1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berhadapan dengan situasi kecemasan merupakan pengalaman sehari-hari manusia Wiramihardja, 2005. Twenge 2000 mengungkapkan bahwa ancaman
keamanan, kesejahteraan ekonomi, hubungan dengan orang lain, masalah karir atau prestasi dan kondisi yang menjadi sumber kekhawatiran dapat menimbulkan
kecemasan. Menurut Spielberger 1972, kecemasan merupakan reaksi emosional yang tidak menyenangkan terhadap bahaya nyata maupun imajiner yang disertai
dengan perubahan sistem syaraf otonom dan pengalaman subjektif sebagai tekanan, ketakutan dan kegelisahan. Kecemasan merupakan respon yang normal
terhadap ancaman dan menjadi abnormal bila mulai mengganggu fungsi kehidupan sehari-hari individu Nevid, Rathus dan Greene, 2005.
Hoffman 2010 menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kecemasan dan perbedaan budaya. Individu yang berasal dari budaya yang
berbeda memiliki kecemasan yang berbeda pula Hoffman, 2010. Individu dalam budaya barat cenderung didorong untuk mengungkapkan perasaan-perasaan
negatifnya. Sebaliknya, individu dalam budaya timur terbiasa mengabaikan perasaan mereka dan merasa canggung untuk mengungkapkan perasaan-perasaan
negatif. Hal ini membuat individu dalam budaya timur memiliki kecemasan yang lebih tinggi Kleinman, 1980.
Indonesia yang memiliki budaya timur mengalami peningkatan prevalensi kecemasan tiap tahunnya. Data dari WHO 1995 menyebutkan bahwa sekitar 80
dari 100 penduduk Indonesia menderita gangguan non psikotis seperti stress dan kecemasan. Hasil Riset Kesehatan Dasar menyebutkan prevalensi gejala-gejala
depresi dan kecemasan di Indonesia pada individu berusia di atas 15 tahun mencapai 6 atau sekitar 14 juta orang Depkes, 2011. Pada tahun 2013, angka
tersebut meningkat menjadi 11,6 atau 17,4 juta jiwa Depkes, 2013. Kecemasan yang tinggi di Indonesia berdampak pada menurunnya produktivitas
individu hingga mengganggu kualitas kerja, hubungan keluarga dan memicu konflik. Prevalensi yang tinggi ini disebabkan oleh tekanan dan beban hidup yang
dialami masyarakat Indonesia health.kompas.com, 2015. Kecemasan di Indonesia sering muncul pada individu berusia 15 tahun keatas
Depkes, 2011. Pada usia tersebut, seseorang mulai memasuki masa dewasa awal, yaitu periode penyesuaian diri pada pola-pola hidup dan harapan-harapan
sosial baru Hurlock, 1980. Menurut Papalia, Olds dan Feldman 2009, pada masa ini individu dituntut untuk lebih mengembangkan disiplin, kemandirian,
kepercayaan diri dan kemampuan mengatasi berbagai masalah. Selain itu, individu juga mengembangkan keterampilan mereka untuk mempertahankan
kemandirian selama masa remaja dan mengelola tugas-tugas baru serta memelihara hubungan intim Mahmoud, Straten, Hall dan Lennie, 2012. Apabila
tuntutan-tuntutan tersebut tidak dapat dilaksanakan atau diatasi dengan baik maka timbulah kecemasan.
Mahasiswa merupakan individu dewasa awal. Mahasiswa sering cemas ketika berhadapan dengan beberapa kewajiban dan masalah waktu Harun,
Rinehart dan Ceballos, 2010. Sumber-sumber kecemasan pada mahasiswa antara lain ketakutan dengan tugas atau materi perkuliahan, kesulitan menemukan
motivasi untuk belajar, dan kekhawatiran terhadap kemampuan akademik Smith dan Renk, 2007. Harun et al. 2010 menyebutkan bahwa kecemasan pada
mahasiswa memiliki efek signifikan melemahkan belajar dan prestasi. Kecemasan mendorong individu mencari cara untuk mengatasinya. Teknik-
teknik sederhana seperti relaksasi, meditasi, dan olahraga merupakan cara-cara mengatasi kecemasan. Relaksasi dikatakan sebagai salah satu teknik mengurangi
kecemasan karena mengurangi ketegangan-ketegangan individu dan membuat individu mampu menghindari reaksi berlebihan terhadap sumber kecemasan
Beech, 1982, Salah satu teknik relaksasi sederhana untuk mengurangi kecemasan adalah mewarnai. Mewarnai merupakan kegiatan seni yang dapat
dilakukan semua orang, tidak bersifat kompetitif dan multikultural Belchamber, 1997. Mewarnai merupakan salah satu teknik relaksasi karena gerakan pensil
warna secara berulang membuat seseorang berada dalam kondisi here and now Malchiodi, 2010. Mewarnai juga mengeluarkan imajinasi dan mampu membawa
seseorang kembali ke masa kecil yaitu masa dimana kecemasan lebih sedikit Santos, 2014. Selain itu, proses mewarnai juga terkait dengan kebebasan
berekspresi dan pemikiran kreatif yang mendorong keadaan relaksasi Sandmire, Garham, Rankin dan Grimm, 2012.
Mewarnai lebih efektif dalam mengurangi kecemasan jika mengambil bentuk geometris yang kompleks seperti mandala Belchamber, 1997. Belchamber
1997 merekomendasikan mandala yang biasa digunakan sebagai objek meditasi di tradisi spiritual. Dalam berbagai tradisi spiritual, mandala digunakan untuk
memfasilitasi meditasi dan digunakan dalam ritual sakral sebagai alat transformatif untuk membantu penyembuhan Mandalas as Spiritual Practice,
2016. Jung merupakan psikoterapis pertama yang menggunakan mandala dalam ranah psikologi Slegelis dalam Jangha, 2009. Dengan bantuan mandala, Jung
1989 mengamati transformasi psikisnya dari hari ke hari. Ia merasa mandala mengarahkannya ke sebuah titik, yaitu titik pusat. Mewarnai pola simetris dan
berulang dalam bentuk melingkar seperti mandala membuat individu akan terfokus dan mengabaikan sementara pikiran-pikiran negatifnya Dreak, Searight
dan Pupek, 2014. Mewarnai mandala juga membuat individu memasuki keadaan meditasi yang mengarah ke penemuan diri. Individu mengendalikan pikiran yang
menimbulkan kecemasan dengan mewarnai mandala. Beberapa penelitian menemukan bahwa mewarnai mandala efektif dalam
mengurangi kecemasan. Curry dan Kasser 2005 menguji efektivitas mewarnai bentuk mandala selama 20 menit. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
mewarnai mandala selama 20 menit lebih efektif daripada mewarnai bentuk free- form dan plaid. Vennet dan Serice 2012 melakukan replikasi terhadap penelitian
Curry dan Kasser 2005 dan menemukan hasil serupa, yaitu mewarnai mandala lebih efektif daripada mewarnai bentuk free-form atau plaid. Garham, Rankin dan
Grimm 2012 juga melakukan penelitian mengenai pengaruh art-making pada kecemasan dan menemukan bahwa 30 menit proses art-making seperti mewarnai
mandala menurunkan kecemasan. Penelitian Dreak et al. 2014 melihat pengaruh art-making yaitu mewarnai mandala, plaid, atau free-form selama 20 menit
terhadap mood negatif depresi, kecemasan dan ketegangan dan menunjukkan bahwa mewarnai mandala lebih efektif mengurangi kecemasan.
Penelitian-penelitian sebelumnya membuktikan bahwa mewarnai mandala efektif untuk menurunkan kecemasan. Di Indonesia, banyak penelitian-penelitian
mengenai berbagai media untuk menurunkan kecemasan. Namun, peneliti belum menemukan penelitian yang menggunakan mewarnai mandala sebagai media
menurunkan kecemasan di Indonesia. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui apakah mewarnai mandala memiliki dampak yang signifikan untuk menurunkan
tingkat kecemasan pada dewasa awal di Indonesia.
B. Rumusan Masalah