Latar Belakang Tantangan yang Dihadapi Tenaga Kerja Wanita Asal Bali yang Bekerja di Jepang.

6 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan ekonomi Jepang yang pesat pada tahun 1970-an hingga tahun 1980-an atau yang dikenal dengan istilah economic boom telah membuat Jepang menjadi salah satu negara adidaya ekonomi. Dengan menguatnya perekonomian Jepang sebagian besar orang Jepang, khususnya generasi muda, lebih memilih pekerjaan yang masuk kategori white collar pekerja kantoran dan mulai meninggalkan pekerjaan yang masuk kategori blue collar pekerja kasar Ishikawa, 1996. Selain menghindari pekerjaan yang masuk kategori blue collar , generasi muda Jepang juga cenderung menghindari untuk bekerja di perusahaan dan pabrik skala kecil dan menengah karena gaji yang rendah dan dipandang kurang bergengsi. Oleh karena itu, pada tahun 1980-an, Jepang mulai mengalami kekurangan tenaga kerja, khususnya untuk mengerjakan pekerjaan blue collar dan bekerja di perusahaan dan pabrik skala kecil dan menengah. Pada tahun 1980-an, kekurangan tenaga kerja di Jepang, khususnya terjadi pada kawasan industri di sekitaran daerah metropolitan Tokyo. Perusahaan dan pabrik skala kecil di wilayah tersebut menggantungkan operasionalnya kepada tenaga kerja yang sudah tua dan mulai tidak produktif karena generasi muda Jepang lebih memilih untuk bekerja di perusahaan dan pabrik skala besar. Selain itu, terjadi juga kekurangan tenaga kerja blue collar atau pekerjaan yang tergolong ke dalam 3K, yaitu kitsui ‘berat’, kitanai ‘kotor’, dan kiken ‘berbahaya’, seperti bekerja sebagai buruh bangunan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut mulai didatangkan tenaga kerja asing dari Asia, termasuk Indonesia, ke Jepang untuk bekerja di perusahaan dan pabrik skala kecil dan mengerjakan pekerjaan blue collar Lie, 2001:10. 7 Terjadinya kekurangan tenaga kerja di Jepang menjadikan Jepang sebagai salah satu negara tujuan bekerja bagi para tenaga kerja Indonesia, termasuk tenaga kerja wanita, yang ingin bekerja di luar negeri. Ditambah dengan keberhasilan ekonomi Jepang yang menciptakan citra Jepang sebagai negara yang kaya dan makmur sehingga menjadi salah satu faktor pendorong tenaga kerja Indonesia untuk bekerja di Jepang. Jumlah tenaga kerja Indonesia yang bekerja di Jepang sepanjang tahun 2006 hingga 2012 dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Indonesia yang Bekerja di Jepang Tahun 2006-2012 TAHUN TENAGA KERJA LAKI-LAKI TENAGA KERJA WANITA JUMLAH 2006 36 orang - 36 orang 2007 96 orang - 96 orang 2008 103 orang 129 orang 232 orang 2009 60 orang 302 orang 362 orang 2010 55 orang 178 orang 233 orang 2011 2.401 orang 107 orang 2.508 orang 2012 1.349 orang 92 orang 1.441 orang Sumber: www.bnp2tki.go.id Walaupun belum sebanyak di negara lainnya, seperti Arab Saudi dan Malaysia, Jepang mulai menjadi tujuan bekerja bagi tenaga kerja wanita asal Indonesia, termasuk Bali. Bagi wanita Bali, bekerja ke luar negeri memang belum menjadi kecenderungan yang tinggi. Hal ini salah satunya dilatarbelakangi oleh berbagai tradisi serta tanggung jawab adat dan menyama braya yang menyebabkan wanita Bali lebih memilih untuk tidak bekerja di luar Bali. Akan tetapi, dewasa ini jumlah tenaga kerja wanita asal Bali yang bekerja di luar negeri, khususnya dalam hal ini Jepang mulai meningkat. Tenaga kerja wanita asal Bali yang bekerja di Jepang pada umumnya diberangkatkan melalui broker serta agen tenaga kerja. Program penempatan tenaga kerja wanita asal Bali ke luar negeri, termasuk Jepang tentu akan mampu mengurangi tingkat pengangguran di Propinsi Bali. Akan tetapi, karena bekerja di negara dengan budaya dan kebiasaan yang berbeda dapat menimbulkan berbagai macam permasalahan. Selain karena faktor bahasa, permasalahan para tenaga kerja wanita asal Bali salah satunya dipicu karena adanya kesalahan persepsi yang berkembang selama ini, yaitu Jepang 8 adalah negara yang didominasi oleh perusahaan skala besar, seperti Toyata, Mitsubishi, dan NEC, sehingga para calon tenaga kerja Indonesia asal Bali yang akan bekerja di Jepang memiliki bayangan akan bekerja di perusahaan dan pabrik skala besar dengan gaji yang besar. Padahal pada kenyataannya, Jepang menyandarkan ekonominya pada perusahaan skala kecil dan menengah chuushou kigyou dan para tenaga kerja asing pada umumnya akan bekerja di perusahaan skala kecil dan menengah yang memiliki karakteristik 1 jam kerja panjang; 2 level gaji yang rendah; dan 3 latar belakang pendidikan para pekerja rendah Sugimoto, 2003:86-87. Berbagai tantangan yang dihadapi oleh tenaga kerja wanita asal Bali perlu diteliti secara lebih mendalam untuk semakin meningkatkan produktivitas tenaga kerja wanita asal Bali ketika bekerja di Jepang. Selain itu, penelitian mengenai permasalahan tenaga kerja wanita asal Bali yang bekerja di Jepang dapat dijadikan bahan kajian oleh pihak-pihak yang terlibat dalam penempatan tenaga kerja di Jepang, seperti BPN2TKI dan pemerintah kabupaten di Propinsi Bali yang memiliki kerjasama penempatan tenaga kerja di Jepang sehingga pada masa mendatang sistem penempatan tenaga kerja wanita asal Bali di Jepang dapat semakin baik.

1.2 Perumusan Masalah