1. Zona Industri
Yaitu suatu kawasan yang diperuntukkan dominasinya untuk kegiatan industri dan dikembangkan berdasarkan perizinan secara individual
sesuai dengan tingkat kebutuhan. Zona ini yang paling dominan, seperti pada koridor Jalan Daan Mogot, sebagian di Kecamatan Tangerang dan
Kecamatan Jatiuwung.
2. Kegiatan Industri Rumah Tangga Home Industri
Kegiatan ini sesuai dengan kegiatan sebagai industri rumah tangga, hanya memanfaatkan ruang di kawasan lainnya seperti perumahan,
perdagangan dan jasa, ruang terbuka bantaran sungai, lahan pertanian dan sebagainya. Kegiatan ini pada umumnya dilakukan tanpa izin lokasi,
namun selama belum menimbulkan gangguan masih dibiarkan tumbuh dan berkembang. Khususnya bagi kegiatan informal industri ini yang
berada di bantaran Sungai Cisadane perlu pengarahan dan pengawasan ruang yang lebih ketat.
Sedangkan untuk kegiatan home industri yang cenderung teraglomerasi seperti industri pakaian jadi seperti di Cipadu – Ciledug perlu diarahkan
dan ditata pengembangannya agar dapat menimbulkan daya tarik investor dan tidak menimbulkan konflik terhadap kegiatan lainnya.
Untuk lebih jelasnya mengenai sebaran lokasi industri, dapat dilihat pada Gambar 33.
Pesatnya perkem bangan Kota Tangerang tidak terlepas dari perkembangan Jakarta sebagai Pusat Kegiatan Nasional, terjadinya
perubahan kebijakan dalam pengisian fisik ruang di Jakarta berpengaruh langsung terhadap wilayah hinterlandnya, termasuk Kota Tangerang.
Ketidakmampuan Kota Jakarta untuk menampung segala aktifitas perekonomian dan hunian bagi penduduk yang bekerja di Jakarta
menyebabkan Kota Tangerang sebagai salah satu wilayah penyangga yang menjadi alternative untuk menampung limpahan kegiatan perekonomian
maupun hunian bagi penduduk yang bekerja di Jakarta. Pertambahan dan jumlah penduduk bagi Kota Tangerang bersifat
dilematis khususnya terhadap kebutuhan dan ketersediaan lahan. Pertama kebutuhan terhadap lahan merupakan hal yang tidak bisa ditawar sehingga
lahan merupakan komoditi politik. Semakin besar pertumbuhan maupun jumlah penduduk semakin besar pula kebutuhan dan ketergantungan
terhadap lahan. Hal ini bisa dimaklumi kebutuhan terhadap lahan tidak bisa digantikan oleh komoditi lain. Di lain pihak pertumbuhan dan jumlah
penduduk yang besar pertumbuhan dibarengi dengan pertumbuhan ekonomi yang tingi, berarti kebutuhan akan lahan termasuk lahan pertanian untuk
permukiman, industri, sarana prasarana serta perdagangan da jasa semakin besar. Oleh karena persediaan lahan supply dalam suatu wilayah adalah
tetap konflik persaingan penggunaan lahan akan semaikn besar, sehingga tekanan terhadap konversi lahan pertanian dan ruang terbuka hijau lainnya
sebagai lahan resapan air akan semakin besar pula. Secara teoritis pertumbuhan ekonomi yang tinggi cenderung
menyebabkan beberapa sektor ekonomi tumbuh dengan pesat, hal ini
merupakan sumber pergeseran alokasi lahan . Kondisi ini wajar karena land rent persatuan luas yang diperoleh dari aktivitas baru lebih tinggi dari yang
dihasilkan pada lahan pertanian. Secara teoritis kalau nilai produksi sector pertanian relatif tinggi
terhadap PDRB keseluruhan konversi lahan pertanian masih akan lambat. Suatu wilayah yang mempunyai akses kuat baik jaringan transportasi yang
memungkinkan mobilitas barang dan jasa tinggi maupun system pasar penuh distorsi, cenderung akan lebih memihak kepada investor komersial
dan memilih swasembada pangan dinamis yang sifatnya relative. Artinya wilayah tersebut lebih mementingkan kemampuan daya beli terhadap
komoditi pertanian dan tidak mesti harus memproduksi komoditi pertanian sendiri. Dari perkembangan PDRB dari Tahun 1999 sampai dengan 2003
terlihat PDRB terus meningkat, namun meningkatnya PDRB tidak dibarengi kenaikan pada sector pertanian, sumbangan sector pertanian terhadap
PDRB cenderung tetap bahkan ada yang mengalami penurunan, sehingga secara keseluruhan sumbangan sector pertanian terhadap PDRB secara
proporsional dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan Gambar 34.
Pada tahun 1999 Sektor Pertanian menyumbang 21.087.000.000 rupiah terhadap PDRB Kota Tangerang, tahun 2000 menyumbang 20.428.000.000
rupiah, tahun 2001 sebesar 20.190.000.000 rupiah, kemudian pada tahun 2002 sebesar 20.820.000.000 rupiah dan tahun 2003 menyumbang
21.550.000.000 rupiah.
Sumber : PDRB Kota Tangerang, Bapeda, 2003
Gambar 3 4. Perbandingan Sumbangan Sektor Pertanian terhadap Total PDRB Kota Tangerang atas Dasar Harga Konstan tahun 1993
Sektor industri merupakan penyumbang terbesar pada PDRB Kota Tangerang lebih dari 50 setiap tahunnya PDRB Kota Tangerang diperoleh
dari sektor industri, dari tahun 1999 – 2003 sumbangan sektor industri terus mengalami kenaikan. Pada tahun 1999 sektor industri menyumbang
3.124.788.000.000 rupiah terhadap PDRB Kota Tangerang, kemudian tahun 2000 menyumbang 3.289.052.000.000 rupiah, tahun 2001 sebesar
3.378.424.000.000 rupiah, tahun 2002 sebesar 3.542.509.000.000 rupiah dan tahun 2003 menyumbang 3.681.649.000.000 rupiah terhadap PDRB
Kota Tangerang. Hal ini menunjukan bahwa land rent untuk idustri lebih tinggi dari pertanian, sehingga terjadi perubahan lahan pertanian menjadi
industri Gambar 30.
Sektor perdagangan, hotel dan restoran menyumbang sekitar 25 setiap tahunnya, ini meruakan sumbangan yang cukup besar bagi perkembangan
ekonomi di Kota Tangerang dan setiap yahunnya mengalami peningkatan. Pada tahun 1999 sektor perdagangan, hotel dan restoran menyumbang
1.465.377.000.000 rupiah tahun 2000 menyumbang 1.540.613.000.000
1000000 2000000
3000000 4000000
5000000 6000000
7000000 8000000
1999 2000 2001 2002 2003
Total PDRB Sektor Pertanian
Tahun
PDRB Jutaan rupiah
0,36 0,34
0,32 0,31
0,30
rupiah, kemudian tahun 2001 sebesar 1.625.467.000.000 rupiah tahun 2002 menyumbang 1.730.071.000.000 rupiah dan pada tahun 2003 sebesar
1.823.775.000.000 rupiah Gambar 35.
Sumber : PDRB Kota Tangerang, Bapeda, 2003
Gambar 35. Perbandingan Sumbangan Sektor Industri Terhadap PDRB Kota Tangerang atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993
Sumber : PDRB Kota Tangerang, Bapeda, 2003 Gambar 36. Perbandingan Sumbangan Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran
Terhadap PDRB Kota Tangerang atas Dasar H arga Konstan Tahun 1993 1000000
2000000 3000000
4000000 5000000
6000000 7000000
8000000
1999 2000
2001 2002
2003 Total PDRB
Sektor Industri
53,7 54,3
54,0 53,5
52,1
Tahun Dalam Jutaan Rupiah
1000000 2000000
3000000 4000000
5000000 6000000
7000000 8000000
1999 2001
2003 Total PDRB
Sektor Perdagangan
Sumbangan sektor lainnya diluar sektor peranian, industri dan perdagangan juga menunjukan peningkatan setiap tahunnya, sehngga
secara keseluruhan penerimaan PDRB terus meningkat. Hal ini menunjukan bahwa penggunaan lahan untuk sector lain seperti industri, perdagangan,
jasa dan sector lainnya mempunyai nilai ekonomi yang lebih tinggi dari sector pertanian. Dengan demikian koversi lahan dari pertanian atau Ruang terbuka
hijau menjadi kegiatan lain yang mempunyai nilai ekonomis semakin cepat. Wilayah-wilayah yang mempunyai akses lebih baik cenderung membuat
aglomerasi termasuk juga bidang demografis. Pertumbuhan dan jumlah penduduk suatu wilayah belum tentu langsung diterjemahkan dengan
kepadatan penduduk . Dua factor pertama tersebut langsung mengakibatkan kepadatan penduduk hanya pada kawasan tertentu yang puna akses baik.
Kondisi ini akan berpengaruh pada kemungkinan alih fungsi lahan pertanian lewat permintaan efektif terhadap lahan yang bersangkutan. Sehingga
pertumbuhan dan jumlah penduduk pun bisa bersifat mendua. Disatu pihak penduduk merupakan factor produksi untuk sector pertanian karena
kebutuhan akan pangan yang meningkat tetapi penduduk juga merupakan factor yang meningkatkan permintaan efektif terhadap komoditas non
pertanian seperti perumahan sarana dan prasarana umum, lokasi industri serta perdagangan dan jasa.
Proses konversi lahan pertanian ke non pertanian hakekatnya merupakan antara Richardian rent dan locational rent sehingga factor lokasi
sangat menentukan. Sehinga lokasi relative suatu kawasan terhadap akses kawasan sangat menentukan. Akses kawasan tersebut meliputi jarak
terhadap pusat -pusat pertumbuhan maupun jaringan transportasi. Jarak
suatu kawasan diterjemahkan oleh jarak suatu kawasan terhadap Kota Jakarta sebagai pusat primer dan pusat Kota Tangerang sebagai pusat
sekunder. Sedang akses jaringan transportasi dicoba didekati dengan frekuensi keramaian lalu lintas yang tercermin dari ada tidaknya transportasi
kendaraan umum. Sehingga semakin dekat dengan pus at pertumbuhan dan semakin ramai transportasi kendaraan umum akan mendorong proses
konversi lahan pertanian.
Pola Perubahan Sumberdaya Air Perubahan Neraca Air Wilayah Kota Tangerang
Kuantifikasi potensi sumberdaya air di daerah penelitian memberikan gambaran mengenai jumlah limpasan permukaan, yang diperoleh dari
interaksi antara hujan yang jatuh di wilayah Kota Tangerang, serta jenis liputan lahan dan besarnya penguapan. Penguapan potensial
evapotranspirasi di daerah penelitian ini dihitung dengan car a Turc 1952 dan Langbein 1949. Data klimatologi diperoleh dari Badan Meteorologi dan
Geofisika stasion Tangerang yang wilayah kerjanya mencakup seluruh Kota
Tangerang Tabel 12 dan 13, Gambar 37 dan 38.
Tabel 12 : Data Curah Hujan Stasiun Tangerang Ta hun 1994 – 2003 Dalam mm
TAHUN JAN
FEB MAR
APR MEI
JUN JUL
AUG SEP
OKT NOP
DES TOTAL
1994 1995
1996 1997
1998 1999
2000 2001
2002 2003
416 549
267 521
210 326
359 233
594 121
288 292
599 122
294 259
324 175
504 478
253 233
129 80
247 91
109 259
171 148
246 123
198 127
113 42
170 209
147 33
7 70
80 3
216 166
201 93
27 101
39 135
71 70
138 56
47 146
46 21
116 40
15 87
126 15
114 104
29 110
110 18
59 15
16 23
1 207
46 90
22 18
133 62
3 90
182 217
224 70
195 88
152 259
171 100
82 141
195 213
145 68
27 474
150 119
54 226
53 231
105 399
1.432 2.577
2.043 1.157
1.858 1.697
1.620 2.016
1.859 1.542
Rata2 359,6
333,5 172
140,8 96,4
76,9 61,7
38 57,9
106,9 152,6
183,8 1.780,1
Sumber : Badan Meteorologi dn Geofisika Tangerang