3.3.7 Penentuan pH optimum
Sebanyak 0,1 g silika-kitosan bead masing-masing variasi diinteraksikan dengan masing-masing 25 mL larutan ion CdII 5 ppm dan 25 mL larutan
ion NiII 5 ppm dengan waktu 50 menit dan diaduk menggunakan shaker pada kecepatan 300 rpm. pH larutan dibuat bervariasi antara pH 4-8
Azmiyati dkk., 2005. Setelah interaksi kemudian larutan disaring dan filtrat yang diperoleh dianalisis dengan SSA.
3.3.8 Penentuan waktu kontak optimum
Sebanyak 0,1 g silika-kitosan bead masing-masing variasi diinteraksikan dengan masing-masing 25 mL larutan ion CdII 5 ppm dan ion NiII 5
ppm pada pH optimum dan diaduk dengan shaker pada kecepatan 300 rpm. Waktu interaksi divariasi 30, 40, 50, 60, dan 70 menit Wan Ngah dkk.,
2006. Setelah interaksi larutan kemudian disaring dan filtrat yang diperoleh dianalisis dengan SSA.
3.3.9 Penentuan konsentrasi optimum
Sebanyak masing-masing 0,1 g silika-kitosan bead berbagai variasi diinteraksikan dengan masing-masing 25 mL larutan CdII dengan
konsentrasi 4, 6, 8, dan 10 ppm dan 25 mL larutan NiII dengan konsentrasi 4, 6, 8, dan 10 ppm selama waktu optimum dan pH optimum yang telah
ditentukan kemudian diaduk dengan shaker pada kecepatan 300 rpm. Filtrat yang diperoleh diukur dengan SSA untuk menentukan konsentrasi ion
logam yang tersisa. Jumlah ion logam yang teradsorpsi dihitung dari selisih
antara kandungan ion logam dalam larutan awal dengan konsentrasi ion logam sisa dalam filtrat yang keduanya diukur menggunakan SSA.
3.3.10 Karakterisasi silika-kitosan bead menggunakan FT-IR
Analisa FTIR Fourier Transform Infra Red dilakukan untuk mengetahui gugus fungsi dari silika-kitosan bead. Setiap ikatan mempunyai frekuensi
vibrasi yang khas sehingga absorpsi infra merah dapat digunakan untuk identifikasi gugus-gugus yang ada dalam suatu senyawa. Data yang
diperoleh dibandingkan dengan data pada literatur yang telah ada untuk mengetahui gugus fungsi yang ada pada bahan.
3.3.11 Karakterisasi silika-kitosan bead menggunakan XRD
Karakterisasi menggunakan XRD dilakukan untuk mengetahui struktur kristalinitas dari bead yang dihasilkan. Data yang diperoleh dari analisis
XRD berupa grafik hubungan antara sudut difraksi sinar-x pada sampel dengan intensitas sinar yang dipantulkan oleh sampel. Data yang didapatkan
berupa difraktogram yang selanjutnya dibandingkan dengan data PDF atau JCPDS yang sudah ada pada data base.
21
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penentuan Silika Pada Larutan Natrium Silikat
Pembuatan larutan natrium silikat dari abu sekam padi diawali dengan pembuatan abu sekam padi. Pembuatan abu sekam padi ini meliputi
pencucian sekam, pengarangan, pengabuan, dan pemurnian abu. Sekam padi dibersihkan dari pengotor seperti jerami dan kerikil,
kemudian dicuci dengan air, dibilas dengan akuades dan dikeringkan. Sekam padi yang telah bersih dan kering ini dibakar dengan nyala api
sehingga diperoleh arang sekam padi yang berwarna hitam. Pembakaran sekam menjadi arang dimaksudkan untuk menghilangkan kadar air yang ada
dalam sekam padi. Pengarangan sekam ini bertujuan untuk mendekomposisi senyawa organik dalam sekam. Warna hitam pada arang sekam
mengindikasikan bahwa senyawa-senyawa organik belum teroksidasi sempurna.
Selanjutnya arang sekam ini diabukan dalam furnace pada temperatur 700 °C selama 4 jam untuk menghilangkan komponen organik yang masih
ada dan mengoksidasi karbon yang ada secara sempurna Wogo dkk., 2011. Berdasarkan penelitian yang dilakukan hasil pengabuan yang diperoleh
adalah abu sekam berwarna putih. Abu sekam yang berwarna putih menunjukkan kandungan silika yang tinggi. Berdasarkan penelitian
Nuryono 2004, pengabuan sekam pada temperatur 700 °C akan