Penggunaan Sistem Skoring NISS pada pasien trauma abdomen

yang terjadi pada trauma dipengaruhi oleh inflamasi, genetik, medikasi dan penyakit lain. John, Brohi, Dutton, Hauser, Holcomb, dan Kluger, 2008 Koagulopati akut pada trauma didefinisikan sebagai nilai INR 1,2. Pada trauma, nilai INR 1,2 menunjukkan suatu keadaan klinis yang berhubungan erat dengan risiko yang signifikan terjadinya kematian dan kebutuhan transfusi. Davenport, 2011; Hagemo dkk, 2015

2.2 Penggunaan Sistem Skoring NISS pada pasien trauma abdomen

Sistem skoring trauma dikembangkan dan digunakan di banyak negara untuk memperkirakan beratnya trauma dan kerusakan jaringan, secara umum memiliki fungsi untuk : 1. Memprediksi outcome trauma 2. Membandingkan metode terapeutik 3. Alat untuk men-triage pre dan inter-hospital 4. Alat untuk memperbaiki kualitas dan program prevensi 5. Alat untuk penelitian dibidang trauma Dimana sistem skoring ini mengkonversikan berat ringannya trauma sehingga dapat dihomogenkan untuk membantu petugas medis berkomunikasi secara universal. Sistem trauma terbagi menjadi seperti yang dilihat pada tabel 2.3 dan penggunaan skoring trauma nampak pada tabel 2.4. Chawda, Hildebrand, Pape, dan Giannoudis, 2004. Tabel 2.3. Klasifikasi Skoring Sistem Chawda, Hildebrand, Pape, dan Giannoudis, 2004 Pembahasan skoring trauma di fokuskan pada NISS yang terbentuk karena sering ditemukan kelemahan pada skoring trauma lainnya seperti Tohira, Jacobs, Mountain, Gibson, dan Yeo, 2012 : 1. RTS 1980 merupakan skor fisiologi yang paling sering digunakan, menghitung tiga parameter fisiologi yaitu GCS, tekanan darah sistemik dan respirasi. Kelemahannya, skor ini tidak praktis digunakan pada kasus trauma, tidak dapat digunakan pada pasien-pasien dalam kondisi terintubasi dan menggunakan ventilator karena kesulitan dalam menghitung GCS. Perubahan yang cepat pada fisiologi pasien misalnya akibat respon resusitasi menyebabkan bias pada penghitungan RTS. Skor ini jarang dipakai. Chawda, Hildebrand, Pape, dan Giannoudis, 2004. 2. APACHE Sering digunakan dalam perawatan intensif. Evaluasi ini meliputi evaluasi penyakit kronis yang menjadi komorbiditas dan skor fisiologi akut. Kelemahan skor ini adalah kurang mencerminkan kondisi kelainan di ekstrakranial dan faktor komorbiditas banyak menimbulkan bias Chawda, Hildebrand, Pape, dan Giannoudis, 2004. 3. AIS 1971, revisi 1985, revisi 1990 Merupakan skoring trauma berdasarkan anatomis, mengklasifikasikan basis regio tubuh yang terluka dan derajat keparahan regio tubuh yang terluka. terdiri atas enam derajat keparahan trauma, yaitu : Dimana s yang sem para ahli kriteria, y perawatan, yaitu tida sama, dan O’Keefe, da 4. ISS 1974 Merupaka dirumuska tubuh ya memasukka Gambar 2.4. Komponen AIS na semakin tinggi skala yang diberikan mengindi emakin parah. Skala ini skala subyektif, pedoman hli untuk menentukan skala pada AIS, berdas , yaitu : mengancam nyawa, kecacatan permanen, tan, dan energy dissipation. Sehingga AIS memili idak bisa menghitung injury multipel pada regio dan korelasi yang minim antara skala AIS den fe, dan Jurkovich, 2001. 1974 upakan skoring trauma berdasarkan anatomis, dima uskan : ISS = AIS 2 + AIS 2 + AIS 2 . AIS dihitung pa yang terdampak trauma yang terparah tetapi ukkan regio tubuh yang sama. Skor nya berki 26 ndikasikan luka an yang dipakai dasarkan empat n, jangka waktu iliki kelemahan gio tubuh yang dengan survival mana sistem ini pada tiga regio pi tidak boleh rkisar dari 1-75 dimana semakin besar skor berarti semakin fatal injury yang diterima pasien. Sehingga AIS memiliki kelemahan tidak bisa menghitung multipel injury pada satu regio tubuh dan menyamaratakan keparahan setiap regio tubuh efeknya terjadi underscooring bila terjadi multipel injury pada regio tubuh yang sama O’Keefe, dan Jurkovich, 2001; Becher, Meredith,dan Kilgo, 2013. 5. TRISS Merupakan kombinasi ISS dan RTS, yang dipergunakan untuk memprediksi survival pasien. Sehingga sistem skor ini memiliki kelemahan yang sama pada ISS dan RTS O’Keefe, dan Jurkovich, 2001. NISS dikembangkan Osler dan kawan-kawan dirumuskan berdasarkan penghitungan tiga organ tubuh yang mengalami trauma berat dilihat dari AIS tertinggi, tanpa memperdulikan organ yang terkena itu dalam satu regio tubuh atau bukan lalu di pangkatkan dua dan dijumlahkan. Sehingga NISS dapat memprediksi outcome lebih akurat pada pasien trauma multipel pada satu regio tubuh seperti contohnya trauma abdomen, dan dapat dipergunakan sebagai sebagai prediktor adanya kegagalan multi organ pada post trauma, dipakai patokan skala NISS 50 dinyatakan pasien mengalami mortalitas Yose, Wiargitha, dan Mahadewa, 2015 seperti nampak pada gambar 2.5. Kisaran sk terberat O’Keefe, dan Jur Gambar 2.5. skor ini antara 1-75. Dengan skala 1 trauma m n Jurkovich, 2001.

2.5. Contoh Perbedaan Penghitungan ISS vs NISS