11
3. Peserta magang yang meninggalkan tempat kerja mereka dan bekerja
di pabrik dengan gaji dan kondisi kerja yang lebih baik. Kajian mengenai tenaga kerja Indonesia yang bekerja di Jepang juga telah
dilakukan oleh Hamzali 2011 dalam artikel yang berjudul
The Concern and Motivation of Indonesian Nurses and Care Workers in Japan in the Frame of IJ -
EPA Indonesian-Japan Economic Partnership Agreement
. Kajian ini lebih memfokuskan kepada tenaga kerja Indonesia yang bekerja magang di Jepang
sebagai perawat dan
care workers
dalam kerangka
Indonesian-Japan Economic Partnership Agreement
IJ-EPA. Faktor pendorong tenaga kerja perawat dan
care workers
asal Indonesia bekerja di Jepang adalah 1 standar hidup Indonesia yang lebih rendah dibandingkan dengan Jepang dan 2 kesempatan kerja di
Indonesia yang rendah. Faktor penarik tenaga kerja perawat dan
care workers
asal Indonesia bekerja di Jepang adalah 1 standar dan kualitas hidup di Jepang yang
lebih tinggi; 2 citra Jepang sebagai negara yang maju, modern, dan memiliki teknologi yang canggih; dan 3 peluang kerja yang lebih baik di Jepang.
2.1.3 Kebijakan Keimigrasian dan Ketenagakerjaan di Jepang
Pada tahun 1990 Jepang melaksanakan revisi terhadap Undang-Undang Keimigrasian. Hal ini dilakukan untuk mencegah masuknya tenaga kerja asing
yang tidak memiliki keahlian ke Jepang dan membuka pintu yang luas bagi tenaga kerja asing yang memiliki pengetahuan dan keahlian yang tinggi untuk masuk ke
Jepang. Ada empat hal dasar yang direvisi dalam undang-undang ini, yaitu: 1.
Memodernisasi, mempercepat, dan memenuhi pelayanan administrasi yang lebih baik dalam hal pemeriksaan keimigrasian.
2. Untuk menerima tenaga kerja asing yang memiliki keahlian teknis dan
khusus yang tinggi. 3.
Untuk memperluas sistem pelatihan tenaga kerja sehingga memperbesar kontribusi bagi masyarakat internasional dan mempromosikan kerjasama
internasional. 4.
Untuk mencegah masuknya orang asing yang sengaja datang ke Jepang untuk bekerja secara ilegal.
12
Hal yang perlu diperhatikan dalam revisi undang-undang ini adalah adanya upaya untuk mengelompokan tenaga kerja migran menjadi tenaga kerja
yang diizinkan untuk bekerja dan yang tidak diizinkan untuk bekerja. Untuk dapat bekerja di Jepang tenaga kerja asing harus memiliki izin untuk bekerja dan
memiliki kategori keahlian tertentu. Amandemen Undang-Undang Keimigrasian juga menggantikan sistem
pelatihan tenaga kerja yang lama dengan
Technical Intern Training Program
. Melalui program ini, Jepang dapat membagikan keahlian teknisnya kepada
negara-negara yang berkembang. Pada saat yang bersamaan, perusahaan skala kecil dan menengah yang ada di Jepang yang mendapatkan tekanan besar dalam
persaingan secara internasional akan mendapatkan akses tenaga kerja melalui tenaga kerja migran. Program pelatihan ini dikelola oleh
The Japan International Training Cooperation Organization
JITCO. JITCO bertanggung jawab untuk mendistribusikan tenaga kerja kepada perusahaan-perusahaan skala kecil dan
menengah yang ada di Jepang. Melalui program pelatihan yang baru ini, tenaga kerja asing masuk ke Jepang dengan menggunakan visa sebagai peserta magang
yang berlaku selama satu tahun. Setelah satu tahun para tenaga kerja asing ini akan diklasifikasikan kembali sebagai
intern technical
dan masa kerja mereka di Jepang akan diperpanjang hingga kurun waktu 3 tahun. Para peserta magang ini
harus meluangkan 9 bulan pertama mereka untuk mempelajari “keahlian baru”
yang selanjutnya diikuti oleh “
on the job training
”. Akan tetapi, peserta magang mendapatkan perlakuan yang berbeda dengan
tenaga kerja tetap, khususnya dalam hal gaji dan hak-hak ketenagakerjaan. Mereka hanya mendapatkan tunjanga magang, bukan gaji seperti para pekerja
tetap, dan hal ini tentu saja akan menguntungkan bagi perusahaan yang mempekerjakan mereka. Selain itu, karena pemerintah Jepang tidak memiliki
sistem kontrol yang resmi terhadap program magang ini sehingga sangat terbuka peluang perusahaan menyalahgunakan program ini demi keuntungan mereka
dengan menggunakan tenaga kerja asing yang dapat dibayar secara murah melalui pelaksaan
on the job training
yang semu. Tenaga kerja asing yang tidak memiliki keahlian yang khusus ini biasanya bekerja sebagai tenaga kerja tidak tetap di
pabrik dan konstruksi mereka melaksanakan pekerjaan yang berat dan berbahaya
13
yang biasanya dihindari oleh para pekerja Jepang. Pekerjaan semacam ini biasanya memiliki gaji yang rendah tanpa perlindungan asuransi kerja.
2.2 Kerangka Teori