Trauma Abdomen TINJAUAN PUSTAKA

6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Trauma Abdomen

Organ abdomen merupakan rongga terbesar di tubuh yang mampu menampung cairan dalam jumlah besar. Organ abdomen lebih rentan daripada organ rongga thoraks, dikarenakan organ abdomen tidak terlindungi oleh tulang sternum dan costae. Esposito dan Brasel, 2013. Penyebab kematian utama segera pada trauma adalah perdarahan. Sekitar 25 kasus kematian tersebut adalah adanya perdarahan yang tidak terkontrol. Thorsen, Ringdal, Strand, Soreide, Hagemo, dan Soreide, 2011 Perdarahan menempati urutan kedua setelah trauma sistem saraf pusat sebagai penyebab kematian dengan kisaran 30-40. Brandon, Holcom, dan Schreiber, 2007. Anatomi Abdomen Abdomen terbagi menjadi 3 bagian yaitu intrathoracic abdomen, true abdomen dan retroperitoneal abdomen. Bagian thoracic dari abdomen terletak dibawah selembar otot tipis diafragma dan terlindungi tulang costae bawah. Bagian ini terdiri atas hepar, kantung empedu, lien, gaster dan kolon transversum. True abdomen terdiri atas usus halus dan besar, sebagian hepar dan kantung kemih. Pada perempuan, uterus, tuba fallopi dan ovarium merupakan bagian pelvis dari true abdomen. Retroperitoneal abdomen terletak dibalik thoracic dan true abdomen. Bagian abdomen lainnya. Bagian kolon ascenden dan des dan Yancey, 2011; Emer Gambar 2.1. Kiri : intr Kanan : re diambil da Mechanis Trauma tumpul seringkali terkait dengan dan atau ekstremitas pa White dan Yancey, 2011; Pola injury pa kendaraan bermotor, pe ketinggian dan pemukul karena kompresi langsu an ini dipisahkan oleh membran retroperitonea ian ini terdiri atas ginjal, ureter, pankreas, duodenu descenden, aorta abdominalis, dan vena cava infe ery 2014. ntrathoracic abdomen. Tengah : true abdomen. n : retroperitoneal abdomen. bil dari : White dan Yancey, 2011 anism of Injury umpul abdomen sering terjadi dengan laju mortalita gan cedera penyerta seperti injury pada kepala, th pada sebanyak 70 korban kecelakaan kendar , 2011; Emery, 2014. y pada trauma tumpul abdomen disebabkan kece pejalan kaki yang ditabrak kendaraan bermotor ukulan dengan benda tumpul. Trauma tumpul abdo sung abdomen dengan objek padat sehingga m oneal dari organ enum posterior, nferior. White litas yang tinggi, , thoraks, pelvis ndaraan bermotor kecelakaan antara otor, jatuh dari abdomen terjadi mengakibatkan robeknya atau hematoma subscapular organ padat hepar atau lien, contohnya pada pasien kecelakaan kendaraan bermotor yang tidak memakai sabuk pengaman dan terluka akibat benturan dari arah depan seperti kaca depan, setir, dashboard ataau floorboard sehingga kemungkinan organ padat yang terlibat adalah lien, hepar, ginjal dan retroperitoneum. Bisa juga karena gaya deselerasi yang menyebabkan robeknya organ dan pembuluh darah pada regio yang terfiksir dari abdomen hepar atau arteri renalis, contohnya pada pengendara kendaraan bermotor yang memakai sabuk pengaman akan mengakibatkan deselerasi akibat sabuk pengaman terutama pada organ usus halus dan besar, robekan mesenterik. Atau bisa karena peningkatan intraluminal yang menyebabkan rupturnya organ berongga usus halus White dan Yancey, 2011; Emery, 2014 ; Peitzman dan Piper, 2014. Trauma tumpul abdomen yang mayoritas sering mengenai organ lien sekitar 40 - 55, hepar 35 - 45 dan usus halus 5-10 American College of Surgeons Committee on Trauma, 2008 Penanganan Fase Prehospital, Standar Assessment dan Resusitasi pada Pasien Trauma Abdomen Fase Prehospital intinya memberikan penanganan cepat pada pasien sebelum pasien dirujuk ke rumah sakit dengan fasilitas Trauma Centre. Negara maju mengenal sistem EMS yang di organisasi pemerintah lokal, terdiri atas personel kesehatan yang telah tersertifikasi kursus bantuan hidup dasar, akan memberikan pertolongan darurat dahulu bagi pasien seperti menjaga patensi airway, kontrol pendarahan eksternal setelah pasien stabil akan di transportasikan secepatnya dengan mobil ambulans menuju ke rumah sakit terdekat biasanya menuju rumah sakit dengan fasilitas Trauma Centre dan terlebih dahulu sudah dihubungi tentang rencana dan kondisi pasien trauma yang akan dirujuk untuk diberikan penatalaksanaan definitif Blackwell, dan Kaufman, 2002; Pons, Haukoos, Bludworth, 2005; American College of Surgeons Committee on Trauma, 2008; Kobayashi, Coimbra, dan Hoyt, 2015. Pasien yang diberikan resusitasi cairan prehospital mampu memberikan angka survival yang baik National Institute for Health and Care Excellence, 2004. Batasan waktu fase prehospital diistilahkan dengan “Golden Hour” yang mana jangka waktunya 60 menit dari pasien ditemukan di tempat kecelakaan dan di tranportasikan ke rumah sakit dengan fasilitas Trauma Centre. Samplais, Lavoie, dan Williams, 1993; Lerner, dan Moscati, 2001. Kecepatan ambulans menjangkau pasien di tempat kecelakaan Ambulance Response Time dapat memperbaiki outcome klinis pasien, standar waktu ditentukan 8 menit atau kurang di negara maju Pons, Markovchick, 2002; Peleg, 2004; Carlowe, 2012; Do, Foo, Ng, dan Ong, 2012. Singapura bahkan memangkas waktu menjadi kisaran 7,5 menit Lim, dan Anantharaman, 1999; Do, Foo, Ng, dan Ong, 2012. Angka mortalitas meningkat tiga kali lipat setiap 30 menit dari saat pasien kecelakaan sampai mendapatkan penanganan definitif. Cowley, Hudson, dan Scanlan, 1973. Secara spesifik untuk kasus pasien trauma abdomen pemendekan waktu prehospital memberikan outcome yang baik bagi pasien Clarke, Trooskin, dan Doshi, 2002; Spahn, Bouillon, Cerny, Coats, Duranteau, Fernández-Mondéjar, dkk, 2013. Beberapa kota di Indonesia seperti Jakarta memiliki ambulans 118 tetapi respon time nya jauh dibawah standar negara lain dikarenakan ketidaksepadanan jumlah ambulans dengan luas cakupan wilayah luas wilayah Jakarta 661m 2 , populasi 10-12 juta penduduk dengan ambulans 26 buah yang diletakkan di titik strategis Jakarta Utara dan Pusat dan kemacetan lalu lintas. Sedangkan di Yogyakarta memiliki respon time 10 menit karena ditunjang populasi 425.000 dan lalu lintas yang tidak macet Pusponegoro, dan Pitt, 2004. Assessment pasien trauma terbaik menggunakan sistem ATLS seperti dirumuskan American College of Surgeons Committee on Trauma tahun 2008. Saat pasien datang di terima tim Trauma RS yang kemudian menjalankan protokol : primary survey ABCDE, resusitasi, secondary survey Head to Toe Examination, Investigasi dan penanganan definitif.

2.1.3.1 Penanganan Primary Survey dan Resusitasi

Primary survey dan resusitasi terdiri atas Pemeriksaan Airway with C- spine Protection, Breathing, Circulation, Disability Neurologic Evaluation, ExposureEnvironmental Control. Pemeriksaan ABC didahulukan sesuai dengan urutan penyebab kematian yang tercepat yaitu Airway disusul Breathing dan Circulation syok terutama syok hipovolemik. Kemudian ditambahkan Disability dan ExposureEnvironmental Control untuk membantu evaluasi awal pasien. Kesemuanya dilakukan secara berurutan dan simultan Brzozowski, dan Hans, 2012. Airway with C-spine Protection prinsipnya membebaskan jalan nafas dari sumbatan seperti darah, muntahan, gigi, patahan tulang rahang atau pembengkakan jaringan lunak. Sekusensial memproteksi C-spine dengan menjaga posisi leher tetap lurus dan dipasang Collar Brace, sambil mengerjakan manuver : Head tilt memiringkan kepala pasien ke salah satu sisi; boleh dilakukan hanya pada pasien yang sudah disingkirkan kemungkinan lesi cervical atau Chin lift dan Jaw Thrust. Kemudian memasang alat bantu memastikan patensi airway seperti OroTracheal Tube OTT atau bisa mengerjakan cricothyroidotomy dan intubasi endotracheal, dilanjutkan dengan pemberian bantuan oksigen Brzozowski, dan Hans, 2012. Breathing di-asses setelah airway bersih, ekspos dada pasien, inspeksi kedua sisi dada dipastikan pergerakan dinding dada simetris, palpasi mencari adanya kemungkinan fraktur costae, segmen flail chest dan emfisema subkutis. Kemudian dilakukan auskultasi untuk menyingkirkan kelainan nafas seperti tension pneumothoraks, pneumothoraks spontan atau hematothoraks. Untuk penatalaksanaan emergency dilakukan needle thoracocentesis, untuk definitifnya dilakukan pemasangan Thoracostomy WSD Brzozowski, dan Hans, 2012. Masalah Circulation adalah masalah yang ditangani selanjutnya, beberapa parameter yang bisa dipakai adalah penilaian terhadap tingkat kesadaran, denyut nadi, detak jantung, tekanan darah, warna kulit, produksi urin, dan base deficit dari analisis gas darah. Jenis syok yang paling sering terjadi pada pasien trauma adalah syok hipovolemik. Abdomen secara khusus dievaluasi dikarenakan terdapat organ yang rentan akibat trauma seperti hepar dan lien Brzozowski, dan Hans, 2012. Patofisiologi syok hipovolemik yaitu hilangnya darah dari pembuluh darah sehingga respon tubuh mengompensasinya dengan melakukan vasokonstriksi pembuluh darah pada kutis, otot dan organ sehingga aliran darah ke otak, jantung dan ginjal terjaga. Selain itu terjadi kenaikan denyut jantung untuk menjaga cardiac output terjaga. Pelepasan katekolamin endogen akan meningkatkan tahanan perifer sehingga mampu meningkatkan tekanan darah sistolik dan mereduksi tekanan nadi. Selain itu juga dilepaskan beberapa hormon seperti histamin, bradikinin, β -endorfin dan kaskade prostanoid dan sitokin lainnya untuk mempertahankan permeabilitas vaskular dan mikrosirkulasi. Di tingkat seluler akan terjadi pergeseran ke metabolisme anaerob dimana akan menghasilkan asam laktat dan menyebabkan asidosis metabolik, seringkali disertai penurunan kompensasi tubuh untuk mempertahankan suhunya sehingga akan jatuh dalam kondisi hipotermia yang akan berlanjut menuju kondisi koagulopati yang menyebabkan mortalitas. Tanda-tanda klinis syok hipovolemik adalah akral dingin suhu tubuh 35°C, takikardia pada orang dewasa apabila nadi 100 kalimenit, produksi urin 0,5-1 ccKg berat badan per jam Penatalaksanaan syok hipovolemik pada prinsipnya untuk mengontrol pendarahan dan merestorasi volume cairan yang bersirkulasi Brzozowski, dan Hans, 2012. Berikut ini disajik pada saat presentasi awal Tabel 2.1. Parameter Ke American C Parameter yang dipakai tabel 2.2. ajikan tabel 2.1. untuk memperkirakan kehilangan wal di UGD. Kehilangan Darah Pasien saat Presentasi Awal di UG n College of Surgeons Committee on Trauma, 2008 kai untuk menilai keadekuatan resusitasi cairan bis 13 ngan darah pasien di UGD , 2008 bisa dilihat pada Tabel 2.2. Re American C Dissability di Dinilai berdasarkan para stimulasi Verbal, respon Bisa pula menggunakan pasien berdasarkan mat ExposureEnvironment C kemudian pasien di Lo

2.2. Respon terhadap Awal Pemberian Resusitasi Cair