Pihak-pihak yang Melakukan Tindakan yang Berkaitan dengan

57 3. Tindakan-tindakan Lain Tindakan lain berarti tindakan selain tindakan legislatif maupun tindakan administrasi. Tindakan ini dapat dilakukan oleh pihak lain diluar pemerintahan yang telah melakukan tindakan legislatif dan administrasi. Tanggungjawab untuk memenuhi kepentingan terbaik bagi anak bukan hanya dilakukan oleh pemerintah, namun juga oleh lembaga-lembaga kesejahteraan sosial pemerintah atau swasta, pengadilan, dan juga orangtua atau wali anak yang merupakan pihak yang paling dekat dengan anak.

C. Pihak-pihak yang Melakukan Tindakan yang Berkaitan dengan

Anak Sesuai dengan bunyi Pasal 3 Ayat 1 Konvensi Internasional mengenai Hak Anak, “Dalam semua tindakan yang menyangkut anak-anak, baik yang dilakukan oleh lembaga-lembaga kesejahteraan sosial pemerintah atau swasta, pengadilan, penguasa-penguasa pemerintahan atau badan-badan legislatif, kepentingan terbaik dari anak- anak harus menjadi pertimbangan utama.” Maka pihak-pihak yang dimaksudkan dalam konvensi tersebut adalah sebagai berikut: 1. Lembaga Kesejahteraan Sosial Pemerintah atau Swasta Pengaturan mengenai Lembaga Kesejahteraan Sosial Pemerintah atau Swasta diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial. Menurut Undang-undang tersebut yang disebut lembaga kesejahteran sosial adalah organisasi sosial atau perkumpulan sosial yang melaksanakan penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum. 45 Lembaga kesejahteraan sosial menjamin kebutuhan sosial masyarakat, termasuk kebutuhan sosial anak, hal ini diatur dalam Pasal 9 Ayat 1 Huruf a, “menjamin fakir miskin, anak yatim piatu terlantar, lanjut usia terlantar, penyandang cacat fisik, cacat mental, cacat fisik dan mental, eks penderita 45 Pasal 1 angka 7 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12. 58 penyakit kronis yang mengalami masalah ketidakmampuan sosial-ekonomi agar kebutuhan dasarnya terpenuhi.” 46 Landasan konstitusional dalam penjaminan kesejahteraan sosial diatur dalam Pasal 34 Ayat 1 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang mengamanatkan kewajiban negara untuk memelihara fakir miskin dan anak terlantar. Bagi fakir miskin dan anak terlantar seperti yang dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pemerintah dan pemerintah daerah memberikan rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial sebagai perwujudan pelaksanaan kewajiban negara dalam menjamin terpenuhinya hak atas kebutuhan dasar warga negara yang miskin dan tidak mampu. 47 Berikut adalah Lembaga Kesejahteraan Sosial baik Pemerintah ataupun swasta yang berkaitan dengan anak: a. Yayasan yang berkaitan dengan anak Yayasan menurut Undang-undang Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota. 48 Dalam kaitannya dengan anak maka tujuan Yayasan yang dimaksud di skripsi ini adalah untuk memenuhi hak-hak anak, baik dalam bidang sosial, keagamaan, maupun kemanusiaan. Sebagai lembaga non-profit yang menagani anak, Yayasan seharusnya menjadi sarana untuk menjamin hak-hak anak guna mencapai kepentingan terbaik bagi anak. Untuk itulah pihak yang terjun langsung berurusan dengan anak dalam yayasan adalah orang yang benar-benar mengerti dan memahami hak-hak anak dan prinsip kepentingan terbaik bagi anak. 46 Ibid, Pasal 9 Ayat 1 47 Ibid, penjelasan umum 48 Pasal 1 Angka 1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 112 . 59 b. Panti Asuhan Anak Menurut Mohammad Teja, Meningkatnya jumlah anak telantar di Indonesia berbanding lurus dengan maraknya keberadaan panti asuhan. Kondisi ini menyisakan tanggung jawab yang besar bagi pemerintah untuk mengawasi keberadaan panti asuhan dalam rangka menjamin pemenuhan hak serta menghindari penelantaran dan kekerasan terhadap anak. 49 Pada Februari 2014 kita dikagetkan dengan pemberitaan sebuah panti asuhan di Jakarta yang justru melakukan tindakan penelantaran anak, yaitu kasus kekerasan anak di panti asuhan Samuel. Bahkan menurut sumber Tribun News, diberitakan ada anak yang mengalami kasus pelecehan seksual. 50 Kasus ini berawal dari 7 anak asuh panti yang kabur dikarenakan tindakan kekerasan yang dilakukan pemilik panti. Terbukti melakukan kekerasan dan pelecehan seksual, pada Desember 2014 pemilik panti asuhan di dijatuhi hukuman penjara selama 10 tahun subsider lima bulan, dan denda Rp 100 juta 51 Kasus penelantaran anak dalam panti asuhan yang lain terjadi pada Oktober 2015, penelantaran ini terjadi di panti asuhan Rizki Khairunnisa. Panti asuhan ini berlokasi di Batuampar, Kota Batam. Kasus ini bermula dari laporan masyarakat yang mengatakan adanya tindakan kekerasa dalam panti asuhan tersebut. 52 Dalam sebuah wawancara dengan salah satu media berita online Antaranews.com yaitu pada tahun 2014, Dirjen Rehabilitasi Sosial 49 Mohammad Teja, Perlindungan Terhadap Anak Terlantar di Panti Asuhan, http:berkas.dpr.go.idpengkajianfilesinfo_singkatInfo20Singkat-VI-5-I-P3DI-Maret-2014-73.pdf , diunduh pada tanggal 5 Februari 2016 Pukul 09.35. 50 Nur Ichsan, Polisi Percepat Pemberkasan Pelecehan Seksual Anak Asuh Samuel, http:www.tribunnews.comnasional20140323polisi-percepat-pemberkasan-pelecehan-seksual- anak-asuh-samuel , dikunjungi pada tanggal 5 Februari 2016 Pukul 09.48. 51 Tangerang Ekspres, Samuel dihukum 10 Tahun, http:tangerangekspres.comsamuel-dihukum-10- tahun, dikunjungi pada tanggal 5 Februari 2016 pukul 10.08. 52 Sri Murni, Panti Asuhan Rizki Khairunnisa Ternyata Milik PNS dan tak Berizin, http:batam.tribunnews.com20151022panti-asuhan-rizki-khairunnisa-ternyata-milik-pns-dan-tak- berizin, dikunjungi pada tanggal 5 Februari 2016 pukul 11.25. 60 Kementerian Sosial Samsudi Samsudi mengatakan “Panti asuhan yang menerima bantuan Kementerian Sosial 15 persen belum punya izin operasional”. 53 Bisa jadi dengan adanya kasus kekerasan yang ada dipanti asuhan karena minimnya pengawasan panti asuhan baik dalam pengawasan administrasi hingga pengawasan operasional. 2. Pengadilan Pemberlakuan prinsip kepentingan terbaik bagi anak dalam pengadilan akan terlihat baik dalam proses peradilan tersebut atau dalam amar putusan hakim untuk perkara yang bersangkutan dengan anak, baik anak sebagai korban ataupun anak yang melakukan tindak pidana. Peradilan anak diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Secara tertulis prinsip kepentingan terbaik bagi anak tidak tertulis, namun didalam peraturan perundang-undangan ini dijamin pemenuhan akan hak-hak anak. Hak-hak yang dimiliki anak yang melakukan tindak pidana diatur dalam Pasal 4 Ayat 1 Undang-undang ini yaitu, hak mendapat pengurangan masa pidana, hak memperoleh asimilasi, hak memperoleh cuti mengunjungi keluarga, hak memperoleh pembebasan bersyarat, hak memperoleh cuti menjelang bebas, hak memperoleh cuti bersyarat, dan hak memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 54 Dengan menjamin hak-hak anak maka secara langsung prinsip kepentingan anak juga dijamin dalam perundang-undangan ini. Selain mencantumkan hak-hak anak, namun dalam proses persidanganpun kepentingan anak sangat diperhatikan, misalnya persidangan diselenggarakan tidak seperti persidangan untuk orang dewasa. Persidangan dilakukan di ruangan kusus atau bahkan di tempat biasa, hal ini diatur dalam Pasal 53 Ayat 1 “Anak disidangkan dalam ruang sidang khusus Anak.” 55 53 Desi Purnamawati, 15 persen panti asuhan di Indonesia ternyata tak berizin, http:www.antaranews.comberita42713715-persen-panti-asuhan-di-indonesia-ternyata-tak-berizin, dikunjungi pada tanggal 7 Februari 2016 Pukul 18.58. 54 Pasal 4 Ayat 1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 153. 55 Ibid, Pasal 53 Ayat 1 61 Persidangan anak juga dilakukan secara tertutup kecuali untuk pembacaan putusan yang dilakukan secara terbuka. 56 Pengaturan dalam Pasal 53 dan 54 merupakan contoh peberlakuan prinsip kepentingan terbaik bagi anak, sekalipun anak melakukan tindak pidana namun anak masih berhak untuk mendapatkan perlindungan dan dijamin hak-haknya. Pemisahan ruang sidang dan juga pemeriksaan persidangan yang secara tertutup dilakukan untuk menjaga psikis anak untuk tetap menjamin masa depan anak. Anak yang terbukti melakukan tindak pidana masih berhak untuk memperbaiki kehidupannya untuk masa depan, tindakan khusus ini membantu untuk menjaga masa depan dan keberlangsungan anak. Di atas adalah pemberlakuan prinsip kepentingan terbaik bagi anak yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, namun apakah artinya sebuah prinsip hanya tertulis dan tidak diterapkan. Dalam Pengadilan putusan yang dibuat oleh hakim akan memperlihatkan adanya prinsip kepentingan terbaik bagi anak atau tidak. Berikut adalah beberapa putusan pengadilan dengan kasus anak beserta penerapan kepentingan terbaik bagi anak: a. Berikut adalah kasus kekerasan seksual anak yang dilakukan oleh anak dalam Putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru Nomor: 5PID.SUS.Anak2015 PT.PBR. Identitas terdakwa anak dalam hal ini disamarkan. Usia terdakwa saat melakukan tindak kejahatan adalah 17 Tahun. Oleh karena itu baik terdakwa maupun korban masih dalam usia yang dilindungi dengan Undang-undang perlindungan anak. Kasus ini bermula pada sekitar bulan Agustus 2014 sekitar Pukul 20.00 WIB di sebuah rumah kavlingan Desa Candirejo Kecamatan Pasir Penyu, dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain. Pasal yang didakwakan Pasal 81 Ayat 1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Jo Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. 56 Ibid, Pasal 54 62 Pasal 81 ayat 1 Undang-undangg Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 lima belas tahun dan paling singkat 3 tiga tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 tiga ratus juta rupiah dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 enam puluh juta rupiah.” 57 Pertimbangan Hakim dalam memutus perkara ini adalah Pidana penjara yang dijatuhkan Hakim Tingkat Pertama dengan alasan tidak memenuhi rasa keadilan dalam masyarakat serta dirasa kurang memberikan efek jera bagi Terdakwa dan bagi pelaku lainnya serta Terdakwa telah pernah dihukum dalam perkara pencurian dan penganiayaan. Majelis hakim mepertimbangkan putusan ditingkat pertama yaitu putusan Pengadilan Negeri Rengat tanggal 19 Maret 2015 Nomor 3Pid.Sus.Anak2015PN.Rgt. Dengan pertimbangan- pertimbangan tersebut maka majelis hakim menerima permintaan banding dari Jaksa Penuntut Umum. Dalam perkara ini kepentingan terbaik bagi anak bukan hanya milik anak yang menjadi korban tindak pidana, namun milik semua anak, termasuk terdakwa dalam kasus ini. Terdakwa juga berhak atas kepentingan terbaik bagi anak. Baik dalam proses persidangan maupun dalam hasil putusan hakim.Terdakwa dalam kasus ini masih dalam usia anak yaitu dibawah 18 Tahun, terdakwa masih berusia 17 Tahun. Jika melihat rekam jejak terdakwa yang pernah melakukan tindak pidana lain, maka seharusnya ketika hukuman yang dijatuhkan tidak hanya hukuman pidana. Namun juga harus ada upaya untuk memperbaiki karakter anak tersebut. Hukuman tidak akan menjamin bahwa kehidupan anak tersebut akan berudah, jika salah bina maka kehidupan anak tersebut justru semakin buruk. Oleh karena itu seharusnya sanksi pidana yang diberikan seharusnya didampingi oleh pendampingan khusus mentoring, pelatihan khusus, pendalaman agama, pendidikan 57 Pasal 81 ayat 1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109 63 karakter, dan pendampingan lainnya yang mendukung perkembangan anak. b. Kasus yang kedua adalah perkara dalam putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor: 28Pid.Sus.Anak2014PT.Bdg. Nama terdakwa disamarkan. Saat terdakwa melakukan tindak pidana usia terdakwa saat itu adalah 17 Tahun. Terdakwa maupun korban masih dalam usia yang dilindungi oleh Undang-undang perlindungan anak. Dalam perkara ini terdakwa telah melakukan tindak pidana pencurian dengan kekerasan. Kasus ini berawal pada hari rabu tanggal 29 Oktober 2014 terdakwa melihat Saksi Korban usia 14 tahun yang masih duduk di bangku sekolah SMP berangkat bersama dengan temannya menuju ke sekolah dengan mengendarai sepeda motor merk Kawasaki Ninja warna merah Tahun 2010 No.Pol.B.6096 UPB, hingga timbul niat terdakwa untuk memiliki dan mengambil sepeda motor tersebut. Kemudian sehari kemudian, kamis tanggal 30 Oktober 2014 sekira jam 12.30 WIB bertempat di Kab. Cianjur, terdakwa melihat Saksi Korban pulang dari sekolah dengan mengendarai sepeda motor sendirian, lalu terdakwa mulai beraksi dengan terlebih dahulu menghentikan sepeda motor yang di kemudikan saksi korban, lalu terdakwa berpura-pura meminta nomor hp milik saksi korban setelah itu terdakwa naik keatas sepeda motor saksi korban dengan tujuan mau kebengkel, akan tetapi sebelum sampai bengkel, terdakwa meminta agar saksi korban kembali lagi ke tempat semula dengan alasan rokonya ketinggalan dan sesampainya ditempat semula, terdakwa menyuruh saksi korban agar sepeda motornya di parkir di pinggir jalan, lalu terdakwa berpura-pura mengajak saksi korban melihat ular berkepala 2 dua dan tanpa curiga saksi korban mengikuti terdakwa yang mengajaknya masuk ke dalam sebuah kebun dengan berjalan kaki hingga sejauh kurang lebih 15 meter, namun sesampainya disebuah bak penampungan air, tiba-tiba terdakwa dari arah belakang berusaha mencekik leher saksi korban sambil berusaha dijatuhkan dengan cara dibenturkan dengan keras ke 64 tanah, lalu terdakwa berusaha menghimpit kepala saksi korban lalu terdakwa memukuli bagian muka saksi korban tepat mengenai bagian hidungnya hingga mengeluarkan darah yang mengtakibatkan saksi korban tidak sadarkan diripinsan setelah yakin saksi korban sudah pinsan. Selain melakukan tindak kekerasan terdakwa juga mengambil 1 satu buah hp merk EverCross warna putih dari dalam saku celana saksi korban dan mengambil kunci kontak berikut sepeda motor merk Kawasaki Ninja warna merah tahun 2010 No.Pol. B.6096 UPB milik saksi korban. Pertimbangan hakim dalam memutus perkara ini adalah terdakwa telah melakukan tindak pidana Pencurian Dengan kekerasan, sebagaimana diatur dalam Pasal 365 Ayat 1 KUHP, dalam surat dakwaan tunggal. Majelis hakim menemukan fakta bahwa tindak pidana ini terjadi karena kurang optimalnya bimbingan dan pengawasan keluarga terhadap anak. Masyarakat setempat dimana anak tersebut bertempat tinggal dalam hal ini bersedia membantu melakukan bimbingan dan pengawasan terhadap anak. Majelis hakim juga mempertimbangkan putusan pengadilan di tingkat pertama yaitu putusan Pengadilan Negeri Cianjur tanggal 4 Desember 2014 Nomor : 2Pid.Sus.Anak2014PN.Cjr. Atas pertimbangan-pertimbangan tersebut makh Majelis hakim memutuskan menerima permintaan banding dari Jaksa Penuntut Umum. Majelis hakim memutuskan untuk menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 5 lima bulan. Pidana tersebut tidak perlu dijalani, kecuali dikemudian hari ada perintah lain dalam putusan hakim, bahwa anak sebelum masa percobaan selama 9 Sembilan bulan berakhir, telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana. Selain itu terdakwa wajib mengikuti pembinaan mental kerohanian di pondok pesantren di Al Ihya dengan alamat di Kampung Cibadak Desa Pasir jambu , Kecamatan Tanggeung, Kabupaten Cianjur selama 6 enam bulan. 65 Putusan Hakim dalam perkara ini menunjukan adanya prinsip kepentingan terbaik bagi anak, sanksi pidana diberikan bukan hanya sebagai hukuman agar anak merasa jera. Namun sanksi diberikan kepada anak yang berhadapan dengan hukum untuk memperbaiki dan merubah anak, dengan tujuan anak akan mempunyai kehidupan yang lebih baik dan tidak akan mengulangi perbuatan yang sama atau perbuatan pidana lainnya. Hakim mendapati fakta bahwa salah satu faktor penyebab anak melakukan perbuatan pidana adalah karena kurangnya pengawasan orangtua terhadap anak. Oleh karena itu cara pertama untuk memperbaiki anak adalah dari keluarga, karena keluarga adalah tempat pertama untuk anak bersosialisasi. Keluarga ula yang seharusnya menjadi tempat pertama untuk menjamin prinsip kepentingan terbaik bagi anak. Pengembalian anak kepada orangtua dengan memberikan masa hukuman percobaan dimaksudkan agar anak dapat memperoleh apa yang ia butuhkan dalam sebuah keluarga dan orangtua diberi kesempatan untuk memperbaiki anak melalui pola asuh dengan prinsip kepentingan terbaik bagi anak. Selain pendampingan dari orangtua, hakim juga memberikan sarana lain yaitu dengan pembinaan mental secara rohani, karena terdakwa adalah seorang muslim maka pembinaan dilakukan di pondok pesantren, yaitu di pondok pesantren di Al Ihya dengan alamat di Kampung Cibadak Desa Pasir jambu, Kecamatan Tanggeung, Kabupaten Cianjur selama 6 enam bulan. Berbicara pengadilan maka kita tidak akan lepas dengan 2 kekuasaan kehakiman di Indonesia, yaitu Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Pembagian 2 kewenangan kekuasaan kehakiman ini tecantum dalam konstitusi Negera Republik Indonesia, yaitu dalam Pasal 24 Ayat 2. Mahkamah Konstitusi mendapatkan amanat dari Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia untuk memutuskan perkara yang berkaitan dengan Konstitusi, Undang-undang terhadap Undang-undang Dasar, 66 sengketa kewenagan lembaga negara yang diatur oleh Undang-undang Dasar, sengketa pilkada, dan sengketa pemilu legislatif. Perihal perkara yang dapat diputus oleh Mahkamah Konstitusi yang berkaitan dengan anak adalah dalam pengujian undang-undang terdadap Undang-undang Dasar Republik Indonesia. Bisa Undang-undang secara seluruhan maupun satu Ayat, Pasal, Bab, atau Bagian dalam sebuah undang- undang. Berikut adalah salah satu putusan Mahkamah Konstitusi yang berkaitan dengan anak, yaitu dalam permohonan judicial review dengan nomor perkara 46PUU-VIII2010 yang dimohonkan oleh Hj. Aisyah Mochtar alias Machica Binti H. Mochtar Ibrahim dan Muhammad Iqbal Ramadhan bin Moerdiono. Permohonan ini dimohonkan untuk memperoleh kembali hak-hak konstitusional pemohon. Pemohon juga merasa dirugikan atas hak-hak konstitusionalnya. Hak-hak konstitusional dirasa dirugikan adalah dalam Pasal 1 Ayat 2 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menyatakan “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing- masing agamanya dan kepercayaannya itu”. Oleh karena itu pernikahan yang dilakukan oleh pemohon adalah sah. Sebagaimana tercantum dalam amar Penetapan atas Perkara Nomor 46Pdt.P2008PA.Tgrs., tanggal 18 Juni 2008. Dengan pernikahan yang sah tersebut maka pemohon berhak atas hak konstitusionalnya yaitu yang dijamin oleh Pasal 28B Ayat 1 dan Ayat 2 serta Pasal 28D Ayat 1 Undang- undang Dasar Republik Indoensia, namun hak tersebut telah dirugikan. Pasal 28B Ayat 1 Undang- undang Dasar Republik Indonesia, “Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.” Pemohon memiliki hak yang setara dengan warga negara Indonesia Iainnya dalam , membentuk keluarga dan melaksanakan perkawinan tanpa dibedakan dan wajib diperlakukan sama di hadapan hukum. Pasal 28B Ayat 2 Undang-undang Da sar Republik Indonesia, “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.” Oleh karena itu anak dari pemohon juga memiliki status hukum yang sama dengan anak-anak lainnya. Setiap warga negara Indonsia mempunyai hak atas perkawnannya sepanjang 67 sesuai dengan norma agama yagn dianut, dalam perkara ini adalah agama Islam. Perkawinan dilakukan secara siri mengakibatkan status hukum anak menjadi tidak sah. Anak diluar kawin hanya memiliki hubungan perdata dengan ibu. 58 Dalam Islam, perkawinan yang sah adalah berdasarkan ketentuan yang telah diatur berdasarkan Al-Quran dan Sunnah, dalam hal ini, perkawinan Pemohon adalah sah dan sesuai rukun nikah serta norma agama sebagaimana diajarkan Islam. Perkawinan Pemohon bukanlah karena perbuatan zina atau setidak-tidaknya dianggap sebagai bentuk perzinahan. Begitu pula anaknya adalah anak yang sah. Pasal 28D Ayat 1 Undang- undang Dasar Republik Indonesia, “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.” Akibat dari bentuk pemaksa yang dimiliki norma hukum dalam UU Perkawinan adalah hilangnya status hukum perkawinan Pemohon dan anaknya Pemohon. Dengan kata lain, norma hukum telah melakukan pelanggaran terhadap norma agama. Dalam permohonan ini Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian. Pasal 43 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3019 yang menyatakan, “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya”, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang dimaknai menghilangkan hubungan perdata dengan laki-laki yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi danatau alat bukti lain menurut hukum ternyata mempunyai hubungan darah sebagai ayahnya. Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian. Pasal 43 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3019 yang meny atakan, “Anak yang 58 Pasal 43 Ayat 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. 68 dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya”, tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai menghilangkan hubungan perdata dengan laki-laki yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi danatau alat bukti lain menurut hukum ternyata mempunyai hubungan darah sebagai ayahnya, sehingga ayat tersebut harus dibaca, “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi danatau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya” Setiap anak berhak atas status hukumnya tanpa diskriminasi, itulah yang dipertimbangkan Mahkamah Konstitusi. Atas keputusan Mahkamah Konstitusi sangat memperhatikan hak dan kepentingan terbaik bagi anak. Dengan adanya status yang pasti dari anak, maka masa depan anak akan terjamin. Putusan ini bukan hanya menjadi hak untuk pemohon, namun juga untuk anak-anak lain yang memiliki permasalahan yang sama dengan pemohon. 3. Penguasa-penguasa Pemerintah Eksekutif Prinsip kepentingan terbaik bagi anak yang bisa dilakukan oleh pemerintah adalah dengan menjamin hak-hak anak dan menjadikan kepentingan anak sebagai pertimbangan utama dalam setiap kebijakannya. Kebijakan pemerintah dekat dengan tindakan administrasi. Kepentingan terbaik bagi anak dapat dilakukan pemerintah dengan memperbaiki sistem administrasi pemerintah, dengan memberikan pelayanan yang baik maka kepentingan terbaik bagi anak dapat terpenuhi. Misalnya dengan mempermudah pembuatan akta kelahiran, pencatatan perkawinan, maupun pembuatan kartu keluarga. Dalam pengambilan kebijakan pemerintah juga harus mempertimbangkan kepentingan terbaik bagi anak, terutama yang menyangkut anak. Permasalahan yang menyangkut anak menjadi prioritas utama untuk diselesaikan. Misalnya dalam permasalahan yang terjadi dalam kurun waktu 69 2013-2016 ini mengenai kekerasan anak, bahkan Presiden Jokowi membawa permasalahan anak dalam rapat terbatas kabinet. 59 4. Badan Legislatif Badan Legislatif di Indonesia adalah DPR, ada 3 tugas DPR yaitu tugas dalam fungsi legislasi, tugas dalam fungsi anggaran, dan tugas dalam fungsi pengawasan. Fungsi legislasi dilakukan dengan bersama presiden menyusun dan membentuk peraturan perundang-undangan. Undang-undang adalah salah satu sumber hukum di Indonesia yang mengikat seluruh warga negaranya, termasuk juga anak. Oleh karena itu dalam menyusun dan membentuk sebuah peraturan perundang-undangan prinsip kepentingan terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan yang utama, terutama yang berhubungan langsung dengan anak. Kepentingan terbaik bagi anak dapat terpenuhi dengan tetap memperhatikan hak-hak anak. Tugas dalam fungsi anggaran baik APBN maupun APBD juga harus mempertimbangkan kepentingan terbaik bagi anak, baik dalam bidang pendidikan, kesehatan, ataupun bidang lain yang berkaitan dengan anak. Sedangkan fungsi pengawasan dilakukan DPR untuk menjamin fungsi legislasi dan fungsi anggaran dapat berjalan dengan baik. Undang-undang dibentuk untuk diterapkan dalam masyarakat, begitu juga APBN dan APBD untuk itulah fungsi pengawasan diperlukan. Selain itu fungsi pengawasan dilakukan untuk memberi evaluasi untuk pembentukan peraturan perundang- undangan maupun pelaksanaan APBN dan APBD. 59 Dalam catatan Komnas Perlindungan Anak, selama 2010-2015 memonitor 34 perwakilan di lembaga perlindungan anak di kotaprovinsi dan di 204 kabupatenkota, ada sekitar 21.600.000 pelanggaran terhadap anak. Sebanyak 58 persen dari angka pelanggaran itu, merupakan kategori kejahatan seksual. Jadi mendominasi. Makanya kami sampaikan bahwa kami minta arahan bapak presiden karena situasinya sejak 2013 kami menyimpulkan Indonesia darurat seksual anak. Itu setara dengan pengaduan- pengaduan yang masuk ke Komnas Perlindungan Anak sejak tahun 2010-2015 naik presentasi dari 41 persen menjadi 62 persen kejahatan seksual, kata Aris. Aris menilai presiden sudah punya perhatian soal kejahatan pada anak ini apalagi Jokowi sudah membawanya dalam rapat terbatas kabinet. Arie C. Meliala, Indonesia Masuk Situasi Darurat Kejahatan Seksual Anak, http:www.pikiran- rakyat.comnasional20160203359541indonesia-masuk-situasi-darurat-kejahatan-seksual-anak, dikunjungi pada tanggal 7 Februari 2016 Pukul 19.50 70

D. Permasalahan Prinsip Kepentingan Terbaik Bagi Anak dan