengumpanan (g)
= Berat kering oven kayu setelah pengumpanan (g)

Perhitungan nilai mortalitas rayap pada contoh uji terhadap rayap tanah adalah
sebgai berikut:
Ket :
MR
D
200

= Mortalitas rayap
= Jumlah rayap mati
= Jumlah rayap awal pengumpanan

11
Klasifikasi keawetan alami kayu terhadap rayap tanah ditetapkan mengacu pada
Tabel 1.
Tabel 1 Klasifikasi ketahanan kayu terhadap rayap tanah SNI 01.7202-2006
Kelas
I
II
III
IV
V

Ketahanan
Sangat tahan
Tahan
Sedang
Buruk
Sangat buruk

Penurunan berat (%)