8
adalah negara yang didominasi oleh perusahaan skala besar, seperti Toyata, Mitsubishi, dan NEC, sehingga para calon tenaga kerja Indonesia asal Bali yang
akan bekerja di Jepang memiliki bayangan akan bekerja di perusahaan dan pabrik skala besar dengan gaji yang besar. Padahal pada kenyataannya, Jepang
menyandarkan ekonominya pada perusahaan skala kecil dan menengah
chuushou kigyou
dan para tenaga kerja asing pada umumnya akan bekerja di perusahaan skala kecil dan menengah yang memiliki karakteristik 1 jam kerja panjang; 2
level gaji yang rendah; dan 3 latar belakang pendidikan para pekerja rendah Sugimoto, 2003:86-87.
Berbagai tantangan yang dihadapi oleh tenaga kerja wanita asal Bali perlu diteliti secara lebih mendalam untuk semakin meningkatkan produktivitas tenaga
kerja wanita asal Bali ketika bekerja di Jepang. Selain itu, penelitian mengenai permasalahan tenaga kerja wanita asal Bali yang bekerja di Jepang dapat dijadikan
bahan kajian oleh pihak-pihak yang terlibat dalam penempatan tenaga kerja di Jepang, seperti BPN2TKI dan pemerintah kabupaten di Propinsi Bali yang
memiliki kerjasama penempatan tenaga kerja di Jepang sehingga pada masa mendatang sistem penempatan tenaga kerja wanita asal Bali di Jepang dapat
semakin baik.
1.2 Perumusan Masalah
Sesuai dengan pemaparan yang telah diuraikan pada latar belakang, penelitian ini akan meneliti mengenai tantangan yang dihadapi tenaga kerja
wanita asal Bali yang bekerja di Jepang. Untuk membahas hal tersebut penelitian ini melihat permasalahan dalam beberapa poin, yaitu
1. Bagaimanakah tipologi tenaga kerja wanita asal Bali yang bekerja di
Jepang? 2.
Apa motivasi tenaga kerja wanita asal Bali bekerja di Jepang? 3.
Apa tantangan yang dihadapi oleh tenaga kerja wanita asal Bali yang bekerja di Jepang?
9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka
Kajian pustaka yang terkait dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:
2.1.1 Tenaga Kerja Asing di Jepang
Permasalahan mengenai tenaga kerja asing atau migran merupakan kajian yang banyak dikaji di Jepang karena Jepang menghadapi berbagai permasalahan
terkait dengan tenaga kerja migran, seperti tingginya angka tenaga kerja asing ilegal hingga persoalan diskriminasi terhadap tenaga kerja asing. Salah satu kajian
mengenai tenaga kerja migran di Jepang telah dilakukan oleh Koyama Kaoru dan Okamoto Masataka 2010 dalam artikelnya yang berjudul
Migrants, Migrants Worker, Refugees, and Japan
’
s Immigration Policy
yang membahas mengenai semakin meningkatnya tenaga kerja migran di Jepang.
Pada tahun 2008 diperkirakan terdapat 925.000 orang tenaga kerja migran dari berbagai negara yang bekerja di Jepang. Tingginya angka tenaga kerja migran
menimbulkan berbagai macam permasalahan karena tidak semuan tenaga kerja migran ini bekerja di Jepang secara legal. Untuk mengatasi permasalahan ini
berbagai kebijakan diambil oleh pemerintah Jepang, seperti memberikan hukuman penjara hingga 3 tahun dan denda hingga 2 juta yen kepada majikan yang
diketahui mempekerjakan tenaga kerja asing ilegal. Selain itu, tenaga kerja migran yang bekerja di Jepang secara ilegal akan mendapatkan ancaman hukuman mulai
dari denda hingga ancaman deportasi.
2.1.2 Tenaga Kerja Indonesia di Jepang
Tenaga kerja asal Indonesia juga telah lama turut mengisi bursa tenaga kerja asing di Jepang. Kajian mengenai tipologi tenaga kerja migran asal
Indonesia yang bekerja di Jepang telah dilakukan oleh Romdiati 2003. Para pekerja migran Indonesia di Jepang dapat dikategorikan ke dalam empat
kelompok, yaitu: 1.
Para pekerja
fulltime
dengan dengan dokumen kerja yang legal 2.
Peserta magangpelatihan
10
3. Mahasiswa yang bekerja paruh waktu
4. Pekerja ilegal.
Tenaga kerja Indonesia yang bekerja secara legal di Jepang pada umumnya bekerja d restoran,
pubs
,
café
sebagai juru masak, manajer, staf administrasi, atau staf pelayanan internasional. Sebagai tenaga kerja
fulltime
yang legal mereka menerima gaji dan bonus serta mendapatkan asuransi kesehatan dan
pensiunan. Ada juga tenaga kerja Indonesia yang legal dengan keahlian yang rendah, biasanya mereka adalah suami atau istri dari warganegara Jepang yang
bekerja secara paruh waktu. Status mereka yang memiliki pasangan warganegara Jepang memberikan kemudahan dan fleksibilitas untuk bekerja. Mereka biasanya
mengerjakan pekerjaan kasar pada perusahaan skala kecil dan menengah. Tenaga kerja Indonesia yang legal dengan keahlian yang rendah pada umumnya
terkonsentrasi di daerah industri Osaka dan wilayah Shizuoka dan Nagoya. Dengan rata-rata pendapatan per-jam 1.700 yen. Terdapat juga tenaga kerja
Indonesia yang bekerja di restoran,
karaoke bar
, dan
pubs
. Para tenaga kerja yang bekerja di bidang hiburan ini masuk ke Jepang dengan visa budaya yang berlaku
selama enam bulan dan setelah enam bulan berikutnya mereka akan digantikan oleh kelompok yang baru. Mereka menerima gaji, asuransi kesehatan, dan garansi
biaya pesawat ke Indonesia. Selain pekerja tetap, terdapat juga pekerja magang asal Indonesia yang
pada umumnya magang di wilayah Osaka, Nagano, dan Kanto. Para peserta magang asal Indonesia rata-rata berusia 20 tahun hingga awal 30 tahun, dengan
tingkat pendidikan minimal SMA, dan berjenis kelamin laki-laki. Para peserta magang pada umumnya bekerja di sektor manufaktur. Tenaga kerja asal Indonesia
yang bekerja secara ilegal di Jepang diperkiran jumlahnya juga cukup tinggi walaupun tidak ada data yang spesifik. Tenaga kerja ilegal asal Indonesia dapat
dikelompokan menjadi tiga, yaitu: 1.
Pekerja yang masuk ke Jepang dengan menggunakan visa turis atau budaya tetapi melanggar ketentuan visa mereka dengan bekerja.
2. Pekerja yang izin kerjanya telah berakhir tetapi tetap bekerja di
Jepang.
11
3. Peserta magang yang meninggalkan tempat kerja mereka dan bekerja
di pabrik dengan gaji dan kondisi kerja yang lebih baik. Kajian mengenai tenaga kerja Indonesia yang bekerja di Jepang juga telah
dilakukan oleh Hamzali 2011 dalam artikel yang berjudul
The Concern and Motivation of Indonesian Nurses and Care Workers in Japan in the Frame of IJ -
EPA Indonesian-Japan Economic Partnership Agreement
. Kajian ini lebih memfokuskan kepada tenaga kerja Indonesia yang bekerja magang di Jepang
sebagai perawat dan
care workers
dalam kerangka
Indonesian-Japan Economic Partnership Agreement
IJ-EPA. Faktor pendorong tenaga kerja perawat dan
care workers
asal Indonesia bekerja di Jepang adalah 1 standar hidup Indonesia yang lebih rendah dibandingkan dengan Jepang dan 2 kesempatan kerja di
Indonesia yang rendah. Faktor penarik tenaga kerja perawat dan
care workers
asal Indonesia bekerja di Jepang adalah 1 standar dan kualitas hidup di Jepang yang
lebih tinggi; 2 citra Jepang sebagai negara yang maju, modern, dan memiliki teknologi yang canggih; dan 3 peluang kerja yang lebih baik di Jepang.
2.1.3 Kebijakan Keimigrasian dan Ketenagakerjaan di Jepang
Pada tahun 1990 Jepang melaksanakan revisi terhadap Undang-Undang Keimigrasian. Hal ini dilakukan untuk mencegah masuknya tenaga kerja asing
yang tidak memiliki keahlian ke Jepang dan membuka pintu yang luas bagi tenaga kerja asing yang memiliki pengetahuan dan keahlian yang tinggi untuk masuk ke
Jepang. Ada empat hal dasar yang direvisi dalam undang-undang ini, yaitu: 1.
Memodernisasi, mempercepat, dan memenuhi pelayanan administrasi yang lebih baik dalam hal pemeriksaan keimigrasian.
2. Untuk menerima tenaga kerja asing yang memiliki keahlian teknis dan
khusus yang tinggi. 3.
Untuk memperluas sistem pelatihan tenaga kerja sehingga memperbesar kontribusi bagi masyarakat internasional dan mempromosikan kerjasama
internasional. 4.
Untuk mencegah masuknya orang asing yang sengaja datang ke Jepang untuk bekerja secara ilegal.
12
Hal yang perlu diperhatikan dalam revisi undang-undang ini adalah adanya upaya untuk mengelompokan tenaga kerja migran menjadi tenaga kerja
yang diizinkan untuk bekerja dan yang tidak diizinkan untuk bekerja. Untuk dapat bekerja di Jepang tenaga kerja asing harus memiliki izin untuk bekerja dan
memiliki kategori keahlian tertentu. Amandemen Undang-Undang Keimigrasian juga menggantikan sistem
pelatihan tenaga kerja yang lama dengan
Technical Intern Training Program
. Melalui program ini, Jepang dapat membagikan keahlian teknisnya kepada
negara-negara yang berkembang. Pada saat yang bersamaan, perusahaan skala kecil dan menengah yang ada di Jepang yang mendapatkan tekanan besar dalam
persaingan secara internasional akan mendapatkan akses tenaga kerja melalui tenaga kerja migran. Program pelatihan ini dikelola oleh
The Japan International Training Cooperation Organization
JITCO. JITCO bertanggung jawab untuk mendistribusikan tenaga kerja kepada perusahaan-perusahaan skala kecil dan
menengah yang ada di Jepang. Melalui program pelatihan yang baru ini, tenaga kerja asing masuk ke Jepang dengan menggunakan visa sebagai peserta magang
yang berlaku selama satu tahun. Setelah satu tahun para tenaga kerja asing ini akan diklasifikasikan kembali sebagai
intern technical
dan masa kerja mereka di Jepang akan diperpanjang hingga kurun waktu 3 tahun. Para peserta magang ini
harus meluangkan 9 bulan pertama mereka untuk mempelajari “keahlian baru”
yang selanjutnya diikuti oleh “
on the job training
”. Akan tetapi, peserta magang mendapatkan perlakuan yang berbeda dengan
tenaga kerja tetap, khususnya dalam hal gaji dan hak-hak ketenagakerjaan. Mereka hanya mendapatkan tunjanga magang, bukan gaji seperti para pekerja
tetap, dan hal ini tentu saja akan menguntungkan bagi perusahaan yang mempekerjakan mereka. Selain itu, karena pemerintah Jepang tidak memiliki
sistem kontrol yang resmi terhadap program magang ini sehingga sangat terbuka peluang perusahaan menyalahgunakan program ini demi keuntungan mereka
dengan menggunakan tenaga kerja asing yang dapat dibayar secara murah melalui pelaksaan
on the job training
yang semu. Tenaga kerja asing yang tidak memiliki keahlian yang khusus ini biasanya bekerja sebagai tenaga kerja tidak tetap di
pabrik dan konstruksi mereka melaksanakan pekerjaan yang berat dan berbahaya
13
yang biasanya dihindari oleh para pekerja Jepang. Pekerjaan semacam ini biasanya memiliki gaji yang rendah tanpa perlindungan asuransi kerja.
2.2 Kerangka Teori
Teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
2.2.1 Teori Migrasi Ekonomi
Untuk mengkaji motivasi tenaga kerja wanita asal Bali bekerja di Jepang digunakan teori migrasi, khususnya teori migrasi tenaga kerja. Teori migrasi
paling awal dikemukan oleh Ernest Ravenstein yang menyebutkan bahwa migrasi terkait erat dengan faktor penarik dan faktor pendorong. Salah satu dasar orang
untuk melakukan migrasi adalah untuk mendapatkan kesempatan ekonomi yang lebih baik. Salah satu teori yang menjelaskan migrasi internasional, khususnya
migrasi tenaga kerja adalah teori ekonomi neoklasik yang menyebutkan bahwa Harris J.R. dan Todaro M.P., 1970 :
1. Penyebab utama migrasi tenaga kerja adalah adanya perbedaan upah
antara negara pengirim tenaga kerja dengan negara penerima tenaga kerja. 2.
Migrasi tenaga kerja internasional dipengaruhi oleh mekanisme pasar tenaga kerja.
3. Migrasi tenaga kerja internasional dapat dikontrol oleh pemerintah melalui
regulasi pasar tenaga kerja, baik oleh negara pengirim maupun penerima tenaga kerja.
2.2.2 Teori Motivasi
Selain teori migrasi, untuk mengkaji motivasi tenaga kerja wanita asal Bali bekerja di Jepang digunakan teori motivasi dari Abraham H. Maslow. Manusia
bekerja pada dasarnya adalah untuk memenuhi beragam kebutuhan. Maslow mengambarkan hirarki kebutuhan manusia ke dalam piramida yang terdiri dari
lima tingkat yang terdiri dari 1 kebutuhan fisiologis; 2 kebutuhan akan rasa aman; 3 kebutuhan sosial; 4 kebutuhan akan penghargaan; dan 5 kebutuhan
akan aktualiasi diri Miller, F.P.,
et al
. 2009:19.
14
2.2.3 Teori Konflik
Untuk mengkaji mengenai tantangan yang dihadapi tenaga kerja wanita asal Bali yang bekerja di Jepang digunakan teori konflik. Salah satu teori konflik
dikemukan oleh Randall Collins. Teori konflik yang dikemukan oleh Collins bersifat interegatif karena berorientasi mikro. Dalam teorinya Collins memusatkan
kepada stratifikasi sosial karena stratifikasi sosial menyentuh berbagai cirri kehidupan. Individu dipandang memiliki sifat sosial tetapi sangat mudah
berkonflik dalam hubungan sosial mereka. Setiap individu berupaya untuk memaksimalkan status subjektif mereka dan hal itu dapat menimbulkan konflik
karena kepentingan yang saling bertentangan. Pendekatan konflik terhadap stratifikasi dapat dilihat melalui prinsip Ritzer, G. dan Goodman, D.J. 2011: 160-
164: 1.
Setiap individu hidup di dalam dunia subjektif yang dibangun sendiri. 2.
Individu lain mempunyai kekuasaan untuk mempengaruhi atau mengontrol pengalaman subjektif seorang individu.
3. Individu lain berupaya untuk mengontrol individu yang menentang meraka
15
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini dikelompokan menjadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Masing-masing tujuan akan dijabarkan
sebagai berikut.
3.1.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi, permasalahan, serta tantangan yang dihadapi oleh tenaga kerja wanita asal Bali
yang bekerja di luar negeri.
3.1.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1.
Mengetahui tipologi tenaga kerja wanita asal Bali yang bekerja di Jepang. 2.
Mengetahui motivasi tenaga kerja wanita asal Bali bekerja di Jepang. 3.
Mengetahui tantangan yang dihadapi tenaga kerja wanita asal Bali yang bekerja di Jepang.
3.2 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini dibagi menjadi manfaat umum dan manfaat khusus yang akan dijabarkan berikut ini.
3.2.1 Manfaat Umum
Secara umum penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mengetahui kondisi, permasalahan, serta tantangan yang dihadapi oleh tenaga
kerja wanita asal Bali yang bekerja di luar negeri, khususnya yang bekerja di Jepang. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi
bagi calon tenaga kerja wanita asal Bali, pihak penyalur tenaga kerja, serta pemerintah guna meningkatkan kuantitas, kualitas, dan produktifitas calon tenaga
kerja wanita asal Bali yang akan bekerja di luar negeri.
16
3.2.2 Manfaat Khusus
Secara khusus penelitian diharapkan dapat bermanfaat untuk 1.
Memberikan informasi terkait dengan tipologi tenaga kerja wanita asal Bali yang bekerja di Jepang.
2. Memberikan informasi mengenai motivasi yang mendorong tenaga kerja
wanita asal Bali untuk bekerja di Jepang. 3.
Memberikan informasi mengenai tantangan yang dihadapi tenaga kerja wanita asal Bali yang bekerja di Jepang.
17
BAB IV METODE PENELITIAN
Penelitian mengenai tantangan yang dihadapi tenaga kerja wanita asal Bali yang bekerja di Jepang ini
merupakan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif disebut sebagai
participant-observation
karena peneliti yang harus menjadi instrumen utama dalam pengumpulan data dengan cara mengobservasi langsung
objek yang ditelitinya. Penelitian kualitatif disebut juga
verstehen
pemahaman mendalam karena mempertanyakan makna suatu objek secara mendalam dan
tuntas Irawan, 2007:4. Metodologi memegang peranan yang sangat penting dalam penelitian
kualitatif. Kesalahan dalam penentuan metodologi akan mempengaruhi seluruh proses penelitian Irawan, 2007:49. Metodologi kualitatif merupakan prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari perilaku dan orang-orang yang diamati. Metode penelitian kualitatif
mengarahkan pada latar dan individu secara holistik utuh Bodgan dan Taylor
via
Basrowi dan Suwandi, 2008:21. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode
wawancara. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara sebagai pemberi pertanyaan dengan
yang diwawancarai sebagai pemberi jawaban Basrowi dan Suwandi, 2008:127. Informan yang diwawancarai adalah tenaga kerja wanita asal Bali yang saat ini
tahun 2015 tengah bekerja di Jepang. Informan yang diwawancarai berjumlah 14 orang tenaga kerja wanita asal Bali.
Metode wawancara dilakukan dengan wawancara baku terbuka, yaitu wawancara dengan menggunakan seperangkat pertanyaan baku Basrowi dan
Suwandi, 2008:128. Wawancara kepada informan yang sedang bekerja di Jepang akan diawali dengan pengiriman pertanyaan melalui email dan dilanjutkan dengan
wawancara menggunakan media
yahoo messager
atau
skype
.
18
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Tipologi Tenaga Kerja Wanita Asal Bali yang Bekerja di Jepang
Di dalam penelitian ini terdapat empat belas 14 informan yang telah diwawancarai. Berikut ini akan disajikan data terkait dengan tipologi informan
yang merupakan tenaga kerja wanita asal Bali yang saat ini tahun 2015 tengah bekerja di Jepang.
Tabel 2. Usia, Daerah Asal, Pendidikan Terakhir, dan Status Perkawinan
NO INFORMAN USIA DAERAH
ASAL PENDIDIKAN
TERAKHIR STATUS
PERKAWINAN
1. I.1
26 Mendoyo,
Jembrana S1
Belum Kawin 2.
I.2 23
Klungkung S1
Belum Kawin 3.
I.3 23
Tabanan S1
Belum Kawin 4.
I.4 22
Tabanan SMA
Belum Kawin 5.
I.5 25
Denpasar S1
Belum Kawin 6.
I.6 23
Badung S1
Belum Kawin 7.
I.7 24
Jembrana S1
Belum Kawin 8.
I.8 24
Denpasar S1
Belum Kawin 9.
I.9 26
Abiansemal, Badung
S1 Belum Kawin
10. I.10 25
Gianyar D3
Belum Kawin 11. I.11
26 Tabanan
S1 Belum Kawin
12. I.12 23
Denpasar S1
Belum Kawin 13. I.13
25 Badung
S1 Belum Kawin
14. I.14 23
Gianyar D3
Belum Kawin Berdasarkan data pada tabel 2 dapat diketahui bahwa rentang usia dari
informan yang merupakan tenaga kerja wanita asal Bali yang saat ini tengah bekerja di Jepang 20 tahun 30 tahun. Para tenaga kerja wanita tersebut berasal
dari berbagai kabupaten yang ada di propinsi Bali, yaitu Jembrana 2 orang, Klungkung 1 orang, Tabanan 3 orang, Denpasar 3 orang, Badung 3 orang,
dan Gianyar 2 orang. Dari latar belakang pendidikan dapat diketahui bahwa tenaga kerja wanita asal Bali yang bekerja di Jepang memiliki kualifikasi
pendidikan yang tinggi karena dari total 14 orang informan, 11 orang merupakan
19
lulusan strata satu, 2 orang merupakan lulusan program diploma tiga, dan hanya satu orang yang merupakan lulusan sekolah menengah atas. Berikut ini akan
dibahas mengenai jenis perkerjaan serta status pekerjaan dari 14 orang informan pada penelitian ini.
Tabel 3. Jenis Pekerjaan dan Status Pekerjaan NO INFORMAN
JENIS PEKERJAAN STATUS PEKERJAAN
1. I.1
Pegawai perusahaan
laundry
Pegawai magang 2.
I.2
Front Office Staff
Pegawai paruh waktu 3.
I.3 Pegawai toko bunga
Pegawai paruh waktu 4.
I.4 Pegawai
perusahaan
laundry
Pegawai magang 5.
I.5 Pelayan restoran
Pegawai paruh waktu 6.
I.6
House keeping
Pegawai paruh waktu 7.
I.7 Asisten koki
Pegawai magang 8.
I.8 Pegawai
perusahaan pengolahan makanan
Pegawai magang 9.
I.9 Pegawai
perusahaan
laundry
Pegawai magang 10. I.10
Pegawai perusahaan
pengolahan makanan Pegawai magang
11. I.11
House keeping
Pegawai paruh waktu 12. I.12
Pelayan restoran Pegawai paruh waktu
13. I.13 Pegawai
perusahaan
laundry
Pegawai magang 14. I.14
Pegawai perusahaan
pengolahan makanan Pegawai magang
Berdasarkan data pada tabel 3 dapat diketahui bahwa tenaga kerja wanita asal Bali yang bekerja di Jepang pada umumnya bekerja pada perusahaan skala
kecil dan menengah. Status pekerjaan dari para tenaga kerja wanita adalah pegawai magang dan juga pegawai paruh waktu
Tabel 4. Daerah Tempat Bekerja dan Lama Bekerja NO INFORMAN
DAERAH TEMPAT BEKERJA LAMA
BEKERJA
1. I.1
Odawarashi, Prefecture Kanagawa 2 tahun 10 bulan
2. I.2
Kinugawa Onsen Ohara, Nikko, Prefecture Tochigi
8 bulan 3.
I.3 Sendai
3 bulan
20
4. I.4
Odawarashi, Prefecture Kanagawa 2 tahun
5. I.5
Nagoya 2 tahun
6. I.6
Shiabara, Tochigi Perfecture 7 bulan
7. I.7
Tochigi Perfecture 3 bulan
8. I.8
Chiba 1 tahun 6 bulan
9. I.9
Odawarashi, Prefecture Kanagawa 2 tahun 9 bulan
10. I.10 Nagoya
8 bulan 11. I.11
Tochigi Perfecture 6 bulan
12. I.12 Chiba
4 bulan 13. I.13
Odawarashi, Prefecture Kanagawa 1 tahun 4 bulan
14. I.14 Nagoya
1 tahun 5 bulan Berdasarkan data pada tabel 4 dapat diketahui bahwa daerah tempat
bekerja para tenaga kerja wanita asal Bali tersebar dari perfektur Chiba, Nagoya, Kanagawa, Tochigi, dan Sendai. Masa kerja mereka di Jepang berkisar antara 2
bulan hingga 2 tahun 10 bulan.
Tabel 5. Penguasaan Bahasa Jepang NO INFORMAN
MENGUASAI BAHASA JEPANG SEBELUM
BERANGKAT JLPT
1. I.1
IYA N3
2. I.2
IYA N4
3. I.3
IYA N3
4. I.4
IYA N3
5. I.5
IYA N2
6. I.6
IYA -
7. I.7
IYA N4
8. I.8
IYA N2
9. I.9
IYA N4
10. I.10 IYA
- 11. I.11
IYA N4
12. I.12 IYA
N3 13. I.13
IYA -
14. I.14 IYA
- Ketika bekerja di Jepang penguasaan terhadap bahasa Jepang sangat
penting bagi para tenaga kerja migran. Oleh karena itu, semua tenaga kerja wanita asal Bali yang bekerja di Jepang telah membekali diri dengan pengetahuan terkait
bahasa Jepang sebelum berangkat ke Jepang. Tingkat penguasaan bahasa Jepang
21
para informan berkisar antara N4 hingga N2 pada
Japanese Language Proficiency Test.
4.2 Motivasi Tenaga Kerja Wanita Asal Bali Bekerja di Jepang