Library research adalah penelitian melalui perpustakaan dengan cara membaca, menafsirkan, mempelajari, mentransfer dari buku-
buku, makalah-makalah seminar, peraturan-peraturan dan bahan perkuliahan penulis memiliki keterkaitan untuk ,mendukung
terlaksananya penulisan skripsi ini. b
Field Research Penelitian Lapangan Field research adalah penelitian yang dilakukan dengan melihat
langsung kondisi yang sebenarnya di lapangan melalui wawancara kepada orang yang bersangkutan dalam hal penanganan kasus
perkosaan beserta korban, pelaku, dan mengambil bahan-bahan tulisan yang berupa data-data yang dapat digunakan untuk
mendukung penulisan skripsi ini
G. Analisis Data
Setelah diperolehnya data secara lengkap maka tahap berikutnya adalah mengelola dan menganalisis data. Data dianalisis dengan metode pendekatan yang
bersifat analisis deskriptif dan metode induksi dan deduksi tergantung data yang dianalisis dengan pendekatan yuridis sosilogis.
Analisis deskriptif maksudnya bahwa penulis semaksimal mungkin berupaya untuk memaparkan data-data yang sebelumnya terjadi dilapangan.
Metode deduktif artinya metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya
yang khusus
7
Metode induktif artinya metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Hukum yang disimpulkan difenomena yang
diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti analisis didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang
berlaku di Indonesia tentang undang-undang perlindungan anak nomor. 23 tahun 2002 yang dijadikan sebagai pedoman untuk mengambil kesimpulan yang bersifat
khusus berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian.
8
H. Tinjauan Pustaka
. Maksudnya fenomena tersebut berdasarkan norma-norma hukum di bidang perlindungan anak
yang akan menjadi pembahasan yang dikaitkan dengan hukum atau undang- undang yang akan mengupas tuntas pembahasan, dimana diatur tentang
pengaturan ayah tiri yang memperkosa anak di bawah umur beserta alasan ataupun penyebab, mengapa si ayah tiri melakukan perbuatan yang berhubungan
dengan kejahatan terhadap kesopanan tersebut.
1. Eksploitasi Seksual
Eksploitasi seksual adalah segala bentuk pemanfaatan organ tubuh seksual atau organ tubuh lain dari korban untuk mendapatkan
keuntungan, termasuk tetapi tidak terbatas pada semua kegiatan pelacuran dan percabulan.
Jadi dengan kata lain dalam hal ini perkosaan juga termasuk dalam eksploitasi seksual yang dilakukan sebagai salah satu pemuas
7
http:id.wikipedia.orgwikiPenalaran, terakhir kali diakses pada tanggal 12 Mei 2011
8
ibid
kemikmatan untuk dirinya sendiri seperti dalam kasus perkosaan yang dilakukan oleh ayah tiri terhadap anak dibawah umur
9
2. Pengertian Perkosaan
.
A. Perkosaan Rapping adalah penetrasi alat kelamin dengan
paksaan, perkosaan dibagi tiga yaitu: a.
Common Law Rape adalah perkosaan dengan wanita yang cukup umur.
b. Statutory rape adalah perkosaan yang dilakukan di bawah
umur, yang berarti memiliki unsur-unsur phedofilia. c.
True rape adalah ketika pemerkosaan melakukan kegiatannya secara berulang kali untuk menyalurkan nafsu seksualnya
bersama-sama dengan agresifitas
10
B. Perkosaan menurut KUHP
.
Sedangkan menurut KUHP sendiri perkosaan terdapat dalam pasal 285 KUHP yang berbunyi:
“Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan isterinya bersetubuh dengan dia, dihukum,
karena memperkosa, dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun”.
Menurut KUHP itu sendiri perkosaan di bawah umur terdapat
dalam pasal 287 Kitab Undang-undang Hukum Pidana KUHP
9
http:www.gugustugastrafficking.orgindex.php?option=com_contentview=articleid=58:eksploitasi- seksual-catid=117:pengertianItemid=142,
terakhir kali diakses pada tanggal 12 Mei 2011
10
http : idws.in106485, terakhir kali diakses pada tanggal 12 Mei 2011
yang berbunyi
11
: “1 Barangsiapa bersetubuh dengan perempuan yang bukan
isterinya, sedang diketahuinya atau harus patut disangkanya, b
11
Barangsiapa, Atas pengaduan, Umurnya masih dibawah umur ahwa umur perempuan itu belum cukup 15 tahun kalau tidak
nyata berapa umurnya, bahwa perempuan itu belum masanya untuk kawin, dihukum penjara selama-lamanya sembilan tahun.
2 Penuntutan hanya dilakukan kalau ada pengaduan, kecuali kalau umurnya perempuan itu belum sampai 12 tahun atau jika ada
salah satu hal yang tersebut pada pasal 291 dan 294”.
Unsur-unsur Pasal 287: Unsur subjektif:
Perbuatan perzinahan, Perbuatan pencabulan, Penuntutan, Diancam dengan pidana penjara
Unsur objektif:
12
Delik yang dikualifikasi dikhususkan : Kecuali jika umur wanita belum sampai dua belas tahun atau jika ada salah satu hal berdasarkan pasal 291 dan
pasal 294. Alasan : Suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan-aturan pidana dan apabila ada perbuatan yang memberatkan misalnya ada penganiyaan
didalamnya maka perbuatan itu akan mendapatkan sanksinya yang lebih berat
Sesuai dalam pasal ini bahwa pasal 287 termasuk delik biasa : Pasal 287
pencabulan, perzinahan
13
11
R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Politea, Bogor, 1983, Pasal 285, 287, 294 KUHP.
12
Sumber:http:groups.yahoo.comgroupFORUM_FHUNSIKAmessage127, terakhir kali diakses pada tanggal 12 Mei 2011
13
ibid
.
Sedangkan dalam pasal 294 Kitab Undang-undang Hukum Pidana KUHP :
1. Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya yang belum dewasa, anak tiri atau pungutnya, anak peliharaannya, atau
dengan seseorang yang belum dewasa yang dipercayakan padanya untuk ditanggung, dididik atau dijaga, atau dengan bujang atau
orang sebawahnya yang belum dewasa, dihukum penjara selama- lamannya tujuh tahun.
2. Dengan hukuman yang serupa dihukum: 1. pegawai negeri yang melakukan perbuatan cabul dengan orang
yang dibawah perintahnya atau dengan orang yang dipercayakan atau diserahkan padanya untuk dijaga.
2. pengurus, tabib, guru, pegawai, mandor atau bujang dalam penjara, rumah tempat melakukan pekerjaan untuk negeri, rumah
pendidikan, rumah piatu, rumah sakit, rumah sakit ingatan atau balai derma, yang melakukan pencabulan dengan orang yang
ditempatkan disitu.
14
Dalam pasal 294 ayat 1 diatas terdapat unsur-unsur subjektif dan objektif. Unsur-unsur subjektifnya adalah:
Melakukan perbuatan cabul, yaitu perbuatan asusila dan termasuk tindak pidana yang dengan niat seseorang melakukan terhadap orang lain dalam hal ini
merampas kebebasan seseorang dan menimbulkan kerugian bagi orang tersebut. Dengan orang yang belum dewasa, yaitu melakukan perbuatan asusila terhadap
orang yang belum dewasa atau terhadap anak dibawah umur yang seharusnya dipelihara dan dijaga.
unsur objektifnya adalah: Anak dibawah umur yang di cabuli, yaitu perbuatan yang melanggar hukum yang
14
R. Soesilo, Op. Cit halaman 215
dilakukan oleh seseorang terhadap anak dibawah umur dengan cara mencabuli sehingga anak tersebut merasa haknya dirampas
15
Inses biasanya terjadi antara saudara laki-laki dengan adik kandung atau tiri, ayah dengan anak kandung atau anak tiri, ayah dengan anak angkat atau anak
adopsi, kakek dengan cucu, paman dengan keponakan kandung atau tiri dan laki- laki lain yang sudah seperti keluarga, yang posisinya dipercaya. Pengertian yang
luas dari inses juga mencakup hubungan seksual yang dilakukan oleh orang yang diberikan kepercayaan untuk mengasuh seseorang misalnya guru terhadap murid
atau, pendetaulama terhadap anak asuh nya dan lain-lain. Namun, pada dasarnya hubungan inses yang paling umum terjadi yaitu antara anggota keluarga antara
anak dengan ayah kandung atau tiri, maupun antar anak dengan ibu kandung atau tiri, dan antara saudara kandung. Inses dilakukan dengan berbagai pola, misalnya
disertai dengan kekerasan fisik, non fisik atau rayuan untuk membuat korban tidak berdaya sebelum, saat atau sesudah kejadian. Adakalanya inses terjadi tanpa
menggunakan unsur kekerasan, paksaan atau rayuan, tetapi berdasarkan rasa saling suka meskipun ini jarang terjadi.
.
16
3. Pengertian Tindak Pidana
Istilah tindak pidana adalah berasal dari kata istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu: “strafbaar feit”. Walaupun istilah ini
terdapat dalam WVS Hindia-Belanda KUHP, tetapi tidak ada penjelasan resmi tentang apa yang dimaksud dengan strafbaar feit itu.
15
Sumber:http:groups.yahoo.comgroupFORUM_FHUNSIKAmessage238, , terakhir kali diakses pada tanggal 12 Mei 2011
16
ibid
Karena itu para ahli hukum berusaha untuk memberikan arti dan isi dari istilah itu. Sayangnya sampai kini belum ada keseragaman pendapat
17
Strafbaar feit terdiri dari 3 kata, yakni: Straf, baar, Feit dari istilah yang digunakan sebagai terjemahan. Dalam strafbaar feit itu, ternyata
straf diterjemahkan dengan pidana dan hukum. Perkataan baar diterjemahkan dengan dapat dan boleh. Sedangkan untuk kata feit
diterjemahkan dengan tindak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan .
Istilah-istilah yang pernah digunakan baik dalam perundang- undangan yang ada maupun dalam berbagai literatur hukum sebagai
terjemahan dari istilah strafbaar feit adalah: Tindak pidana, peristiwa pidana, delik, pelanggaran pidana, perbuatan yang boleh dihukum,
perbuatan yang dapat dihukum, perbuatan pidana. Nyatalah kini setidak- tidaknya dikenal dengan istilah dalam bahasa kita sebagai terjemahan
dari istilah strafbaar feit.
18
17
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana 1, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, Halaman 67
18
Wirdjono Prodjodikoro, Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia, PT. Eresco, Jakarta, 1986, Halaman 11.
. Menurut wujud dan atas sifatnya, tindak pidana ini adalah
perbuatan-perbuatan yang melawan hukum. Perbuatan-perbuatan ini juga merugikan masyarakat, dalam arti bertentangan dengan atau menghambat
akan terlaksananya tata dalam pergaulan masyarakat yang dianggap baik dan adil, dapat pula dikatakan bahwa perbuatan pidana ini adalah
perbuatan anti sosial.
Wirdjono Prodjodikoro, menyatakan bahwa Tindak Pidana adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukum pidana.
Untuk istilah “Tindak” memang telah lazim dalam peraturan perundang-undangan kita, bahkan dapat dikatakan sebagai istilah resmi
dalam perundang-undangan kita, seperti dalam KUHP dan peraturan- peraturan tindak pidana khusus.
4. Pengertian Anak Di Bawah Umur
Pengertian anak di bawah umur di sini mencakup batas usia anak. Batas usia anak memberikan pengelompokan terhadap seseorang untuk
dapat disebut sebagai anak di bawah umur. Yang dimaksud dengan batas usia anak adalah pengelompokan usia maksimum sebagai wujud
kemampuan anak dalam status hukum. Mengenai tentang anak ini dalam perumusannya tidak ada
keseragaman, tingkat usia seseorang dapat dikategorisasikan sebagai anak di bawah umur antara suatu negara dengan negara lain cukup
beraneka ragam. Di Amerika Serikat, 27 negara bagian menentukan anak di bawah umur antara 8-18tahun, sementara 6 negara bagian menentukan
anak di bawah umur antara 8-17tahun. Di Inggris ditentukan anak dibawah umur antara 12-16tahun,
Belanda menentukan anak di bawah umur antara 12-18tahun, negara- negara Asia, antara lain Sri Lanka menentukan anak dibawah umur
antara 8-16 tahun, di Korea dan Jepang menentukan anak dibawah umur antara 14-20 tahun, Singapura menentukan anak dibawah umur antara 1-
16 tahun. Sementara di Indonesia mengenai pengertian anak dibawah umur berbeda jika dilihat menurut Hukum Adat, Hukum Perdata, Hukum
Pidana dan menurut undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.
a. Menurut Hukum Adat
Menurut hukum adat tidak ada batasan umur yang pasti bilamana dikatakan seseorang itu masih dibawah umur atau tidak, hal ini dapat
dilihat dari ciri-ciri Ter Haar dalam bukunya “BEGINSELLEN EN STELSEL VAN HET ADATRECHT”
Mengatakan: “seseorang sudah dewasa menurut hukum adat di dalam persekutuan
hukum yang kecil adalah pada seseorang baik perempuan maupun laki- laki apabila dia sudah kawin dan disamping itu telah meninggalkan orang
tuanya ataupun rumah mertua dan pergi pindah mendirikan kehidupan rumah keluarganya sendiri”
19
b. Menurut Hukum Perdata
.
Mengenai pengertian anak di bawah umur belum dewasa tercantum dalam pasal 330 KUHPerdata yang bunyinya sebagai berikut:
“Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dari dua puluh satu tahun, dan tidak lebih dahulu kawin. Apabila perkawinan
itu dibubarkan sebelum umur mereka genap dua puluh satu tahun maka mereka tidak kembali lagi dalam kedudukan belum dewasa. Mereka yang
belum dewasa dan tidak berada dalam kekuasaan orang tua, berada di
19
Datuk Usman, Diktat Hukum Adat, Bina Sarana Balai Pemnas SU, Medan, 1984, Halaman 8.
bawah perwalian atas dasar dan dengan cara sebagaimana teratur dalam bagian ke-tiga, ke-empat, ke-lima, ke-enam,bab ini
20
a. Belum penuh berumur 21 tahun
. Jadi yang dimaksud belum dewasadi bawah umur berdasarkan pasal 330
KUHPerdata adalah:
b. Belum pernah kawin
c. Menurut Hukum Pidana
Berdasarkan KUHPidana bahwa mengeai anak di bawah umur belum dewasa adalah mereka yang berusia di bawah 16 tahun.
Dalam pasal 45 KUHP menyebutkan: “Jika seseorang yang belum dewasa dituntut karena perbuatan yang
dikerjakannya ketika umurnya enam belas tahun, hakim boleh memerintahkan sitersalah itu dikembalikan kepada orang tunya, wali, atau
pemeliharaanya dengan tidak dikenakan suatu hukuman, yakni jika perbuatan itu masuk bagian kejahatan atau pelanggaran yang diterangkan
dalam pasal 489, 490, 492, 496, 497, 503-505, 514, 417-519, 526, 531, 532, 536, dan 540 dan perbuatan itu dilakukannya sebelum lalu 2 tahun
sesudah keputusan dahulu yang menyalahkan dia melakukan salah satu pelanggaran ini atau sesuatu kejahatan; atau menghukum anak yang
bersalah itu
21
d. Menurut Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak .
Yang dimaksud dari Anak di dalam undang-undang nomor 23 tahun 2002 perlindungan anak bab I Ketentuan umum pasal 1 nomor 1 adalah
seseorang yang belum berusia 18 delapan belas tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan
22
20
R. Subekti, Kitab Undang-undang Hukum Perdata Burgerlijk Wetboek dengan tambahan Undang-undang Pokok Agraria dan Undang-undang Perkawinan, Pradnya Paramita,
Jakarta, 1984, halaman 98.
21
R. Soesilo, Op. Cit halaman 61
22
Undang-Undang nomor 23 tahun 2002, Jakarta, 2003, Pasal 1 Nomor 1 Halaman. 13
5. Pengertian Orang Tua Tiri
Berdasarkan Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, masuk ke dalam kategori orang tua. Dapat dilihat dalam bab I
ketentuan umum pasal 1 nomor 4, orang tua adalah Ayah danatau Ibu kandung, atau Ayah danatau Ibu tiri, atau Ayah danatau Ibu angkat
23
I. Sistematika Penulisan Skripsi
.
Untuk memudahkan penulisan skripsi ini, maka akan diberikan gambaran secara ringkas mengenai uraian dari bab ke bab yang berkaitan satu dengan
yang lainnya. Adapun sistematika skripsi ini adalah: BAB I Pendahuluan. Pada bab ini digambarkan secara umum tentang
latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, metode penulisan, tinjauan pustaka, sistematika penulisan yang berkenaan dengan permasalahan
yang akan dibahas dalam skripsi ini.
BAB II Pengaturan Hukum Terhadap Tindak Pidana Eksploitasi
seksual Perkosaan Dibawah Umur Oleh Orang Tua tiri . Pada bab ini akan dibahas mengenai pengaturan hukum tindak pidana perkosaan anak di bawah
umur oleh ayah tiri, yaitu : dimanakah pengaturan hal ini dapat kita lihat yang berkenaan dengan kasus seperti ini, apakah termasuk Kitab Undang-undang
Hukum Pidana atau malah mengenyampingkan KUHP malahan memakai Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.
BAB III Faktor Penyebab Tindak Pidana Perkosaan Terhadap Anak Tiri. Pada bab ini pula akan dibahas secara lebih fokus yang menyebabkan,
23
Ibid pasal 1 nomor 4. Hal. 14
mengapa orang tua tiri dapat melakukan hal yang tidak terpuji tersebut yang berhubungan dengan tindak pidana mengenai kesopanan. Perkosaan yang
dilakukan orang tua tiri terhadap anak di bawah umur ini, merupakan hal yang memberatkannya dalam pertanggungjawaban pidananya.
BAB IV Penerapan Sanksi Pidana Perkosaan Oleh Orang Tua Tiri Terhadap Anak Dibawah Umur Putusan no. 1599Pid. B2007PN MDN.
Pada bab ini yang akan dibahas mengenai sampai sebatas mana penerapan hukum pidana terhadap kasus ini, serta menganalisis “Putusan no. 1599Pid.
B2007PN MDN” ini berdasarkan putusannya yang menurut Undang-undang nomor 23 tahun 2002.
BAB V Kesimpulan dan saran, di dalam sesuatu penulisan haruslah berisi kesimpulan dan saran yang akan berdayaguna sebagai suatu jawaban
dari suatu permasalahan yang diangkat serta memberikan saran yang berdayaguna menciptakan suatu jalam keluar dari suatu permasalah yang ada.
BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA EKSPLOITASI
SEKSUAL PERKOSAAN DI BAWAH UMUR OLEH ORANG TUA TIRI
A. Peraturan Menurut KUHP
Tindak pidana kesopanan dalam hal persetubuhan tidak ada yang termasuk pada jenis pelanggaran, semuanya masuk pada jenis kejahatan. Kejahatan yang
dimaksudkan ini dimuat dalam lima pasal, yakni: 284 perzinahan, 285 perkosaan bersetubuh, 286 bersetubuh dengan perempuan yang bukan isterinya
yang dalam keadaan pingsan, 287 bersetubuh dengan perempuan yang belum berumur lima belas tahun yang bukan isterinya, dan pasal 288 bersetubuh dalam
perkawinan dengan perempuan yang belum waktunya dikawin dan menimbulkan luka atau kematian. Dibentuknya kejahatan di bidang ini, ditujukan untuk
melindungi kepentingan hukum kaum perempuan di bidang kesusilaan dalam hal persetubuhan
24
a. Tindak pidana mengadakan hubungan kelamin di luar pernikahan
dengan seorang wanita yang belum mencapai usia lima belas tahun atau yang belum dapat dinikahi oleh pembentuk undang-undang telah
diatur dalam pasal 287 KUHP, yang rumusan aslinya di dalam bahasa Belanda berbunyi sebagai berikut:
. Pada bab ini membahas tentang pengaturan-pengaturan yang berkenaan
dalam kasus perkosaan atau persetubuhan oleh ayah tiri terhadap anak dibawah umur. Dapat kita telaah sebagai berikut:
24
Adami Chazawi,Op.cit, Tindak pidana Mengenai Kesopanan, Halaman 55
1. Hij die buiten echt vleselijk gemeenschap heft met ene vrouw van wie hij weet of redelijkerwijs moet vermoeden dat zij den leeftijd van vijftien
jaren nog niet heft bereikt of dat zij indien van haar leeftijd niet blijkt, nog niet huwbaar is, wordt gestraft met gevangenisstraf van ten hogste negen
jaren. 2. Veruolging heft niet plaats dan op klachte, tenzij de vrouw den leeftijd
van twaalf jaren nog niet heft bereikt, of een der van de art. 291 en 294 aanwezig is
25
hal-hal seperti yang diatur dalam pasal 291 dan pasal 294 .
Artinya:
1. Barang siapa mengadakan hubungan kelamin di luar pernikahan dengan seorang wanita, yang ia ketahui atau sepantasnya harus ia duag
bahwa wanita itu belum mencapai usia lima belas tahun ataupun jika tidak dapat diketahui dari usianya, wanita itu merupakan seorang wanita yang
belum dapat dinikahi, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya Sembilan tahun.
2. Penuntut tidak akan dilakukan apabila tidak ada pengaduan, kecuali jika wanita tersebut belum mencapai usia dua belas tahun atau jika terjadi
26
b. unsur-unsur objektif : 1. Barang siapa
. Tindak pidana yang diatur dalam pasal 287 ayat 1 KUHP terdiri atas
unsur-unsur: a. unsur-unsur subjektif : 1. Yang ia ketahui
2. yang sepantasnya harus ia duga
25
Mr. Engelbrecht. M. L., De Wetboeken, Wetten en Verordeningen benevens de Grondwet van 1945 van de Republiek Indonesia, A. W. Sijthoffs Uitgeversmaatschappij N. V.,
Leiden, 1960, Pasal 287
26
Drs. P.A.F. Lamintang, S. H. dan Theo Lamintang, S. H., Delik-Delik Khusus Kejahatan Melanggar Norma Kesusilaan Norma Kepatutan, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, Halaman. 113
2. mengadakan hubungan kelamin diluar pernikahan 3. wanita yang belum mencapai usia lima belas
tahun atau yang belum dapat dinikahi. Diisyaratkan dua unsur subjektif secara bersama-sama yakni unsur yang ia
ketahui dan unsur pidana yang sepantasnya harus ia duga di dalam rumusan tindak pidana yang diatur dalam pasal 287 ayat 1 KUHP, orang dapat mengetahui
bahwa tindak pidana yang diatur dalam pasal 287 ayat 1 KUHP itu mempunyai unsur subjektif yang proparte dolus dan proparte culpa.
Kedua unsur subjektif tersebut meliputi unsur objektif ketiga dari tindak pidana yang diatur dalam pasal 287 ayat 1 KUHP yakni unsur wanita yang
belum dapat dinikahi. Pelaku dapat dinyatakan terbukti telah memenuhi unsur-unsur subjektif
tersebut, baik penuntut umum maupun hakim harus dapat membuktikan bahwa pelaku memang mengetahui atau setidak-tidaknya dapat menduga bahwa wanita
yang mengadakan hubungan kelamin di luar pernikahan dengan dirinya belum mencapai usia lima belas tahun atau belum dapat dinikahi.
Pengetahuan atau dugaan pelaku tersebut ternyata tidak dapat dibuktikan di siding pengadilan yang memeriksa dan mengadili perkara pelaku, maka hakim
akan memberikan putusan bebas bagi pelaku.
27
Unsur objektif pertama dari tindak pidana yang diatur dalam pasal 287 ayat 1 KUHP ialah unsur barang siapa.
27
Ibid. Hal 114
Kata barang siapa menunjukkan pria, yang apabila pria tersebut memenuhi semua unsur dari tindak pidana yang diatur dalam pasal 287 ayat 1 KUHP, maka
ia dapat disebut sebagai pelaku dari tindak pidana tersebut. Unsur subjektif kedua dari tindak pidana yang diatur dalam pasal 287 ayat
1 KUHP ialah unsur mengadakan hubungan kelamin di luar pernikahan. Terpenuhinya unsur ini oleh pelaku, tidaklah cukup jika hanya terjadi
persinggungan di luar antara alat kelamin pelaku dengan alat kelamin korban, melainkan harus terjadi persatuan antara alat kelamin pelaku dengan alat kelamin
korban, tetapi tidak diisyaratkan keharusan terjadinya ejaculatio seminis. Terjadinya persatuan antara alat kelamin pelaku dengan alat kelamin
korban itu saja, belum cukup bagi orang untuk menyatakan pelaku terbukti telah memenuhi unsur objektif kedua dari tindak pidana yang diatur dalam pasal 287
ayat 1 KUHP, karena disamping itu, undang-undang juga mensyaratkan bahwa persatuan antara alat-alat kelamin itu harus terjadi di luar pernikahan atau buiten
echt
28
28
Ibid. Halaman. 115
. Sesuai yang dimaksud dengan pernikahan di dalam rumusan tindak pidana
yang diatur dalam pasal 287 ayat 1 KUHP ialah pernikahan yang sah menurut undang-undang nomor 1 tahun 1974.
Pasal 2 dari undang-undang nomor 1 tahun1974 menetukan:
1. Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.
2. Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku
29
Diisyaratkan unsur culpa yang oleh undang-undang telah dinyatakan dengan kata-kata van wie hij redelijkerwijs moet vermoeden atau yang
sepantasnya harus ia duga di dalam rumusan tindak pidana yang diatur dalam pasal 287 ayat 1 KUHP memang tepat, karena jarang terjadi seorang pelaku
dapat mengetahui dengan tepat mengenai usia wanita yang mengadakan hubungan .
Menurut Prof. Van Bemmelen dan Prof. Van Hattum, ketentuan pidana diatur dalam pasal 287 ayat 1 KUHP telah dibentuk untuk mencegah
disalahgunakannya ketidakpengalaman anak-anak atau het misbruik maken van jeugdige onervarenheid oleh orang dewasa.
Itulah sebabnya, pembentuk undang-undang telah melarang dilakukannya perbuatan mengadakan hubungan kelamin di luar pernikahan dengan anak-anak
yang belum mencapai usia lima belas tahun atau yang belum dapat dinikahi. Secara kebetulan penentuan tentang usia wanita tersebut ternyata sesuai
dengan penentuan tentang usia wanita yang belum didizinkan untuk menikah menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974, karena menurut ketentuan yang
diatur dalam pasal 7 ayat 1 undang-undang nomor 1 tahun 1974, perkawinan itu hanya diizinkan jika pria telah mencapai usia 19 tahun dan pihak wanita telah
mencapai usia 16 tahun.
29
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, pasal 2
kelamin dengan dirinya, kecuali jika wanita tersebut dapat menunjukkan akta identitasnya, misalnya dengan menunjukkan akta kelahirannya atau kartu tanda
kependudukannya. Pidana yang diatur dalam pasal 287 ayat 2 KUHP, undang-undang telah
menentukan bahwa pelaku dari tindak pidana yang diatur dalam pasal 287 ayat 1 KUHP itu tidak akan dituntut kecuali jika ada pengaduan.
Tentang unsur objektif ketiga, bahwa pengaduan seperti yang dimaksudkan di atas tidak perlu ada, jika korban ternyata merupakan seorang
wanita yang belum mencapai usia dua belas tahun
30
b. Tindak pidana melakukan tindakan melanggar kesusilaan dengan
anaknya sendiri, dengan anak tirinya, dengan anak angkatnya atau dengan seseorang anak dibawah umur yang pengawasannya,
pendidikannya atau pengurusannya dipercayakan kepada pelaku itu, oleh pembentuk undang-undang telah diatur dalam pasal 294 KUHP
yang rumusan aslinya di dalam bahasa Belanda berbunyi sebagai
berikut:
.
1. Hij, die ontucht pleegt met zijn minderjaring kind, stiefkind of pleegkind, zijn pupil, een aan zijne zorg, opleiding of waakzaamheid
teovertrouwden minderjarige, of zijn minderjaringen bediende of ondergeschikte, wordt gestraft met gevangenisstraf van ten hoogste zeven
jaren
31
2. de bestuurder, geneeskundige, onderwijzer, beambte opzichter of bediende in ene gevangenis, lands-werkinrichting, opvoedingsgesticht,
. 2. Met dezelfde straf wordt gestraft:
1. de ambtenaar, die ontucht pleegt met een person, die ambtelijk aan hem ondergeschikt is of aan zijne waakzaamheid is toevertrouwd of
aanbevolen;
30
P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang, Op.cit, Halaman 119
31
Engelbrecht, Op.cit, pasal 294 Hal. 1344 Pasal 294
weeshuis, ziekenhuis, krankzinningengesticht of instelling van weldadigheid, die ontucht pleegt met een person daarin opgenomen
32
2. pengurus, tabib, guru, pegawai, mandor atau bujang dalam penjara, rumah tempat melakukan pekerjaan untuk negeri, rumah pendidikan,
rumah piatu, rumah sakit, rumah sakit ingatan atau balai derma, yang melakukan pencabulan dengan orang yang ditempatkan disitu
. Artinya:
1. Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya yang belum dewasa, anak tiri atau pungutnya, anak peliharaannya, atau dengan
seseorang yang belum dewasa yang dipercayakan padanya untuk ditanggung, dididik atau dijaga, atau dengan bujang atau orang
sebawahnya yang belum dewasa, dihukum penjara selama-lamannya tujuh tahun.
2. Dengan hukuman yang serupa dihukum: 1. pegawai negeri yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang
dibawah perintahnya atau dengan orang yang dipercayakan atau diserahkan padanya untuk dijaga.
33
1. Barangsiapa;
. Tindak pidana yang dimaksudkan di dalam ketentuan pidana yang diatur
dalam pasal 294 ayat 1 KUHP hanya terdiri atas unsur-unsur objektif, masing- masing yakni:
2. Melakukan tindakan-tindakan melanggar cabulkesusilaan;
32
Ibid.
33
R. Soesilo,Op.cit, Halaman 215-216 pasal 294
3. Anak sendiri, anak tiri, anak asuh atau anak angkat yang belum dewasa
ataupun anak belum dewasa yang pengurusan, pendidikan, atau penjagaannya dipercayakan pada pelaku;
4. Seorang pembantu atau seorang bawahan yang belum dewasa.
Unsur objektif pertama dari tindak pidana yang dimaksudkan di dalam ketentuan pidanan yang diatur pasal 294 ayat 1 KUHP, yakni unsur barangsiapa
menunjukkan orang, yang apabila orang tersebut terbukti memenuhi semua unsur dari tindak pidana yang dimaksudkan di dalam ketentuan pidanan yang diatur
pasal 294 ayat 1 KUHP, maka ia dapat disebut pelaku dari tindak pidana tersebut
34
34
P.A.F. Lamintang, S. H. dan Theo Lamintang,Op.cit, Halaman 175
. Unsur objektif kedua dari tindak pidana yang dimaksudkan di dalam
ketentuan pidana yang diatur pasal 294 ayat 1 KUHP ialah unsur melakukan tindakan-tindakan cabul.
Menurut Prof. Simons, kata ontucht di dalam rumusan ketentuan pidana yang diatur dalam pasal 294 ayat 1 KUHP harus diartikan sama dengan kata
ontucht di dalam rumusan ketentuan pidana yang diatur pasal-pasal 289 dan 290 KUHP yakni Handelingen, welke het geslachtelijk leven betreffende met
wellustige bedoelingen geschieden en het agemene zedelijkheidsgevoel krenken atau tindakan-tindakan yang berkenaan dengan kehidupan seksual, yang
dilakukan dengan maksud-maksud untuk mendapatkan kenikmatan secara bertentangan dengan pandangan umum tentang kesusilaan.
Adapun menurut memorie van toelichting, harus pula dimasukkan kedalam pengertian ontuchtige handelingen, yakni perbuatan mengadakan suatu
vleselijke gemeenschap atau mengadakan suatu hubungan kelamin atau senggama.
Unsur objektif ketiga dari tindak pidana yang dimaksudkan di dalam ketentuan pidana yang diatur pasal 294 ayat 1 KUHP ialah unsur-unsur anak
sendiri, anak tiri, anak asuh atau anak angkat yang belum dewasa ataupun anak belum dewasa yang pengurusannya, pendidikannya atau penjagaannya telah
dipercayakan pada pelaku. Menurut hemat penulis pengertian dari anak-anak seperti yang
dimaksudkan di atas sudah cukup jelas, sehingga tidak akan dibicarakan lebih lanjut.
Unsur objektif keempat dari tindak pidana yang dimaksudkan di dalam ketentuan pidana yang diatur pasal 294 ayat 1 KUHP ialah unsur pembantu atau
seorang bawahannya yang belum dewasa
35
35
Ibid, halaman 176
. Kata pembantu berasal dari kata bediende, yang artinya pelayan atau
pesuruh, sehingga termasuk pula ke dalam pengertiannya yakni pembantu rumah tangga, pelayan tangga, pelayan toko, pesuruh kantor, dan lain-lain.
Kata bawahan itu berasal dari kata ondergeschikte yang artinya orang yang membawah, sehingga dapat dimasukkan ke dalam pengertiannya antara lain
pekerja, buruh, karyawan, pegawai, dan lain-lain.
Tindak pidana yang dimaksudkan di dalam ketentuan pidana yang diatur di dalam ketentuan pidana yang diatur pasal 294 ayat 1 KUHP, hanya terdiri atas
unsur-unsur objektif, masing-masing yakni: 1.
Pegawai negeri; 2.
Melakukan tindakan-tindakan melanggar kesusilaan; 3.
Orang yang menurut jabatan merupakan seorang bawahan pelaku atau orang yang penjagaanya telah dipercayakan atau diserahkan kepada
pelaku. Unsur objektif pertama dari pihak tindak pidana yang dimaksud di dalam
ketentuan pidana yang diatur pasal 294 ayat 2 KUHP ialah ambtenaar atau pegawai negeri.
Menurut arrest-arrest hogeraad masing-masing tanggal 30 Januari 1991, W. 9149, 25 Oktober 1915, NJ 1915 halaman 1205, W. 9861 dan tanggal 26 Mei
1919, NJ 1919 halaman 653, W. 10426, yang dimaksudkan dengan pegawai negeri ialah mereka yang diangkat oleh pemerinta untuk melakukan tugas atau
sebagian dari tugas Negara atau tugas alat-alat perlengkapannya, dan yang diberikan pekerjaan yang bersifat umum
36
Tentang yang dimaksudkan dengan ontucht di dalam ketentuan pidana yang diatur pasal 294 KUHP, dan hubungannya dengan ketentuan pidana yang
. Unsur objektif kedua dari tindak pidana yang dimaksud di dalam
ketentuam pidana yang diatur pasal 294 ayat 2 KUHP ialah unsur ontuch plegen atau unsur-unsur melakukan tindakan-tindakan melanggar kesusilaan.
36
Drs. P.A.F. Lamintang, S. H., Samosir, S. H., C. Djisman, S. H., Hukum Pidana Indonesia, Cetakan Kedua, 1985, Halaman 16 dan 82
melarang dilakukannya hubungan kelamin di luar pernikahan dengan seorang anak yang belum mencapai usia lima belas tahun seperti yang dimaksudkan dalam
pasal 287 KUHP. Unsur objektif ketiga dari tindak pidana yang dimaksudkan di dalam
ketentuan pidana yang diatur pasal 294 ayat 2 angka 1 KUHP ialah unsur orang yang menurut jabatan merupakan seorang bawahan pelaku atau orang yang
penjagaanya telah dipercayakan atau diserahkan kepada pelaku. Perlu diperhatikan bahwa undang-undabg telah mensyaratkan sebagai
unsur objektif ketiga antara lain bahwa orang dengan siapa pegawai negeri itu melakukan tindakan melanggar kesusilaan haruslah merupakan orang yang
menurut jabatan harus bawahan pelaku, dan bukan orang yang menurut kepangkatan merupakan bawahan dari pelaku.
Sesuai dalam pasal 294 ayat 2 angka 2 KUHP jelas dituliskan bahwa pengurus, tabib, guru, pegawai, mandor atau bujang dalam penjara, rumah tempat
melakukan pekerjaan untuk negeri, rumah pendidikan, rumah piatu, rumah sakit, rumah sakit ingatan atau balai derma, yang melakukan pencabulan dengan orang
yang ditempatkan disitu dapat dihukum.
B. Peraturan di luar KUHP