Makna Warna Mewarnai Mandala

melihat warna kemudian mengolahnya di otak dan cara mengekspresikannya. Secara umum diketahui bahwa warna mempengaruhi jiwa atau emosi manusia. Warna juga menggambarkan suasana hati seseorang Darmapawira, 2002.

3. Makna Warna

David 1987 dalam Darmapawira 2002 menjelaskan bahwa warna memiliki makna atau nilai perlambangan secara umum, sebagai berikut: a. Merah Warna terkuat dan paling menarik perhatian. Warna ini melambangkan vitalitas, keberanian, bahaya, kekuatan, pengorbanan. b. Ungu Warna ini melambangkan dukacita, melankolis, kesucian dan misteri. Karakteristik warna ini adalah sejuk, negatif, murung, dan menyerah. c. Biru Warna ini memiliki karakteristik sejuk, pasif, tenang dan damai. Biru melambangkan kesetiaan dan keikhlasan. d. Hijau Hijau melambangkan kepercayaan, kelembutan, kesegaran, kehidupan dan harapan, pertumbuhan. e. Kuning Kuning sering dilambangkan sebagai ketenangan. Kebahagiaan, kehangatan, kebijaksanaan. f. Jingga orange Warna ini melambangkan keceriaan, kehangatan, semangat muda, menarik. Warna ini memiliki daya tarik yang kuat karena mampu merangsang pandangan mata. g. Putih Warna putih memiliki karakter positif, merangsang, ringan, cemerlang dan sederhana. Warna putih melambangkan kesucian, polos, jujur dan murni h. Abu-abu Warna ini melambangkan ketenangan, kesopanan dan kesederhanaan. i. Hitam Warna ini melambangkan kegelapan, kekuatan yang gelap, kehancuran. Warna ini sering diasosiasikan dengan sifat negatif. j. Coklat Warna ini melambangkan ketenangan, rendah hati, alami, kebersamaan. Penggunaan warna dalam penelitian ini mereplikasi penelitian Curry dan Kesser 2005 serta Vennet dan Serice 2012 yang menggunakan enam warna, yaitu merah, kuning, hijau, jingga, biru dan ungu. Alasan pemilihan warna menurut Curry dan Kasser 2005 adalah keenam warna yang digunakan merupakan warna dasar yang telah dikenal secara umum.

4. Mandala

a. Sejarah Mandala

Pada awalnya mandala merupakan alat meditasi dalam agama Buddha Tibet dan Tradisi Navaho Hendersen, Rosen dan Mascaro, 2007. Dalam berbagai tradisi spiritual, mandala digunakan untuk memfasilitasi meditasi dan digunakan dalam ritual sakral sebagai alat transformatif untuk membantu penyembuhan. Hildegard Von Bingen, seorang biarawan kristen di abad ke-12 menciptakan banyak mandala yang indah untuk mengekspresikan visi dan keyakinannya. Biarawan di Tibet dan suku Indian di Amerika juga menggunakan mandala sebagai cara membangkitkan energi spiritual, meditasi, dan penyembuhan Mandalas as Spiritual Practice, 2016. Jung merupakan psikoterapis pertama yang menggunakan mandala dalam ranah psikologi Slegelis dalam Jangha, 2009. Pada tahun 1916, Jung menggambar mandala pertamanya. Kemudian pada tahun 1918-1919 ia membuat mandala setiap pagi sesuai dengan situasi batinnya saat itu. Jung 1989 merasa mandala yang dibuatnya merupakan tulisan rahasia cryptogram mengenai keadaan diri yang disampaikan setiap hari secara baru. Selain itu, ia merasa melihat self di dalam gambar mandala yang dibuatnya. Dengan bantuan gambar mandala, ia mengamati transformasi psikisnya dari hari ke hari. Ketika menggambar mandala, ia juga merasa PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI segala jalan yang telah dilaluinya mengarahkannya ke sebuah titik, yaitu titik pusat. Hal ini semakin meyakinkannya bahwa mandala adalah pusat atau lambang dari jalur untuk menuju proses individuasi menuju pusat. Secara bertahap, Jung 1989 menemukan apa itu mandala sebenarnya, yaitu formasi, transformasi dan rekreasi abadi dari pikiran yang kekal.

b. Definisi Mandala

Mandala berasal dari bahasa sansekerta kuno yang berarti lingkaran atau pusat . Dalam bahasa Tibet, mandala disebut sebagai “Khyil-Khor” yang berarti pusat alam semesta Chaudhary, 2012. Bentuk mandala sering muncul di alam berupa bunga, kepingan salju, matahari atau bulan Mandalas as Spiritual, Practice, 2016. Sebuah mandala biasanya terdiri dari lingkaran dalam sebuah persegi dan sebuah titik pusat lingkaran yang menjadi tempat berkumpul bentuk-bentuk lain yang ada di dalamnya. Sebagian besar bentuk mandala berupa roda, salib atau sekuntum bunga. Dalam bahasa sansekerta, mandala berarti lingkaran magis Jung, 1989. Selain sebagai simbol spiritual di Hindu dan Buddha, mandala sering dikaitkan dengan Carl Jung yang melihat simbol-simbol ini mewakili kesatuan dari bagian yang bertentangan dengan kepribadian seseorang Dreak, Searight, dan Pupek, 2014. Menurut Jung dalam Vennet dan Serice, 2012, bentuk melingkar pada mandala menunjukkan keutuhan dan kesatuan dari pola diri archetypal self. Mandala juga merupakan hasil penjelmaan diri dari proses psikis Jung, 1989. Jung menemukan kegunaan membuat mandala secara teratur ketika ia butuh memusatkan diri dan membungkam dialog batin yang kacau Bair dalam Vennet dan Serice, 2012.

5. Mewarnai Mandala

Mewarnai mengaktifkan kedua wilayah otak serta melibatkan logika dan kreativitas. Logika dan kreativitas dilibatkan saat mencampur dan mecocokkan warna Santos, 2014. Malchiodi 2010 mengungkapkan bahwa mewarnai merupakan salah satu teknik relaksasi karena gerakan pensil warna secara berulang mencegah pikiran untuk melarikan diri dari here and now. Santos 2014 mengemukakan bahwa relaksasi dianggap mampu menurunkan aktivitas amygdala yang terlibat dalam mengendalikan emosi. Mewarnai dikatakan menekan kecemasan karena mengeluarkan imajinasi dan mampu membawa seseorang kembali ke masa kecil yaitu masa dimana kecemasan lebih sedikit Santos, 2014. Mewarnai bentuk geometris yang kompleks seperti mandala mengurangi kecemasan karena seseorang terlibat dalam aktivitas yang menghapus pikiran serta emosi negatif yang mendominasi hidup mereka Belchamber dalam Nancy dan Kasser, 2005. Dengan mewarnai mandala, individu memasuki keadaan meditasi yang mengarah ke penemuan diri dan mengendalikan pikiran yang menimbulkan kecemasan. Maka disimpulkan bahwa mewarnai mandala adalah kegiatan seni yang melibatkan logika dan kreativitas dengan memberi warna pada bentuk geometris yang kompleks untuk menghapus pikiran negatif yang mendominasi.

C. Dewasa Awal

1. Pengertian

Masa dewasa awal dimulai pada umur 18 tahun sampai umur 40 tahun. Masa dewasa awal merupakan periode penyesuaian diri pada pola-pola hidup yang baru dan harapan-harapan sosial baru. Individu dewasa awal diharapkan memainkan peran baru, mengembangkan sikap baru, keinginan-keinginan dan nilai-nilai baru sesuai dengan tugas baru ini. Individu dewasa awal diharapkan melakukan penyesuaian diri secara mandiri dan menyelesaikan kesulitan yang dihadapi sendiri. Masa dewasa awal juga merupakan masa ketegangan emosional karena dihadapkan dengan masalah-masalah terkait penyesuaian diri Hurlock, 1980.

2. Ciri-ciri

Jahja 2011 mengungkapkan beberapa ciri-ciri masa dewasa awal yaitu:

a. Pengaturan Pola Hidup

Seseorang akan mencoba-coba berbagai pola hidup sebelum menentukan pola hidup yang cocok dan diyakini dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.