7 suatu sistem dilandasi atas pemikiran bahw a komponen-komponen di suatu wilayah
memiliki keterkaitan dan ketergantungan satu sama lain dan tidak terpisahkan. Berdasarkan komponen-komponen yang membentuknya maka wilayah sebagai
sistem dapat dibagi menjadi wilayah sistem sederhana dikotomis dan wilayah sistem kompleks non dikotomis. Sistem sederhana adalah sistem yang bertumpu atas konsep
ketergantungan dua komponen wilayah urban-rural, budidaya-non budidaya.
3. Wilayah Administratif
Wilayah administratif adalah wilayah yang batas-batas nya ditentukan berdasarkan kepentingan administrasi pemerintahan atau politik, seperti Propinsi,
Kabupaten, Kecamatan, DesaKelurahan, RTRW. Seringkali pengertian wilayah dalam konteks pembangunan lebih mengarah
kepada wilayah administratif. Menurut Soekirno 1976 hal tersebut disebabkan oleh 2 faktor yakni: a Dalam melaksanakan kebijaksanaan dan rencana pembangunan
wilayah diperlukan tindakan-tindakan dari berbagai badan pemerintahan. Dengan demikian lebih praktis apabila berbagai wilayah didasarka n pada satu wilayah
administrasi yang telah ada, b wilayah yang batasnya ditentukan berdasarkan atas satuan administrasi pemerintahan lebih mudah di analisis, karena sejak lama
pengumpulan data diberbagai bagian wilayah berdasarkan pada satuan wilayah administratisi tersebut.
4. Wilayah Perencanaan
Wilayah perencanaan adalah wilayah yang dibatasi berdasarkan kenyataan terdapat sifat-sifat tertentu pada wilayah tersebut yang pada umumnya bersifat alamiah
sehingga perlu perencanaan secara integral, misalnya Daerah Aliran Sungai DAS. DAS sebagai kesatuan hidroorologis harus dikelola secara terpadu mulai dari hulu
sampai hilir, karena perlakuan di hulu akan berakibat pada bagian hilir. Seringkali suatu DAS mencakup lebih dari satu wilayah administratif, oleh sebab itu perlu adanya
koordinasi antar wilayah yang termasuk di dalam DAS tersebut dalam pengelolaannya.
Rencana Tata Ruang
Rustiadi et al. 2005 mengemukakan, Perencanaan Tata Ruang sering disalahartikan sebagai suatu proses dimana perencanaan mengarahkan masyarakat
untuk melakukan aktifitasnya top–down process. Dalam paradigma perencanaan tata
8 ruang yang modern, perencanaan ruang diartikan sebagai bentuk pengkajian yang
sistematis dari aspek fisik, sosial dan ekonomi untuk mendukung dan me ngarahkan pemanfaatan ruang didalam memilih cara yang terbaik untuk meningkatkan
produktifitas agar memenuhi kebutuhan masyarakat publik secara berkelanjutan. Sasaran utama perencanaan tata ruang dapat dikelompokkan atas tiga sasaran umum:
1 efisien, 2 keadilan dan akseptabilitas masyarakat, dan 3 keberlanjutan. Sasaran efisien merujuk pada manfaat ekonomi, dimana dalam konteks kepentingan publik
pemanfaatan ruang diarahkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat publik. Tata ruang harus merupakan perwujudan keadilan dan melibatkan partisipasi
masyarakat, oleh karenanya perencanaan yang disusun harus dapat diterima oleh masyarakat. Perencanaan tata ruang juga harus berorientasi pada keseimbangan fisik
lingkungan dan sosial sehingga menjamin peningkatan kesejahteraan secara berkelanjutan sustainable.
Rencana tata ruang digambarkan dalam peta wilayah negara Indonesia, peta wilayah Propinsi, peta wilayah Kabupaten, dan peta wilayah Kota, yang tingkat
ketelitiannya diatur dalam peraturan per undang-undangan. Dalam konteks pembangunan wilayah, perencanaan penataan ruang dapat dipandang sebagai salah satu
bentuk intervensi atau upaya pemerintah untuk menuju keterpaduan pembangunan melalui kegiatan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang guna
menstimulasi sekaligus mengendalikan pertumbuhan dan perkembangan pemanfaatan ruang suatu wilayah Maryudi dan Napitupulu 2001.
Menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, rencana tata ruang dibedakan atas:
a. Rencana Tata Ruang wilayah Nasional untuk jangka waktu 25 tahun. b. Rencana Tata Ruang wilayah Proponsi untuk jangka waktu 15 tahun.
c. Rencana Tata Ruang wilayah KabupatenKota jangka waktu 10 tahun. saat ini sedang direvisi akibat berbagai perkembangan dan diberlakukannya undang-
undang no. 221999 tentang Otonomi Daerah yang kemudian direvisi dengan undang-undang 322004 mengenai Pemerintah Daerah.
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
Rencana Tata Ruang wilayah RTRW Nasional merupakan strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah negara. RTRW Nasional berisi:
9 a. Penetapan kawasan lindung, kawasan budidaya, dan kawasan tertentu yang
ditetapkan secara nasional. b. Norma dan kriteria pemanfaatan ruang.
c. Pedoman pengendalian pemanfaatan ruang. RTRW Nasional menjadi pedoman untuk:
a. Perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang di wilayah nasional. b. Mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antar
wilayah serta keserasian antar sektor. c. Pengarahan lokasi investasi yang dilaksanakan Pemerintah dan atau masyarakat.
d. Penataan ruang wilayah Propinsi dan wilayah KabupatenKota.
Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi
Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi merupakan penjabaran strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah nasional ke dalam strategi dan
struktur pemanfaatan ruang wilayah Propinsi. RTRW Propinsi berisi:
a. Pengelolaan kawasan lindung dan kawasan budidaya. b. Pengelolaan kawasan perdesaan, kawasan perkotaan, dan kawasan tertentu.
c. Pengembangan kawasan permukiman, kehutanan, pertanian, pertambangan, perindustrian, pariwisata dan kawasan lainnya.
d. Pengembangan sistem pusat permukiman, perdesaan dan perkotaan. e. Pengembangan sistem prasarana wilayah, meliputi transportasi, telekomunikasi,
energi, pengairan, dan prasarana pengelolaan lingkungan. f. Pengembagan kawasan yang dipropritaskan.
g. Kebijakan tataguna tanah, tata guna air, tata guna udara, dan tata guna sumber daya alam lainnya, serta memperhatikan keterpaduan sumber daya manusia dan
sumber daya buatan. RTRW Propinsi menjadi pedoman untuk:
a. Perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang di wilayah Propinsi. b. Mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antar
wilayah Propinsi serta keserasian antar sektor. c. Pengarahan lokasi investasi yang dilaksanakan Pemerintah dan atau masyarakat.
10 d. Penataan ruang wilayah KabupatenKota yang merupakan dasar dalam
pengawasan terhadap perizinan lokasi pembangunan.
Rencana Tata Ruang wilayah KabupatenKota
Rencana Tata Ruang wilayah KabupatenKota merupakan penjabaran Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi ke dalam strategi pelaksanaan manfaat ruang wilayah
KabupatenKota. RTRW KabupatenKota berisi: a. Pengelolaan kawasan lindung dan kawasan budidaya.
b. Pengelolaan kawasan perdesaan, perkotaan, dan kawasan tertentu. c. Sistem kegiatan pembangunan dan sistem permukiman perdesaan dan
perkotaan. d. Sistem prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, pengairan, dan prasarana
pengelolaan lingkungan. e. Penatagunaan sumber daya alam lainnya, serta memperhatikan keterpaduan
dengan sumber daya manusia dan sumber daya buatan. RTRW KabupatenKota menjadi pedoman untuk:
a. Perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten Kota.
b. Mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antar wilayah KabupatenKota serta keserasian antar sektor.
c. Penetapan lokasi investasi, yang dilaksanakan Pemerintah dan atau masyarakat di KabupatenKota.
d. Penyusunan rencana rinci tata ruang di KabupatenKota. e. Pelaksanaan pembangunan dalam memanfaatkan ruang bagi kegiatan
pembangunan.
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor 1999-2009 Tujuan penyusunan RTRW Kabupaten Bogor Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah Kabupaten Bogor 2000 adalah:
1. Terselenggaranya pemanfaatan ruang wilayah yang berkelanjutan dan berwawasan linkungan sesuai dengan kemampuan daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup serta kebijaksanaan pembangunan nasional dan daerah.
11 2. Terselenggaranya pengaturan pemanfaatan kawasan lindung dan kawasan
budidaya di perkotaan, kawasan perdesaan, dan kawasan tertentu yang ada di daerah.
3. Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumberdaya alam dan sumberdaya buatan dengan memperhatikan sumberdaya manusia.
4. Terwujudnya masyarakat yang sejahtera. 5. Terwujudnya rencana pemanfaatan ruang Kabupaten Bogor yang serasi dan
optimal sesuai dengan kebutuhan dan daya dukung lingkungan serta sesuai pula dengan kebijaksanaan pembangunan nasional dan daerah.
Sehubungan dengan pengembangan wilayah JABOTABEK Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi maka RTRW Kabupaten Bogor memiliki kebijaksanaan Tiga
fungsi, yakni: 1 Penyangga bagi DKI Jakarta, berupa pengembangan permukiman
perkotaan sebagai bagian dalam sistem Metropolitan Jabotabek, 2 Konservasi,
berkenaan dengan posisi geografisnya di bagian hulu dalam tata air untuk Metropolitan Jabotabek, 3 Pengembangan pertanian khususnya hortikultura, sehubungan dengan
perkembangan dan keunggulan yang telah ada, yang selanjutnya makin dipacu.
Arahan Pemanfaatan Ruang Kawasan Lindung Kabupaten Bogor Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bogor 2000 Penetapan kawasan lindung didasarkan atas pola topografi, jenis tanah, pola
aliran air hidrologi, pemanfaatan lahan yang ada, serta berbagai penetapan kawasan lindung. Khusus kawasan lindung berskala luas diperoleh suatu pola bahwa kawasan
lindung dimaksud terletak di kawasan hulu yaitu bagian selatan wilayah Kabupaten Bogor yang merupakan hulu mayorutama. Berdasarkan Keppres No. 321990
tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, maka bentuk kawasan lindung mencakup hutan lindung dan hutan suaka alamtaman nasional. Sementara untuk kawasan hulu
minor Kompleks Gunung Manceuri, dan Kompleks Gunung Hambalang arahan pemanfaatan adalah budidaya terbatas, yaitu terutama berupa hutan produksi. Bentuk-
bentuk kawasan lindung lainnya adalah kawasan perlindungan setempat sempadan sungai, sempadan situdanau, kawasan cagar budaya, dan kawasan bencana alam.
12
Arahan Pemanfaatan Ruang Kawasan Budidaya Kabupaten Bogor Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bogor 2000 1. Kawasan Hutan Produksi
Kawasan hutan produksi selain mempunyai fungsi produksi juga berperan sebagai pendukung untuk konservasi.
2. Kawasan Pertanian a. Kawasan pertanian lahan basah sawah dan tambak.
b. Kawasan pertanian lahan kering kebun campuran dan tegalan. c. Kawasan tanaman tahunanperkebunan selain berfungsi produksi
diharapkan juga sebagai pendukung konservasi. 3. Kawasan Pertambangan
Kawasan ini sangat terkait dengan deposit bahan tambang yang dieksploitasi. Bentuknya mencakup bahan galian C, dan Emas di Gunung Pongkor.
4. Kawasan Peruntukan Industri Secara umum peruntukan industri mencakup industri mengelompok
konsentrasi dan menyebar sporadis. Arahan konsentrasi industri adalah mengikuti konsentrasi industri yang telah ada, seperti di Kecamatan Citeureup,
Cileungsi, dan Gunung Putri. Sementara yang tersebar tapi cenderung agak berdekatan terdapat di Kecamatan Cibinong dan Sukaraja.
5. Kawasan Pariwisata Arahan pengembangan kawasan pariwisata terkait dengan pengembangan
kegiatan periwisata yang ada dewasa ini dan pengembangan kawasan yang baru. Kawasan ini diarahkan pada wilayah Kecamatan Cisarua, Megamendung,
Sukaraja, Pamijahan, Ciomas, Cibungbulang, dan Ciampea. 6. Kawasan Permukiman
Kawasan permukiman terdiri atas permukiman perkotaan dan perdesaan. Secara prinsip permukiman perkotaan dominan non pertanian, sementara kawasan
perdesaan dominan kegiatan pertanian.
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor Tahun 1999-2009
Tujuan penyusunan RTRW Kota Bogor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bogor 2000 adalah:
13 1. Meningkatkan fungsi dan peranan Kota Bogor dalam konteks dan konstelasi
regional serta mampu berfungsi sebagai sub pusat dalam sistem pengembangan regional Tingkat Provinsi dan Jabotabek.
2. Menciptakan kelestarian lingkungan permukiman dan kegiatan kota yang merupakan usaha menciptakan hubungan yang serasi antar manusia dan
lingkungannya, yang tercermin dari pola intensitas penggunaan ruang kota. 3. Meningkatkan daya guna dan hasil guna pelayanan, dengan mengembangkan
fasilitas, sarana maupun prasarana yang merupakan upaya pemanfaatan ruang secara optimal. Hal ini tercermin dalam penentuan jenjang pelayanan kegiatan-
kegiatan kota dan sistem jaringan jalan kota. 4. Memberikan kepastian hukum dalam hal pemanfaatan ruang yang merangsang
partisipasi investor dalam mengembangkan potensi yang ada. 5. Mengarahkan pembangunan kota yang lebih tegas dalam rangka upaya
pengendalian, pengawasan perencanaan pembangunan fisik kota baik kualitas maupun kuantitasnya.
6. Membantu penetapan prioritas pengembangan kota dan memudahkan penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kota disetiap kecamatan untuk
dijadikan pedoman bagi tertib pengaturan ruang. Sebagai bagian yang integral dalam wilayah Jabotabek maka Kota Bogor
diarahkan sebagai: 1 Kota yang difungsikan sebagai Counter Magnet bagi perkembangan DKI Jakarta, 2 Pusat Kegiatan Wilayah PKW dengan kegiatan
utama perdagangan regional, jasa, permukiman dan industri dengan kapasitas tampung mencapai 1.5 juta jiwa pada tahun 2005, dan 3 Kota yang dapat membantu DKI
Jakarta dalam pengendalian banjir melalui pembangunan sodetan Ciliwung–Cisadane.
Rencana Penggunaan Lahan Kota Bogor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Kota Bogor 2000 Secara umum rencana penggunaan lahan Kota Bogor diklasifikasikan menjadi
Kawasan Lahan Terbangun, Kawasan Belum Terbangun dan Kawasan Lahan yang Tidak Boleh Dibangun atau Lahan Konservasi.
1. Kawasan Lahan Terbangun Kawasan lahan terbangun terdiri dari pemanfaatan lahan permukiman,
pendidikan, peribadatan, kesehatan, perdagangan dan jasa, industri,
14 perkantoranpemerintahan, rumah potong hewanpasar hewan, Instalasi
Pengolahan Air Limbah IPAL, terminalsub-terminal dan stasiun kereta api serta jalan.
2. Kawasan Lahan Belum Terbangun Kawasan lahan belum terbangun terdiri dari jenis pemanfaatan lahan pertanian
dan kebun campuran. 3. Kawasan Lahan Tidak Boleh DibangunLahan Konservasi
Kawasan konservasi terdiri dari kebun raya, hutan kota, taman dan jalur hijau, kawasan hijau, lapangan olah raga, daerah aliran sungai serta situ-situ alami
maupun buatan.
Land Rent
Land rent dapat diartikan sebagai pendapatan bersih yang diterima suatu bidang lahan per satuan luas dalam waktu tertentu sebagai akibat dilakukannya kegiatan
ekonomi pada lahan tersebut. Land rent umumnya bervariasi menurut kondisi fisik dan aktivitas sosial ekonomi pada lahan tersebut. Kondisi fisik lahan seperti topografi,
jenis tanah, vegetasi, iklim dan lain-lain merupakan faktor -faktor pembatas dalam menentukan aktivitas pemanfaatan suatu lahan untuk tujuan produksi. Sedangkan
tingkat kepadatan penduduk dan tingginya interaksi spasial antar wilayah merupakan bagian dari faktor sosial ekonomi yang berpengaruh terhadap land rent.
Land rent dapat dibedakan menjadi ricardian rent, location rent, dan environment rent. Rustiadi et al. 2005 mengemukakan, ricardian rent adalah rent
yang timbul sebagai akibat dari kualitas dan daya dukung fisik faktor intrinsik lahan. Nilai intrinsik yang terkandung dalam sebidang lahan seperti kesuburan dan topografi
merupakan keunggulan produktifitas dari lahan lain. Location rent adalah rent atau surplus yang timbul sebagai akibat lokasijarak suatu lahan relatif terhadap suatu
kegiatan tertentu konsep Charles Trobout. Environmental rent adalah rent yang timbul karena pada dasarnya setiap bidang lahan mempunyai fungsi ekologis. Jika
penggunaan lahan tersebut mengganggu fungsi ekologis, maka akan terjadi biaya sosial yang ditanggung oleh orang lain. Misalnya salah satu persyaratan tata kota yang baik
adalah suplai air, karena itu intensitas penutupan vegetasi lahan di daerah peresapan air harus tinggi untuk meningkatkan penyerapan air, karena jika faktor -faktor lain tetap,
maka peresapan air tergantung pada intensitas penutupan vegetasi.
15
Penutupan dan Penggunaan Lahan
Lahan adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi, dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaannya.
Termasuk di dalamnya akibat-akibat kegiatan manusia, baik pada masa lalu maupun sekarang, seperti reklamasi daerah-daerah pantai, penebangan hutan, dan akibat-akibat
yang merugikan seperti erosi dan akumulasi garam. Faktor-faktor sosial ekonomi secara murni tidak termasuk dalam konsep lahan ini. Penggunaan lahan secara umum
major kinds of land use adalah penggolongan penggunaan lahan secara umum seperti pertanian tadah hujan, pertanian beririgasi, padang rumput, kehutanan, atau daerah
rekreasi. Penggunaan lahan secara umum biasanya digunakan untuk evaluasi lahan secara kualitatif atau dalam survai tinjau reconnaissance Hardjowigeno dan
Widiatmaka 2001. Saefulhakim 1994 mengemukakan, bahwa lahan terkait dengan karakteristik
fisik lahan seperti kemiringan slope, pola drainase, resiko banjir, bencana erosi, lokasi, dan tempat tumbuh tanaman. Lahan dalam pengertian yang lebih luas termasuk
yang telah dipengaruhi oleh berbagai aktivitas flora, fauna, dan manusia di masa lalu maupun di masa kini.
Penutupan lahan land cover dan penggunaan lahan land use merupakan dua istilah yang digunakan untuk memberikan gambaran tentang kondisi permukaan bumi.
Menurut Marsh 1991 diacu dalam Saefulhakim 1994, penutupan lahan diartikan sebagai bahan-bahan dari vegetasi dan fondasi yang menutup tanah, sedangkan
penggunaan lahan land use dianalogkan dengan aktivitas manusia di atas lahan dalam upaya memenuhi kebutuhannya. Disamping itu, penggunaan lahan dapat pula diartikan
sebagai aktivitas manusia yang mencirikan suatu daerah sebagai daerah pertanian, industri dan permukiman.
Arsyad 2000 mengemukakan, bahwa penggunaan lahan diartikan sebagai bentuk intervensi campur tangan manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi
kebutuhan hidupnya baik materiil maupun spiritual. Penggunaan lahan dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan besar yaitu penggunaan lahan pertanian dan
penggunaan lahan bukan pertanian. Penggunaan lahan pertanian itu sendiri dibedakan berdasarkan penyediaan air dan komoditi yang diusahakan, dimanfaatkan atau yang
terdapat di atas lahan tersebut. Berdasarkan hal ini dikenal macam penggunaan lahan
16 seperti tegalan, sawah, kebun kopi, kebun karet, padang rumput, hutan produksi, hutan
lindung, padang alang-alang, dan sebagainya. Menurut Saefulhakim dan Nasoetion 1995, penggunaan lahan merupakan
suatu proses yang dinamis, perubahan yang terus menerus sebagai hasil dari perubahan pola dan besarnya aktivitas manusia sepanjang waktu, sehingga masalah yang berkaitan
dengan lahan merupakan masalah yang kompleks. Rustiadi et al. 2005 mengemukakan bahwa penutupan lahan dan penggunaan
lahan dapat memiliki pengertian yang sama untuk hal-hal tertentu, namun sebenarnya mengandung penekanan yang berbeda. Penutupan lahan land cover lebih bernuansa
fisik, sedangkan penggunaan lahan land use menyangkut aspek aktivitas pemanfaatan oleh manusia.
Istilah pemanfaatan lahan ruang dan penggunaan lahan sering juga memiliki pengertian yang saling dipertukarkan. Istilah penggunaan lahan didasarkan atas
pertimbangan efektifitas atau kemampuankesesuaian lahan. Sedangkan istilah pemanfaatan ruang le bih didasarkan atas pertimbangan efisiensi atau berhubungan
dengan keuntungan, jadi pemanfaatan ruang bisa dilakukan untuk suatu aktifitas produksi yang sesuai dengan kemampuankesesuaian lahan dan bisa juga tidak sesuai
dengan kemampuankesesuaian lahan.
Perubahan Penggunaan Lahan
Perubahan penggunaan lahan dapat di artikan sebagai suatu proses pilihan pemanfaatan ruang guna memperoleh manfaat yang optimum, baik untuk pertanian
maupun non pertanian. Menurut Saefulhakim 1999 secara umum struktur yang berkaitan dengan perubahan penggunaan lahan dapat dikelompokkan menjadi tiga,
yakni: 1 struktur permintaan atau kebutuhan lahan, 2 struktur penawaran atau ketersediaan lahan, dan 3 struktur penguasaan teknologi yang berdampak pada
produktifitas sumber daya alam. Secara umum, struktur permintaan atau kebutuhan lahan dapat dikelompokkan
menjadi tiga kelompok utama, yakni: 1 deforestasi baik ke arah pertanian maupun non-pertanian, 2 konversi lahan pertanian ke non-pertanian, 3 penelantaran lahan.
Aspek permintaan lahan memiliki keterkaitan dengan kebijakan dan program pemerintah untuk meningkatkan efisiensi sosial ekonomi, industri dan kelembagaan,
penurunan tingkah laku spekulatif dan pengontrolan peningkatan jumlah penduduk.
17 Penawaran sumberdaya lahanketersediaan lahan memiliki keterbatasan yakni
luasan permukaan yang tetap dan kualitas lahan yang bervariasi serta penyebarannya secara spasial tidak merata, hal tersebut menyebabkan penawaran penggunaan lahan
bersifat inelastik terhadap besarnya permintaan akan lahan. Hal lain yang juga berpengaruh terhadap penawaran sumberdaya lahan adalah penggunaan lahan saat ini.
Penggunaan lahan untuk permukiman, industri dan fasilitas sosial ekonomi memiliki elastisitas yang rendah untuk berubah. Sedangkan penggunaan lahan untuk pertanian,
kehutanan dan perkebunan memiliki elastisitas yang lebih tinggi untuk berubah ke penggunaan lainnya. Hal ini disebabkan perbedaan efisiensi dalam penggunaan lahan,
dimana penggunaan lahan untuk permukiman dan fasilitas sosial memiliki efisiensi lebih tinggi dibandingkan penggunaan lahan pertanian dan kehutanan.
Struktur penguasaan teknologi berkaitan langsung dengan produktivitas lahan. Penggunaan teknologi yang tepat dan benar akan memberikan manfaat atau produksi
yang maksimum. Produktivitas lahan dengan teknologi yang tepat akan mampu menurunkan ketergantungan terhadap ekstensifikasi usahatani dan upaya meningkatkan
produksi pertanian. Alih fungsi lahan berskala luas maupun kecil seringkali memiliki permasalahan
klasik berupa: 1 efisiensi alokasi dan distribusi sumberdaya dari sudut ekonomi, 2 keterkaitannya dengan masalah pemerataan dan penguasaan sumberdaya, serta 3
keterkaitannya dengan proses degradasi dan kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Ketiga masalah di atas memiliki keterkaitan yang sangat erat antara
satu dengan yang lainnya, sehingga permasalahan-permasalahan tersebut tidak bersifat independen dan tidak dapat dipecahkan dengan pendekatan-pendekatan yang parsial
namun memerlukan pendekatan-pendekatan yang integratif Rustiadi et al. 2005.
Klasifikasi Penutupan Lahan
Kondisi penutupan lahan dapat berbeda dari satu lokasi ke lokasi yang lain dan dapat berubah dari waktu ke waktu. Salah satu upaya untuk mengenalimembedakan
kondisi te rsebut guna mengetahui perubahan yang terjadi adalah dengan melakukan klasifikasi yang umumnya disesuaikan dengan kebutuhan.
Penutupan lahan di kawasan Jabotabek dapat diklasifikasikan menjadi 5 klasifikasi penutupan lahan Lembaga Penelitian IPB 2002, yakni: Badan air, Hutan
dan Vegetasi Lebat, Tanaman Pertanian Lahan Basah TPLB, dan Tanaman Pertanian
18 Lahan Kering TPLK. Badan Air merupakan area penutupan lahan berupa air yang
memiliki fungsi utama konservasi. Hutan dan vegetasi lebat merupakan area penutupan lahan berupa vegetasi dengan tajuk rapat, dan memiliki kemampuan daya resap air
hujan serta tidak memiliki bentukpola tertentu. TPLB merupakan penutupan lahan berupa vegetasiair yang memiliki fungsi utama budidaya dan memiliki bentuk dengan
pola tertentu serta teridentifikasi sebagai sawahtambak. TPLK merupakan area penutupan lahan berupa vegetasi tidak rapat yang memiliki fungsi utama budidaya dan
memiliki bentukpola tertentu serta teridentifikasi sebagai tegal, kebun campuran, rumput semak, belukar.
Sistem Informasi Geografi SIG
SIG adalah suatu sistem berdasarkan komputer yang mempunyai kemampuan untuk menangani data yang bereferensi geografi yang mencakup a pemasukan, b
manajemen data penyimpanan data dan pemanggilan lagi, c manipulasi dan analisis, d pengembangan produk dan pencetakan Aronof 1989 diacu dalam Barus dan
Wiradisastra 2000. Definisi lain mengatakan, SIG adalah sistem komputer yang digunakan untuk mengumpulkan, memeriksa, mengintegrasikan, dan menganalisa
informasi-informasi yang berhubungan dengan permukaan bumi Demers 1997 diacu dalam Prahasta 2002.
Komponen SIG SIG di dalam prosesnya memiliki beberapa komponen utama Prahasta 2002,
yakni:
a. Data Input
Subsistem ini bertugas untuk mengumpulkan dan mempersiapkan data spasial dan atribut dar i berbagai sumber. Subsistem ini pula yang bertanggungjawab dalam
mengkonversi atau mentransformasikan format-format data-data aslinya ke dalam format yang dapat digunakan oleh SIG.
b. Data Output
Subsistem ini menampilkan atau menghasilkan keluaran seluruh atau sebagian basisdata baik dalam bentuk softcopy maupun bentuk hardcopy seperti: tabel, grafik,
peta, dan lain lain.
19
c. Data Management
Subsistem ini mengorganisasikan ba ik data spasial maupun atribut ke dalam sebuah basisdata sedemikian rupa sehingga mudah dipanggil, di-update, dan di-edit.
d. Data Manipulation dan Analysis
Subsistem ini menentukan informasi-informasi yang dapat dihasilkan oleh SIG. Selain itu, subsistem ini juga melakukan manipulasi dan pemodelan data untuk
menghasilkan informasi yang diharapkan. Fungsi Analisis
Kemampuan SIG dapat juga dikenali dari fungsi-fungsi analisis yang dapat dilakukannya. Secara umum, terdapat dua jenis fungsi analisis, yakni: fungsi analisis
spasial dan fungsi analisis atribut Prahasta 2002.
1. Fungsi analisis spasial
a. Klasifikasi dan Reklasifikasi classify and reclassify
Fungsi ini mengklasifikasikan atau mengklasifikasikan kembali suatu data spasial atau atribut menjadi data spasial yang baru dengan menggunakan kriteria
tertentu. Misalnya, dengan menggunakan data spasial ketinggian permukaan bumi topografi, dapat diturunkan data spasial kemiringan atau gradien permukaan bumi
yang dinyatakan dalam persentase nilai-nilai kemiringan. Nilai-nilai persentase kemiringan ini dapat diklasifikasikan hingga menjadi data spasial baru yang dapat
digunakan untuk merancang perencanaan pengembangan suatu wilayah. Adapun contoh kriteria yang digunakan adalah 0-14 untuk pemukiman, 15-29 untuk pertanian dan
perkebunan, 30-44 untuk hutan produksi, dan 45 ke atas untuk hutan lindung dan taman nasional. Contoh lain dari manfaat analisis spasial ini adalah untuk mendapatkan
data spasial kesuburan tanah dar i data spasial kadar air atau kedalaman air tanah, kedalaman efektif, dan sebagainya.
b. Network
Fungsi ini merujuk data spasial titik-titik point atau garis -garis lines sebagai suatu jaringan yang tidak terpisahkan. Fungsi ini sering digunakan dalam bidang-
bidang transportasi dan utility misalnya aplikasi jaringan kabel listrik, komunikasi, pipa minyak dan gas, air minum, saluran pembuangan. Sebagai contoh, dengan fungsi
analisis spasial network , untuk menghitung jarak terdekat antara dua titik tidak
20 menggunakan selisih absis dan ordinal titik awal dan titik akhirnya , teta pi
menggunakan cara lain yang terdapat di dalam lingkup network , yakni cari seluruh kombinasi jalan-jalan segmen-segmen yang menghubungkan titik awal dan titik akhir
yang dimaksud. Pada setiap kombinasi, hitung jarak titik awal dan akhir dengan mengakumulasikan jarak-jarak segmen-segmen yang membentuknya. Pilih jarak
terpendek terkecil dari kombinasi-kombinasi yang ada Prahasta 2002. c.
Overlay Tumpang susun Fungsi ini menghasilkan data spasial baru dari minimal dua data spasial yang
menjadi masukkannya. Sebagai contoh, bila untuk menghasilkan wilayah-wilayah yang sesua i untuk budidaya tanaman tertentu misalnya padi diperlukan data ketinggian
permukaan bumi, kadar air tanah, dan jenis tanah, maka fungsi analisis spasial overlay akan dikenakan terhada p ketiga data spasial dan atribut tersebut.
d. Buffering
Fungsi ini akan menghasilkan data spasial baru yang berbentuk poligon atau zone dengan jarak tertentu dari data spasial yang menjadi masukannya. Data spasial
titik akan menghasilkan data spasial baru yang berupa lingkaran-lingkaran yang mengelilingi titik -titik pusatnya. Untuk data spasial garis akan menghasilkan data
spasial baru yang berupa poligon-poligon yang melingkupi garis-garis. Demikian pula untuk data spasial poligon, akan menghasilkan data spasial baru yang berupa poligon-
poligon yang lebih besar dan konsentris. e.
3D analysis Fungsi ini terdiri dari sub-sub fungsi yang berhubungan dengan presentasi data
spasial dalam ruang 3 dimensi. Fungsi analisis spasial ini banyak menggunakan fungsi interpolasi. Sebagai contoh, untuk mena mpilkan data spasial ketinggian, tataguna tanah,
jaringan jalan dan utility dalam bentuk model 3 dimensi, fungsi analisis ini banyak digunakan.
f.
Fungsi Pengolahan Citra Digital Digital Image Processing
Fungsi ini dimiliki oleh perangkat SIG yang berbasiskan raster. Karena data spasial permukaan bumi citra digital banyak didapat dari perekaman data satelit yang
berformat raster, maka banyak SIG raster yang juga dilengkapi dengan fungsi analisis ini. Fungsi analisis spasial ini terdiri dari banyak sub-sub fungsi analisis pengolahan
citra digital. Sebagai contoh adalah sub fungsi untuk koreks i radiometrik, geometrik,
21 filtering, clustering dan sebagainya. Dan masih banyak fungsi-fungsi analisis spasial
lainnya yang umum dan secara rutin digunakan di dalam SIG .
2. Fungsi analisis atribut terdiri dari: