Ouranos dan Gala. Menurut teori pengayoman, tujuan hukum adalah untuk mengayomi manusia baik secara aktif maupun pasif. Secara aktif dimaksudkan sebagai upaya untuk
menciptakan suatu kondisi kemasyarakatan yang manusiawi dalam proses yang berlangsung secara wajar. Sedangkan yang dimaksud dengan secara pasif, adalah mengupayakan
pencegahan atas tindakan yang sewenang-wenang dan penyalahgunaan hak. Usaha mewujudkan pengayoman tersebut termasuk di dalamnya adalah: a. Mewujudkan ketertiban
dan keteraturan, b. Mewujudkan kedamaian sejati, c. Mewujudkan keadilan, dan d. Mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial.
44
2.5. Fakta Putusan Pengadilan Negeri Kediri Nomor 118Pid.B2012PN.Kdr.
Contoh kasus yang masih menggunakan pengaturan dalam UU Perlindungan Anak dapat kita lihat dalam Putusan Pengadilan Negeri Kediri Nomor 118Pid.B2012PN.Kdr.
Fakta yang muncul dari putusan tersebut adalah bahwa Terdakwa diminta mencari calon Tenaga Kerja Indonesia TKI untuk dipekerjakan di Malaysia oleh saksi. Walaupun
terdakwa tidak dapat mencarikan, namun terdakwa telah menampung saksi korban di rumahnya, kemudian terdakwa menyuruh seseorang untuk mengantarkan saksi korban itu ke
bandara. Usia korban yang dipekerjakan masih tergolong anak-anak. Akibat perbuatan terdakwa tersebut, para saksi mengalami eksploitasi ekonomi karena dipekerjakan sebagai
pembantu rumah tangga tanpa mendapatkan upah. Terdakwa juga mengakui telah mendapat keuntungan karena melakukan perbuatan itu.
Atas perbuatannya itu, hakim menyatakan perbuatan terdakwa memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 88 UU Perlindungan Anak, dan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan
44
Dudu Duswara Machmudin, op.cit ., hlm. 28. Secara khusus mengenai kisah “Pohon Beringin yang
menggantikan Dewi Themis” dan biodata singkat Dr. Sahardjo, SH. dapat dibaca dalam artikel berjudul “Dr. Saharjo,
Menolak Dewi
Keadilan Demi
Pohon Beringin
” yang dapat diakses pada situs http:hukumonline.comberitabacahol23198dr-saharjo-menolak-dewi-keadilan-demi-pohon-beringin.
tindak pidana “secara bersama-sama melakukan eksploitasi ekonomi terhadap seorang anak.
” Jika ditilik dari fakta dalam putusan tersebut di atas, menurut Teguh Prasetyo,
45
hukum itu sejatinya adalah moral. Maka, dalam perspektif teori keadilan bermartabat, moralitas hukum itu sejatinya adalah hukum itu sendiri. Hanya saja, manakala suatu sistem
hukum itu harus di-break down atau dianalisis, maka moralitas hukum itu haruslah dibuat pengkualifikasian. Fuller mengemukakan adanya delapan persyaratan bagi pengkualifikasian
terhadap suatu sistem hukum yang mencerminkan moralitas hukum. Dengan moralitas yang demikian itu, maka suatu sistem hukum dapat dinilai baik atau tidak baik. Dengan demikian,
maka kegagalan untuk menciptakan sistem yang mengandung kedelapan moralitas menurut Fuller dimaksud tidak hanya melahirkan sistem hukum yang tidak baik jelek,
46
melainkan sesuatu yang tidak dapat disebut sebagai sistem hukum sama sekali.
47
Sebagaimana umum diketahui, Lon Fuller adalah seorang ahli hukum Amerika 1902-1978. Orang ini dikenal
dalam kepustakaan filsafat hukum sebagai penggagas suatu pendekatan hukum alam yang sekuler a secular natural law approach.
48
Menurut Fuller, suatu sistem hukum mempunyai suatu “inner morality”,
49
moral yang ada dan sengaja dibangun dan dimasukkan ke dalam sistem hukum itu. Dengan moralitas yang ada di dalam sistem hukum itu, maka menurut
Fuller, suatu sistem hukum mempunyai tujuan tertentu. Tujuan yang tertentu adalah menundukkan perilaku orang dalam sistem hukum itu untuk diperintah oleh kaidah-kaidah
dan asas-asas hukum di dalam sistem hukum itu.
45
Teguh Prasetyo, Keadilan Bermartabat Perspektif Teori Hukum, Op. Cit., hlm., 179.
46
Teguh Prasetyo, Hukum dan Sistem Hukum Berdasarkan Pancasila, Cet., Pertama, Media Perkasa, Yogyakarta, 2013, hlm., 45.
47
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Cet., Keenam, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2006, hlm. 52. Dikutip pula dalam Teguh Prasetyo, Hukum dan Sistem Hukum Berdasarkan Pancasila, Ibid.
48
Raymond Wacks, Philosophy of Law, A Very Short Introduction, Oxford University Press, Oxford, 2006, hlm., 12. Dikutip pula dalam Teguh Prasetyo, Keadilan Bermartabat Perspektif Teori Hukum, Op. Cit., hlm.,
179.
49
Teguh Prasetyo, Keadilan Bermartabat Perspektif Teori Hukum, Ibid.
Teguh Prasetyo mengibaratkannya dalam perumpamaan Fuller yang menggunakan contoh seorang raja khayalan yang bernama King Rex, sedangkan Penulis menggunakan
contoh nyata, yaitu apa yang terrekam dalam putusan Pengadilan Negeri Kediri Nomor 118Pid.B2012PN.Kdr, tersebut di atas, yang mana perbuatan terdakwa tersebut para saksi
mengalami eksploitasi ekonomi karena dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga tanpa mendapatkan upah. Terdakwa juga mengakui telah mendapat keuntungan karena melakukan
perbuatan itu.
2.6. Hasil Penelitian 2.6.1. Dakwaan Penuntut Umum