2.964 18.24 Dampak Perubahan Penggunaan Lahan terhadap Ketersediaan Sumber Daya Air di Kota Tangerang

1. Zona Industri

Yaitu suatu kawasan yang diperuntukkan dominasinya untuk kegiatan industri dan dikembangkan berdasarkan perizinan secara individual sesuai dengan tingkat kebutuhan. Zona ini yang paling dominan, seperti pada koridor Jalan Daan Mogot, sebagian di Kecamatan Tangerang dan Kecamatan Jatiuwung.

2. Kegiatan Industri Rumah Tangga Home Industri

Kegiatan ini sesuai dengan kegiatan sebagai industri rumah tangga, hanya memanfaatkan ruang di kawasan lainnya seperti perumahan, perdagangan dan jasa, ruang terbuka bantaran sungai, lahan pertanian dan sebagainya. Kegiatan ini pada umumnya dilakukan tanpa izin lokasi, namun selama belum menimbulkan gangguan masih dibiarkan tumbuh dan berkembang. Khususnya bagi kegiatan informal industri ini yang berada di bantaran Sungai Cisadane perlu pengarahan dan pengawasan ruang yang lebih ketat. Sedangkan untuk kegiatan home industri yang cenderung teraglomerasi seperti industri pakaian jadi seperti di Cipadu – Ciledug perlu diarahkan dan ditata pengembangannya agar dapat menimbulkan daya tarik investor dan tidak menimbulkan konflik terhadap kegiatan lainnya. Untuk lebih jelasnya mengenai sebaran lokasi industri, dapat dilihat pada Gambar 33. Pesatnya perkem bangan Kota Tangerang tidak terlepas dari perkembangan Jakarta sebagai Pusat Kegiatan Nasional, terjadinya perubahan kebijakan dalam pengisian fisik ruang di Jakarta berpengaruh langsung terhadap wilayah hinterlandnya, termasuk Kota Tangerang. Ketidakmampuan Kota Jakarta untuk menampung segala aktifitas perekonomian dan hunian bagi penduduk yang bekerja di Jakarta menyebabkan Kota Tangerang sebagai salah satu wilayah penyangga yang menjadi alternative untuk menampung limpahan kegiatan perekonomian maupun hunian bagi penduduk yang bekerja di Jakarta. Pertambahan dan jumlah penduduk bagi Kota Tangerang bersifat dilematis khususnya terhadap kebutuhan dan ketersediaan lahan. Pertama kebutuhan terhadap lahan merupakan hal yang tidak bisa ditawar sehingga lahan merupakan komoditi politik. Semakin besar pertumbuhan maupun jumlah penduduk semakin besar pula kebutuhan dan ketergantungan terhadap lahan. Hal ini bisa dimaklumi kebutuhan terhadap lahan tidak bisa digantikan oleh komoditi lain. Di lain pihak pertumbuhan dan jumlah penduduk yang besar pertumbuhan dibarengi dengan pertumbuhan ekonomi yang tingi, berarti kebutuhan akan lahan termasuk lahan pertanian untuk permukiman, industri, sarana prasarana serta perdagangan da jasa semakin besar. Oleh karena persediaan lahan supply dalam suatu wilayah adalah tetap konflik persaingan penggunaan lahan akan semaikn besar, sehingga tekanan terhadap konversi lahan pertanian dan ruang terbuka hijau lainnya sebagai lahan resapan air akan semakin besar pula. Secara teoritis pertumbuhan ekonomi yang tinggi cenderung menyebabkan beberapa sektor ekonomi tumbuh dengan pesat, hal ini merupakan sumber pergeseran alokasi lahan . Kondisi ini wajar karena land rent persatuan luas yang diperoleh dari aktivitas baru lebih tinggi dari yang dihasilkan pada lahan pertanian. Secara teoritis kalau nilai produksi sector pertanian relatif tinggi terhadap PDRB keseluruhan konversi lahan pertanian masih akan lambat. Suatu wilayah yang mempunyai akses kuat baik jaringan transportasi yang memungkinkan mobilitas barang dan jasa tinggi maupun system pasar penuh distorsi, cenderung akan lebih memihak kepada investor komersial dan memilih swasembada pangan dinamis yang sifatnya relative. Artinya wilayah tersebut lebih mementingkan kemampuan daya beli terhadap komoditi pertanian dan tidak mesti harus memproduksi komoditi pertanian sendiri. Dari perkembangan PDRB dari Tahun 1999 sampai dengan 2003 terlihat PDRB terus meningkat, namun meningkatnya PDRB tidak dibarengi kenaikan pada sector pertanian, sumbangan sector pertanian terhadap PDRB cenderung tetap bahkan ada yang mengalami penurunan, sehingga secara keseluruhan sumbangan sector pertanian terhadap PDRB secara proporsional dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan Gambar 34. Pada tahun 1999 Sektor Pertanian menyumbang 21.087.000.000 rupiah terhadap PDRB Kota Tangerang, tahun 2000 menyumbang 20.428.000.000 rupiah, tahun 2001 sebesar 20.190.000.000 rupiah, kemudian pada tahun 2002 sebesar 20.820.000.000 rupiah dan tahun 2003 menyumbang 21.550.000.000 rupiah. Sumber : PDRB Kota Tangerang, Bapeda, 2003 Gambar 3 4. Perbandingan Sumbangan Sektor Pertanian terhadap Total PDRB Kota Tangerang atas Dasar Harga Konstan tahun 1993 Sektor industri merupakan penyumbang terbesar pada PDRB Kota Tangerang lebih dari 50 setiap tahunnya PDRB Kota Tangerang diperoleh dari sektor industri, dari tahun 1999 – 2003 sumbangan sektor industri terus mengalami kenaikan. Pada tahun 1999 sektor industri menyumbang 3.124.788.000.000 rupiah terhadap PDRB Kota Tangerang, kemudian tahun 2000 menyumbang 3.289.052.000.000 rupiah, tahun 2001 sebesar 3.378.424.000.000 rupiah, tahun 2002 sebesar 3.542.509.000.000 rupiah dan tahun 2003 menyumbang 3.681.649.000.000 rupiah terhadap PDRB Kota Tangerang. Hal ini menunjukan bahwa land rent untuk idustri lebih tinggi dari pertanian, sehingga terjadi perubahan lahan pertanian menjadi industri Gambar 30. Sektor perdagangan, hotel dan restoran menyumbang sekitar 25 setiap tahunnya, ini meruakan sumbangan yang cukup besar bagi perkembangan ekonomi di Kota Tangerang dan setiap yahunnya mengalami peningkatan. Pada tahun 1999 sektor perdagangan, hotel dan restoran menyumbang 1.465.377.000.000 rupiah tahun 2000 menyumbang 1.540.613.000.000 1000000 2000000 3000000 4000000 5000000 6000000 7000000 8000000 1999 2000 2001 2002 2003 Total PDRB Sektor Pertanian Tahun PDRB Jutaan rupiah 0,36 0,34 0,32 0,31 0,30 rupiah, kemudian tahun 2001 sebesar 1.625.467.000.000 rupiah tahun 2002 menyumbang 1.730.071.000.000 rupiah dan pada tahun 2003 sebesar 1.823.775.000.000 rupiah Gambar 35. Sumber : PDRB Kota Tangerang, Bapeda, 2003 Gambar 35. Perbandingan Sumbangan Sektor Industri Terhadap PDRB Kota Tangerang atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993 Sumber : PDRB Kota Tangerang, Bapeda, 2003 Gambar 36. Perbandingan Sumbangan Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Terhadap PDRB Kota Tangerang atas Dasar H arga Konstan Tahun 1993 1000000 2000000 3000000 4000000 5000000 6000000 7000000 8000000 1999 2000 2001 2002 2003 Total PDRB Sektor Industri 53,7 54,3 54,0 53,5 52,1 Tahun Dalam Jutaan Rupiah 1000000 2000000 3000000 4000000 5000000 6000000 7000000 8000000 1999 2001 2003 Total PDRB Sektor Perdagangan Sumbangan sektor lainnya diluar sektor peranian, industri dan perdagangan juga menunjukan peningkatan setiap tahunnya, sehngga secara keseluruhan penerimaan PDRB terus meningkat. Hal ini menunjukan bahwa penggunaan lahan untuk sector lain seperti industri, perdagangan, jasa dan sector lainnya mempunyai nilai ekonomi yang lebih tinggi dari sector pertanian. Dengan demikian koversi lahan dari pertanian atau Ruang terbuka hijau menjadi kegiatan lain yang mempunyai nilai ekonomis semakin cepat. Wilayah-wilayah yang mempunyai akses lebih baik cenderung membuat aglomerasi termasuk juga bidang demografis. Pertumbuhan dan jumlah penduduk suatu wilayah belum tentu langsung diterjemahkan dengan kepadatan penduduk . Dua factor pertama tersebut langsung mengakibatkan kepadatan penduduk hanya pada kawasan tertentu yang puna akses baik. Kondisi ini akan berpengaruh pada kemungkinan alih fungsi lahan pertanian lewat permintaan efektif terhadap lahan yang bersangkutan. Sehingga pertumbuhan dan jumlah penduduk pun bisa bersifat mendua. Disatu pihak penduduk merupakan factor produksi untuk sector pertanian karena kebutuhan akan pangan yang meningkat tetapi penduduk juga merupakan factor yang meningkatkan permintaan efektif terhadap komoditas non pertanian seperti perumahan sarana dan prasarana umum, lokasi industri serta perdagangan dan jasa. Proses konversi lahan pertanian ke non pertanian hakekatnya merupakan antara Richardian rent dan locational rent sehingga factor lokasi sangat menentukan. Sehinga lokasi relative suatu kawasan terhadap akses kawasan sangat menentukan. Akses kawasan tersebut meliputi jarak terhadap pusat -pusat pertumbuhan maupun jaringan transportasi. Jarak suatu kawasan diterjemahkan oleh jarak suatu kawasan terhadap Kota Jakarta sebagai pusat primer dan pusat Kota Tangerang sebagai pusat sekunder. Sedang akses jaringan transportasi dicoba didekati dengan frekuensi keramaian lalu lintas yang tercermin dari ada tidaknya transportasi kendaraan umum. Sehingga semakin dekat dengan pus at pertumbuhan dan semakin ramai transportasi kendaraan umum akan mendorong proses konversi lahan pertanian. Pola Perubahan Sumberdaya Air Perubahan Neraca Air Wilayah Kota Tangerang Kuantifikasi potensi sumberdaya air di daerah penelitian memberikan gambaran mengenai jumlah limpasan permukaan, yang diperoleh dari interaksi antara hujan yang jatuh di wilayah Kota Tangerang, serta jenis liputan lahan dan besarnya penguapan. Penguapan potensial evapotranspirasi di daerah penelitian ini dihitung dengan car a Turc 1952 dan Langbein 1949. Data klimatologi diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika stasion Tangerang yang wilayah kerjanya mencakup seluruh Kota Tangerang Tabel 12 dan 13, Gambar 37 dan 38. Tabel 12 : Data Curah Hujan Stasiun Tangerang Ta hun 1994 – 2003 Dalam mm TAHUN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AUG SEP OKT NOP DES TOTAL 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 416 549 267 521 210 326 359 233 594 121 288 292 599 122 294 259 324 175 504 478 253 233 129 80 247 91 109 259 171 148 246 123 198 127 113 42 170 209 147 33 7 70 80 3 216 166 201 93 27 101 39 135 71 70 138 56 47 146 46 21 116 40 15 87 126 15 114 104 29 110 110 18 59 15 16 23 1 207 46 90 22 18 133 62 3 90 182 217 224 70 195 88 152 259 171 100 82 141 195 213 145 68 27 474 150 119 54 226 53 231 105 399 1.432 2.577 2.043 1.157 1.858 1.697 1.620 2.016 1.859 1.542 Rata2 359,6 333,5 172 140,8 96,4 76,9 61,7 38 57,9 106,9 152,6 183,8 1.780,1 Sumber : Badan Meteorologi dn Geofisika Tangerang