Sektor Primer, yaitu sektor yang tidak mengolah bahan mentah atau Sektor sekunder, yaitu sektor yang mengolah bahan mentah atau bahan 1.884

Gambaran mengenai prasarana perkotaan yang di Kota Tangerang secara garis besar akan membahas mengenai pengelolaan dan penyediaan air bersih, pengelolaan air limbahsanitasi lingkungan, pengelolaan sampah, dan jaringan drainase. Pengelolaan dan Penyediaan Air Bersih Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan menunjukkan bahwa dari keseluruhan penduduk di wilayah Kotamadya Tangerang pada tahun 2003 yang menggunakan sumur pompa 55 , sumur pantek dan air hujan 23 , dan sumur perpipaan PDAM sebesar 22 . Sumber PDAM terdiri dari • Kapasitas produksi 155 ltdetik PDAM Kota, 740 ldt PDAM Kabupaten dan 50 ldt PDAM Swasta. • Jumlah sambungan 8.516 unit kota, 35.657 unit kabupaten • Kebocoran 21,33 kota, 43,8 kabupaten

A. Sistem Perpipaan

Wilayah pelayanan air bersih perpipaan di Kota Tangerang dilayani oleh 3 tiga Institusi, yaitu : a PDAM Kabupaten Tangerang Dengan wilayah pelayanan Kecamatan Tangerang dan kecamatan Jatiuwung. Sistem ini terbagi atas 3 cabang yaitu: • Cabang Babakan, menggunakan Instalasi Pengolahan Air IPA Babakan dengan kapasitas 80 literdetik dan IPA Cikokol kapasitas 500 dan 100 ldetik. Dengan daerah pelayanan meliputi wilayah pusat kota. • Cabang perumnas I, menggunakan IPA Perumnas kapasitas 40 dan 20 literdetik, serta IPA Cikokol dengan kapasitas 500 dan 100 literdetik, dengan daerah pelayanan meliputi wilayah Perumnas I. • Cabang Perumnas II, menggunakan IPA Cikokol kapasitas 500 dan 100 literdetik, dengan daerah pelayanan meliputi Pusat Kota, yaitu Tangerang, Bandara Soekano – Hatta, sebagian wilayah Serpong dan wilayah Perumnas. Total kapasitas terpasang sekitar 740 literdetik. Sumber air baku adalah Sungai Cisadane dengan kapasitas produksi sekitar 647 literdetik yang didistribusikan dengan sistem pemompaan. Total kapasitas terdistribusi 633 literdetik dan yang terjual sekitar 356 literdetik dengan penduduk terlayani sekitar 229.000 jiwa atau sekitar 16 penduduk Kota Tangerang. Pendistribusian 3 tiga cabang sistem penyediaan air bersih tersebut dilakukan secara terpadu, yaitu pipa distribusi antar masing-masing cabang pelayanan saling berhubungan, sehingga air yang dihasilkan IPA Cikokol akan interkoneksi dengan air yang dihasilkan dari IPA Babakan dan IPA Perumnas I. b PDAM Kota Tangerang Wilayah pelayanan air bersih PDAM Kota Tangerang yaitu Kecamatan Batuceper dan Benda, dengan kapasitas terpasang saat ini sekitar 150 ldetik yang telah selesai pembangunannya baru terpakai ± 25 literdetik, sedangkan sisanya masih dalam tahap konstruksi. c Jaringan Yang Dikelola Oleh Swasta Pihak swasta membangun IPA kapasitas 100 literdetik, dengan memakai Sungai Cisadane sebagai sumber air baku. Direncanakan PDAM Kota Tangerang akan bekerja sama dengan pihak swasta untuk melayani air bersih di Kelurahan Pabuaran Tumpeng dan Kelurahan Bugel sekitar jalan Moh. Toha di Kecamatan Karawaci dengan memanfaatkan pipa distribusi milik PDAM. Dalam rangka meningkatkan pelayanan, PDAM Kota Tangerang merencanakan akan mengadakan kerjasama dengan pihak swasta yaitu memanfaatkan sisa kapasitas dari IPA yang dimiliki swasta sebesar 30 literdetik dari total kapasitas yang dimiliki sebesari 100 lidetik. Pihak swasta belum memiliki jaringan pipa distribusi, sehingga selama ini penjualan air dilakukan dengan menggunakan mobil tangki. PDAM Kotamadya Tangerang direncanakan akan memasang jaringan pipa distribusi untuk menyalurkan air bersih dari IPA swasta yang melayani Kelurahan Pabuaran Tumpeng dan Kelurahan Bugel sekitar jalan M. Toha Kecamatan Tangerang. B. Air Bersih Non Perpipaan Untuk daerah yang belum terlayani oleh air bersih sistem perpipaan maka dalam memenuhi kebutuhan akan air bersih yaitu dengan memanfaatkan air tanah melalui sumur gali atau sumur dangkal. System pelayanan air bersih non perpipaan ini biasanya ada dalam lingkungan permukiman perkampungan penduduk. Cara yang digunakan adalah melalui pengeboran sumur dangkal, atau memanfaatkan keberadaan sungai. Pengelolaan Drainase

A. Kondisi Eksisting Saluran Drasinase

Kota Tangerang berada pada ketinggian 0 – 30 m diatas permukaan laut, kemiringan lahan antara 0 - 3 dan curah hujan antara 1500 – 2000 mmtahun. Kawasan drainase Kotamadya Tangerang mencakup ± 7.300 Ha atau ± 88 dari luas wilayah terbangun. Sistem drainase makro Kota Tangerang meliputi 4 buah sungai yang melintasi wilayah kota, berikut sebagai badan air penerima dari sistem drainase kota yaitu : 1. Sungai Cisadane, 2. Sungai Angke, 3. Sungai Cirarab, 4. Sungai Sabi, Keempat sungai diatas mempunyai daerah tangkapan air yang cukup luas dengan muara ke sebelah utara dan berakhir di laut Jawa. Selain sungai yang berfungsi sebagai badan air penerima tersebut diatas adalah Situ Cipondoh yang berfungsi sebagai tandon air seluas 126 Ha. Sistem jaringan drainase di Kota Tangerang dibagi menjadi 2, yaitu : • Sistem drainase makrodrainse alam, yaitu sungai dan anak-anak sungai yang berfungsi sebagai badan air penerima. • Sistem drainase Mikro meliputi saluran primer, sekunder dan tersier dengan total pajang saluran ± 192.763 m. Melihat kondisi eksisting yang ada yaitu : topografi yang relatif datar berakibat air hujan tidak bisa cepat mengalir, curah hujan pertahunnya yang cukup tinggi serta kondisi saluran drainase primer, sekunder dan tersier ada yang kondisinya buruk terutama saluran sekunder yang mencapai 52 dari panjang saluran sekunder yang ada maka dapat disimpulkan bahwa KotaTangerang mempunyai potensi genangan.

B. Daerah Rawan Genangan

Akibat dari kondisi eksisting saluran drainase yang ada, maka genangan menjadi masalah utama di Kota Tangerang dengan luas genangan sekitar 180,5 Ha tersebar di 49 lokasi pada kawasan permukiman dan jalan. Hal tersebut dirasakan sebagai suatu maslah mengingat genangan menimbulkan rusaknya alam danmengganggu kualitas lingkungan permukiman. Beberapa wilayah tergenang sampai 72 – 120 jam dengan tinggi mencapai 1,5 m dan wilayah lainberkisar antara 3 – 48 jam dengan tinggi genangan 0,3 – 1 m. HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Penggunaan Lahan Perubaha n penggunaan lahan yang terjadi dari ruang terbuka hijau menjadi areal terbangun. Pada umumnya terjadi dari areal perkebunan dan pertanian menjadi areal perumahanpermukiman, industri dan perdagangan serta jasa. Dari tahun 1959 sampai dengan tahun 2003 per ubahan lahan dari ruang terbuka hijau menjadi areal terbangun mencapai 245 atau arata-rata 5,57 pertahun Gambar 28, Gambar 29 dan Tabel 10 Luas lahan terbangun pada tahun 1959 baru mencapai 37,18 ha atau 20 dari luas wilayah, sedangkan luas lahan belum terbangun ruang terbuka hijau mencapai 148,7 ha atau 80 dari luas wilayah. Dimana pada tahun 1959 pengunaan lahan di Kota Tangerang didominasi oleh perkebunan karet, kebun sayuran dan umbi-umbian dan pertanian lahan basah sawah Hal ini dapat dilihat pada Gambar 28. Pada tahun 2003 luas lahan terbangun mencapai 128,26 ha atau 69 dariluas wilayah dan lruang terbuka hijau seluas 57,62 ha atau 31 dari luas wilayah. Dari tahun 1994 sampai dengan tahun 2003 perubahan lahan dari ruang terbuka hijau menjadi areal terbangun mencapai 23,6 atau rata-rata 2,36 pertahun. Perubahan penggunaan yang tinggi terjadi antara akhir tahun 70-an sampai dengan tahun 1997, sedang dari tahun 1997 saat terjadi krisis moneter yang berdampak pada krisis ekonomi sampai 2004 berjalan lambat. Pada tahun 1999 pola penggunaan lahan sudah berubah dimana perumahanpermukiman, industri dan ruang terbuka hijau mempunyai dominasi yang hampir sama yang mengisi fisik ruang wilayah Kota Tangerang Gambar 29. Luas lahan terbangun pada tahun 1994 mencapai 103,77 ha atau 55,83 dari luas wilayah dan Ruang terbuka hijau seluas 82,11 ha atau 44,17 dari luas wilayah. Tabel 10. Perbandingan luas Lahan Terbangun dengan Ruang Terbuka Hijau di Kota Tangerang PENGGUNAAN LAHAN TAHUN 1959 A TAHUN 1994 B TAHUN 2003 C Areal terbangun Ruang Terbuka hijau 37,18 ha 20 14,7 ha 80 103,77 ha 55,83 82,11 44,17 128,26 69 57,62 ha 31 Sumber : A Peta dasar AMS Tahun 1959 B RTRW Kota Tangerang Tahun 1994 C Tangerang Dalam Angka Tahun 2004 Perubahan lahan dari lahan pertanian menjadi lahan industri sebagian besar terjadi di Kecamatan Jatiuwung, Periuk, Karawaci dan Batuceper, sedang di Kecamatan Benda kecil Gambar 30 dan Tabel 10. Pada tahun 1959 tidak ada lahan industri, luas lahan terbangun untuk industri pada tahun 1994 seluas 916,25 Ha, sedangkan tahun 2003 mencapai 2.172 Ha atau 11,9 dari luas wilayah. Perubahan lahan dari pertanian dan permukiman menjadi lahan perdagangan dan jasa terjadi di pusat kota dan koridor jalan arteri dan kolektor primer. Luas lahan terbangun untuk perdagangan dan jasa sampai saat ini mencapai 367 Ha atau 2,01 dari luas wilayah kota Gambar 30 dan Tabel 11. Perubahan lahan dari pertanian ke perumahanpermukiman terjadi di seluruh wilayah kota terutama di wilayah timur kecamatan Ciledug, Karang Tengah, Larangan yang berbatasan degan Jakarta. Luas lahan terbangun untuk perumahan dan fasilitasnya mencapai 8.465 Ha atau 46,4 dari luas wilayah Tabel 11. Tabel 11 : Penggunaan Lahan Kota Tangerang Tahun 1999 KECAMATAN CILEDUG 1 CIPONDOH 2 TANGERANG 3 NO JENIS GUNA LAHAN LuasHa LuasHa LuasHa A Kawasan Lindung 1 Situ Cipondoh 0,00 126 3,28 0,00 B Kawasan Budidaya I Lahan Terbangun 1.1 Perumahan, Fasos dan Fasum 2.000 74,43 1.772 46,19 2.003 61,59 1.2 Industri 0,00 106 2,76 436 13,41 1.3 Bandara Soekarno - Hatta 0,00 0,00 0,00 1.4 Perdagangan dan Jas a 75 2,79 64 1,67 155 4,77 1.5 Militer 0,00 0,00 0,00 1.6 Jalan 12 0,45 17 0,44 49 1,51 II Lahan Non Terbangun 2.1 Pertanian dan Ruang Terbuka 600 22,33 1.841 47,99 462 14,21 2.2 Lapangan Golf 0,00 36 0,94 111 3,41 2.3 Kuburan 0,00 0,00 36 1,11 Jumlah 2.687 100,00 3.836 100,00 3.252 100,00 KECAMATAN JATIUWUNG 4 BATUCEPER 5 BENDA KOTA NO JENIS GUNA LAHAN Luas Ha Luas Luas Jml A Kawasan Lindung 1 Situ Cipondoh 0,00 0,00 0,00 126 0,69 B Kawasan Budidaya I Lahan Terbangun 1.1 Perumahan, Fasos dan 1.199 33,0 850 45,1 655 22,1 8.479 46,4 1.2 Industri 1.299 35,8 300 15,9 31 1,05 2.172 11,9 1.3 Bandara Soekarno - Hatta 0,00 0,00 1.969 66,4 1.969 10,7 1.4 Perdagangan dan Jasa 55 1,52 18 0,96 0,00 367 2,01 1.5 Militer 50 1,38 0,00 0,00 50 0,27 1.6 Jalan 10 0,28 12 0,64 0,00 100 0,55 II Lahan Non Terbangun 2.1 Pertanian dan Ruang 1.013 27,9 649 34,4 309 10,4 4.874 26,7 2.2 Lapangan Golf 0,00 0,00 0,00 147 0,81 2.3 Kuburan 0,00 55 2,92 0,00 91 0,50 Jumlah 3.626

100, 1.884

100, 2.964

100, 18.24

100, Sumber : RTRW Kota Tangerang,Bapeda, 2000 Keterangan : 1 Meliputi Kecamatan Karang Tengah dan Larangan 2 Meliputi Kecamatan Pinang 3 Meliputi Kecamatan Karawaci 4 Meliputi Kecamatan Cibodas dan Periuk 5 Meliputi Kecamatan Neglasari 45 12 11 2 1 27 1 1 Perumahan, Fasos dan Famum Industri Bandara Soekarno - Hatta Perdagangan dan Jasa Militer Jalan Pertanian dan Ruang Terbuka Situ Cipondoh Lapangan Golf Kuburan 126 18.249 5000 10000 15000 20000 Luas Pemanfaatan Lahan Ha Kawasan Lindung Kawasan Budidaya Sumber : Tabel 11 Gambar 30. Proporsi Jenis Penggunaan Lahan Kota Tangerang Tahun 1999 Sumber : Tabel 11 Gambar 31. Perbandingan Kawasan Lindung dengan Kawasan Budidaya Tahun 1999 Perumahan Guna lahan untuk kegiatan perumahan dan permukiman termasuk penggunaan yang paling dominan dalam pemanfaatan lahan terbangun kegiatannya dapat dibedakan dalam dua kelompok, yaitu : Ø Perumahan yang tumbuh dan berkembang tidak tertata dalam skala ruang yang relatif kecil atau yang lazim disebut perkampungan. Ø Perumahan yang tumbuh dan berkembang dibangun secara massal oleh perusahaan atau lembaga pengembang dalam skala ruang yang relatif besar dengan berbagai kelengkapan fasilitas sosial yang umumnya disebut kompleks perumahan. Masing-masing kegiatan perumahan mempunyai pola sebaran berbeda. Untuk perkampungan yang berada di sekitar pusat kota pada umumnya menunjukkan pola sebaran menerus merapat, sedangkan di lokasi-lokasi lainnya yang relatif jauh dari pusat kota pada umumnya mempunyai pola cluster, sedangkan kompleks perumahan pada umumnya pola pengembangannya tidak menerus dan menyesuaikan terhadap luas dan bentuk lahan yang berhasil dibebaskan. Perdagangan dan Jasa Kegitan perdagangan dan jasa dari segi pemanfaatan lahan tersebar di berbagai bagian wilayah kecamatan, tetapi pemanfaatan yang dominan untuk keg iatan ini berada di pusat kota dan sebagian tumbuh pada koridor jalan utama. Dilihat dari segi pengelompokkannya pada suatu lokasi maka dapat dikenali adanya pengelompokkan kegiatan sebagai berikut : Kegiatan perdagangan dan jasa yang teraglomerasi dan relatif luas, berada di pusat kota dan dominan memanfaatkan lahan di lokasi tersebut sehingga membentuk kawasan fungsional perdagangan dan jasa. Kegiatan ini berada pada lokasi : Sepanjang koridor Jalan Ki Asnawi – Pasar Anyar dan sekitarnya – dan Ki Samaun Koridor Jalan Gatot Subroto – Jalan Merdeka dan Terminal Cimone 1. Kegiatan perdagangan dan jasa yang memanfaatkan lokasi strategis, meliputi : • Kegiatan pasar baik tradisional maupun modernshopping centre • Kegiatan perdagangan dan jasa yang tumbuh pada simpul pergerakan yang menghubungkan beberapa kawasan perumahan, seperti pasar Bengkok dan sebagainya. • Kegiatan yang mengelompok di sekitar Terminal Pasar Baru dan berbagai kegiatan perdagangan dan jasa yang tumbuh pada penggal Jalan M. Toha – Jalan Merdeka 2. Kegiatan perdagagan dan jasa yang tumbuh sepanjang koridor jalan, seperti : • Koridor Jalan MH. Thamrin – Serpong Raya • Koridor Jalan Raya Ciledug – Kebayoran Lama DKI Jakarta, yang membentuk koridor komersial terpanjang di Tangerang, sejak dari awal Jalan Hos Cokroaminoto hingga Cipulirover pas Kebayoran Lama Jakarta. Termasuk pada koridor ini banyak dipenuhi kegiatan perdagangan dan jasa oleh pelaku sektor informal sebagai pedagang kaki lima. 3. Kegiatan perdagangan dan jasa pada skala kegiatan yang lebih kecil, tumbuh di pusat-pusat blok perumahan seperti ruko pertokoan eceran dan warung-warung. Kegiatan ini hampir tersebar merata di setiap kelurahanperkampungan maupun komplek perumahan. Untuk lebih jelasnya , sebaran kegiatan perdagangan dan jasa yang ada di Kota Tangerang dapat dilihat pada Gambar 32. Fasilitas pelayanan umum berupa pasar tradisional masih tetap menjadi tumpuan kegiatan yang relatif besar perkembangannya dan semakin menarik bagi para investor lokal. Hal tersebut dapat dilihat dari adanya bentuk pengelolaan yang dikelola oleh Dinas Pasar dan yang dikelola swasta. a. Pasar yang dikelola oleh Dinas Pasar di Kota Tangerang diantaranya : 1. Pasar Anyar 2. Pasar Cikokol 3. Pasar Ciledug 4. Pasar Malabar 5. Pasar Bandeng Perumnas I 6. Pasar Gerendeng 7. Pasar Jatiuwung Cibodas 8. Pasar Ramadhani Pasar Baru b. Pasar – pasar lain disamping kedelapan pasar tersebut, yang pengelolaannya bukan oleh Dinas Pasar namun milik perseorangan atau perumahan. Pasar- pasar tersebut mengelola baik administrasi pasar maupun masalah kebersihan dilaksanakan sendiri tanpa melalui koordinasi dengan Dinas Pasar. Kegiatan Industri Kegiatan industri sebagai motor utama perekonomian Kota Tangerang sebagian besar sebarannya terdapat di Kecamatan Jatiuwung, Batuceper, Kecamatan Tangerang dan sebagain kecil di Kecamatan Cipondoh. Kegiatan industri ini mayoritas berlokasi di pada koridor Jalan Daan Mogot-Batuceper sedangkan sebagian lagi pada koridor Sungai Cisadane-Jalan Imam Bonjol- Jalan M.H Thamrin. Kegiatan Industri di Kota Tangerang dapat dikatagorikan sebagai :

1. Zona Industri

Yaitu suatu kawasan yang diperuntukkan dominasinya untuk kegiatan industri dan dikembangkan berdasarkan perizinan secara individual sesuai dengan tingkat kebutuhan. Zona ini yang paling dominan, seperti pada koridor Jalan Daan Mogot, sebagian di Kecamatan Tangerang dan Kecamatan Jatiuwung.

2. Kegiatan Industri Rumah Tangga Home Industri

Kegiatan ini sesuai dengan kegiatan sebagai industri rumah tangga, hanya memanfaatkan ruang di kawasan lainnya seperti perumahan, perdagangan dan jasa, ruang terbuka bantaran sungai, lahan pertanian dan sebagainya. Kegiatan ini pada umumnya dilakukan tanpa izin lokasi, namun selama belum menimbulkan gangguan masih dibiarkan tumbuh dan berkembang. Khususnya bagi kegiatan informal industri ini yang berada di bantaran Sungai Cisadane perlu pengarahan dan pengawasan ruang yang lebih ketat. Sedangkan untuk kegiatan home industri yang cenderung teraglomerasi seperti industri pakaian jadi seperti di Cipadu – Ciledug perlu diarahkan dan ditata pengembangannya agar dapat menimbulkan daya tarik investor dan tidak menimbulkan konflik terhadap kegiatan lainnya. Untuk lebih jelasnya mengenai sebaran lokasi industri, dapat dilihat pada Gambar 33.