Mitos dan Bahasa Pandangan Levi-Strauss tentang mitos

3.4.1.2 Mitos dan Bahasa

Salah satu unsur pembentuk mitos adalah bahasa. Sebab mitos ada secara turun temurun melalui komunikasi lisan yang berwujud bahasa. Bahasa adalah sebuah sistem, artinya bahasa itu dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan Chaer dan Leoni, 2004:11. Ciri-ciri dari bahasa itu sendiri adalah bahwa bahasa itu sebuah sistem lambang, berupa bunyi, bersifat arbitrer, produktif, dinamis, beragam, dan manusiawi. Menurut Saussure dalam Yoseph: 1997 prinsip dasar linguistic adalah adanya perbedaan yang jelas antara: signifieora bentuk, tanda, lambang dan signifie yang diartikan, yang ditandakan, yang dilambangkan: antara parole tuturan dan langue bahasa: dan antara sinkroni dan diakroni. Melalui bahasa mitos dapat disampaikan, diketahui, dan dipahami oleh masyarakat pendukungnya. Hal tersebut dilakukan oleh Levi-Strauss dalam menganalisis suatu mitos yaitu dengan menggunakan model dari linguistic yang didasarkan terutama pada persamaan-persamaan yang terdapat antara mitos dan bahasa. Persamaan yang dimaksud adalah: Pertama bahasa adalah sebuah media, alat, atau sarana untuk komunikasi, untuk menyampaikan pesan-pesan dari satu individu ke individu yang lain, dari kelompok yang satu ke kelompok yang lain. Sedangkan mitos disampaikan melalui bahasa dan mengandung pesan-pesan. Pesan-pesan dalam sebuah mitos diketahui lewat proses penceritaannya, seperti halnya pesan-pesan yang disampaikan lewat bahasa diketahui dari pengucapannya. Kedua, Levi-Strauss melihat mitos sebagai fenomena yang memiliki dua aspek yaitu parole dan langue.Parole adalah bahasa sebagaimana dia diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari sebagai sarana untuk berkomunikasi. Di mata Levi- Strauss parole adalah aspek statistikal dari bahasa, yang muncul dari adanya penggunaan bahasa secara kongkrit, sedang aspek langue dari sebuah bahasa adalah aspek strukturalnya. Selain persamaan-persamaan, diantara mitos dan bahasa juga terdapat perbedaan. Hal penting yang membedakan mitos dengan bahasa adalah bahwa mitos mempunyai ciri yang khas dalam hal isi dan susunannya, sehingga walaupun mitos ini diterjemahkan dengan jelek ke dalam bahasa lain, dia tidak akan kehilangan sifat- sifat atau ciri-ciri mistisnya. Meskipun mitos yang didapatkan tidak lagi sama dengan aslinya dan mungkin ceritanya sudah dipersingkat. Hal ini tetaplah sebagai mitos, dan ini bukan karena bahasanya, gayanya, sintaksisnya, tetapi karena ceriteranya itu sendiri, karena isis dan susunannya. Dilihat dari perspektif ini, maka mitos juga merupakan suatu „bahasa‟ yaitu bahasa yang bekerja pada tataran tertentu, yang berbeda dengan bahasa pada umumnya. Dua implikasi penting yang dikemukakan oleh Levi-Strauss untuk membangun suatu metode analisis adalah, pertama mitos seperti halnya bahasa terbentuk dari constituent units. Unit-unit ini adalah seperti unit-unit dalam bahasa ketika dianalisa pada tingkat-tingkat berbeda, seperti fonem, morfem, dan semem. Kedua, walaupun unit-unit dalam mitos ini sama seperti unit-unit tersebut, tetapi mereka juga berbeda, sebagaimana halnya unit-unit tersebut berbeda satu dengan yang lain. Fonem berbeda dengan morfem, morfem berbeda dengan semem dan seterusnya. Unit atau satuan-satuan dalam mitos berada pada tataran yang lebih kompleks, dan karena itu disebut oleh Levi-Strauss dengan mytheme, yang di Indonesiakan menjadi ceriteme. Ceriteme-ceriteme inilah yang harus kita dapatkan lebih dulu sebelum kita beruaha mengetahui makna sebuah mitos secara keseluruhan, karena ceriteme inilah unit terkecil dari ceritera atau mitos. Ceriteme adalah kalimat-kalimat atau kata-kata yang menunjukkan relasi tertentu atau mempunyai makna tertentu. Sebuah ceriteme dapat dikatakan sebagai sebuah symbol, karena dia memiliki acuan, mempunyai makna referential, tetapi di lain pihak, ceriteme juga ditanggapi sebagai sebuah tanda, yang memiliki nilai value dalam konteks tertentu. Jadi, sebuah ceriteme dapat ditanggapi sebagai symbol dan tanda sekaligus. Miteme menurut Levi-Strauss adalah unsur-unsur dalam konstruksi wacana mistis muthical discourse, yang juga merupakan satuan-satuan yang bersifat kosokbali oppositional, relatif, dan negative Ahimsa-Putra, 2006:94. Oleh karena itu dalam menganalisis suatu mitos atau ceritera, makna yang ada pada kata yang ada dalam ceritera harus dipisahan dengan makna, myteme atau ceriteme, yang juga berupa kalimat atau rangkaian kata-kata dalam ceritera tersebut. Fokus strukturalisme Levi-Strauss sebenarnya bukan pada makna kata, tetapi lebih menekankan pada bentuk pattern dari kata itu. Bentuk-bentuk kata ini menurut Levi-Strauss berkaitan erat dengan bentuk atau susunan sosial masyarakat www.Strukturalisme-Levi-Strauss.com20081301.

3.4.1.3 Mitos dan komunikasi