Syarat Sahnya Perjanjian Gadai

29 bersifat accesoir. 25 Perjanjian accesoir adalah perjanjian yang bersifat tambahan dan dikaitkan dengan perjanjian pokok. 26

2.2 Syarat Sahnya Perjanjian Gadai

Sebagaimana diketahui bahwa hak gadai timbul sebagai akibat dari perjanjian kredit atau pinjam uang sehingga sebagai suatu perjanjian hak gadai juga harus memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian yang ditentukan oleh undang- undang yaitu dalam Pasal 1320 KUH Perdata, antara lain : 1. Adanya kesepakatan kedua belah pihak Maksud dari pada syarat ini yaitu adanya kesepakatan atau persesuaian kemauan masing-masing pihak yang membuat perjanjian mengenai hal-hal pokok dari perjanjian yang diadakan itu. Dan saling menghargai segala hak dan kewajiban masing-masing pihak sehingga terlaksana perjanjian yang sah dan adil. Didalam perjanjian gadai, para pihak dalam perjanjian gadai tersebut harus sepakat mengenai apa yang diperjanjian atau disetujui mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang dibuat. Jadi kedua belah pihak menghendaki sesuatu secara timbal balik dimana pihak pemberi gadai agar mendapatkan pinjaman uang senilai dengan nilai benda jaminannya sedangkan pihak penerima gadai menghendaki di dalam pelaksanaannya akan menerima benda jaminan sebagai jaminan dari hutang pemberi gadai. 25 Rachmadi Usman, 2009, Hukum Jaminan Keperdataan, sinar grafika, Jakarta, hal. 106. 26 H. Salim HS, op.cit, hal.30. 30 2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian Dalam hubungannya membuat suatu perjanjian, seseorang dikatakan cakap apabila berdasarkan ketentuan undang-undang ia dianggap mampu membuat sendiri perjanjian dengan adanya hubungan hukum yang pada asasnya setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum. Sedangkan dalam Pasal 1330 KUHPerdata dikatakan bahwa tidak cakap membuat perjanjian ialah orang yang belum dewasa, orang yang dibawah pengampuan dan perempuan yang bersuami. Mereka ini apabila melakukan perbuatan hukum harus diwakili oleh wali mereka dan bagi istri setelah mendapat ijin dari suaminya. 3. Adanya suatu hal tertentu Suatu hal tertentu merupakan prestasi yang perlu dipenuhi dalam suatu perjanjian. Prestasi itu harus tertentu atu sekurang-kurangnya dapat ditentukan. Apa yang diperjanjikan harus cukup jelas, ditentukan jenisnya, jumlahnya boleh tidak disebutkan asal dapat dihitung atau ditetapkan. Di dalam mengadakan perjanjian gadai haruslah suatu hal tertentu artinya benda yang diperjanjikan dalam perjanjian tersebut dapat ditentukan jenisnya. Hal ini akan berhubungan dengan hak-hak dan kewajiban serta tanggung jawab dari para pihak dan lebih memudahkan bagi para pihak yang mempunyai kepentingan untuk menuntut haknya terhadap lawannya bila timbul suatu perselisihan. 31 4. Adanya suatu sebab yang tidak terlarang Syarat ini merupakan tujuan dari perjanjian itu sendiri. Dalam Pasal 1337 KUHPerdata ditentukan bahwa : suatu sebab adalah terlarang, jika sebab itu dilarang oleh undang-undang atau bila sebab itu bertentangan dengan kesusilaan atau dengan ketertiban umum. Dalam perjanjian gadai, dimana isi dari perjanjian yang dibuat antara pemberi gadai dengan penerima gadai juga tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Syarat kesepakatan dan kecakapan disebut dengan syarat subyektif, oleh karena kedua syarat tersebut adalah mengenai orangnya yang terikat dalam perjanjian, sedangkan suatu hal tertentu dan sebab yang tidak terlarang disebut dengan syarat obyektif yaitu apa yang dituju atau apa yang dijanjikan oleh masing-masing pihak dengan membuat perjanjian tersebut. Oleh karena hak gadai hanya mengenai barang-barang bergerak saja, maka pemegang gadai sulit untuk menyelidiki apakah pemberi gadai itu betul-betul berhak untuk mengasingkan barang itu, misalnya : si pemberi hanya sebagai penyewa saja dari barang itu, maka disini hak gadai tidak dapat dibatalkan, dengan syarat si pemegang gadai harus jujur, dimana ia harus betul-betul mengira kalau si pemberi gadai adalah berhak untuk memberi gadai. 27 27 Hari Saherodji I, op.cit, hal. 21 32 Apabila ada hal yang seharusnya dapat diduga lebih dahulu bahwa si pemberi gadai adalah tidak berhak, maka dalam hal ini pemegang gadai tidak mendapat perlindungan dan hak gadai menjadi batal. Dalam hak gadai ini perjanjian hutang piutangnya boleh dibuat secara bebas bentuknya, boleh secara lisan maupun tertulis. Kalau secara tertulis dapat dipergunakan secara akte notaris ataupun secara akte di bawah tangan. Hak gadai baru dianggap terjadi apabila barang jaminan diserahkan kepada kekuasaan si pemegang gadai. Dalam Pasal 1152 KUH Perdata ditegaskan bahwa hak gadai atas barang-barang bergerak dan piutang-piutang atas bahwa harus diletakkan dengan menyerahkan barangnya di bawah kekuasaan si pemegang gadai, atau dimungkinkan juga dibawah kekuasaan pihak ketiga yang telah disetujui oleh kedua belah pihak. Jadi dalam hak gadai ini penyerahan kekuasaan ini dianggap oleh undang- undang sebagai syarat mutlak untuk adanya hak gadai. Dan undang-undang juga mengizinkan bahwa barang tanggungan itu di taruh di bawah kekuasaan seorang pihak ketiga atas persetujuan kedua belah pihak yang berkepentingan. Jadi yang dikehendaki oleh undang-undang itu sebenarnya ialah ditariknya barang dari kekuasaan orang yang memberikan tanggungan. Dalam Pasal 1160 KUHPerdata disebutkan bahwa barang gadai itu tidak dapat dibagi-bagi, yang berarti bahwa hak gadai itu tetap melekat pada seluruh 33 bendanya meskipun sebagian dari pada hutang telah dibayar, hal itu tidak berarti bahwa sebagian dari bendabarang tanggungannya kembali kepada si berhutang, tetapi baru apabila seluruh hutang sudah dibayar, tanggungan itu di kembalikan.

2.3 Obyek Gadai