Strategi Rehabilitasi Tambak Analisis Perikanan Budidaya

149 Kegiatan membangun kembali atau memperbaiki tambak di Aceh oleh NGOs dan pemerintah telah dilakukan mulai pertengahan tahun 2005. Namun, dalam proses rehabilitasi tersebut, di lapangan, banyak ditemukan kendala dan masalah baik teknis maupun sosial. Oleh karena itu, untuk mencapai keberhasilan dalam rehabilitasi lahan tambak di Aceh, berikut hal-hal penting yang harus diperhatikan, yaitu FAO 2005b: 1. Penilaian yang tepat terhadap kerusakan oleh tsunami dan masalah sebelum tsunami pada level pembudidaya tambak. 2. Keikutsertaan stakeholder dalam perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan rehabilitasi. 3. Memobilisasi para pembudidaya untuk merasa memiliki pekerjaan rehabilitasi dan pengelolaan bersama. 4. Memberikan pendidikan dan motivasi para pembudidaya untuk mengimplementasikan praktek pengelolaan tambak yang lebih baik. 5. Rehabilitasi hatchery dan nursery untuk penyediaan benihbibit berkualitas yang bebas dari penyakit. 6. Menyediakan layanan berkelanjutan yang tepat dan mengembangkan rasa saling percaya trust building diantara semua pemilik dan stakeholder. 7. Meningkatkan hasil panen dan pemeliharaan layanan pasca panen untuk kualitas dan harga yang lebih baik. 8. Menghubungkan para pembudidaya dengan pasar untuk akses yang lebih baik. 9. Pelaksanaan kegiatan rehabilitasi mangrove sebagai bagian pelengkap dari rehabilitasi tambak untuk menciptakan lingkungan budidaya perikanan yang ramah lingkungan. 10. Menggunakan pedoman lingkungan dari Departemen Perikanan BudidayaFAONACA.

4.11.7. Strategi Rehabilitasi Tambak

Untuk budidaya tambak, komoditas yang dianjurkan adalah udang windu, udang vanamei, bandeng dan rumput laut Gracilaria PT.Oxalis Subur 2006. 150 Khusus untuk Gracilaria, karena masih baru di Aceh, perlu dipastikan dulu calon pembelinya pasar. Dipilihya udang windu karena nilai ekonomi cukup tinggi, udang vanamei lebih tahan terhadap penyakit, bandeng mudah dipelihara dan harga jual yang relatif stabil, sehingga dapat mengurangi resiko usaha. Strategi rehabilitasi tambak di Provinsi NAD diawali dengan penataan ulang pertambakan yang tanggul dan jaringan irigasinya sudah hancur karena tsunami. Menurut PT. Oxalis Subur 2006, penataan kembali pertambakan di NAD ditujukan untuk: Pertama, melaksanakan manajemen budidaya yang memenuhi persyaratan budidaya udang di lingkungan yang sudah tercemari penyakit viral SCHM Shrimp Culture Health Management. Kedua, membangun jaringan irigasi yang dapat memenuhi persyaratan SCHM. Ketiga, memenuhi persyaratan kemandirian agribisnis budidaya udang NAD. Seperti diketahui, pada pertengahan tahun 90-an, tambak di Aceh mulai diserang virus, seperti MBV dan WSV White Spot Virus, sehingga ketika itu banyak tambak yang produksinya berkurang drastis bahkan gagal panen. Maka, kedepan teknis pengelolaan tambak di Aceh harus mengikuti Manajemen Kesehatan Budidaya Udang SCHM. Pada prinsipnya penerapan SCHM dalam rehabilitasi dan rekonstruksi tambak terletak pada jaringan irigasi sebagai berikut: 1. Saluran pemasuk irrigation air harus terpisah dari saluran pembuang drainage. 2. Penggantian air tambak dilakukan seminimal mungkin, karena pergantian air yang besar dapat bermakna memasukkan lebih banyak “carrier” penyakit. 3. Sebagai konsekuensi dari butir ke dua adalah dimensi saluran pembawa tidak terlalu besar. Dengan kisaran pasang setinggi 1,70 m, maka dimensi saluran selebar 10 m dan kedalaman 1,5 m cukup untuk mengairi tambak seluas 150 ha. Berikut ini langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk rehabilitasi lahan budidaya perikanan tambak di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam FAO 2005b, seperti terlihat pada Gambar 48. 151 Di bawah ini disajikan beberapa konsep pedoman lingkungan untuk rehabilitasi tambak di Aceh. Konsep ini, yang dibuat berdasarkan prinsip-prinsip umum global manajemen budidaya udang, merupakan hasil proses yang melibatkan berbagai stakeholder untuk mengembangkan konsensus internasional tentang pengelolaan pertambakan udang. Konsep yang telah disesuaikan dengan berbagai kondisi khas lingkungan dan sosial pertambakan udang di Aceh adalah sebagai berikut: 1. Tambak harus dibuat di wilayah dengan lingkungan yang sesuai untuk budidaya ikan dan udang. Pembangunan tambak tidak boleh membawa Gambar 48. Langkah-langkah Rehabilitasi dan Rekonstruksi Tambak di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam NAD LANGKAH 1 Penilaian, Mobilisasi dan Perencanaan Masyarakat LANGKAH 2 Rehabilitasi LANGKAH 3 Manajemen Produksi dan Keberlanjutan Masuk ke Desa dan lakukan penilaian awal 1 Perencanaan prioritas komoditi dengan manajemen yang baik 9 Membangun hubungan memotivasi para petani 2 Penyediaan dari masukan untuk kualitas lahan 10 Berpartisipasi dalam membuat detail dari keperluan penilaian 3 Pelayanan yang berkelanjutan 11 Pemetaan Tambak 4 Perbaikan rekonstruksi tambaksaluran 7 Manajemen pengelolaan sumber daya air 12 Membuat formasi dari kelompok petani 5 Penanaman Mangrove 8 Pemasaran produksi 13 Berpartisipasi dalam perencanaan rehabilitasi 6 Monitoring dan evaluasi 14 Hasil balik untuk petani dan sharing pengalaman 15 152 dampak yang merugikan bagi keanekaragaman hayati, habitat yang secara ekologis rawan dan fungsi ekosistem. Diperlukan pula kejelasan status tanah secara hukum agar tambak tidak dibangun di wilayah sabuk hijau atau yang diperuntukkan sabuk hijau. 2. Rehabilitasi tambak dan pasokan air harus dilakukan sedemikian rupa agar tidak mengakibatkan kerusakan lingkungan, termasuk di antaranya risiko pencemaran asam sulfat dan rusaknya sistem pasokan air. Tata letak design tambak harus diupayakan agar memadukan wilayah penyangga, misalnya habitat alam bakau, dengan kolam-kolam tambak. Demikian pula teknik dan rekayasa yang diterapkan harus dapat meminimalkan erosi, pencemaran asam sulfat dan salinitas selama proses konstruksi, rehabilitasi dan operasi. dilaksanakan. 3. Rehabilitasi sistem pasokan air harus dilaksanakan sedemikian rupa agar dapat menjamin persediaan air dan sistem penyaluran yang diperlukan. Kehati-hatian juga sangat diperlukan agar tidak terjadi perembesan air tambak ke wilayah pertanian, jika jarak keduanya berdekatan. Demikian pula dampak lokasi yang terkait dengan pembuangan limbah cair dan padat harus diminimalkan. 4. Pencarian benih dari alam dan sistem hatchery benih udang maupun bandeng harus dilakukan dengan cara yang tidak merusak. Sebaliknya perlu dilakukan praktek hatchery yang dapat meningkatkan kualitas benih udang dan bandeng. 5. Pakan dan manajemen pemberian pakan harus dilakukan sedemikian rupa agar dapat memanfaatkan sumber daya yang tersedia secara efisien. Pakan dan pupuk harus dimanfaatkan secara efisien agar dapat mempertahankan kesuburan tambak dan tidak menyebabkan degradasi kualitas air atau berdampak negatif pada kesehatan atau keamanan pakan udang atau ikan yang dibudidayakan. 6. Resiko penyakit terhadap ikan dan udang tangkap maupun budidaya harus diminimalkan melalui penebaran benih ikan dan udang yang sehat. Pengelola hatchery dan petambak harus diberi pelatihan tentang cara-cara 153 sederhana untuk mengurangi resiko serangan penyakit terhadap ikan dan udang dengan tetap berpegang pada upaya menjaga kualitas lingkungan. 7. Penggunaan bahan kimia yang cenderung menimbulkan residu atau ancaman terhadap lingkungan harus dihindari. Meskipun antibiotik tidak biasa dipergunakan di dalam pertambakan tradisional, penggunaan bahan- bahan kimia untuk persiapan tambak sering dilakukan dan untuk itu harus dicarikan alternatif solusinya dan selanjutnya dimasyarakatkan. 8. Rehabilitasi dan operasi tambak harus dilakukan agar dapat memberi manfaat bagi masyarakat setempat dan pemerintah provinsi. Rehabilitasi, selain memang sangat diperlukan untuk mata pencaharian masyarakat di wilayah pesisir, juga harus dilakukan agar dapat memaksimalkan lapangan pekerjaan dan keuntungan sosial bagi masyarakat serta dapat menghindarkan terjadinya konflik sosial. Oleh karena itu, rehabilitasi memerlukan rancangan yang sensitif untuk menanggapi berbagai masalah sosial. Prinsip-prinsip ini dapat dikembangkan menjadi seperangkat pedoman untuk diterapkan secara umum dalam konteks mendukung rehabilitasi tambak di Aceh, melalui proses konsultasi dengan pemerintah, NGOs dan petambak. Jika pedoman dan prinsip lingkungan ini telah dikembangkan, selanjutnya akan dibuat materi penyuluhan dan pelatihan menurut keperluan. Kegiatan ini dapat dilaksanakan oleh pemerintah, NGOs dan lembaga-lembaga lainnya yang terlibat di dalam rehabilitasi tambak di Aceh.

4.12. Konflik Lahan Tambak dan Mangrove