16 Solusi optimal di atas menggambarkan tingkat panen yang harus dilakukan
oleh generasi t yang didasarkan pada harapan untuk mewariskan panen yang positif pada generasi mendatang. Dengan mengetahui fungsi Fx yang eksplisit,
kita dapat menentukan solusi biomas yang optimal untuk generasi kini yang kemudian, dengan teknik substitusi, akan kita ketahui nilai panen yang optimal
generasi mendatang. Aspek keberlanjutan dapat juga diukur dengan pendekatan depresiasi.
Konsep ini telah pernah dilakukan oleh Fauzi dan Anna 2002 yang mengukur keberlanjutan sumber daya perikanan.
2.3. Teori Optimasi Sumber daya Perikanan
Perikanan, seperti halnya sektor ekonomi lainnya, merupakan salah satu aktivitas yang memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan terhadap suatu
bangsa. Sebagai salah satu sumber daya alam yang bersifat dapat diperbaharui renewable, pengelolaan sumber daya ini memerlukan pendekatan yang bersifat
menyeluruh dan hati-hati. Jika tidak, maka ketersediaan stok sumber daya ini dipastikan akan berkurang atau bahkan, pada spesies ikan tertentu, akan habis.
Telah banyak penelitian yang menyatakan bahwa sebagian daerah penangkapan ikan, baik di dunia maupun di Indonesia, telah mengalami kelebihan tangkap
over fishing. Pertanyaan bagaimana sebaiknya mengelola sumber daya ini telah menjadi topik yang hangat dibidang pengelolaan sumber daya perikanan.
Pada awalnya, pengelolaan sumber daya perikanan banyak didasarkan pada faktor biologis semata dengan pendekatan Maximum Sustainable Yield
MSY atau tangkap maksimum yang lestari. MSY adalah penangkapan rata-rata tertinggi yang dapat diambil secara kontinyu sustained dari suatu stok ikan
dibawah kondisi lingkungan rata-rata. MSY ini sering digunakan sebagai suatu tujuan pengelolaan sumber daya. Inti pendekatan ini adalah bahwa setiap spesies
ikan memiliki kemampuan untuk berproduksi yang melebihi kapasitas produksi surplus, sehingga apabila surplus ini dipanen tidak lebih dan tidak kurang
maka stok ikan akan mampu bertahan secara berkesinambungan sustainable Fauzi 2004.
17 Dalam model surplus produksi, dinamika dari biomas digambarkan
sebagai selisih antara produksi dan mortalitas alami Biomas pada t + 1 = biomas pada t + produksi - mortalitas alami. Artinya, jika produksi melebihi mortalitas
alami, maka biomas akan meningkat, sebaliknya jika mortalitas alami lebih tinggi dari pada produksi, maka biomas akan menurun. Istilah surplus produksi sendiri
menggambarkan perbedaan atau selisih antara produksi dan mortalitas alami di atas. Hal ini senada dikemukakan oleh Hilborn and Walter 1992, diacu dalam
Anna 2003, bahwa surplus produksi menggambarkan jumlah peningkatan stok ikan dalam kondisi tidak ada aktivitas penangkapan atau dengan kata lain jumlah
yang bisa ditangkap, jika biomas dipertahankan dalam tingkat yang tetap. Salah satu tipe surplus produksi yang biasa digunakan adalah yang
dikembangkan oleh Schaefer 1954. Model Schaefer ini dapat dijelaskan sebagai berikut : Jika dimisalkan x adalah biomas dari stok, r adalah laju pertumbuhan
alami dari populasi, K adalah daya dukung lingkungan, maka dalam kondisi tidak ada aktivitas penangkapan non-fishing, laju perubahan biomas sepanjang waktu
dapat diformulasikan: x
f dt
dx = 2.5
dimana fx adalah fungsi pertumbuhan. Salah satu fungsi pertumbuhan yang sering digunakan adalah fungsi pertumbuhan logistik, yang dapat diformulasikan
sebagai berikut : 1
K x
rx dt
dx −
= 2.6
dengan mengintroduksi fungsi penangkapan, H=qxE ke dalam model di atas, kemudian diasumsikan bahwa penangkapan berkorelasi linier terhadap biomas x
dan input produksi E, maka laju pertumbuhan biomas menjadi : qxE
K x
rx dt
dx −
− =
1 2.7
Kemudian apabila diasumsikan bahwa laju pertumbuhan mendekati nol dxdt = 0, maka diperoleh suatu hubungan antara hasil tangkapan lestari dengan input
yang digunakan. Secara grafik dapat dilihat pada Gambar 3.
18
Gambar 3. Kurva Yield Effort Fauzi 2004
Kurva di atas dapat dilihat bahwa jika tidak ada aktivitas perikanan effort = 0, maka produksi nol. Kemudian effort akan mencapai titik maksimum pada
E
MSY
kaitannya dengan tangkap maksimum lestari H
MSY
. Dalam pendekatan ini, pengelolaan sumber daya perikanan yang optimal dilakukan pada titik H
MSY
, karena pada titik ini diperoleh tingkat produksi yang maksimum.
Konsep pengelolaan sumber daya perikanan dengan pendekatan MSY seperti yang disebutkan di atas, belakangan banyak dikritik oleh berbagai pihak
sebagai pendekatan yang terlalu sederhana dan tidak mencukupi. Kritik yang paling mendasar di antaranya adalah karena pendekatan MSY tidak
mempertimbangkan sama sekali aspek-aspek sosial ekonomi pengelolaan sumber daya alam. Conrad dan Clark 1987, diacu dalam Fauzi 2004, menyatakan
bahwa beberapa kelemahan pendekatan MSY antara lain: 1. tidak bersifat stabil, karena perkiraan stok yang meleset sedikit saja bisa
mengarah ke pengurasan stok stock depletion, 2. didasarkan pada konsep steady state keseimbangan semata, sehingga tidak
berlaku pada kondisi non-steady state, 3. tidak memperhitungkan nilai ekonomis apabila stok ikan tidak dipanen
imputed value, 4. mengabaikan aspek interdependensi dari sumber daya, dan
5. sulit diterapkan pada kondisi dimana perikanan memiliki ciri ragam jenis multi species
H
msy
Effort E E
msy
Pr odu
ksi Lestar i
MSY HE
19 Menyadari beberapa kelemahan dari konsep MSY seperti yang
dikemukakan di atas, maka pada tahun 1950-an, Gordon mengembangkan model Schaefer di atas dengan memasukkan faktor ekonomi, harga dari output harga
ikan per satuan berat dan biaya dari input cost per unit effort. Gordon mentransformasikan kurva yield effort dari Schaefer menjadi kurva yang
menggambarkan manfaat bersih, yaitu selisih antara Total Revenue TR yang dihasilkan dari sumber daya perikanan dan Total Cost TC dari input produksi
effort yang digunakan. Model Gordon-Schaefer adalah model ekonomi perikanan yang didasarkan pada faktor input effort. Model ini kemudian dikenal
dengan model Gordon-Schaefer, yang secara grafik dapat dilihat pada Gambar 4. Inti dari teori Gordon berawal dari sintesis Hardin 1968 mengenai
“Tragedy of the Common” yang menyatakan bahwa sumber daya alam yang berada dalam rezim common property dengan akses yang terbuka open access
akan menyebabkan hilangnya rente ekonomi optimal dissipated yang semestinya diperoleh.
Gambar 4 menunjukkan bahwa dalam kondisi open access, sumber daya perikanan akan mencapai titik keseimbangan pada tingkat E
OA
dimana Total Revenue TR sama dengan Total Cost TC. Dalam hal ini pelaku perikanan
hanya menerima biaya opportunitas saja dan rente ekonomi sumber daya atau profit tidak ada. Tingkat effort pada posisi ini disebut sebagai tingkat effort
keseimbangan yang dikenal sebagai bio-economic equilibrium of open access fishery keseimbangan bionomic dalam kondisi akses terbuka.
Gambar 4. Model Gordon-Schaefer Effort E
E
msy
Revenue-Cos t
TC=c.E MEY
MSY
TR=p.YE
E
OA
E
A C
B
20 Dari Gambar 4 dapat dijelaskan bahwa pada setiap tingkat effort di bawah
E
OA
, penerimaan total akan melebihi biaya total sehingga para pelaku perikanan nelayan akan berusaha lebih tertarik untuk masuk dalam usaha perikanan.
Sementara sebaliknya, pada tingkat effort di atas E
OA
, biaya total akan melebihi penerimaan total, sehingga banyak pelaku perikanan nelayan akan keluar dari
usaha perikanan. Keuntungan maksimum secara lestari akan diperoleh pada tingkat effort
E. Pada titik ini rente ekonomi yang diperoleh pelaku perikanan nelayan adalah maksimal, yang pada Gambar 4 di atas ditunjukkan oleh selisih TR dan TC
terbesar garis AC. Tingkat upaya ini disebut sebagai Maximum Economic Yield MEY. Dengan demikian konsep MEY menggambarkan kondisi pengelolaan
perikanan yang optimal secara ekonomi, dimana faktor input yang dimanfaatkan seefisien mungkin sehingga diperoleh rente sumber daya yang maksimum.
Kondisi MEY diperoleh pada tingkat effort yang lebih rendah dibandingkan dengan titik keseimbangan pada kondisi open access. Biomas yang dipertahankan
menjadi stok relatif lebih banyak, tangkapan per unit effort tinggi, dan profit juga tinggi. Perikanan yang dikelola untuk mendapatkan MEY disebut juga
perikanan yang dikelola dengan cara yang sangat conservative secara biologi. Jika dibandingkan dengan model pendekatan biologi di atas, model
Gordon-Schaefer lebih baik, karena menekankan pada efisiensi input dengan rente ekonomi yang maksimum mengingat jumlah input produksi yang digunakan pada
model ini sedikit jauh lebih daripada E
MSY
dan E
OA
. Jika dibandingkan tingkat upaya pada keseimbangan open akses dengan tingkat upaya optimal secara sosial
E, maka dapat dilihat bahwa pada kondisi open access tingkat upaya yang dibutuhkan jauh lebih banyak dari yang semestinya untuk mencapai keuntungan
optimal yang lestari. Sehingga keseimbangan open access ini dapat menyebabkan timbulnya alokasi sumber daya alam yang tidak benar, karena kelebihan sumber
daya input tenaga kerja, modal yang dibutuhkan untuk perikanan seharusnya bisa dialokasikan untuk kegiatan ekonomi lainnya yang lebih produktif. Hal inilah
yang merupakan inti prediksi Gordon bahwa kondisi open access akan menimbulkan economic overfishing. Kemudian dari gambar di atas juga dapat
21 disimpulkan bahwa tingkat effort E
mey
terlihat lebih “conservative minded” dibandingkan dengan tingkat effort E
msy
. Dalam kaitannya dengan depresiasi sumber daya, pada pendekatan biologi,
depresiasi sumber daya tidak diperhitungkan sama sekali, sementara pada model Gordon, depresiasi sumber daya perikanan dilihat sebagai hilangnya rente
ekonomi dissipated akibat mismanagement sumber daya perikanan yang open access.
Copes 1972 mencoba mengisi kekurangan model Gordon dengan memasukkan faktor welfare effect di dalam modelnya, berdasarkan keterkaitan
antara output dari sumber daya perikanan ikan dengan biaya dan harga. Dengan demikian, pengelolaan sumber daya perikanan yang optimal bisa dilihat dari
berbagai sisi stakeholder yakni, pemerintah, masyarakat konsumen dan pelaku sendiri produsen. Dari ketiga aspek ini, Copes melihat surplus yang mungkin
dihasilkan dari pengelolaan sumber daya perikanan. Salah satu hal yang penting dari teori Copes adalah mengenai back ward bending supply curve dari
perikanan. Kurva itu menggambarkan bahwa suplai dari produk perikanan tidak tak terbatas karena faktor daya dukung lingkungan tidak akan mampu terus
menerus mendukung produksi. Dengan demikian pengelolaan perikanan juga sangat ditentukan oleh ketersediaan sumber daya.
Sebagaimana dikemukakan di atas, baik model Gordon maupun model Copes menganalisis pengelolaan perikanan di dalam framework statis. Artinya
aspek intertemporal antar waktu yang terkait dengan sumber daya perikanan maupun pelaku industri sendiri tidak diperhitungkan. Misalnya, di dalam model
Gordon, pengalihan excess effort dari kondisi open access ke E
MEY
dilakukan seketika tanpa memperhitungkan faktor penyesuaian. Padahal, stok ikan sendiri
memerlukan waktu untuk tumbuh, demikian juga pengurangan input dari tingkat E
OA
ke E
MSY
memerlukan waktu untuk penyesuaian. Menyadari kelemahan inilah Clark dan Munro mengembangkan model dinamis pengelolaan sumber daya
perikanan yang optimal. Di dalam model mereka, sumber daya ikan diperlakukan sebagai aset yang memiliki opportunity cost atau biaya korbanan. Artinya di
dalam mengelola sumber daya ikan kita dihadapkan pada pilihan intertemporal, apakah akan dipanen saat ini dengan menghasilkan nilai ekonomi kini, atau
22 dibiarkan diperairan sehingga bisa tumbuh dan bisa dipanen di masa mendatang
sehingga bisa menghasilkan manfaat ekonomi yang lebih besar. Trade-off antara memanen stok saat ini atau nanti inilah yang menjadi ciri khas dalam model
intertemporal yang dikembangkan oleh Clark dan Munro. Salah satu solusi dari model Clark dan Munro adalah fenomena yang disebut sebagai most rapid
approach MRAP atau bang-bang approach” yang menyatakan bahwa penyesuaian ke arah tingkat eksploitasi yang optimal biomas, tangkap dan input
harus dilakukan secepat mungkin Gambar 5. Dari Gambar 5 terlihat bahwa jika x adalah kondisi optimal biomas
yang lestari, maka pada pendekatan bang-bang, strategi yang optimal adalah melakukan eksploitasi yang maksimurn h=h
max
pada saat x x dimulai dari titik B. Sebaliknya jika x x dimulai dari titik A, strategi optimal adalah tidak
melakukan eksploitasi. Melihat model ini, depresiasi sumber daya perikanan sebenarnya akan terjadi secara cepat jika strategi pertama dilakukan. Clark dan
Munro secara implisit menyatakan bahwa deplesi akan terjadi manakala strategi pertama dilakukan dan dimana kondisi parameter harga per satuan output jauh
lebih besar dari biaya per satuan input.
Gambar 5. Pendekatan bang-bang optimisasi sumber daya perikanan
Secara umum dapat dikatakan bahwa keseluruhan model dasar optimisasi pengelolaan sumber daya perikanan yang dikemukakan di atas, tidak secara
x
Stok
Waktu, t A
h = h
max
h=0
B
23 eksplisit membahas depresiasi sumber daya perikanan. Model-model dasar di atas
melihat bahwa depresiasi terjadi manakala input yang digunakan atau output yang dihasilkan terlalu belebihan model Gordon dan Copes. Pada model Clark dan
Munro melihat bahwa depresiasi sumber daya akan terjadi manakala penggunaan input maupun tingkat panen tidak mengikuti trajektori optimal yang ditentukan
oleh aspek intertemporal sumber daya ikan itu sendiri.
2.4. Teori Degradasi Sumber daya