xlix
2. Faktor Eksternal
a. Kiprah dalam Berbagai Aspek Politik
Nama Hazairin telah terukir dalam sejarah perjuangan bangsa tetapi sangat disayangkan, sejauh ini belum ada tulisan tentang Hazairin
sebagai tokoh pejuang. Oleh karena itu tidak banyak data yang diperoleh tentang perjuangan Hazairin pada masa revolusi. Ketika bangsa Indonesia
berjuang mati-matian untuk merebutkan kemerdekaan, Hazairin juga tidak tinggal diam. Dia dan teman-temannya di Tapanuli Selatan berjuang
sebagai anggota gerakan bawah tanah di zaman infiltrasi Jepang tahun 1945, suatu organisasi rahasia di kalangan pemuda pergerakan yang
bertujuan mengusir penjajah dari tanah air. Anggotanya terdiri dari para pemuda, baik yang bergabung dalam Peta Pembela Tanah Air ataupun
bukan. Kemudian Hazairin bergabung dengan Tentara Pelajar 1945 - 1949. Dan tahun berikutnya 1949 - 1950 ia menjadi komandan Brigade
Tentara Pelajar di Kalimantan. Pada tahun itu juga ia menjadi bupati Sibolga. Sampai sejauh mana keterlibatannya dalam revolusi fisik sekitar
tahun 1945 - 1950 tersebut dan apa motivasi Hazairin dengan aktivitasnya itu tidak terekam oleh sejarah. Tetapi yang jelas Hazairin adalah anti
imperialisme yang didasarkan pada kecintaannya terhadap tanah air dan iman yang kuat.
68
Selain sebagai pejuang, ia dikenal pula sebagai politisi. Ia ikut mendirikan dan memimpin Partai Indonesia Raya PIR pecahan dari
Partai Nasional Indonesia PNI, yang kemudian diketuai Wongsonegoro dan Hazairin duduk sebagai wakil ketua I pada tahun 1948. Di Dewan
Perwakilan Rakyat sementara sebelum diadakan pemilu pertama, Partai Indonesia Raya PIR mempunyai tiga orang wakil, yaitu Wongsonegoro,
Roosseno, dan Hazairin sendiri. Berkat posisinya di PIR, kemudian dia dipercaya untuk memangku jabatan Menteri Dalam Negeri Agustus 1953
- 18 Nopember 1954 dalam kabinet Ali Sastroamidjoyo-Wongsonegoro- Muhammad Roem tahun 1953 - 1955, dengan tugas utama
68
Armando, Ensiklopedi, h. 13.
l mempersiapkan pemilihan umum pertama. Pemilihan umum terlaksana
pada tahun 1955 setelah Hazairin tidak lagi menjabat Menteri Dalam Negeri. Dalam pemilu pertama tersebut Partai Indonesia Raya PIR
mengalami kekalahan total. Salah satu penyebab kekalahannya adalah pada tahun 1954 PIR yang dipimpinnya pecah menjadi dua PIR Hazairin
dan PIR Wongsonegoro. Perpecahan ini terjadi beberapa tahun sebelum pemilihan umum pertama dilaksanakan. Perpecahan itu muncul
disebabkan terjadinya perbedaan pandangan dalam menyikapi kebijakan ekonomi yang dilancarkan Menteri Ekonomi, Mr. Iskaq Tjokrohadisuryo
PNI, yang dinilai partai oposisi Masyumi sebagai politik ekonomi nasionalis Indonesia lebih memberikan peluang ekonomi kepada etnis
Cina daripada pribumi.
69
Perbedaan pandangan antara pemerintah dan partai-partai oposisi di DPR menyangkut kebijakan ekonomi sebagai pemicu terjadinya
perpecahan di tubuh PIR. Dalam rapat DPR PIR dengan anggota-anggota fraksi itu menuntut supaya menteri-menteri dari PIR ditarik dari kabinet.
Ternyata, kebanyakan dari anggota fraksi itu adalah penganut pendukung Hazairin. Rupanya mereka sependapat dengan kecaman-kecaman yang
dilontarkan partai oposisi Masyumi di dalam parlemen terhadap kebijakan ekonomi yang dilakukan Menteri Perekonomian.
70
Tuntutan penarikan
menteri-menteri PIR
itu ditentang
Wongsonegoro, yang mempunyai dukungan kuat terutama cabang-cabang partainya di Pulau Jawa. Begitulah perpecahan itu tidak bisa dihindarkan
lagi, sehingga PIR terpecah dua. Perpecahan ini, kata Ali Sastromidjoyo, agak menyulitkan pemerintah, karena dari 20 suara PIR di parlemen,
kebanyakan pendukung setia atau penganut garis politik Hazairin. Adanya mosi tidak percaya dari partai lainnya, ditambah dengan derasnya usulan
penarikan menteri-menteri yang mewaikili PIR di parlemen, maka pada tanggal 18 Nopember 1954, dengan sangat terpaksa Kabinet Ali-
Wongsonegoro terpaksa dirombak reshuffle besar-besaran, dan
69
Ibid., h. 13-14.
70
Ibid.
li termasuk yang diganti itu adalah Hazarin, Menteri Dalam Negeri. Setelah
berhentinya sebagai menteri, ia diangkat sebagai pejabat tinggi yang diperbantukan pada Kementerian Kehakiman hingga tahun 1959 dan
Kementerian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan, serta sebagai guru besar ilmu hukum di berbagai perguruan tinggi.
71
b. Mengabdi di Dunia Ilmiah