Mengenal Bentuk Panggung Mementaskan Hasil Kreasi Seni Tari

66 Seni Tari untuk SMAMA Kelas X Berkat dedikasinya, Retno Maruti mendapakan beberapa penghargaan sebagai berikut. a Wanita Pembangunan Citra Adikarsa Budaya 1978 b Penghargaan Teknologi Seni Budaya Kalyana Kretya Utama dari Menristek BJ Habibie 1997 c Citra Adhikarsa Budaya dari Citra Beauty Lotion dan SCTV 1994 d Anugerah Kebudayaan dari Kementerian Pariwisata dan Kebudayaan RI 2003 e Perempuan Pilihan dan Maestro dari Metro TV 2003 f Nominator Women of the Year dari ANTV 2004 g Penghargaan Akademi Jakarta 2005 untuk pencapaian dan pengabdian di bidang kesenianhumaniora

2. Edi Sedyawati

Akibat perang, masa kecil Edi Sedyawati sempat dilewatkan di kota pengungsian. Ketika Jepang masuk tahun 1942, bersama beberapa keluarga, ia dan adiknya yang masih bayi dibawa ibunya mengungsi dari Semarang ke Kendal, Jawa Tengah. Sementara itu, ayahnya yang juga tokoh pergerakan, pergi ke luar kota. Setelah beberapa lama, Edi yang belakangan dikenal sebagai penari dan arkeolog bertemu ayahnya yang kemudian membawanya mengungsi ke rumah kakeknya di Ponorogo, Jawa Timur. Setelah keadaan aman, Edi diboyong keluarganya ke Magelang. Ketika itu ayahnya menjadi pembantu gubernur di kota ini. Kemudian, mereka pindah lagi ke Yogyakarta. Bersamaan dengan perpindahan ibukota dari Yogyakarta ke Jakarta. Sang ayah yang waktu itu bekerja di Kementrian Dalam Negeri memboyongnya ke Jakarta. Di sini, Edi menyelesaikan pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. “Menari itu hobi, dan arkeologi itu studi,” kata mantan Dirjen Kebudayaan ini. Ia tertarik pada balet sesudah menontonnya di bioskop. Tapi, setelah terpukau oleh pemeran Abimanyu di sebuah pertunjukan wayang orang, Edi mempelajari tari Jawa dan bergabung dengan Ikatan Seni Tari Indonesia. Ayahnya, Imam Sudjahri pengacara, redaktur koran Indonesia Raja sehabis perang, kemudian Sekjen Departemen Sosial RI memang menginginkan dia belajar menari. Pada tahun1961, Edi sudah turut memperkuat misi kesenian Indonesia ke berbagai negara. Ketertarikannya pada benda purbakala muncul waktu SMP, setelah ia diajak ayahnya jalan-jalan ke Jawa Tengah melihat candi-candi. “Saya terpukau oleh peninggalan masa lalu dan sejak saat itu saya terobsesi untuk mempelajarinya”, kata Edi. Obsesinya tercapai setelah menempuh pendidikan jurusan Arkeologi Universitas Indonesia sampai meraih gelar Doktor dengan predikat magna cum laude . Jangan heran, Edi memerlukan waktu lima tahun untuk menyelesaikan disertasinya, yang berjudul “Pengarcaan Ganesha Masa Kadiri dan Singhasari: