jumlah  rata rata  batang  rokok  yang  dihisap  setiap  hari  dalam  satuan
batanghari f. Penyakit Paru Obstruksi Kronik PPOK : keadaan penyakit yang ditandai
dengan  keterbatasan  aliran  udara  yang  tidak  sepenuhnya  reversibel, biasanya  progresif,  dan  berhubungan  dengan  respon  inflamasi  abnormal
paru-paru  ketika  menghirup  partikel  atau  gas  beracun, dengan  beberapa efek  ekstrapulmoner  bermakna  menambah  keparahan  pasien  secara
individual. Diagnosis  PPOK  sesuai  kriteria Depkes  RI  2008  dan GOLD 2009.
1,8
g. PPOK stabil : PPOK yang tidak sedang eksaserbasi h. Uji spirometri : pemeriksaan fungsi paru menggunakan spirometri.
25, 26, 27
- Spirometri digunakan adalah spirometri Chest Graph HI-701 yang telah dikalibrasi terlebih dahulu.
- Spirometri dilakukan ketika pasien secara klinis stabil dan bebas dari infeksi saluran napas.
- Pasien  sebelum  dilakukan  pemeriksaan  spirometri  tidak boleh menggunakan  obat
obatan  bronkodilator    selama  6  jam  untuk bronkodilator  inhalasi  kerja-pendek  dan  12  jam  untuk  bronkodilator
inhalasi kerja-panjang dan 24 jam untuk teofilin lepas lambat - Dilakukan pemeriksaan spirometri, sebelum dan 15 20 menit setelah
pasien diberikan bronkodilator inhalasi yaitu golongan agonis
2
kerja- pendek berupa fenoterol dengan dosis inhalasi terukur 400  g.
- Pemeriksaan  spirometri  untuk  mendapatkan  nilai  FEV1  dan  FVC dilakukan dengan cara :
Universitas Sumatera Utara
o One-way  mouthpiece sekali  pakai  yang  bersih  dipasangkan  pada spirometer
o Pasien diinstruksikan menghirup napas sedalam-dalamnya melalui mouthpiece sampai paru-paru terasa penuh
o Kemudian  pasien  disuruh  menahan  napasnya  selama  waktu  yang cukup  untuk  menutupkan  bibirnya  dengan  rapat  disekeliling
mouthpiece o Setelah itu pasien diinstruksikan menghembuskan udara sekuatnya
dan  secepatnya  sampai  tidak  ada  lagi  udara  tertinggal  untuk dikeluarkan.
o Sambil  terus  memberi  semangat  kepada  pasien,  perhatian  juga diberikan  untuk  memastikan  mulut  pasien  menutup  rapat
disekeliling mouthpiece sehingga  tidak  terjadi  kebocoran  ketika menghembuskan udara.
o Prosedur  diulangi  sampai  didapat  tiga  hasil spirogram yang acceptable dan reproducible. Pengulangan  prosedur  dilakukan
maksimum 8 kali usaha.  Acceptable mencakup start-of-test yang  memuaskan,  waktu
ekshalasi  FVC  minimum  6  detik,  kriteria  end-of-test,  dengan tanpa  adanya batuk,  penutupan  glotis valsava  manouvre,
penghentian dini, hasil spirogram yang berbeda, kebocoran dan mouthpiece tersumbat.
 Reproducible, jika  nilai  FVC  tertinggi  dan  FVC  kedua  tertinggi dari spirogram acceptable tidak boleh berbeda lebih dari 0,2L ;
Universitas Sumatera Utara
dan  nilai  FEV1  tertinggi  dan  FEV1  kedua  tertinggi  dari spirogram acceptable tidak boleh berbeda lebih dari 0,2L.
- Kemudian dihitung tes reversibilitas bronkodilator, dengan rumus :
FEV1 reversibilitas  = FEV1 setelah bronkodilator - FEV1 sebelum bronkodilator
x 100 FEV1 sebelum bronkodilator
- Bila hasil  spirometri  menunjukkan perbaikan bermakna FEV1  setelah bronkodilator  FEV1 reversibilitas  12, maka pasien dikeluarkan
dari penelitian karena kemungkinan diagnosa asma. - Bila  didapat  hasil  spirometri setelah  bronkodilator FEV1FVC    0,7
maka  pasien  dimasukkan  dalam  kriteria  yang  diikutkan  dalam penelitian.
- Hasil  spirometri  berupa nilai  FEV1  ml  pasien  dimasukkan  dalam rumus untuk menghitung FEV1prediksi untuk orang Indonesia.
- Prediksi nilai normal FEV1 ml untuk laki laki Indonesia berdasarkan umur  tahun  dan  tinggi  badan  cm  menggunakan  rumusan  Tim
Pneumobile
R
Project Indonesia 1992.
28
i. Tingkat  kepararahan  stadium  PPOK  ditentukan  dengan  klasifikasi menurut kriteria Depkes 2008 dan GOLD 2009.
1,8
- PPOK Stadium I ringan :  FEV1FVC  0,7
 FEV1  80 prediksi - PPOK Stadium II sedang :
Universitas Sumatera Utara
 FEV1FVC  0,7  50  FEV1 80 prediksi
- PPOK Stadium III berat :  FEV1FVC  0,7
 30  FEV1 50 prediksi - PPOK Stadium IV sangat berat :
 FEV1FVC  0,7  FEV1  30 prediksi, atau
 FEV1  50 prediksi ditambah gagal napas kronik  adanya komplikasi cor pulmonale
j. Hubungan seksual  coitus  sexual intercourse : penetrasi penis ke dalam vagina vaginal coitus.
11
k. Hasrat  seksual  libido  :  keinginan  untuk  melakukan  hubungan  seksual, dipengaruhi  oleh  berbagai  rangsangan  visual,  olfaktori,  taktil,  auditori,
imaginasi,  dan  hormonal.  Hormon  seks,  terutama  testosteron,  bekerja meningkatkan hasrat seksual. Hasrat seksual dapat berkurang oleh karena
masalah hormonal atau gangguan psikiatri atau obat-obatan.
29
l. Ejakulasi :  proses  transport  sperma  dari  epidydimis  ke  meatus  uretra, mengakibatkan  memancarnya  cairan  semen.
30
Ejakulasi  biasanya mengakibatkan melembeknya penis, diikuti masa refrakter, dimana gairah
arousal danatau orgasme tidak mungkin lagi sampai masa ini terlewati.
30
m. Orgasme :  interpretasi  otak  terhadap  kejadian  ejakulasi,  bahkan  jika ejakulasi tidak berlangsung secara normal. Orgasme merupakan kejadian
Universitas Sumatera Utara
serebral  yang  biasanya  dialami  pada waktu  ejakulasi,  tetapi dapat  terjadi tanpa ejakulasi.
30
n. Disfungsi  Ereksi DE : ketidakmampuan  untuk  mencapai  atau mempertahankan  suatu  ereksi  yang  cukup  bagi  pelaksanaan  hubungan
seksual yang memuaskan. o. Kuesioner Fungsi Ereksi  International Index of Erectile Function IIEF :
instrumen  yang  digunakan  untuk  menilai  fungsi  ereksi dan telah
digunakan  pada  trial  klinis  multinasional. Kuesioner  ini  memiliki  15 pertanyaan  yang  mencakup  parameter  berikut  :  fungsi  ereksi 1,2,3,4,5,
kepuasan  ketika  berhubungan  seksual  6,7,8,  fungsi  orgasme  9,10, hasrat  seksual  11,12,  kepuasan seksual  secara keseluruhan  13,14  dan
tingkat kepercayaan  diri untuk ereksi 15. Arahan penelitian ini terutama pada  lima  pertanyaan  yang  menggambarkan  fungsi  ereksi  subyek
1,2,3,4,5, setiap pertanyaan bernilai 0-5. Kemudian nilaiskor dijumlahkan dengan skor total 0 25. Subyek dengan skor total  21 dianggap normal
tidak  ada  DE, dan  skor  total   21  dianggap  mengalami  disfungsi  ereksi DE.
20, 24