Analisis Desain Kolom Komposit Dengan Metode Load And Resistance Factor Design

(1)

ANALISIS DESAIN KOLOM KOMPOSIT BAJA-BETON DENGAN METODE LOAD AND RESISTANCE FACTOR DESIGN

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas – tugas dan memenuhi Syarat untuk menempuh ujian sarjana Teknik Sipil

Disusun Oleh :

ALFIN RICO SIMANJUNTAK 07 0404 126

BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ABSTRAK

Pada saat ini kolom bangunan tinggi banyak menggunakan material beton bertulang. Seiring dengan berkembangnya teknologi bahan konstruksi di beberapa negara, kini sudah mulai banyak digunakan material baja dalam konstruksi bangunan tinggi. Dewasa ini juga telah dikembangkan penggunaan material komposit dalam konstruksi kolom

Dalam tugas akhir ini penulis mendesain 3 model gedung 10 lantai dengan material kolom yang berbeda, yaitu kolom beton bertulang, kolom baja dan kolom komposit beton – baja. 3 model struktur ini di desain dengan fungsi gedung, wilayah gempa dan pembebanan yang sama. Kemudian akan di bandingkan di antara ketiga kolom tersebut yang mana yang paling optimal untuk digunakan pada gedung yang direncanakan tersebut.

Hasil yang diperoleh kolom komposit baja – beton lebih optimal digunakan pada struktur gedung yang direncanakan karena dimensinya lebih kecil sehingga mengurangi biaya material. Selain itu kolom komposit juga memiliki keuntungan terhadap bahaya kebakaran.


(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala hikmat dan pertolongan-Nya sehingga penulisan Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik. Tugas Akhir ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan sarjana S1 pada Bidang Studi Struktur Jurusan Sipil Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Adapun judul Tugas Akhir ini adalah ”ANALISIS DESAIN KOLOM

KOMPOSIT DENGAN METODE LOAD AND RESISTANCE FACTOR DESIGN”. Penulis menyadari bahwa penulisan Tugas akhir ini tidak lepas dari pertolongan banyak pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil sekaligus dosen pembimbing yang telah memberi bimbingan dan saran kepada penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.

2. Bapak Ir. Syarizal, MT sebagai Sekretaris Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Medan.

3. Bapak dan Ibu staf pengajar dan seluruh pegawai Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Medan.

4. Orangtua tercinta M. Simanjuntak dan M. Pakpahan. Terimakasih atas dukungannya baik dalam doa, nasehat, materi dan tenaga yang sangat berarti bagi penulis selama proses penyelesaian Tugas Akhir ini.

5. Sri Irianti Pinem yang terkasih, atas bantuan dan dukungan kepada penulis sehingga Tugas Akhir ini dapat di selesaikan dengan baik


(4)

6. Ramot David Siallagan, tandem Project Tugas Akhir. Terimakasih atas dukungan dan bantuanya.

7. Appara Andreas, Doan, Deddy GS

8. Jefferey, Bekro, Markus, Dedy Gultom, Boy, HMT Rustxell Simanungkalit,

Lae’ Endra dan rekan-rekan seperjuangan mahasiswa stambuk 2007. Serta adik-adik kelas yang telah memberikan banyak motivasi serta bantuan dan segala kekerabatan dan kerja sama selama pendidikan di Fakultas Teknik Universitas Sumatera Medan.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari Bapak dan Ibu Staf pengajar serta rekan-rekan mahasiswa demi penyempurnaan Tugas Akhir ini. Akhir kata, penulis berharap Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Medan, Juni 2013 Hormat saya

Alfin Rico Simanjuntak NIM. 07 0404 126


(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK.……… ………...i

KATA PENGANTAR………..…... ii

DAFTAR ISI………...… iv

DAFTAR NOTASI... vii

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR TABEL... ix

BAB I : PENDAHULUAN 1.1 Latar ψelakang………...………... 1

1.2 Perumusan Masalah...……… ………... 5

1.3 Tujuan Penulisan...……… …………... 5

1.4 Pembatasan Masalah………...… 6

1.5 Metodologi...… ……… ……….………...… 6

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum……….………...…………. 8

2.2 Teori Material dan Perencanaan...………....…….... 8

2.2.1 Beton Bertulang...… ……...……….…….. 8

2.2.1.1 Keunggulan Beton Bertulang...… …… …………... 10

2.2.1.2 Kelemahan Beton... …...………... 11

2.2.1.3 Perencanaan Struktur Beton Bertulang..……… ……... 11


(6)

2.2.1.3.2 Prencanaan alok...……… …..…….. 13

2.2.1.3.3 Prencanaan Penulangan...………...… 13

2.2.1.3.4 Prencanaan Kolom...……….. 15

2.2.1 Baja...………...……… 16

2.2.1.1 Sifat Mekanis Baja...……...……… ….. 17

2.2.1.2 Keunggulan Material Baja...……… ……...….. 18

2.2.1.3 Kelemahan Beton...………… ……….….. 20

2.2.1.3 Perencanaan Struktur Baja ...…………... ….. 20

2.2.1.3.1 Prencanaan Komponen Lentur...……… ……….. 21

2.2.1.3.2 Prencanaan Komponrn Tekan....……… ………... 22

2.3 Struktur Komposit Beton-Baja...… 24

2.3.1 Balok Komposit... ………...…………...….. 25

2.3.1.1 Lebar Efektif Pelat Beton Komposit...………...……….. 26

2.3.1.2 Kekuatan Balok Komposit dengan penghubung geser... 27

2.3.1.3 Menghitung momen nominal... 27

2.3.1.4 Penghubung Geser...…………... 30

2.3.1.5 Kontrol Lendutan...……... 30

2.3.2 Kolom Komposit... ………...…………... 31

2.3.2.1 Kriteria Kolom Komposit...………... 32

2.3.2.2 Kuat Rencana...………... 33

2.3.3 Aksi Komposit... 34

2.4 Analisis Kolom... 36

2.4.1 Beban Aksial dan Lentur pada Kolom …... 36


(7)

2.4.3 Konsep dan asumsi diagram interaksi kolom....…....……….. 40

2.4.4 Eksentrisitas pada kolom…………... 42

2.5 Metode Desain... 19

BAB III : APLIKASI 3.1 Umum ………..………... 58

3.2 Metodologi dan diagram Alir.………... 58

3.3 Perencanaan Struktur Sekunder...………... 86

3.3.1 Struktur Beton Bertulang ……...………... 86

3.3.2 Struktur Baja dan Komposit………...…….. 86

3.4 Analisis dan Output Program Komputer....………...………….…… 90

BAB IV : ANALISIS KOLOM 4.1 Perencanaan Struktur Kolom………... 94

4.1.1 Kolom Struktur Beton Bertulang ………...… 103

4.1.2 Kolom Baja ………...………... 108

4.1.3 Kolom Komposit………...…... 112

4.2 Pembahasan………..………... 112

BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Keismpulan………...…... 121

5.2 Saran... 121 DAFTAR PUSTAKA


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Datasheet Karakteristik Baja 31

Tabel 2.2 Koefisien Gempa (C) untuk kondisi tanah sedang 49

Tabel 3.1 Kontrol kinerja batas layan dan kinerja batas ultimate pada struktur

kolom komposit 93

Tabel 4.1 Perbandingan kebutuhan material kolom masing-masing struktur 118

Tabel 4.2 Tabulasi perbandingan kolom masing-masing struktur 118


(9)

DAFTAR NOTASI

Ac = luas penampang beton, mm2

Ar = luas penampang tulangan longitudinal, mm2 As = luas penampang profil baja, mm2

E = modulus elastisitas baja, MPa Ec = modulus elastisitas beton, Mpa

Em = modulus elastisitas untuk perhitungan kolom komposit, MPa fcr = tegangan tekan kritis, MPa

f y = tegangan leleh untuk perhitungan kolom komposit, MPa fy = tegangan leleh profil baja, MPa

fc’ = kuat tekan karakteristik beton, MPa kc = faktor panjang efektif kolom

L = panjang unsur struktur, mm Nn = kuat aksial nominal, N

rm = jari-jari girasi kolom komposit, mm w = berat jenis beton, kg/m3

λc = parameter kelangsingan

φc = faktor reduksi beban aksial tekan = faktor tekuk

R0 = Tingkat ketahanan terhadap api pada kelembaban nol (menit) W = Berat jenis kolom baja (lbs/ft), untuk baja normal 90 lbs/ft D = Parameter dalam perlindungan api (in), = 84,6 in


(10)

kc = Konduktivitas themal beton pada suhu kamar (Btu/hroF), =0,95 Btu/hroF H = Kapasitas termal kolom baja pada suhu kamar = 0,11W (Btu/ftoF

ρc = Kepadatan beton (pcf)

cc = panas spesifik beton pada suhu kamar (Btu/lboF) L = dimensi satu sisi kolom beton pelindung (in) d = tinggi penampang profil baja (in)


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Kolom berfungsi sebagai elemen struktur tekan... 2

Gambar 1.2. Hubungan tegangan regangan pada beton dan baja (beban sentris)... 2

Gambar 1.3. latar belakang desain kolom sebagai material komposit beton-baja... 5

Gambar 1.4. Jenis-jenis Kolom ... 5

Gambar 1.5 Denah dan potongan bangunan... 8

Gambar 2.1. Diagram tegangan regangan beton... 10

Gambar 2.2. konversi q segi tiga... 13

Gambar 2.3. nomogram faktor panjang efektif K... 16

Gambar 2.5 Macam-macam Struktur Komposit... 26

Gambar 2.6 Distribusi tegangan elastis pada balok... 28

Gambar 2.7 Distribusi tegangan plastis pada balok... 29

Gambar 2.8 Penampang Kolom komposit ... 32

Gambar 2.9 kolom baja struktural dengan pelindung beton ... 35

Gambar 2.10 Perbandingan lendutan balok dengan dan tanpa aksi komposit... 36

Gambar 2.11 Spektrum Respons Gempa Wilayah 3... 37

Gambar 3.1. Denah Rencana Bangunan... 38

Gambar 3.2 Tampak Depan Rencana... 39

Gambar 3.3 Skema diagram alir penyelesaian tugas akhir... 41

Gambar 3.4 Distribusi Gaya... 43

Gambar 3.5 q ekuivalen balok anak... 44

Gambar 3.6. Penampang dek bergelombang bondek® Lysaght ... 45


(12)

Gambar 3.8 Penulangan bondek lantai... 50

Gambar 3.9 Denah pembebanan Balok Anak... 51

Gambar 3.10 Bidang momen dan geser pada balok sebelum komposit... 52

Gambar 3.11 Bidang momen dan geser pada balok setelah komposit... 55

Gambar 3.12 Distribusi tegangan plastis... 74

Gambar 3.13 Denah portal yang ditinjau... 79

Gambar 4.1 Skema Kolom Beton bertulang lantai 1... 82

Gambar 4.2 Nomogram faktor panjang efektif (K)... 83

Gambar 4.3 Kolom Beton bertulang lantai 1-4 85

Gambar 4.4 Skema Kolom Beton bertulang lantai 5 74

Gambar 4.5 Nomogram faktor panjang efektif (K) 75

Gambar 4.6 Kolom Beton bertulang lantai 5-7 77

Gambar 4.7 Skema Kolom Beton bertulang lantai 8 78

Gambar 4.8 Nomogram faktor panjang efektif (K) 79

Gambar 4.9 Kolom Beton bertulang lantai 8-10 80

Gambar 4.10 Skema Kolom B2 struktur baja lantai 1 82

Gambar 4.11 Nomogram faktor tekuk 83

Gambar 4.12 Kolom B2 Struktur Baja lantai 1-4 85

Gambar 4.13 Skema Kolom B2 Lantai 5 87

Gambar 4.15 Nomogram Kolom struktur baja lantai 5 88

Gambar 4.16 Kolom B2 Struktur Baja lantai 5-7 89

Gambar 4.17 Skema Kolom Komposit lantai 1 96

Gambar 4.18 Nomogram Kolom komposit lantai 1 96


(13)

Gambar 4.20 Detail kolom komposit lantai 1 100

Gambar 4.21 Kolom bangunan struktur Beton bertulang 102

Gambar 4.22 Kolom bangunan struktur baja 103

Gambar 4.23 Kolom bangunan struktur Beton bertulang 104


(14)

ABSTRAK

Pada saat ini kolom bangunan tinggi banyak menggunakan material beton bertulang. Seiring dengan berkembangnya teknologi bahan konstruksi di beberapa negara, kini sudah mulai banyak digunakan material baja dalam konstruksi bangunan tinggi. Dewasa ini juga telah dikembangkan penggunaan material komposit dalam konstruksi kolom

Dalam tugas akhir ini penulis mendesain 3 model gedung 10 lantai dengan material kolom yang berbeda, yaitu kolom beton bertulang, kolom baja dan kolom komposit beton – baja. 3 model struktur ini di desain dengan fungsi gedung, wilayah gempa dan pembebanan yang sama. Kemudian akan di bandingkan di antara ketiga kolom tersebut yang mana yang paling optimal untuk digunakan pada gedung yang direncanakan tersebut.

Hasil yang diperoleh kolom komposit baja – beton lebih optimal digunakan pada struktur gedung yang direncanakan karena dimensinya lebih kecil sehingga mengurangi biaya material. Selain itu kolom komposit juga memiliki keuntungan terhadap bahaya kebakaran.


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1

Latar Belakang

Pada saat ini kolom bangunan tinggi banyak menggunakan material beton bertulang. Seiring dengan berkembangnya teknologi bahan konstruksi di beberapa negara, kini sudah mulai banyak digunakan material baja dalam konstruksi bangunan tinggi. Dewasa ini juga telah dikembangkan pnggunaan material komposit dalam konstruksi kolom.

Dalam tugas akhir ini, akan di analisa suatu struktur sepuluh lantai dengan tinggi dan luas bangunan yang sama. Bangunan akan direncanakan menggunakan material beton bertulang, baja dan juga komposit pada material kolomnya, yang kemudian akan dibandingkan ketiganya.

Adapun literatur yang digunakan sebagai acuan untuk mendesain konstruksi beton bertulang adalah SNI 03-1729-2002 dan untuk desain baja serta komposit baja-beton menggunakan SNI 03-2847-2002. Untuk mendukung penulisan tugas akhir ini juga diambil dari buku literatur seperti yang di cantumkan dalam daftar pustaka. Digunakan juga peraturan pendukung lainya dari luar Indonesia seperti Spesification for structural Steel Buildings(AISC-LRFD 2005).

Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka struktur yang memikul beban dari balok. Kolom merupakan suatu elemen struktur tekan yang memegang peranan penting dari suatu bangunan, sehingga keruntuhan pada suatu kolom


(16)

merupakan lokasi kritis yang dapat menyebabkan runtuhnya (collapse) lantai yang bersangkutan dan juga runtuh total (total collapse) seluruh struktur.(Anonim1, 2002)

Gambar 1.1. Kolom berfungsi sebagai elemen struktur tekan

Beton cocok sebagai material untuk komponen tekan karena karakteristiknya yang memiliki nilai kuat tekan yang relatif tinggi, namun beton merupakan bahan bersifat getas dan nilai kuat tariknya hanya berkisar 9%-15% saja dari kuat tekanya. Pada penggunaan sebagai komponen struktural bangunan, umumnya beton diperkuat dengan batang tulangan baja sebagai bahan yang dapat bekerja sama dan mampu menutupi kelemahanya, terutama pada bagian yang mengalami gaya tarik. Mekanisme keruntuhan pada material baja ketika struktur baja telah berada pada kondisi inelastis (plastisnya), baja akan mengalami leleh sebelum runtuh yang akan memberikan waktu bagi para pengguna gedung untuk menyelamatkan diri, tidak seperti beton tanpa tulangan baja yang bersifat getas yang akan runtuh seketika pada saat gaya yang bekerja telah melampaui kemampuan ultimit beton.


(17)

Gambar 1.2. Hubungan tegangan regangan pada beton dan baja (beban sentris)

Pada prisipnya Kolom yang terbuat dari beton murni dapat mendukung beban kombinasi yang bekerja, akan tetapi karena kapasitas kolomnya kecil maka daya dukungnya juga kecil. Kapasitas kolom tersebut dapat ditingkatkan secara signifikan dengan cara menambahkan tulangan longitudinal pada kolom. Adanya tulangan longitudinal ini untuk membuat kolom menjadi lebih daktail dengan persyaratan penulangan sebanyak 1% sampai dengan 6% (SNI 03-2847-2002 Pasal 23.4.3.1).

Untuk meningkatkan kapasitas kolom dapat dilakuakan: (a) ditingkatkan mutu beton f’c dan fy serta memperbesar diameter tulangan; (b)memperbesar dimensi kolom untuk dapat tetap memenuhi syarat persantase penulangan; (c) didesain sebagai kolom komposit


(18)

Kolom juga dapat dibuat secara komposit yaitu kolom baja yang terbuat dari profil baja diletakan dalam beton bertulang atau terbuat dari pipa besi dan diisi dengan beton. Perbandingan luas baja dengan luas penampang kolom (As/Ag) paling sedikit 0,01 agar memenuhi syarat sebagai kolom komposit. Pada kolom komposit tidak terdapat batas atas untuk besarnya ratio luas profil terhadap luas penampang kolom, batasan hanya untuk batas bawah yaitu sebesar 4%. (SNI 03-1729-2002).

Dalam buku struktur beton bertulang (Istimawan dipohusodo, 1994) ada tiga jenis kolom beton bertulang yaitu :

1. Kolom menggunakan pengikat sengkang lateral. Kolom ini merupakan kolom brton yang ditulangi dengan batang tulangan pokok memanjang, yang pada jarak spasi tertentu diikat dengan pengikat sengkang ke arah lateral. Tulangan ini berfungsi untuk memegang tulangan pokok memanjang agar tetap kokoh pada tempatnya. Terlihat dalam gambar 1.4.(a).

2. Kolom menggunakan pengikat spiral. Bentuknya sama dengan yang pertama hanya saja sebagai pengikat tulangan pokok memanjang adalah tulangan spiral yang dililitkan keliling membentuk heliks menerus di sepanjang kolom. Fungsi dari tulangan spiral adalah memberi kemampuan kolom untuk menyerap deformasi cukup besar sebelum runtuh, sehingga mampu mencegah terjadinya kehancuran seluruh struktur sebelum proses redistribusi momen dan tegangan terwujud. Seperti pada gambar 1.4.(b).

3. Struktur kolom komposit seperti tampak pada gambar 1.4.(c). Merupakan komponen struktur tekan yang diperkuat pada arah memanjang dengan gelagar baja profil atau pipa, dengan atau tanpa diberi batang tulangan pokok memanjang.


(19)

Gambar 1.4. Jenis-jenis Kolom

Keuntungan utamanya yang didapat dengan mendesain kolom sebagai kolom komposit adalah kapsitas menahan beban yang besar meskipun dengan penampang yang kecil. Khusus untuk kolom komposit dengan penyelimutan beton juga membawa keuntungan lain, yaitu :

1. Ketahan terhadap api dan korosi yang lebih baik dibandingkan kolom baja biasa. 2. Efek penguatan dalam melawan tekuk.

3. Kemampuan kolom komposit memikul beban aksial dan lentur lebih besar dibandingkan kolom beton bertulang.

Keuntungan diatas didapat karena terlindungnya profil baja oleh beton bertulang yang menyelimutinya.

I.2

Perumusan Masalah

Penggunaan material baja-beton yang pada desain kolom komposit memerlukan perhitungan yang lebih kompleks dibanding perhitungan kolom menggunakan material beton bertulang konvensional dan baja. Disamping itu dalam


(20)

pengerjaanya di lapangan juga perlu diberi perhatian khusus agar beton dan baja dapat berprilaku komposit.

I.3

Tujuan Penulisan

Tujuan yang akan dicapai penulis setelah menyelesaikan tugas akhir ini adalah:

1. Merencanakan Kolom komposit dengan metode Load Resistance Factor Design (LRFD).

2. Mempelajari konsep kolom komposit.

3. Membandingkan kolom komposit, beton bertulang dan kolom baja

I.4

Pembatasan Masalah

Agar pembahasan dalam Tugas Akhir ini dapat lebih spesifik dan terarah, penulis membatasi Tugas akhir ini hanya mencakup poin-poin sebagai berikut

1. Studi tugas akhir ini hanya meninjau elemen struktur komposit baja-beton yang mengalami kombinasi momen lentur dan gaya aksial yaitu kolom komposit tipe Concrete encased column, yaitu kolom yang terbuat dari baja profil dan diletakkan dalam beton bertulang. Profil yang dipakai adalah profil WF (Wide Flange)

2. Studi tugas akhir ini hanya meninjau kolom komposit berpenampang persegi dengan baja profil WF di dalamnya.

3. Studi tugas akhir ini hanya menghitung dan analisa kapasitas kolom komposit Tidak meninjau dari segi analisa biaya, arsitektural dan manajemen konstruksi. 4. Perhitungan terbatas pada kolom komposit.


(21)

5. Peraturan baja mengacu kepada Perencanaan Struktur Baja Untuk Bangunan Gedung Menggunakan Metode LRFD dan peraturan- peraturan pendukung lainya adalah SNI 03-2847-2002 dan SNI 03-1729-2002.

I.5

Metodologi

Adapun pembahasan dalam Tugas akhir ini dilakukan dengan metode study literatur yaitu dengan mengumpulkan data-data dan keterangan dari buku-buku, perpustakaan serta masukan dari dosen pembimbing. Perhitungan analisa struktur dilakukan dengan bantuan program komputer untuk mempercepat pengerjaan.

Untuk melakukan Analisis Desain Kolom Komposit Baja-Beton, penulis mendesain bangunan 10 lantai dengan ketinggian setiap lantai 3,75 meter dengan metode Load and Resistance Factor Design (LRFD). Kolom didesain menggunakan material komposit Beton-baja.


(22)

Data – data yang diperlukan dalam perencanaan seperti wilayah gempa, mutu bahan dan sebagainya ditetapkan sebelumnya. Selanjutnya kolom yang telah di rencanakan menggunakan material komposit tersebut akan dibandingkan karakteristiknya dengan kolom beton bertulang konvensional dan kolom baja.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Umum

Pada awal perkembangannya penyelimutan baja oleh beton digunakan untuk melindungi profil baja dari bahaya suhu yang tinggi akibat api dan korosi pada lingkungan. Sehingga beton dianggap sebagai elemen non struktural dan kekuatan kolom hanya didasarkan kekuatan baja saja. Tetapi dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan, akhirnya diketahui bahwa penyelimutan profil baja dengan beton tidak hanya berguna untuk melindungi profil baja saja. Ternyata beton penyelimut dan profil baja bekerja sama untuk menahan beban yang bekerja. Dengan demikian penyelimutan beton seperti menambah kekuatan dan kekakuan kolom dalam melawan bahaya tekuk.

Sistem struktur komposit sendiri terbentuk akibat interaksi antara komponen struktur baja danbeton yang karakteristik dasar masing-masing bahan dimanfaatkan secara optimal. Karakteristik penting yang dimiliki oleh struktur baja adalah kekuatan tinggi, modulus elastisitas tinggi, serta daktalitas tinggi. Sedangkan karakteristik penting yang dimiliki oleh struktur beton adalah ketahanan yang baik terhadapapi,mudahdibentuk,danmurah.

II.2 Teori Material dan perencanaan II.2.1 Beton bertulang

Beton adalah sebuah bahan bangunan komposit yang terbuat dari kombinasi agregat dan pengikat semen, yang terdiri dari agregat mineral (biasanya kerikil dan pasir), semen dan air. Apabila beton ditulangi dengan luas dan jumlah tulangan yang


(24)

tidak kurang dari nilai minimum, yang disyaratkan dengan atau tanpa prategang, dan direncanakan berdasarkan asumsi bahwa kedua material bersama-sama dalam menahan gaya yang bekerja, maka disebut dengan beton bertulang.

Kuat tarik beton berkisar seperdelapan belas kuat tekannya pada umur masih muda dan berkisar seperduapuluh pada umur sesudahnya. Nilai kuat tekan dan tarik bahan beton tidak berbanding lurus. Suatu perkiraan kasar dapat dipakai bahwa nilai kuat tarik bahan beton normal hanya berkisar antara 9% - 15% dari kuat tekannya. Nilai pendekatan yang diperoleh dari hasil pengujian berulang kali mencapai kekuatan 0.50 – 0.60 kali√ ′ , sehingga untuk beton normal digunakan nilai 0,57 √ ′ .

Gambar 2.1. Diagram tegangan regangan beton

Beton adalah material buatan atau artifisial (berbeda dengan kayu, dan baja), yang terdiri dari beberapa campuran:

a. Semen b. Air

c. Agregat (kerikil) kasar dan halus. d. zat aditif jika diperlukan


(25)

Material-material ini dicampur dan diaduk dengan jumlah dan rasio tertentu sehingga mudah dipindahkan, ditempatkan (dituang), dipadatkan (compact), dan dibentuk (finish), dan campuran material tersebut akan mengeras dan menghasilkan produk yang kuat dan tahan lama.

Jumlah dari masing-masing bahan yang dicampurkan (semen, air, agregat, dll) akan mempengaruhi properti dari beton yang dihasilkan Kekuatannya tinggi dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan struktur seperti beton mutu K-225,K-250,K-350 dan seterusnya.

II.2.1.1 Keunggulan Material Beton

Saat ini masih terdapat banyak sekali struktur yang menggunakan beton, misalnya jembatan, gedung, jalan, dan masih banyak lagi struktur yang lain. Hal ini dikarenakan beberapa keuntungan yang dimiliki beton, antara lain :

 Mudah dibentuk menggunakan bekisting sesuai dengan kebutuhan struktur bangunan.

 Tahan terhadap temperatur tinggi jadi aman jika terjadi kebakaran gedung, atau setidaknya masih memberikan kesempatan kepada penghuni pada saat bencana terjadi.

 Biaya pemeliharaan rendah karena setelah mengeras menjadi batu, asalkan besi tulangan berada pada posisi yang baik didalam beton maka kemungkinan terjadinya karat dapat dikurangi.

 Lebih murah jika dibandingkan dengan baja  Mempunyai kuat tekan yang tinggi.


(26)

 Mudah didapat bahan bakunya, karena Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam misalnya pasir beton dapat ditemukan di pegunungan maupun di dasar lautan

 Mempunyai tekstur yang terlihat alami sebagai batuan sehingga dapat difungsikan sebagai bagian dari seni arsitektur

 Umurnya tahan lama

II.2.1.2 Kelemahan Beton

 Beton termasuk material yang relatif berat. Beton mempunyai Berat jenis 2400 kg/m2.

 Kuat tarik kecil (9%-15%) dari kuat tekannya.

II.2.1.3 Perencanaan struktur beton bertulang II.2.1.3.1 Perencanaan pelat

Perencanaan pelat dikategorikan berdasarkan panjang bentang pada arah x dan y sebagai pelat satu arah dan dua arah sesuai SNI03-2847-2002 sebagai berikut:

1. Pelat satu arah, yaitu plat yang rasio panjang dengan lebarnya sama dengan 2 atau lebih dari 2. Pada pelat satu arah, pembebanan yang diterima pelat akan diteruskan pada balok-balok (pemikul bagian yang lebih panjang) dan hanya sebagian kecil saja yang akan diteruskan pada gelegar (pemikul pada bagian panel yang lebih pendek).

2. Pelat dua arah, yaitu pelat yang rasio panjang dengan lebarnya kurang dari 2, sehingga besar pembebanan yang diterima diteruskan pada keseluruhan pemikul di sekeliling panel dan pelat tersebut.


(27)

Pemodelan struktur yang digunakan adalah sistem rangka pemikul momen, di mana pelat difokuskan hanya menerima beban gravitasi. Tumpuan pada sisi-sisi pelat diasumsikan sebagai perletakan jepit elastis.

Menurut SNI03 — 2847 — 2002 Ps.11.5.3.3 tebal minimum pelat dua arah yang menghubungkan tumpuan pada semua sisinya harus memenuhi

untuk α < 2,0

h i =

( , + fy )

+ m− , dan hmin < 120mm ... (2.1) untuk α > 2,0

h i =

( , + fy )

+ dan hmin < 90mm ... (2.2)

Distribusi pembebanan pada pelat atap dua arah menggunakan metode amplop yang dapat di konversi ke beban ekuivalen merata.

Gambar 2.2. konversi q segi tiga

Momen maksimum beban segi tiga adalah sedangkan pada beban merata momen maksimumnya adalah dengan menyamakan keduanya, didapat persamaan

= ... (2.3) Dengan menyelesaikan persamaan 2.3


(28)

= ... (2.4)

II.2.1.3.2 Perencanaan Balok

Dimensi rencana awal balok dapat ditentukan dengan menghitung h minimum balok agar aman dari lendutan sesuai yang di syaratkan SNI03 — 2847 — 2002 pasal 11.5.2.3b yaitu

ℎ � = , + ... (2.5)

Untuk gaya-gaya dalam yang dapat digunakan untuk menghitung tulangan dapat digunakan persamaan pada SNI03 — 2847 — 2002 pasal 10.3.3.5

Momen tumpuan

= ... (2.6) Momen lapangan

= ... (2.7) Gaya geser

= , ... (2.8)

= ... (2.9)

II.2.1.3.3 Perencanaan Penulangan

Luas tulangan lentur yang diperlukan As perlu, ditentukan dengan persamaan berikut

= − √ − ... (2.10)


(29)

di mana

= , ′ ... (2.12)

= ... (2.13) Menurut SNI03-2847-2002 pasal 12.5.1 nilai As minimum harus memenuhi syarat tidak boleh kurang dari

� � =

√ ′

... (2.14) juga tidak lebih kecil dari

� � = , ... (2.15)

Sedangkan untuk nilai As maksimum di atur dalam SNI03-2847-2002 pasal

12.3.3 yaitu berdasarkan nilai ρbalance

= , ... (2.16)

di mana nilai ρbalance dihitung sesuai dengan pasal 10.4.3 yaitu

= , � ;( + )... (2.17) Sedangkan untuk perencanaan tulangan geser, diatur dalam butir 13 SNI03-2847-2002. Perncanaan penampang terhadap geser harus didasarkan pada

� ... (2.18)


(30)

=√ ′ ... (2.20)

= ... (2.21)

II.2.1.3.4 Perencanaan kolom

Faktor panjang efektif, K pada kolom beton ditentukan dengan menggunakan nomogram seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.3 dengan menarik garis dari dan . Nilai didapat dari rasio Σ ⁄ dari struktur tekan terhadap Σ ⁄ dari struktur lentur pada salah satu ujung komponen struktur tekan yang ditinjau

= Σ EI/LΣ EI/L ... (2.22)

Gambar 2.3. nomogram faktor panjang efektif K

Untuk perhitungan perbesaran momen, nilai EI dihitung berdasarkan SNI03 — 2847 — 2002 pasal 12.11.1 yaitu

= , ... (2.23)


(31)

Untuk komponen tekan yang tidak ditahan terhadap goyangan samping, pengaruh kelangsingan boleh diabaikan apabila

< (2.25)

di mana nilai r sesuai SNI03 — 2847 — 2002 pasal 12.11.2 adalah

r= 0,3h... (2.26) dengan substitusi persamaan 2.17 ke persamaan 2.16 didapat

< ... (2.27) Nilai beban kritis Pc dihitung sesuai SNI03 — 2847 — 2002 pasal 12.12.3 yaitu

= ... (2.28) Karena adanya perbesaran momen, maka momen M1 dan M2 pada ujung-ujung komponen struktur tekan harus diambil sesuai persamaan pada SNI03 — 2847 — 2002 pasal 12.13.3

= + � ... (2.29)

= + � ... (2.30) di mana � dihitung dengan

� = Σ�

, Σ�

...(2.31)

Untuk penulangan, SNI03-2847-2002 membatasi luas tulangan longitudinal komponen struktur tekan non-komposit tidak boleh kurang dari 0,01 ataupun lebih dari 0,08 kali luas bruto penampang Ag


(32)

II.2.2Baja

Baja adalah logam paduan dengan besi sebagai unsur dasar dan karbon sebagai unsur paduan utamanya. Selain beton, baja merupakan salah satu bahan bangunan yang banyak digunakan sampai saat ini.

Baja sebagai material bangunan mulai digunakan sejak abad ke 19 ketika dimulainya revolusi industri di Inggris. Baja terkenal amat baik untuk bahan utama struktur bangunan karena memiliki kekuatan tarik dan kekuatan tekan yang sama baiknya. Jadi, baja memiliki kekuatan terhadap beban tarik dan tekan aksial serta beban lentur yang amat baik. Kekuatan besar ini membutuhkan volume yang relatif tidak tinggi.

II.2.2.1 Sifat-sifat Mekanis Baja

Menurut SNI 03–1729–2002 tentang tata cara perencanaan struktur baja untuk bangunan gedung, sifat mekanis baja terdiri dari:

 Tegangan leleh untuk perencanaan (fy) tidak boleh diambil melebihi nilai yang diberikan pada tabel di bawah:

 Tegangan putus untuk perencanaan (fu) tidak boleh diambil melebihi nilai yang diberikan pada tabel di bawah:


(33)

Kebanyakan properti mekanika yang penting dari baja untuk desain didapat dari test tarik. Properti penting yang didapat dari test tarik adalah tegangan leleh baja (fy), tegangan ultimate ( fu ) dan modulus elastisitas ( E ).

Gambar 2.4 Diagram tegangan regangan baja

Beberapa sifat penting dari baja yang dapat dipergunakan dalam perhitungan struktur baja adalah :

Tegangan tarik leleh ( fy )

Tegangan tarik leleh ( fy ) didapat dari diagram tegangan-regangan seperti pada gambar 2.4, yang merupakan tegangan yang menjadi batas keadaan elastis dan plastis

Modulus Elastisitas ( E )

Modulus Elastisitas ( E ) merupakan kemiringan ( tangen ) dari grafik tegangan regangan pada bagian garis lurus yang melalui titik nol ( 0 ) pada gambar 2.4


(34)

II.2.2.2 Keunggulan Material Baja

Baja sebagai material bangunan memiliki keuntungan-keuntungan sebagai berikut:

 Kekuatan tinggi

Kekuatan per volume tetap paling tinggi dibanding dengan material lain. Kekuatan dinyatakan dengan Fy (Tegangan Leleh) dan Fu (Tegangan Tarik Batas). Akibatnya, dalam perhitungan beban mati, nilainya lebih kecil dengan bentang yang bisa lebih lebar sehingga ruang dapat dimanfaatkan akibat kecilnya profil baja yang dipakai.

 Kemudahan Pemasangan

Umumnya semua komponen konstruksi baja dipersiapkan di bengkel. Yang dilakukan di lapangan atau site adalah menyambung/ assembly komponen-komponen ini. Semua komponen-komponen, sambungan, dan alat sambung baja memiliki standar baik yang nasional maupun internasional

 Keseragaman

Karena baja adalah komponen yang homogen dan buatan manusia, maka keseragaman sangat tinggi dan dapat diharapkan pula keseragaman dalam hal kekuatannya. Karena keseragaman inilah maka pemborosan yang terjadi dalam proses pelaksanaan umumnya dapat ditekan.

 Daktilitas

Daktilitas adalah sifat material yang memungkinkan adanya deformasi yang besar akibat tegangan tarik tanpa hancur dan putus. Adanya sifat ini pada baja membuat konstruksi baja tidak dapat runtuh tiba- tiba apabila terjadi beban


(35)

yang berlebihan. Ini sangat menguntungkan bila bangunan mengalami beban besar tiba- tiba misalnya beban gempa.

 Keuntungan lainnya:

- Proses pemasangan cepat dan tak perlu menunggu untuk mencapai 100% kekuatan

- Dapat dilas

- Komponen-komponen strukturnya bisa digunakan lagi untuk keperluan lainnya

- Komponen-komponen yang sudah tidak dapat digunakan lagi masih mempunyai nilai sebagai besi tua.

- Struktur yang dihasilkan bersifat permanen dengan cara pemeliharaan yang tidak terlalu sukar.

II.2.2.3 Kelemahan Baja

Baja Sebagai material bangunan memiliki keuntungan-keuntungan sebagai berikut:

 Komponen-komponen struktur yang dibuat dari bahan baja perlu diusahakan supaya tahan api sesuai dengan peraturan yang berlaku untuk bahaya kebakaran

 Diperlukannya suatu biaya pemeliharaan untuk mencegah baja dari bahaya karat

 Akibat kemampuannya menahan tekukan pada batang-batang yang langsing, walaupun dapat menahan gaya-gaya aksial, tetapi tidak bisa mencegah terjadinya


(36)

II.2.2.4 Perencanaan struktur baja

Batas kelangsingan profil baja kompak ditentukan dalam SNI03-1729-2002 pasal 7.6.4. untuk sayap

√ ... (2.32)

Dan untuk badan

√ ... (2.33)

II.2.2.4.1 Perencanaan komponen lentur

Suatu komponen struktur yang memikul lentur harus memenuhi persyaratan berikut sesuai SNI03-1729-2002 pasal 8.1.1 dan 8.1.2 yaitu

� ... (2.34) dan

� ... (2.35) Kuat nominal lentur penampang dengan pengaruh tekuk lokal di hitung dengan mengikuti kaidah SNI03-1729-2002 SNI03-1729-2002 pasal 8.2

Momen leleh My adalah momen lentur yang menyebabkan penampang mulai mengalami tegangan leleh. Sesuai SNI03-1729-2002 SNI03-1729-2002 pasal 18.2b besarnya dihitung dengan

= ... (2.36) Kuat lentur plastis Mp momen lentur yang menyebabkan seluruh penampang mengalami tegangan leleh. Sesuai SNI03-1729-2002 pasal 18.2b ditentukan dengan memilih nilai terkecil antara


(37)

= ... (2.37) atau

Mp = 1,5 My ... (2.38) Momen batas tekuk Mr diambil sama sesuai persamaan SNI03-1729-2002 pasal 8.2.1c

= ( – )... (2.39) Kuat lentur nominal penampang dengan pengaruh tekuk lateral dihitung dengan mengikuti kaidah SNI03-1729-2002 SNI03-1729-2002 pasal 8.2. momen kritis Mc untuk profil I dan kanal ganda adalah sebesar

= [ + ( − ) �−

( �− )] ... (2.40) di mana faktor pengali momen Cb ditenrukan dengan persamaan dari SNI03-1729-2002 pasal8.3.1

= , +, + + , ... (2.41) Panjang bentang untuk pengekangan lateral Lp sesuai persyaratan pada SNI03-1729-2002 dihitung dengan persamaan

= , √ ... (2.42) Kuat geser pelat badan dihitung sesuai ketentuan SNI03-1729-2002 pasal 8.8. pelat badan yang memikul gaya geser perlu (Vu) harus memenuhi

� ... (2.43) Kuat geser nominal pelat badan harus dihitung sebagai berikut sesuai anonim2, 2002


(38)

II.2.2.4.2 Perencanaan komponen tekan

Suatu komponen struktur yang mengalami gaya tekan konsentrasi akibat beban terfaktor, Nu, harus memenuhi persyaratan seperti diatur dalam SNI03-1729-2002 Pasal 9.1

� ... (2.45) Analisis tekuk komponen struktur diatur dalam SNI03-1729-2002 pasal 7.6. gaya tekuk elastis komponen struktur (Ncr) ditetapkan sebagai berikut

= ... (2.46)

dengan parameter kelangsingan kolom λc

� = √ ... (2.47) dan Panjang tekuk

= ... (2.48) nilai kelangsingan kolom

� = ... (2.49) dengan mensubstitusikan persamaan 3.39 ke persamaan 3.37

� = � √ ... (2.50) Daya dukung nominal komponen struktur tekan seperti yang di atur dalam SNI03-1729-2002 adalah

= � ... (2.51)

= ... (2.52) Untuk � , maka = ... (2.52a)


(39)

Untuk , < � < , maka = ,

, − , � ... (2.52b)

Untuk � , maka = , � ... (2.52c) Persamaan interaksi aksial-momen harus dipenuhi oleh setiap komponen struktur sesuai persyaratan SNI03-1729-2002 Pasal 7.4.3.3.

Bila

� , maka � + (� +� ) , ... (2.53a)

Bila

� < , maka � + (� +� ) , ... (2.53b)

II.3 Struktur Komposit Beton-Baja

Struktur komposit (Composite) merupakan struktur yang terdiri dari dua material atau lebih dengan sifat bahan yang berbeda dan membentuk satu kesatuan sehingga menghasilkan sifat gabungan yang lebih baik

Karena struktur komposit melibatkan dua macam material yang berbeda, maka perhitungan kapasitasnya tidak sesederhana bila struktur bukan komposit. Karakteristik dan dimensi kedua bahan akan menentukan bagaimana pemilihan jenis profil dan pelat beton yang akan dikomposisikan dan kinerja struktur tersebut.

Sistem struktur komposit sendiri terbentuk akibat interaksi antara komponen struktur baja dan beton yang karakteristik dasar masing-masing bahan dimanfaatkan secara optimal. Karakteristik penting yang dimiliki oleh struktur baja adalah kekuatan tinggi, modulus elastisitas tinggi, serta daktalitas tinggi. Sedangkan karakteristik penting yang dimiliki oleh struktur beton adalah ketahanan yang baik terhadap api, mudah dibentuk, dan murah.

Struktur komposit dalam aplikasinya dapat merupakan elemen dari bangunan, baik sebagai balok, kolom, dan pelat. Umumnya struktur komposit berupa :


(40)

1. Kolom baja terbungkus beton / balok baja terbungkus beton (Gambar 2.5.a/d). 2. Kolom baja berisi beton/tiang pancang (Gambar 2.5.b/c).

3. Balok baja yang menahan slab beton (Gambar 2.5.e).

(a) (b) (c)

(d) (e)

Gambar 2.5 Macam-macam Struktur Komposit

II.3.1 Balok Komposit

Balok adalah salah satu di antara elemen-elemen struktur yang paling banyak dijumpai pada setiap struktur. Balok adalah elemen struktur yang memikul beban yang bekerja tegak lurus dengan sumbu longitudinalnya. Hal ini akan menyebabkan balok melentur.

Sebuah balok komposit (composite beam) adalah sebuah balok yang kekuatannya bergantung pada interaksi mekanis diantara dua atau lebih bahan (Bowles,1980). Beberapa jenis balok komposit antara lain :


(41)

1. Balok komposit penuh

Untuk balok komposit penuh, penghubung geser harus disediakan dalam jumlah yang memadai sehingga balok mampu mencapai kuat lentur maksimumnya. Pada penentuan distribusi tegangan elastis, slip antara baja dan beton dianggap tidak terjadi (SNI 03-1729-2002 Ps.12.2.6).

2. Balok komposit parsial

Pada balok komposit parsial, kekuatan balok dalam memikul lentur dibatasi oleh kekuatan penghubung geser. Perhitungan elastis untuk balok seperti ini, seperti pada penentuan defleksi atau tegangan akibat beban layan, harus mempertimbangkan pengaruh adanya slip antara baja dan beton (SNI 03- 1729-2002 Ps. 12.2.7).

3. Balok baja yang diberi selubung beton

Walaupun tidak diberi angker, balok baja yang diberi selubung beton di semua permukaannya dianggap bekerja secara komposit dengan beton, selama hal-hal berikut terpenuhi (SNI 03-1729-2002 Ps.12.2.8)

 Tebal minimum selubung beton yang menyelimuti baja tidak uang daripada 50 mm, kecuali yang disebutkan pada butir ke-2 di bawah.  Posisi tepi atas balok baja tidak boleh kurang daripada 40 mm di bawah

sisi atas pelat beton dan 50 mm di atas sisi bawah plat.

 Selubung beton harus diberi kawat jaring atau baja tulangan dengan jumlah yang memadai untuk menghindari terlepasnya bagian selubung tersebut pada saat balok memikul beban.


(42)

II.3.1.1 Lebar Efektif Pelat Beton komposit

Lebar efektif pelat lantai yang membentang pada masing-masing sisi dari sumbu balok komposit seperti yang diatur dalam SNI03-1729-2002 tidak boleh melebihi :

a. Seperdelapan dari bentang balok (jarak antara tumpuan)

...(2.44a)

b. Jarak ke tepi pelat

...(2.44b)

II.3.1.2 Kekuatan Balok Komposit dengan Penghubung geser

Kuat lentur negatif rencana øbMn, harus dihitung untuk penampang baja saja, dengan mengikuti ketentuan-ketentuan pada butir 8 SNI03-1729-2002. Kuat lentur positif rencana øbMn ditentukan sebagai berikut:

a. Untuk ℎ

√ ... (2.45)

Dengan øb=0,85 dan Mn dihitung berdasarkan distribusi tegangan plastis pada penampang komposit

b. Untuk ℎ >

√ ... (2.46)

Dengan øb=0,85 dan Mn dihitung berdasarkan superposisi tegangan-tegangan elastis yang memperhitungkan pengaruh tumpuan sementara


(43)

II.3.1.3 Menghitung Momen Nominal

II.3.1.3.1 Perhitungan Mn berdasarkan distribusi tegangan elastis

Gambar 2.6 Distribusi tegangan elastis pada balok  Menghitung nilai transformasi beton ke baja

= . √ ′ (Mpa) ; Untuk beton normal ... (2.45)

= ... (2.46)

= ...(2.47)

� = ...(2.48) dimana: Es = 200000 Mpa

 Menentukan letak garis netral penampang transformasi

= . +(+ + ) ...(2.49)  Menghitung momen inersia penampang transformasi

= + � − + + � ( + + ℎ − ) (2.50)

 Menghitung modulus penampang transformasi

= ...(2.51)

= + + ℎ − ...(2.52)


(44)

 Menghitung momen ultimate

Kapasitas momen positif penampang balok komposit penuh digunakan dari nilai yang terkecil dari

= , . . . ...(2.54)

= . ...(2.55)

II.3.1.3.2 Perhitungan Mn berdasarkan distribusi tegangan plastis

Gambar 2.7 Distribusi tegangan plastis pada balok

gaya tekan yang terjadi pada pelat sesuai persamaan Untuk aksi komposit di mana beton mengalami gaya tekan akibat lentur, gaya geser horizontal total yang bekerja pada daerah yang dibatasi oleh titik-titik momen positif maksimum dan momen nol yang berdekatan harus diambil sebagai nilai terkecil dari:

C = A xf ... (2.56a)

C = , fc′x tp a x b ... (2.56b)

C = ∑ = Qn... (2.56c)

 Mengitung jarak ke sentroid

= ℎ + − . ... (2.57a)


(45)

= ... (2.57c)  Menghitung momen ultimate

= + + + ... (2.59)

II.3.1.4 Penghubung Geser

Gaya geser yang terjadi antara pelat beton dan profil baja harus dipikul oleh sejumlah penghubung geser, sehingga tidak terjadi slip pada saat masa layan. Idealnya alat penghubung geser harus cukup kaku untuk menghasilkan interaksi penuh, namun hal ini akan memerlukan pengaku yang sangat tegar. Adapun jenis-jenis alat penghubung geser yang biasa digunakan adalah sebagai berikut:

 Alat penyambung stud (stud connector) berkepala dan berbentuk pancing.

 Alat penyambung kanal (canal connector)

 Alat penyambung spiral (spiral connector)

 Alat penyambung siku (angle conector)

Pada tugas akhir ini, alat penghubung geser yang digunakan berbentuk Stud berkepala (stud connector). Kekuatan penghubung geser jenis paku sesuai SNI03:

= , � √ ′ ... (2.60)

Dan untuk perhitungan jumlah penghubung geser (shear connector) yang dibutuhkan digunakan persamaan :

= ...(2.70)


(46)

Batasan lendutan atau deflection pada balok telah diatur dalam SNI 03-1729-2002. Lendutan diperhitungkan berdasarkan hal-hal sebagai berikut :

 lendutan yang besar dapat mengakibatkan rusaknya barang-barang atau alat-alat yang didukung oleh balok tersebut .

 lendutan yang terlalu besar akan menimbulkan rasa tidak nyaman bagi penghuni bangunan tersebut. Perhitungan lendutan pada balok berdasarkan beban kerja yang dipakai di dalam perhitungan struktur, bukan berdasarkan beban terfaktor. Besar lendutan dapat dihitung dengan rumus :

= untuk beban terbagi rata ...(2.71)

= untuk beban terpusat di tengah bentang ...(2.72)

II.3.2 Kolom Komposit

Menurut SNI 03-1729-2002, kolom komposit di definisikan sebagai: 1. Kolom yang terbuat dari penampang baja gilas atau tersusun yang diberi

selubung beton di sekelilingnya, (gambar 2.8.a/b)

2. Kolom yang terbuat dari penampang baja berongga yang diisi dengan beton struktural. (gambar 2.8.c/ d)


(47)

Pada kolom baja berselubung beton (gambar 2.8.a dan 2.8.b) penambahan beton dapat menunda terjadinya kegagalan lokal buckling pada profil baja serta berfungsi sebagai material penahan api, sementara itu material baja di sini berfungsi sebagai penahan beban yang terjadi setelah beton gagal. Sedangkan untuk kolom baja berintikan beton (gambar2.8.c dan gambar 2.8.d) kehadiran material baja dapat meningkatkan kekuatan dari beton serta beton dapat menghalangi terjadinya lokal buckling pada baja.

II.3.2.1 Kriteria Kolom Komposit

Kriteria untuk kolom komposit bagi komponen struktur tekan:

1) Luas penampang profil baja minimal sebesar 4% dari luas penampang komposit total;

2) Selubung beton untuk penampang komposit yang berintikan baja harus diberi tulangan baja longitudinal dan tulangan pengekang lateral. Tulangan baja longitudinal harus menerus pada lantai struktur portal, kecuali untuk tulangan longitudinal yang hanya berfungsi memberi kekangan pada beton. Jarak antar pengikat lateral tidak boleh melebihi 2/3 dari dimensi terkecil penampang kolom komposit. Luas minimum penampang tulangan transversal (atau longitudinal) tidak boleh kurang dari 0,18 mm2 untuk setiap mm jarak antar tulangan transversal (atau longitudinal) terpasang. Tebal bersih selimut beton dari tepi terluar tulangan longitudinal dan transversal minimal sebesar 40 mm;

3) Mutu beton yang digunakan tidak lebih tinggi daripada 55 Mpa dan tidak kurang dari 21 MPa untuk beton normal dan tidak kurang dari 28 MPa untuk beton ringan;


(48)

4) Tegangan leleh profil dan tulangan baja yang digunakan untuk perhitungan kekuatan kolom komposit tidak boleh melebihi 380 MPa;

5) Tebal minimum dinding pipa baja atau penampang baja berongga yang diisi beton adalah √ / untuk setiap sisi selebar b pada penampang persegi dan √ / untuk penampang bulat yang mempunyai diameter luar D.

II.3.2.2 Kuat rencana

Kuat rencana kolom komposit yang menumpu beban aksial (SNI 03-1729-2002) adalah

= ϕcP , dengan �c=0,85... (2.73)

= � ... (2.74)

= ... (2.75)

untuk λc≤ 0,25 maka = 1... (2.76a) untuk 0,25< λ <1,2 maka = , − , λ,

c ...(2.76b) untuk λc≥ 1,2 maka = 1,25λc ...(2.76c) dengan:

λ = √ ... (2.77)

= + + ′ ... (2.78)

= + ... (2.79)


(49)

Pada persamaan di atas c1,c2 dan c3 adalah koefisien yang besarnya a. untuk pipa baja yang diisi beton

c1=1,0 ; c2 = 0,85 dan c3=0,4 ...(2.81a) b. untuk profil baja yang diberi selubung beton

c1=0,7 ; c2 = 0,6 dan c3=0,2 ...(2.81b)

II.3.2.3 Ketahanan terhadap bahaya api

Salah satu keuntungan yang didapat dari kolom komposit baja berselimut beton adalah faktor ketahanan terhadap bahaya api. American Institute of Steel Building dalam Steel desing Guide 19 – Fire Resistance of Structural Steel Framing memberi petunjuk dalam mendesain struktur tahan api.

(a)precast concrete column cover; (b)concrete encased Steel column

Gambar 2.9 kolom baja struktural dengan pelindung beton

Penyelimutan profil baja oleh beton dapat berfungsi untuk memperpanjang waktu bagi kolom dapat terus memikul beban dengan menggunakan kapasitas termal beton untuk keuntungan kolom itu. Kapasitas beton untuk menyerap panas dipengaruhi oleh kadar air dari beton. Oleh karena itu, ketahanan api dapat ditentukan dengan persamaan dalam dua langkah. Pertama, daya tahan api dengan kadar air nol ditentukan, dan kemudian bahwa ketahanan api meningkat sebagai fungsi dari kelembaban yang sebenarnya. IBC butir 720.5.1.4 daftar persamaan untuk daya tahan api pada kelembaban nol dirumuskan sebagai:

= / , + ℎ ,


(50)

dimana:

R0 = Tingkat ketahanan terhadap api pada kelembaban nol (menit) W = Berat jenis kolom baja (lbs/ft), untuk baja normal 90 lbs/ft D = Parameter dalam perlindungan api (in), = 84,6 in

h = Ketebalan pelindung beton (in)

kc = Konduktivitas themal beton pada suhu kamar (Btu/hroF), =0,95 Btu/hroF H = Kapasitas termal kolom baja pada suhu kamar = 0,11W (Btu/ftoF ρc = Kepadatan beton (pcf)

cc = panas spesifik beton pada suhu kamar (Btu/lboF) L = dimensi satu sisi kolom beton pelindung (in)

Parameter di atas dapat diatur agar sesuai dengan konfigurasi di lapangan dari kolom komposit baja di selimuti beton seperti pada gambar 2.9b. ketika ruang antara saya dan badan profil baja diisi dengan beton (seperti pada gambar 28b), kapasitas termal dari kolom baja, H, dapat ditingkatkan sebagai berikut

= , + − � ...(2.83) dimana:

d = tinggi penampang profil baja (in) As = luas penampang profil baja (in)

II.3.3 Aksi Komposit

Aksi komposit terjadi apabila dua batang struktural pemikul beban seperti pada pelat beton dan balok baja sebagai penyangganya dihubungkan secara menyeluruh dan mengalami defleksi sebagai satu kesatuan.


(51)

Pada balok non-komposit pelat beton dan balok baja tidak bekerja bersama-sama sebagai satu kesatuan karena tidak terpasang alat penghubung geser, sehingga masing-masing memikul beban secara terpisah. Apabila balok non-komposit mengalami defleksi pada saat dibebani, maka permukaan bawah pelat beton akan tertarik dan mengalami perpanjangan sedangkan permukaan atas dari balok baja akan tertekan dan mengalami perpendekan.

Karena penghubung geser tidak terpasang pada bidang pertemuan antara pelat beton dan balok baja maka pada bidang kontak tersebut tidak ada gaya yang menahan perpanjangan serat bawah pelat dan perpendekan serat atas balok baja.

Dalam hal ini, pada bidang kontak tersebut hanya bekerja gaya geser vertikal. Sedangkan pada balok komposit, pada bidang pertemuan antara pelat beton dan balok baja dipasang alat penghubung geser (shear connector) sehingga pelat beton dan balok baja bekerja sebagai satu kesatuan. Pada bidang kontak tersebut bekerja gaya geser vertikal dan horizontal, di mana gaya geser horizontal tersebut akan menahan perpanjangan serat bawah pelat dan perpendekan serat atas balok baja.

Gambar 2.10 Perbandingan lendutan balok dengan dan tanpa aksi komposit

(Salmon dkk, 1991)

Untuk memahami konsep kelakuan komposit, diambil contoh pada balok yang tidak komposit seperti tampak dalam Gambar.2.10 Pada keadaan ini, jika gesekan


(52)

antara pelat dan balok diabaikan, balok dan plat masing-masing memikul suatu bagian beban secara terpisah. Bila pelat mengalami deformasi akibat beban vertikal, permukaan bawahnya akan tertarik dan memanjang; sedang permukaan atas balok tertekan dan memendek. Jadi, diskontinuitas akan terjadi pada bidang kontak. Karena gesekan diabaikan, maka hanya gaya dalam vertikal yang bekerja antara plat dan balok.

Kekakuan lantai komposit jauh lebih besar dari kekakuan lantai beton yang balok penyanggahnya bekerja secara terpisah. Biasanya plat beton bekerja sebagai plat satu arah yang membentang antara balok-balok baja penyangga. Dalam perencanaan komposit, aksi plat beton dalam arah sejajar balok dimanfaatkan dan digabungkan dengan balok baja penyangga. Akibatnya, momen inersia konstruksi lantai dalam arah balok baja meningkat dengan banyak.

Kekakuan yang meningkat ini banyak mengurangi lendutan beban hidup dan jika penunjang (shoring) diberikan selama pembangunan, lendutan akibat beban mati juga akan berkurang. Pada aksi komposit penuh, kekuatan batas penampang jauh melampaui jumlah dari kekuatan plat dan balok secara terpisah sehingga timbul kapasitas cadangan yang tinggi.

II.4 Metode Desain

Dalam perencanaan struktur baja dikenal dua macam filosofi desain yang sering digunakan, yaitu desain tegangan kerja (oleh AISC diacu sebagai Allowable Stress Design, ASD) dan desain keadaan batas (oleh AISC diacu sebagai LRFD). LRFD merupakan suatu perbaikan terhadap perencanaan sebelumnya, yang memperhitungkan secara jelas keadaan batas, aneka ragam faktor beban dan faktor


(53)

resistensi, atau dengan kata lain LRFD menggunakan konsep memfaktorkan, baik beban maupun resistensi.

Desain ASD telah lama dikenal dan digunakan sebagai filosofi utama dalam perencanaan struktur baja selama kurang lebih 100 tahun. Dalam desain tegangan kerja, fokus perencanaan terletak pada kondisi-kondisi beban layanan (tegangan-tegangan unit yang mengasumsikan struktur elastis) yang memenuhi persyaratan keamanan (kekuatan yang cukup) bagi struktur tersebut.

Dalam perkembangan selanjutnya, pada tahun 1986 di Amerika Serikat diperkenalkanlah suatu filososfi desain yang baru, yaitu desain keadaan batas yang disebut LRFD. Metode ini diperkenalkan oleh American Institute of Steel

ωonstruction (AISω), dengan diterbitkannya dua buku “Load and Resistance Factor Design Spesification for Structural Steel ψuildings” (yang dikenal sebagai LRFD

spesification) dan Load and Resistance Factor Design of Steel Construction (LRFD manual) yang menjadi acuan utama perencanaan struktur baja dengan LRFD.

LRFD adalah suatu metode perencanaan struktur baja yang mendasarkan perencaannya dengan membandingkan kekuatan struktur yang telah diberi suatu faktor resistensi () terhadap kombinasi beban terfaktor yang direncanakan bekerja pada struktur tersebut (iQi). Faktor resistensi diperlukan untuk menjaga kemungkinan kurangnya kekuatan struktur, sedangkan faktor beban digunakan untuk mengantisipasi kemungkinan adanya kelebihan beban.

Peraturan di Indonesia sendiri, yakni SNI 03 – 1729 – 2002 , meskipun tidak ada dicantumkan penjelasan mengacu metode ASD atau LRFD, namun peraturan ini lebih mengacu kepada LRFD sebelum AISC code 2005.


(54)

Dalam Tugas Akhir ini Penulis Menggunakan Metode desain Load and Resistance Factor Design (LRFD) yang telah di sesuaikan dengan kondisi di Indonesia oleh SNI 03-1729-2002 dalam merencanakan bangunan sepuluh tingkat struktur komposit.

II.5 Analisis Struktur

Perhitungan struktur pada Tugas akhir ini menggunakan bantuan program komputer, yaitu program Structure Analysis Program (SAP2000 V15.2.1). dengan input pembebanan sesuai peraturan perencanaan yang digunakan.

II.5.1 Beban Mati (Dead Load)

Berat sendiri elemen struktur terdiri dari berat sendiri elemen kolom, drop panel, pelat lantai. Berat sendiri elemen struktural tersebut akan dihitung otomatis sebagai self weight oleh software SAP2000. Selain berat sendiri elemen struktural, pada beban mati juga terdapat beban lain yang berasal dari elemen arsitektural bangunan, seperti sesi+keramik dan penggantung

II.5.2 Beban Hidup (Live Load)

Beban hidup pada lantai gedung diambil sebesar 250 kg/m2, sedangkan untuk lantai atap 100 kg/m2, sesuai dengan standar Tata Cara Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah Dan Gedung 1987.

II.5.3 Beban Gempa (Quake Load)

Analisis struktur terhadap beban gempa mengacu pada Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah dan Gedung (SNI 03-1726- 2002). Analisis struktur terhadap beban gempa pada gedung dilakukan dengan Metode Analisis Dinamik Spektrum Respon. Besarnya beban gempa nominal pada struktur bangunan dihitung dengan rumus:


(55)

= ... (2.84) Dimana :

V = Beban gempa W = Berat bangunan

I = Faktor keutamaan struktur

R = Faktor reduksi gempa C = Koefisien respon gempa.


(56)

II.5.3.1 Fakator Keutamaan Struktur (I)

Dari Tabel Faktor Keutamaan Bangunan (SNI 03-1726-2002, halaman 18), besarnya faktor keutamaan struktur (I) untuk gedung umum seperti untuk perkantoran dan parkir diambil sebesar 1.

II.5.3.2 Fakator Reduksi Gempa (R)

Dari tabel Faktor Reduksi Gempa (SNI 03-1726-2002, halaman 23), Struktur Gedung ini termasuk dalam kategori struktur sistem ganda struktur rangka penahan momen biasa dengan besarnya nilai faktor reduksi gempa R= 4,5 untuk struktur baja dan 5,5 untuk struktur beton bertulang

II.5.3.3 Penentuan Jenis Tanah (I)

Jenis Tanah Jenis tanah ditetapkan sebagai tanah keras, tanah sedang dan tanah lunak. Untuk tugas akhir ini di asumsikan tanah yang dignakan adalah jenis tanah sedang

II.5.3.4 Zona Wilayah Gempa

Penentuan Zona Wilayah Gempa Berdasarkan Peta Wilayah Gempa Indonesia (SNI 03-1726-2002, halaman 30), Gedung diasumsikan berlokasi di wilayah gempa 3 dari zona gempa Indonesia. Diagram Respon Spektrum Gempa Rencana untuk wilayah gempa 3, diperlihatkan pada gambar 2.11.


(57)

Gambar 2.11 Spektrum Respons Gempa Wilayah 3

Tabel 2.2 Koefisien Gempa (C) untuk kondisi tanah sedang

Periode Getar T (detik)

Koefisien Gempa C

0 0,230

0,2 0,550

0,4 0,550

0,6 0,550

0,8 0,412

1,0 0,330

1,2 0,275

1,4 0,236

1,6 0,206

1,8 0,183


(58)

2,2 0,150

2,4 0,137

2,6 0,127

2,8 0,118

3,0 0,110

II.5.4 Kontrol Simpangan (Drift) II.5.4.1 Kinerja Batas Layan

Simpangan antar tingkat yang dihitung dari simpangan struktur gedung tidak boleh melampaui 0.03/R kali tinggi tingkat yang bersangkutan atau 30 mm bergantung yang mana yang nilainya lebih kecil. Ketentuan tersebut dapat dituliskan dengan persamaan sebagai berikut

∆ , ℎ dan ∆ ... (2.85)

II.5.4.2 Kinerja Batas Ultimate

Simpangan antar tingkat yang dihitung dari simpangan struktur gedung tidak boleh melampaui persyaratan berikut :

∆ , , ℎ ; Untuk bangunan beraturan ... (2.86a)


(59)

BAB III

APLIKASI DESAIN

III.1.

Umum

Sebagai aplikasi dalam penulisan tugas akhir ini, akan dilakukan desain struktur bangunan bertingkat (sepuluh lantai) seperti ditampilkan pada gambar 3.1 dan 3.2. Direncanakan bangunan akan difungsikan untuk keperluan perkantoran. Luas keseluruhan bangunan 324m2 dan tinggi total bangunan 37,5 m. Denah bangunan berbentuk persegi dengan panjang melintang 3 x 6m dan memanjang 3 x 6m, dan tinggi tiap lantai adalah 3,75m. Direncanakan di bangun di wilayah zona gempa 3 dengan jenis tanah keras.


(60)

Gambar 3.2 Tampak Depan Rencana

Akan direncanakan tiga buah bangunan dengan denah seperti tersebut di atas, dengan dimensi dan jenis material kolom yang berbeda, yaitu struktur dengan kolom beton bertulang, kolom baja dan struktur dengan kolom komposit baja diselimuti beton.

III.2.

Metodologi dan diagram alir

Tugas dimulai dengan pengumpulan data-data bangunan, dan asumsi-asumsi perencanaan struktur. Kemudian dilakukan tinjauan pustaka (studi literatur) mengenai perencanaan struktur beton bertulang, struktur baja dan struktur komposit.


(61)

Selanjutnya akan dilakukan desain pada struktur sekunder pada bangunan beton bertulang dan bangunan baja. Struktur sekunder merupakan bagian dari struktur gedung yang tidak menahan kekuatan secara keseluruhan, namun tetap mengalami tegangan-tegangan akibat pembebanan yang bekerja pada bagian tersebut secara langsung, ataupun tegangan akibat perubahan bentuk dari struktur primer. Bagian dari struktur sekunder meliputi pelat lantai dan atap dan balok anak. Struktur sekunder pada bangunan baja dan komposit disamakan, yaitu menggunakan pelat beton komposit dek bergelombang, dan balok anak dari profil baja

Dimensi awal dari perencanaan struktur sekunder akan di gunakan sebagai input untuk merencanakan struktur primer (balok induk dan kolom) menggunakan program analisis komputer, dalam hal ini program yang digunakan adalah SAP2000 V15. Nantinya dimensi hasil perhitungan SAP2000 V15 akan di kontrol ulang dengan perhitungan manual.

Setelah didapat dimensi kolom beton bertulang, kolom baja dan kolom komposit, akan dibandingkan hasil desain dari masing-masing kolom tersebut

Sistematika penulisan tugas akhir ini dapat dilihat dalam diagram alir pada gambar 3.3


(62)

(63)

III.3.

Perencanaan struktur Sekunder

III.3.1. Struktur Beton Bertulang III.3.1.1. Pelat

a. Pelat Atap

Tebal pelat beton sesuai persamaan 2.1 untuk tebal pelat minimum, direncanakan tebal pelat atap:

h = . ++ × = , ; diambil:

h =

Berat mati (qDL) atap

Termasuk di dalamnya berat sendiri pelat atap (0,12m x 24KN/m3) berat spesi setebal 2 cm (2 x 0,21KN/m2) dan berat plafon + penggantung (0,18 KN/m2). Sehingga beban mati atap adalah:

qDL = 3,48 KN/m Beban Hidup (qLL) atap

Menurut peraturan pembebanan Indonesia 1983, beban hidup yang direncanakan pada pelat atap untuk bangunan perkantoran adalah 100 kg/m2

qLL = 1,00 KN/m2 b. Pelat Lantai

Tebal pelat beton sesuai persamaan 2.1 untuk tebal pelat minimum, direncakan tebal lantai:

h � =


(64)

Beban mati yang bekerja pada pelat lantai sama seperti yang bekerja pada atap, ditambah dengan penambahan berat tegel setebal 2 cm pada pelat lantai (2 x 0,24 KN/m2):

qDL = 3,96 KN/m Beban Hidup (qLL) lantai

Menurut peraturan pembebanan Indonesia 1983, beban hidup yang direncanakan pada pelat atap untuk bangunan perkantoran adalah 100 kg/m2

qLL = 2,50 KN/m2 III.3.1.2. Balok anak

Pelimpahan beban merata pada balok-balok struktur dilakukan dengan metode amplop. dengan cara ini, balok-balok struktur tersebut ada yang memikul beban segitiga. Untuk memudahkan perhitungan, beban segi tiga diubah menjadi beban merata ekuivalen (qc ).


(65)

Gambar 3.5 q ekuivalen balok anak

Beban mati untuk pelat atap berasal dari distribusi pelat atap qDL atap ditambah berat sendiri balok anak atap. qek dari beban segitiga ke beban merata ekuivalen dihitung dengan persamaan 2.4.

= ( ) + = , x + , , = , /

Untuk beban hidup diambil dari pembebanan pelat atap disalurkan ke balok anak

= ( ) = /

Sehingga beban terfaktor pada balok anak

= , , + , = ,

Gaya-gaya dalam yang terjadi sesuai persamaan 2.6, 2.7, 2.8 dan 2.9 didapat momen-momen pada tumpuan

= , , = ,

Dan momen-momen pada lapangan

= , , = ,

Sedangkan untuk gaya gesernya


(66)

= , , = ,

III.3.1.2.1. Penulangan balok anak a. Penulangan lentur

Luas tulangan untuk memikul beban lentur seperti yang di syaratkan pada persamaan 2.14 tidak boleh kurang dari

� =

√ ′

= , −

Dan tidak lebih kecil dari

� � = , = , = , cm2

Dengan menggunakan persamaan 2.10 didapat nilai β1 yang kemudian nilainya akan digunakan untuk menentukan ρb menggunakan persamaan 2.11

� = , − − = ,

= , , + = ,

Maka

= , ′ = , = ,


(67)

Penulangan tumpuan

Diketahui Mu= 48,605 KNm, sehingga momen nominal didapat dengan persamaan 2.10

= = ,, = ,

= = , ,, = ,

= − √ − = , − √ − , , = , −

Maka luas tulangan yang diperlukan untuk menahan beban yang bekerja pada balok anak, Aperlu sesuai persamaan 2.11 di dapat

� = = , x x , = , cm

Dipasang tulangan dengan diameter 16mm sebanyak 4 buah, sehingga nilai As=4,02cm2. Karena serat bawah tidak mengalami tarik, maka tulangan negatif digunakan tulangan praktis minimum. Maka luasan tulangan tekan

� ′ = , � = , , = ,

Dipasang tulangan tekan 2 buah tulangan D16mm

Penulangan lapangan

Diketahui Mu= , KNm, sehingga momen nominal didapat dengan persamaan 2.10


(68)

= = , ,, = ,

= − √ − = , − √ − , , =

, −

Maka luas tulangan yang diperlukan untuk menahan beban yang bekerja pada balok anak adalah sebagai berikut

� = , x x , = , cm

Dipasang tulangan dengan diameter 16mm sebanyak 3 buah, sehingga nilai As=3,02cm2. Karena serat atas tidak mengalami tarik, maka tulangan negatif digunakan tulangan praktis minimum. Maka luasan tulangan tekan

� ′ = , � = , , = ,

Dipasang tulangan tekan 2 buah tulangan D16mm

b. Penulangan geser

Dengan gaya geser maksimum yang terjadi pada balok anak Vu sebesar 34,107KN, maka nilai �Vc adalah sebagai berikut

� = , √ = ,

Dan nilai �Vs min

� � = , = ,

Kontrol terhadap syarat geser maksimum

< , �


(69)

, � < �

, < , , ... (not OK)

� < [� + � � ]

, < , , ... (not OK)

Maka, untuk memikul gaya geser yang terjadi balok anak memerlukan tulangan geser yang perencanaannya sebagai berikut

> = ,, = ,

= − = , − ,, = ,

= = ( , ,) , = ,

III.3.2.

Struktur Baja dan komposit

Untuk struktur dengan kolom baja dan kolom komposit, menggunakan struktur sekunder yang sama. Pelat menggunakan beton dengan tulangan positif menggunakan dek bergelombang, dan balok menggunakan profil baja.

III.3.2.1. Pelat a. Pelat Atap

Pada pelat dipakai pelat komposit menggunakan dek bergelombang bondek® dari lysaght dengan spesifikasi tebal = 0,75mm dan Massa= 10,5 Kg/m2


(70)

Gambar 3.6. Penampang dek bergelombang bondek® Lysaght Beban Superimposed (Berguna)

Beban berguna untuk perencanaan pelat dek bergelombang adalah berat spesi setebal 2 cm (2 x 0,21KN/m2), berat plafon + penggantung (0,18 KN/m2) dan berat tegel setebal 2 cm pada pelat lantai (2 x 0,24 KN/m2)ditambah beban hidup untuk atap 2,5 KN/m2. Sehingga beban berguna atap adalah diluar berat sendiri adalah 1,5 KN/m2. Berdasarkan tabel perencanaan praktis untuk bentang menerus dengan tulangan negatif dengan satu baris penyangga untuk beban berguna 1,5 KN/m2, mutu beton (fc’) 35Mpa, dan tebal pelat beton 10 cm, diperlukan luas tulangan negatif 1,7 cm2/m. Direncanakan memakai tulangan Ø 8 (As = 0,5024 cm2), sehingga banyaknya tulangan yang diperlukan dalam 1 meter (n)

= , , = , ℎ ≈ ℎ

Jarak antar tulangan tarik per meter = 1000/4 = 250 mm. Jadi, dipasang tulangan tarik Ø8-250 mm.


(71)

Gambar 3.7 Penulangan bondek atap

b. Pelat Lantai (lantai 1-9)

Untuk pelat lantai dipakai pelat komposit menggunakan dek bergelombang bondek® dari lysaght. Beban berguna untuk perencanaan pelat dek bergelombang adalah berat spesi setebal 2 cm (2 x 0,21KN/m2) dan berat plafon + penggantung (0,18 KN/m2) ditambah beban hidup untuk atap 2,5 KN/m2. Sehingga beban berguna atap di luar berat sendiri adalah 3,7 KN/m2 (dipakai $KN/m2)

Berdasarkan tabel perencanaan praktis untuk bentang menerus dengan tulangan negatif dengan satu baris penyangga untuk beban berguna 4 KN/m2, mutu beton (fc’) 35Mpa, dan tebal pelat beton 10 cm, diperlukan luas tulangan negatif = 3,25 cm2/m. Direncanakan memakai tulangan Ø 10 (As = 0,5024 cm2), sehingga banyaknya tulangan yang diperlukan dalam 1 meter (n)

= ,, = , ℎ ≈ ℎ

Jarak antar tulangan tarik per meter = 1000/5 = 200 mm. Jadi, dipasang tulangan tarik Ø10-200 mm.


(72)

Gambar 3.8 penulangan bondek lantai

III.3.2.2. Balok anak

Balok anak berfungsi membagi luasan lantai agar tidak terlalu lebar, sehingga mempunyai kekakuan yang cukup. Balok anak menumpu di atas dua tumpuan sederhana. Pada perencanaan ini, balok anak dari lantai 1-10 sama semua, balok anak direncanakan menggunakan profil WF 300x200x8x12, dengan data sebagai berikut

A = 72,38 cm2 W = 56,8 Kg/m d = 294 mm bf = 200 mm ix = 12,5 cm

iy = 4,71 cm tw = 8 mm tf = 12 mm Ix = 11300 cm4 Iy = 1600 cm4

r = 18 mm Zx = 823 cm3 Sx = 769 cm3

Distribusi beban pada pelat bondek® direncanakan satu arah, sehingga balok anak direncanakan seperti tergambar dalam gambar 3.9


(73)

Gambar 3.9 Denah pembebanan Balok Anak

a. Kondisi Balok Anak Sebelum Komposit

Beban Mati (qD)

Beban mati (qD) yang bekerja pada balok baja adalah berat bondex® berat sendiri beton, berat sendiri profil WF ditambah berat ikatan (10% dari berat sendiri).

berat pelat bondex (0,105 KN/m x 3m) = 0,315 KN/m berat sendiri pelat beton (0,1m x 24KN/m x 3m) = 7,200 KN/m berat sendiri profil WF = 0,568 KN/m +

= 8,083 KN/m berat ikatan: (10% x 8,083 KN/m) = 0,808 KN/m

qD = 8,890 KN/m

dihitung beban mati terfaktor dengan mengalikan Safety factor untuk beban mati sebesar 1,2. Sehingga di dapat qD terfaktor


(74)

Dengan qu = 10,668 KN/m2 , pada model perletakan sederhana balok dengan bentang 6 m, momen (Mu) yang terjadi adalah , = dan gaya geser (Vu) adalah sebesar , =

Gambar 3.10 Bidang momen dan geser pada balok sebelum komposit Dari gaya-gaya dalam tersebut, dilakukan kontrol lendutan pada balok

= = ,

= = , = , ′… ��

Kontrol kelangsingan penampang terhadap tekuk penampang (lokal buckling) dengan menggunakan persamaan 2.32 dan 2.33.

√ (untuk sayap)

, , ... OK

√ (untuk Badan)

, , ....OK

Profil penampang memenuhi syarat profil kompak, maka Mn = Mp Kontrol terhadap tekuk lateral (lateral buckling) untuk jarak penahan lateral LB= 600 cm, Berdasarkan profil baja, didapatkan LP= 234,465 cm dan LR= 742,890 cm, karena


(75)

LP < LB < LR bentang balok termasuk dalam kategori bentang menengah. Dengan persamaan 2.39 dihitung momen batas tekuk Mr yang besarnya adalah

= ( – ) = , − /

= ,

Dihitung juga momen plastis, Mp dengan persamaan 2.38 sebagai berikut

= = , x − m x x /

= , KNm

Dan nilai Cb sesuai persamaan 2.41, yaitu faktor pengali momen unutk menghitung momen nominal

= , + , + + ,

= , + , + + ,

, ,

Dengan mengetahui nilai Mp, Mr dan Cb dari perhintungan sebelumnya, dapat dihitung besarnya momen nominal sesuai persamaan 2.40

= [ + ( − ) �−

( �− )]

, [ , + , − , , , − ,− ] ,

, , ...OK

� sesuai syarat persamaan 2.34 didapat:

48 ≤ 0,9 x178,74 KNm 48 ≤ 160,87 KNm ....OK

Kontrol terhadap geser yang terjadi, sebelumnya di lakukan kontrol geser pada penampang sebagai berikut


(76)

ℎ √

, ,

Untuk pelat badan yang memenuhi syarat di atas, maka dengan persamaan 2.44 kuat geser nominalnya adalah:

= , �

= , / −

= ,

Sesuai syarat pada persamaan 2.43

�Vn ≥ Vu

0,9 x 588 ≥ 31,962 KN

529,2 ≥ 31,962 KN .... OK

Jadi, penampang profil baja WF 300x200x8x12 mampu menahan beban lentur dan geser yang terjadi.

b. Kondisi Balok Anak Setelah Komposit

Setelah aksi komposit, Pembebanan yang terjadi pada balok anak ditambahkan dengan berat spesi (0,42KN/m2), tegel (0,48KN/m2) dan penggantung+plafon (0,18KN/m2)

= , + , + , + , = , /

Beban Hidup (qL) pada pelat bekerja satu arah dan disalurkan ke sepanjang bentang balok anak yaitu sebesar


(77)

Kombinasi Beban qu yang terjadi di sepanjang bentang balok anak dikali Safety factor 1,2 untuk qD dan 1,6 untuk qL adalah sebesar

= , , + , , = , /

Dengan qu = 20,09 KN/m2 , pada model perletakan sederhana balok dengan bentang 6 m, momen (Mu) yang terjadi adalah , = , dan gaya geser (Vu) adalah sebesar , = ,

Gambar 3.11 Bidang momen dan geser pada balok setelah komposit

Kontrol kriteria penampang terhadap tekuk penampang (lokal buckling) dengan menggunakan persamaan 2.32 dan 2.33

√ (untuk sayap)

, , ... OK

√ (untuk Badan)


(78)

Jadi, profil termasuk penampang kompak maka kapasitas momen penampang dianalisa dengan distribusi tegangan plastis (Mn=Mp).

Lebar efektif pelat beton dihitung dengan persamaan 2.44 diambil nilai terkecil antara b x L = x cm = cm dan b S = cm. Jadi diambil beff = 150 cm.

gaya tekan yang terjadi pada pelat sesuai persamaan 2.56 Untuk aksi komposit di mana beton mengalami gaya tekan akibat lentur, gaya geser horizontal total yang bekerja pada daerah yang dibatasi oleh titik-titik momen positif maksimum dan momen nol yang berdekatan harus diambil sebagai nilai terkecil dari:

C = A xf

= , x − x / = 1800 KN

C = , fc′x tp a x b

= , x / x , m x , = 4462,5 KN

C = ∑ Qn

=

Jadi, C = C1 = 1800 KN (nilai C yang terkecil)

Setelah aksi komposit, pelat beton dan balok baja bekerja bersama sebagai material komposit, untuk itu dihitung titik sentroid gaya-gaya yang bekerja pada masing-masing material sehingga menjadi material yang kompak menggunakan persamaan 2.57. Jarak titik sentroid gaya-gaya yang bekerja di tunjukkan dalam gambar 3.12


(79)

Gambar 3.12 Distribusi tegangan plastis

dihitung jarak centroid menggunakan persamaan 2.57.

a = , xfC

c′xb = , x x , = ,

= − = − , = ,

= , profil baja tidak mengalami tekan

= = = ,

dengan C = ,dan P = , sesuai persamaan 2.58. Dihitung Mn dengan persamaan 2.59.

M = C d + d + P d − d

= 1800 (7,789 x 10-2) + 1809,5 (14,7x10-2) = 406,2 KNm

Syarat: M ϕM

, KNm , x , KNm


(80)

kekuatan nominal penampang komposit lebih besar daripada momen akibat beban terfaktor, sehingga penampang mampu menahan beban yang terjadi.

Dihitung luasan transformasi beton ke baja dengan elastisitas beton dan elastisitas baja adalah Ec = , x , x√ = , x Mpa dan E =

x Mpa. Sehingga nilai n berdasarkan persamaan 2.46 adalah

= = , x x = ,

Lebar efektif 150 cm dan n=8,3, maka lebar transformasi dihitung menggunakan persamaan 2.47

= = , = ,

Dan luas transformasinya sesuai persamaan 2.48

� = = , = ,

dihitung letak garis normal penampang balok setelah terjadi aksi komposit antara pelat beton dan balok baja dengan persamaan 2.49

= +(+ + )

=

, +( , + , )

, + ,

= 10,63 cm

Dengan variabel-variabel tersebut dihitung Inersia transformasi

= + � − + + � ( + − )

= , + , , − + + , ( , + −


(81)

Kontrol lendutan yang terjadi pada balok setelah aksi komposit pelat beton-kolom baja terjadi

f’ = = 1,67 cm

ymax = + = , + ,

, = , ≤ f’ ....OK

hitung kuat geser pada balok, kuat geser balok untuk komposit tergantung pada perbandingan antara tinggi bersih pelat badan (h) dengan tebal pelat badan (tw) dihitung dengan persamaan

, √

, √

, , ... OK

Syarat

= , �

= , / −

= ,

�Vn ≥ Vu

0,9 x 352,8 ≥ 91,8 KN

317,52 ≥ 91,8 KN .... OK

c. Perencanaan Penghubung Geser

Untuk penghubung geser yang dipakai adalah tipe paku dengan ds= 19 mm, Asc= 283,53 mm2, fu= 410 Mpa = , , √ = , .


(82)

Sesuai persamaan 2.60, kekuatan nominal satu penghubung geser jenis paku yang di tanam dalam pelat beton masif adalah:

Qn = , � √ ′

= , , √ ,

= 110,039 KN untuk setiap stud Syarat:

, / , − /

, / , /

Cek koefisien reduksi (rs) karena pengaruh gelombang pelat bondek yang dipasang tegak lurus terhadap balok. Dengan hs= 53 mm, Ws= 200 mm, Ns= 2 dan Hs= (hr + 40) = 53 + 40 = 93 mm. Kuat nominal penghubung geser jenis paku merupakan nilai Qn dikalikan faktor reduksi rs, yang besarnya:

rs = ,

√ ℎ ℎ − ≤ 1

= ,

√ − ≤ 1

= 1,712 > 1, maka diambil rs=1 Sehingga dihitung nilai Qn’

Qn’ = Qn x rs = 110,039 KN 110,039 KN ≤ , KN ... OK

Jumlah stud untuk setengah bentang: n = =

, = , ≈ ℎ

Jadi, dibutuhkan 40 buah stud untuk seluruh bentang. Jarak seragam (P) pada masing-masing lokasi:


(83)

P = = = 15 cm

Jarak maksimum (Pmaks) = 8 x tpelat beton

= 8 x 10 cm = 80 cm ... OK

Jarak minimum = 6 x (diameter)

= 6 x 1,9 cm = 11,4 cm ...OK

Jadi, shear connector dipasang dengan jarak 15 cm sebanyak 40 buah untuk masing-masing bentang.

III.4.

Analisis dan output program komputer

III.4.1. Kombinasi Pembebanan

Dalam perhitungan tugas akhir ini digunakan kombinasi pembebanan untuk gedung struktur beton bertulang, baja, dan komposit beton-baja sebagai berikut:

Kombinasi 1 = 1,4D

Kombinasi 2 = 1,2D + 1,6L

Kombinasi 3 = 0,9D + (1,3W atau 1,3E) Kombinasi 4 = 1,2D + 1,0E + 1,0L

III.4.2. Analisis dengan program komputer SAP2000 V15

Dengan input dimensi awal dan data-data perencanaan yang telah dibahas di subbab sebelumnya. Dari setiap kombinasi pembebanan pada sub bab III.4.1 menghasilkan gaya-gaya dalam (momen, gaya lintang dan gaya normal) hasil perhitungan program SAP2000.

Keluaran/output gaya-gaya dalam hasil analisis program komputer di sajikan pada lampiran pada penulisan Tugas Akhir ini.


(1)

Harga total Rp. 55.353.780 Rp. 159.825.450 Rp. 108.051.800

Bobot Total 16 Ton 3,09 Ton 12,63 Ton

Sebagai bahan perbandingan juga ditampilkan output yang telah di dapat dari perhitungan sebelumnya pada tugas akhir ini dalam tabel 4.2 di atas dapat disimpulkan bahwa kolom beton bertulang adalah struktur yang paling murah biaya materialnya, namun gaya-gaya dalam yang dan bobotnya adalah yang paling besar di antara ketiganya. Dan kolom baja adalah yang paling ringan, namun dari biaya material kolom baja yang paling mahal.

Deformasi yang terjadi pada masing-masing struktur kolom yang dibandingkan ditampilkan dalam tabel 4.3

Tabel 4.3 Tabulasi perbandingan deformasi kolom

Berdasarkan tabel tersebut di buat grafik sehingga dapat dilihat lebih jelas perbedaan deformasinya. Kolom beton memiliki nilai perpindahan yang paling besar, sedangkan kolom baja dan kolom komposit cenderung sama.

Lantai beton baja komposit

mm mm mm

10 41,147 37,707 38,437 9 39,533 35,891 36,263 8 36,832 32,779 33,165 7 33,075 28,441 29,126 6 28,649 23,803 24,37 5 23,638 18,844 19,223 4 18,452 14,134 14,289 3 13,342 9,959 9,857 2 7,962 5,771 5,534

1 2,842 1,99 1,807


(2)

(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1

Kesimpulan

Berdasarkan perhitungan mekanika pada bab sebelumnya dapat disimpulkan sebagi berikut:

1. Kolom komposit lebih hemat dibandingkan dengan kolom baja dan kolom beton bertulang dari segi kebutuhan material. Adapun kebutuhan material kolom untuk masing-masing struktur

 Kolom beton bertulang

Lantai 1-4 = 2,4 m3 beton dan 231,279 kg baja tulangan Lantai 5-7 = 2,1 m3 beton dan 173,416 kg baja tulangan Lantai 8-10 = 2,1 m3 beton dan 11,392 kg baja tulangan

 Kolom Baja

Lantai 1-4 = 1386 kg baja Lantai 5-7 = 1133,343 kg baja Lantai 8-10 = 569 kg baja

 Kolom Komposit

Lantai 1-4 = 1,83 m3 beton dan 672,352 kg baja Lantai 5-7 = 1,35 m3 beton dan 569,675 kg baja Lantai 8-10 = 1,35 m3 beton dan 495,675 kg baja

2. Kolom struktur beton bertulang adalah yang paling murah Siantar ke 3 struktur yang dibandingkan, namun perlu diperhatikan bahwa kolom beton bertulang memerlukan biaya pemasangan yang tinggi dan waktu pengerjaan yang relatif


(4)

a. Kolom beton bertulang : Rp. 55.353.780 b. Kolom baja : Rp. 159.825.450 c. Kolom komposit baja-beton : Rp. 108.051.800

3. Untuk bangunan yang sama, ditinjau dari gaya-gaya dalam yang terjadi, berat bangunan dan displacement, kolom komposit cenderung menyerupai kolom baja yang dapat dilihat pada tabel 4.2. dan 4.3 serta grafik 4.1. Namun kolom komposit memiliki keunggulan dibanding dengan kolom baja dari segi harga yang dapat dilihat pada tabel 4.1.

4. Dari segi keamanan terhadap bahaya kebaran kolom komposit mampu bertahan selama 4 jam 41menit sebelum struktur baja menerima dampak leleh dari panas api.

5. Kolom komposit dapat dijadikan pilihan yang optimal, karena dengan harga yang lebih murah dibanding kolom baja, namun memiliki keuntungan struktur yang cenderung menyerupai kolom baja, dan juga memiliki ketahanan terhadap bahaya kebakaran.

4.2

Saran

Perlu dilakukan kajian yang lebih mendalam tentang biaya pelaksanaan masing-masing struktur secara keseluruhan, sehingga didapat tingkat penghematan struktur kolom komposit.


(5)

Daftar Pustaka

Anonim1, 2002. Tata Cara Perencanaan Perhitungan Struktur Baja Untuk Bangunan Gedung (SNI 03-1729-2002), Badan Standarisasi Nasional, Jakarta

Anonim2, 2002. Tata Cara Perencanaan Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung (SNI 03-2847-2002), Badan Standarisasi Nasional, Jakarta

Anonim3, 2005.. Spesification for structural Steel Buildings (AISC-LRFD 2005), American Institute of steel construction,Inca, USA

Anonim4. 2010. Analisis Struktur Bangunan dan Gedung dengan SAP 2000 v14. Bandung: Penerbit Andi.

Dipohusodo, Istimawan, 1994. Struktur Beton Bertulang. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Kusuma, Gideon, 1993. Grafik dan tabel perhitungan beton bertulang. Jakarta: Erlangga.

Priyo Suprobo dan Arif Sarwo Wibisono. 2001. Perbandingan Kekuatan Kolom Komposit Berdasarkan ACI 318 dan AISC-LRFD.Media Teknik (4) XXIII: 19-25.

Salmon, Charles G. & E.Johnson, John.1991. Struktur Baja Desain Dan Perilaku Jilid 1 Edisi Kedua. Diterjemahkan oleh : Ir. Wira M.S.CE. Jakarta : Erlangga.


(6)

Verena Bernadetta C.N dan Yosafat Aji Pranata. 2011. Perangkat Lunak Untuk Analisis dan Desain Kolom Langsing. Jurnal Teknik Sipil Univ. Maranatha Volume (7) : 160-191.

Yosafat Aji Pranata dan Anang Kristianto. 2008. Visualisasi Pembelajaran Tekuk Pada Kolom Dengan Bantuan Software Berbasis Perhitungan Numerik. Jurnal Teknik Sipil Univ. Maranatha (4): 77-84.